Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 192932 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sarah Aprilia Faizah
"Sugar dating merupakan sebuahyang digunakan untuk menggambarkan hubungan eksploitatif antara seorang individu, pria atau wanita, yang lebih tua dan aman secara finansial (disebut ayah / ibu gula) dan individu yang lebih muda (disebut bayi gula). Hubungan ini melibatkan pertukaran antara hubungan seksual dan persahabatan dengan uang / hadiah dan kepuasan materi lainnya. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode studi kasus dan analisis naratif untuk membahas bagaimana fenomena kencan gula di Indonesia yang melibatkan banyak anak menjadi manifestasi dari perawatan anak dan eksploitasi seksual anak. Data yang diperoleh melalui wawancara mendalam kemudian dianalisis menggunakan teori pertukaran sosial oleh Emerson (1962). yang menjelaskan bahwa interaksi antar aktor sosial merupakan bentuk pertukaran sosial; yang pada gilirannya menghasilkan kekuatan dan ketergantungan. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk sugar dating relationship yang melibatkan anak sebagai bentuk hubungan tukar menukar yang mengeksploitasi anak melalui manipulasi dan grooming.

Sugar dating is a concept used to describe an exploitative relationship between an individual, male or female, who is older and financially secure (called the sugar daddy / mother) and a younger individual (called the sugar baby). This relationship involves an exchange between sexual relations and friendship for money / gifts and other material gratifications. This qualitative research uses case study methods and narrative analysis to discuss how the sugar dating phenomenon in Indonesia which involves many children is a manifestation of child care and child sexual exploitation. The data obtained through in-depth interviews were then analyzed using social exchange theory by Emerson (1962). which explains that the interaction between social actors is a form of social exchange; which in turn produces strength and dependability. The results of this study indicate a form of sugar dating relationship involving children as a form of exchange relationship that exploits children through manipulation and grooming."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Azzam Rabbani
"Profesi guru dianggap sebagai profesi terhormat yang menjalankan tugas mulia untuk membimbing dan melindungi anak selama proses pendidikan. Sayangnya, seorang guru yang telah dipercaya untuk menjalankan tugas penting tersebut justru dapat melakukan kekerasan seksual terhadap anak. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru terhadap siswa seringkali melibatkan penggunaan grooming untuk dapat memanipulasi siswa ke dalam tindakan seksual dan mempertahankan kerahasiaan. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko anak terhadap guru yang menggunakan grooming untuk melakukan kekerasan seksual. Studi ini menggunakan analisis data sekunder dari 40 kasus berita yang bersumber dari media daring di Indonesia selama periode Januari 2016 hingga Mei 2021. Penulis melakukan criminal profiling untuk menggambarkan profil guru pelaku kekerasan seksual, profil siswa yang menjadi korban, metode grooming yang digunakan pelaku, dan bentuk kekerasan seksual. Analisis bivariat juga dilakukan untuk mengetahui hubungan antara beberapa variabel independen dengan metode grooming dan tingkat kekerasan seksual sebagai variabel dependen. Hasil profiling kemudian dimasukkan ke dalam kerangka kerja Social Ecological Model SEM) untuk mengidentifikasi faktor risiko anak. Studi ini menemukan bahwa guru dapat menggunakan pemberian perhatian, pemberian suap, atau penggunaan paksaan sebagai metode grooming. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa jenis sekolah korban dan intensitas kekerasan seksual grooming. Jenis kelamin korban, jenjang pendidikan korban, dan jumlah korban memiliki hubungan signifikan dengan tingkat kekerasan seksual. Selain itu, faktor risiko anak terhadap kekerasan seksual oleh guru dapat diidentifikasi dari keempat tingkat SEM, yang dalam studi ini berupa individu, hubungan (dengan guru dan keluarga), komunitas (sekolah), dan masyarakat (kebijakan pendidikan dan konstruksi sosial anak).

Teacher is considered as an honorable profession that carries out a noble task to guide and protect children during the educational process. Unfortunately, a teacher who has been trusted to carry out this important task on the contrary can commit sexual abuse against children. Teacher sexual misconduct against students often involves the use of grooming to manipulate students into sexual acts and maintain secrecy. The purpose of this study was to identify the child risk factors against teachers who use grooming to commit sexual abuse. This study uses secondary data analysis from 40 news cases sourced from online media in Indonesia during the period of January 2016 to May 2021. The author conducts criminal profiling to describe the profiles of teachers who perpetrate sexual abuse, profiles of students who being victimized, grooming methods used by perpetrators, and forms of sexual abuse. Bivariate analysis was also conducted to determine the relationship between several independent variables with the grooming method and the level of sexual abuse as the dependent variable. The results of the profiling are then applied into the Social Ecological Model (SEM) framework to identify child risk factors. This study found that teachers may use attention giving, bribery, or the use of coercion as grooming methods. The crosstabulation results show that the type of school of the victim and the intensity of sexual abuse have a significant relationship with the grooming method. The sex of the victim, victim’s education level, and the number of victims have a significant relationship with the level of sexual abuse. In addition, child risk factors for teacher sexual misconduct can be identified from the four levels of the SEM, which in this study are individual, relationship (with teachers and families), community (school), and society (education policy and social construction of childhood)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elhida Mardiati
"Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat dewasa ini telah membawa pengaruh dan perubahan dalam kehidupan masyarakat di seluruh dunia. Pengaruh dan perubahan yang terjadi akibat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut ada yang bernilai positif, dan ada pula sisi negatifnya. Di Indonesia khususnya pada saat ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi tren baik dikalangan dewasa maupun muda. Selain untuk kepentingan bisnis, pendidikan, dan terkait pekerjaan, saat ini teknologi informasi dan komunikasi juga sangat berperan dalam aktivitas sosialisasi melalui berbagai jejaring sosial yang disediakan. Permasalahannya adalah jejaring sosial yang sekarang sedang menjadi tren, -khususnya bagi para kaum muda ini- kerap dijadikan area dimana pemangsa seksual mencari calon korbannya dengan memanfaatkan berbagai sifat media virtual ini. Sehingga, tesis ini akan membahas mengenai proses terjadinya online grooming pada anak, pengaturan terkait online grooming pada anak, serta kendala dan upaya dalam menanggulangi online grooming tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif berupa studi kepustakaan yaitu meneliti dokumen berupa literatur buku-buku, peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman, dan juga dilengkapi oleh wawancara dengan narasumber. Hasil dari penelitian ini yaitu, pada dasarnya proses online grooming itu terjadi melalui beberapa tahap, meskipun tahap tersebut tidak mutlak harus dilakukan secara berurutan dan seluruhnya. Tahapan tersebut diantaranya, yaitu pemilihan area target, persahabatan, membentuk hubungan, penilaian resiko, eksklusivitas, dan seksual. Kemudian, mengenai pengaturan terkait online grooming, meskipun tidak ada pengaturan secara khusus mengenai online grooming, namun telah ada pasal yang terkait, yaitu pasal 81 dan pasal 82 undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Selanjutnya, terdapat beberapa kendala dan upaya dalam menanggulangi online grooming. Kendala-kendala tersebut, diantaranya, yaitu kendala dari dalam diri korban/pelaku, dari orang tua, masyarakat, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya, serta terkait juga dengan legislasi, penegakan hukum, dan sumber daya aparat penegak hukum. Sementara itu, upaya penanggulangannya dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dan kerjasama para pemangku kepentingan, serta melakukan harmonisasi hukum, penafsiran hukum, peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya aparat penegak hukum, serta penguatan penegakan hukum.

The rapid development of information and communication technology has an impact and changes the lives of people around the world. Influences and changes that occur due to the development of information and communication technology involves positive and negative. In Indonesia, especially at this time, the development of information and communication technology has become a trend among both adults and youth. Beside used to business interest, education, and related to work, information and communication technologies are also have a lot of role in the various social activities through the social networking application provided. The problem is social networking becoming a trend, -especially among of young people- were often used as an area where sexual predators find their targets by utilizing a variety of virtual media properties. Thus, this thesis will take up about the process of online grooming of children, legislation against online grooming cases of children, as well as the constraints and efforts in tackling the online grooming of children. This study uses a normative form of literary study that examined the documents in the form of literature books, regulations and guidelines, as well as completed with interviews with some sources. The results of this study are, in essence online grooming process through in several stages, although these stages do not absolutely have to be done in sequence and entirely. The Stages are involved: the selection of the target area, friendships, form relationships, risk assessment, exclusivity, and sexual. Then, about the online grooming regulation, although there has no regulation about online grooming, the related articles are already exist. The regulation is in the article 81 and 82 of Law No 23/2002 on the protection of children act. Furthermore, there are some obstacles and efforts to overcome the online grooming. The obstacles, among which, the obstacles from the victim/perpetrator, from the parents, the public, government, and the stakeholders, and also related to the legislation, law enforcement, and law enforcement resources. Meanwhile, the efforts can be done by increasing the role and cooperation of stakeholders, as well as to harmonize the law, legal interpretation, increasing the quantity and quality of resources of law enforcement officers, as well as strengthening the rule of law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pilgrim, David
"Child sexual abuse is a major public policy challenge. Many child protection measures were beginning to reduce its occurrence. However, that progress was impeded by online grooming, the downloading of indecent images of children and even their abuse online in real time. This now places major demands on national and international policing. The book brings together groundbreaking case studies from a wide range of settings. As well as family members and those near the home, offenders can also be found in religious, sporting and childcare settings.
This extensive picture is drawn deliberately in order to highlight a split in the academic analysis of child sexual abuse. The mainstream or orthodox view, defended by the author, is that child sexual abuse is an under-reported crime. However, a minority view, presented but criticised, is that it is a moral panic created by public hysteria, child protection experts and campaigning politicians. By the end of the book, this division of academic opinion and its implications for public policy are explored in detail.
The book is essential reading for anyone interested in preventing child sexual abuse and the dilemmas of responding to both victims and perpetrators. It will be of particular use to practitioners in social work, the police and in the mental health professions."
Londan: Routledge, 2018
e20529043
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Megaratri Pralebda
"ABSTRAK
Latar Belakang: Kejahatan seksual terhadap anak terjadi di seluruh dunia. Komnas
Perlindungan Anak Indonesia mencatat, telah terjadi 21.869.797 kasus pelanggaran hak
anak di Indonesia, dengan 42-58% merupakan kejahatan seksual terhadap anak dari tahun
2010 hingga 2014. Hal-hal yang terdapat pada diri anak, karakteristik keluarga serta
faktor lingkungan dapat menjadi faktor resiko bagi anak untuk menjadi korban kejahatan
seksual.
Tujuan: Mencari hubungan antara karakteristik keluarga sebagai faktor resiko dengan
kejadian kejahatan seksual anak.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain kasus-kontrol dengan kasus berasal dari
rekam medik pasien anak korban kejahatan seksual periode Januari 2012-Desember 2014
sedangkan kontrol adalah anak bukan korban kejahatan seksual yang berobat di Poliklinik
Kiara RSCM selama bulan Oktober 2015. Sampel diambil menggunakan teknik
purposive sampling dan menggunakan kuesioner kekerasan seksual anak yang diadopsi
dari Guidelines WHO 2003. Analisis data menggunakan uji Chi-square dan dinyatakan
bermakna apabila p<0,05 lalu dilakukan perhitungan RO serta IK95%.
Hasil: Diperoleh 230 subyek pada setiap kelompok kasus dan kontrol, dengan rentang
usia 2-18 tahun. Kejadian kejahatan seksual meningkat sesuai dengan bertambahnya usia,
terbanyak (65,2%) pada remaja (12-17 tahun). Terdapat hubungan antara keberadaan
orangtua dengan kejahatan seksual anak (p=0,009; RO 1,84; IK 1,16-2,91), namun tidak
terdapat hubungan antara pendapatan keluarga (p=0,499; RO 0,88 IK=0,60-1,28) dan
anggota keluarga yang padat (p=0,641; RO 0,92; IK=0,64-1,32) dengan kejadian kejahatan
seksual anak.
Kesimpulan: Anak dengan orangtua tidak lengkap terbukti memiliki resiko untuk
terjadinya kejahatan seksual anak (RO 1,84; IK 1,16-2,91). Tingkat pendapatan keluarga
dan jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan kejadian kejahatan seksual anak.

ABSTRACT
Background: Child sexual assault occurs all over the world. Indonesia National
Commission in Child Protection states that 42-58 % of 21,869,797 cases occured
between the years of 2010 to 2014. Risk factors that can contribute for a child
becoming a child sexual assault victim are the characteristic from the child, the
family and the environment.
Aim: This study was designed to discuss the relationship between the incidence of
child sexual assault with the characteristics of the family as a risk factor.
Method: samples for case-control study was taken by purposive sampling. The
case group were taken from medical records of child sexual assault victims during
Januay 2012 until Desember 2014, while the control group from non child sexual
victims who are outpatients of Clinic Kiara RSCM during Oktober 2015 using the
same questionare. Data is analiyzed using Chi-square and significant when
p<0.05. OR and CI 95% is also calculate.
Result: Both groups consists of 230 subjects, with an age range 2-18 years.
Incomparison with the control group. The incidence of child sexual assault
increases with age, the highest (65.2%) in adolescent (12-17 years). This study
showed a significant relationship between the presence of a parent towards the
incidence with child sexual assault (p=0.012, RO=1.88, CI=1.13-2.85), but
showed no significant relationship between family income (p=0.499, OR=0,88;
CI=0.60-1.28 ) and the number of family members ( p=0.641, RO=0.92, CI=0.641.32).
Conclusion:
The result showed that children who have complete parents have a
proven risk to become victims of child sexual assault. The level of family income
and the number of family members does not associated with the incidence of child sexual assault. ;Background: Child sexual assault occurs all over the world. Indonesia National
Commission in Child Protection states that 42-58 % of 21,869,797 cases occured
between the years of 2010 to 2014. Risk factors that can contribute for a child
becoming a child sexual assault victim are the characteristic from the child, the
family and the environment.
Aim: This study was designed to discuss the relationship between the incidence of
child sexual assault with the characteristics of the family as a risk factor.
Method: samples for case-control study was taken by purposive sampling. The
case group were taken from medical records of child sexual assault victims during
Januay 2012 until Desember 2014, while the control group from non child sexual
victims who are outpatients of Clinic Kiara RSCM during Oktober 2015 using the
same questionare. Data is analiyzed using Chi-square and significant when
p<0.05. OR and CI 95% is also calculate.
Result: Both groups consists of 230 subjects, with an age range 2-18 years.
Incomparison with the control group. The incidence of child sexual assault
increases with age, the highest (65.2%) in adolescent (12-17 years). This study
showed a significant relationship between the presence of a parent towards the
incidence with child sexual assault (p=0.012, RO=1.88, CI=1.13-2.85), but
showed no significant relationship between family income (p=0.499, OR=0,88;
CI=0.60-1.28 ) and the number of family members ( p=0.641, RO=0.92, CI=0.641.32).
Conclusion:
The result showed that children who have complete parents have a
proven risk to become victims of child sexual assault. The level of family income
and the number of family members does not associated with the incidence of child sexual assault. ;Background: Child sexual assault occurs all over the world. Indonesia National
Commission in Child Protection states that 42-58 % of 21,869,797 cases occured
between the years of 2010 to 2014. Risk factors that can contribute for a child
becoming a child sexual assault victim are the characteristic from the child, the
family and the environment.
Aim: This study was designed to discuss the relationship between the incidence of
child sexual assault with the characteristics of the family as a risk factor.
Method: samples for case-control study was taken by purposive sampling. The
case group were taken from medical records of child sexual assault victims during
Januay 2012 until Desember 2014, while the control group from non child sexual
victims who are outpatients of Clinic Kiara RSCM during Oktober 2015 using the
same questionare. Data is analiyzed using Chi-square and significant when
p<0.05. OR and CI 95% is also calculate.
Result: Both groups consists of 230 subjects, with an age range 2-18 years.
Incomparison with the control group. The incidence of child sexual assault
increases with age, the highest (65.2%) in adolescent (12-17 years). This study
showed a significant relationship between the presence of a parent towards the
incidence with child sexual assault (p=0.012, RO=1.88, CI=1.13-2.85), but
showed no significant relationship between family income (p=0.499, OR=0,88;
CI=0.60-1.28 ) and the number of family members ( p=0.641, RO=0.92, CI=0.641.32).
Conclusion:
The result showed that children who have complete parents have a
proven risk to become victims of child sexual assault. The level of family income
and the number of family members does not associated with the incidence of child sexual assault. "
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Rivo Alfahrezy M
"Kekerasan seksual terhadap anak merupakan tindak kejahatan yang banyak terjadi di Indonesia. Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terus meningkat setiap tahun memperlihatkan seolah tindak kejahatan ini telah menjadi budaya dalam masyarakat Indonesia. Dengan menggunakan sudut pandang konsep Crime as Culture Culture as Crime, kekerasan seksual yang marak terjadi kepada anak di Indonesia dilihat sebagai tindak kejahatan yang direkonstruksi dan didekonstruksi oleh kelompok kolektif menjadi sebuah budaya. Sebagai produk budaya populer, film dapat menjadi media yang mendekonstruksikan fenomena dan budaya di mayarakat. Budaya kekerasan seksual di Indonesia didekonstruksikan melalui film Ratu Ilmu Hitam 2019. Film ini menggambarkan budaya kekerasan seksual pada anak yang dapat dikategorikan sebagai Rape Revenge Film, sebuah pembalasan dendam terhadap pelaku kekerasan seksual. Penelitian ini didukung oleh data dari penelitian terdahulu mengenai kekerasan seksual pada anak yang digambarkan melalui film serta menggunakan film Ratu Ilmu Hitam 2019, sebagai bentuk penggambaran budaya kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia. Hasil dari kajian ini memperlihatkan dekonstruksi budaya kekerasan seksual di Indonesia dalam film Ratu Ilmu Hitam 2019 dan menunjukan bahwa sebagai penikmat produk budaya populer kita harus bijak karena film ini menunjukan kejahatan yang dibalas juga dengan kejahatan.

Sexual violence against children is a crime that occurs in Indonesia. The number of cases of sexual violence against children continues to increase every year, sexual violence against children has become a culture in Indonesian society. By using perspective of crime as culture culture as crime concept, sexual violence against children in Indonesia is seen as a crime that is reconstructed and deconstructed by collective groups into a culture. As a product of popular culture, film can be a medium that deconstructs phenomena and culture in society. Sexual violence against children culture in Indonesia is deconstructed through the Ratu Ilmu Hitam 2019. This film depicts a culture of sexual violence against children which can be categorized as Rape Revenge Film, a revenge against perpetrators of sexual violence. This research is supported by data from previous research on sexual violence against children depicted through films and using the Ratu Ilmu Hitam 2019 film, as a form of cultural depiction of violence against children in Indonesia. The results of this study, deconstruct the culture of violence in Indonesia in the Ratu Ilmu Hitam 2019 film, show that as connoisseurs of popular culture products we must be wise because this film shows that crime is also repaid with crime."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurafni
"Eksploitasi seksual komersial anak merupakan masalah yang sangat serius dan bukan masalah yang baru muncul akhir-akhir ini. Pemerintah Indonesia telah lama berupaya untuk meminimalisir peningkatan jenis kejahatan yang menyerang masa depan anak, antara lain dengan mengeluarkan beberapa kebijakan. Akan tetapi, semakin hari kejahatan ini memakan korban semakin banyak. Hal ini dikarenakan pelaku kejahatan tidak secara gentayangan dalam mencari korban. Akan tetapi mereka melakukan aksinya dengan sebuah perencanaan dan berdasarkan pilihan rasional mereka. Teori pilihan rasional adalah salah satu teori kriminologi yang mengajak untuk mengkaji secara serius bagaimana pelaku pelanggaran berpikir, guna memprediksi kapan suatu kejahatan terjadi. Dengan demikian pilihan rasional menjadi acuan penting untuk dikaji dalam mencari cara dalam pencegahan ESKA lebih baik lagi. Penelitian ini merupakan penelitian interdisipliner dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan melalui studi pustaka. Kemudian data dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif sehingga diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis mengenai permasalahan dan pencegahan eksploitasi seksual komersial anak di era dari digital perspektif kriminologi dan yuridis. Kajian secara kriminologi dan yuridis sangat diperlukan sebab masalah kejahatan eksploitasi seksual komersial anak adalah masalah yang kompleks. Penelitian ini dapat memberikan gambaran re-konstruksi hukum dalam pencegahan dan penanganan ESKA di Indonesia khususnya pada era digital.

Commercial sexual exploitation of children is a very serious problem and is not a problem that has emerged recently. The Indonesian government has long tried to minimize the increase in the types of crimes that attack children's future, such as by issuing several policies. However, every day this crime takes more and more victims. This is because criminals do not wander around in search of victims. But they act with a plan and based on their rational choice. Rational choice theory is one of the criminological theories that invites to seriously examine how offenders think, in order to predict when a crime will occur. So that rational choice becomes an important reference to be studied in finding better ways to prevent CSEC. This research is an interdisciplinary research using secondary data consisting of primary, secondary and tertiary legal materials collected through library research. Then it was analyzed qualitatively and presented descriptively so as to obtain a detailed and systematic picture of the problem description and prevention of commercial sexual exploitation of children in the digital era from a criminological and juridical perspective. Criminological and juridical studies are very much needed because the problem of commercial sexual exploitation of children is a complex problem. This research can provide an overview of legal reconstruction in the prevention and handling of CSEC in Indonesia, especially in the digital era."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Shinta Noviar Unicha
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas gambaran kekerasan seksual terhadap anak perempuan di Pusat Krisis Terpadu RSUPN dr. Ciptomangunkusumo berdasar temuan dari 49 data rekam medis tahun 2016 ndash; 2017 yang dikumpulkan peneliti. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas korban berusia 6 ndash; 11 tahun 38,8 , berstatus pendidikan SD/ tamat SD, dan datang dengan permintaan visum. Jenis kekerasan seksual terhadap anak perempuan didominasi kasus pemerkosaan oleh pelaku berusia 25 ndash; 40 tahun berjenis kelamin laki ndash; laki yang dikenal dan memiliki hubungan kedekatan dengan korban, seperti tetangga, pacar, teman, guru, dan pengasuh. Mayoritas korban kekerasan seksual terhadap anak perempuan memiliki status ekonomi menengah ndash; menengah ke bawah, status perkawinan orangtua dan hubungan dengan orangtua baik tetapi kurang pengawasan. Diketahui mayoritas kemampuan sosialisasi dan kondisi psikis korban dalam kategori baik ndash; cukup. Kejadian kekerasan seksual mayoritas dilakukan di tempat privasi dan tertutup pada jam 10.01 ndash; 16.00 saat orangtua bekerja dan 16.01 ndash; 22.00 saat anak bebas bermain dan lepas dari pengawasan orangtua. Sebanyak 59,2 korban mengaku mendapatkan paksaan/ ancaman/ iming ndash; iming, unsur pornografi, dan obat/ alkohol menggunakan makanan atau minuman dari pelaku. Mayoritas korban menyatakan tidak memberi perlawanan karena adanya ancaman/ iming ndash; iming dari pelaku, atau tidak tahu hal yang ia lakukan adalah salah, atau dilakukan atas dasar suka sama suka. Diharapkan bagi orangtua melakukan upaya ndash; upaya untuk mencegah anak menjadi korban maupun mencegah kejadian kekerasan seksual terulang kembali dengan mengajarkan anak tentang batasan antara lawan jenis, menggunakan baju yang sopan dan tidak terbuka, bagian tubuh yang tidak boleh disentuh, sentuhan boleh dan sentuhan tidak boleh, cara memberi respon penolakan, perilaku seksual yang berisiko dan akibatnya, serta orangtua meningkatkan pengawasan terhadap anaknya.

ABSTRACT
This thesis discusses the description of child sexual abuse on girls in Integrated Crisis Center RSUPN dr. Ciptomangunkusumo based on the findings of 49 medical records from 2016 to 2017 collected by researcher. This research is a quantitative research with descriptive design. The results showed that the majority of victims aged 6 11 years 38.8 , in elementary school education primary school, and come with a visum request. Types of sexual abuse are dominated by rape cases by perpetrators of 25 40 year old who are known and have close relationships with victims, such as neighbors, boyfriends, friends, teachers, and caregivers. The majority of victims have lower middle to lower economic status, parental marital status and good parent relationship but lack of parental supervision. Given the majority of socialization skills and the psychological condition of the victim in either good ndash enough category. The majority of sexual abuses conducted in private place and happen at 10.01 a.m 04.00 p.m. when parents are working and 04.01 p.m. 10.00 p.m. when children are free to play out and out of parental supervision. As many as 59.2 of victims claimed to have coercion threat lure, pornography, and drugs alcohol using food or drink from the perpetrators. The majority of victims said they did not give any rejections caused by the threats lures of the perpetrators, or not knowing what she was doing was wrong, or done the sexual activity on the basis of loving each other. It is desirable for parents to make efforts to prevent children from becoming victims and prevent the occurrence of sexual abuse from recurring by teaching children about the boundaries between the opposite sex, using proper dresses, untouchable body parts, part of ldquo permitted touch rdquo and ldquo not permitted touches rdquo , how to give rejections, risky sexual behaviour and these consequences, also increase parental supervision of their children. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Briggs, Freda
Australia: Allen & Unwin, 1997
362.7 BRI c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ditya Winona Rombot
"Penelitian ini mengkaji tentang bagaimana kekerasan seksual anak sebagai sebuah bentuk kekerasan dapat menjadi langgeng oleh negara. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode dokumentasi dan analisis framing bersumberkan data dari berita portal berita daring seputar kasus kekerasan seksual anak. Temuan data dan analisis penelitian menunjukkan bahwa hubungan konsep kekuasaan dalam hal ini kekuasaan negara dengan konsep kekerasan adalah hubungan yang dapat dieksplorasi gejala keterkaitannya. Negara dengan kekuasaannya justru dapat melanggengkan kasus kekerasan seksual anak dan dapat diperiksa ke dalam bentuk kekerasan-kekerasan tidak langsung. Padahal negara sudah dilengkapi dengan seperangkat instrumen hukum dan mekanisme prosedural penanganan kasus kekerasan seksual anak yang ditujukan sebagai bentuk penanganan tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak mulai dari UUD 1945 hingga banyak pasal perlindungan anak lainnnya. Isu hambatan yang ada pada penanganan kasus kekerasan seksual anak itu sendiri seperti pembiaran kasus, intervensi, viktimisasi sekunder, victim blaming, hingga birokrasi serta administrasi menjadi bentuk kekerasan secara tidak langsung dan kultural yang berkontribusi dalam melanggengkan kasus kekerasan seksual anak sehingga bertumbuhnya gagasan negara melakukan ‘kekerasan dua kali’ kepada korban kekerasan seksual anak. Juga kenyataan data di lapangan menunjukkan negara tidak mengambil perannya sendiri berkontribusi melakukan kekerasan terhadap korban kekerasan seksual anak, melainkan nilai sosio kultural hingga patriarki ikut mendukung melegitimasikan kekerasan yang dihadapi oleh korban kekerasan seksual anak

This study examines how child sexual violence as a form of violence can be perpetuated by the state. This qualitative research uses the method of documentation and framing analysis based on data from online portal news about cases of child sexual violence. Data findings and research analysis show that the relationship between the concept of power, in this case state power and the concept of violence, is a relationship that can be explored for related symptoms. The state with its power can actually perpetuate cases of child sexual violence and can be examined as the form of indirect violence. While the state is equipped with a set of legal instruments and procedural mechanisms for handling cases of child sexual violence which are intended as a form of handling criminal acts of sexual crimes against children starting from the The 1945 State Constitution of The Republic of Indonesia many other child protection articles. Issues of obstacles that exist in handling cases of child sexual violence itself such as omission Cases of intervention, secondary victimization, victim blaming, to bureaucracy and administration have been into forms of indirect and cultural violence that contribute to perpetuating cases of child sexual violence so that the idea of ​​the state to commit violence grows. double violence against victims of child sexual abuse. Also the reality of data on the ground shows that the state does not take its own role in contributing to violence against victims of child sexual violence, but socio-cultural values ​​so that patriarchy supports legitimizing the violence faced by victims of child sexual violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>