Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141762 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eti Marifah
"ABSTRAK
Stunting merupakan masalah yang saat ini sedang diperjuangkan oleh masyarakat Indonesia. Pemerintah dalam penanggulangan masalah stunting telah melakukan berbagai upaya yaitu dengan menetapkan 100 kabupaten / kota prioritas intervensi stunting di Indonesia. Stunting dapat menjadi ancaman mengingat stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas dan akan menghambat pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan. Kabupaten Cilacap masuk dalam 100 lokus kabupaten / kota prioritas intervensi penanganan stunting. Skripsi ini membahas tentang implementasi kebijakan manajemen stunting di Kabupaten Cilacap tahun 2019 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Implementasi kebijakan yang dibahas menggunakan teori Van Metter dan Van Horn, dan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhinya digunakan teori Edwards III. Penelitian ini merupakan penelitian pasca positivis, dengan instrumen wawancara mendalam dan studi literatur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan yang relatif baru membuat pelaksanaan belum optimal, hal ini disebabkan regulasi di beberapa tingkat pemerintahan, dari atas hingga bawah masih belum jelas, sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan belum memadai serta koordinasi dan komunikasi distribusi yang tidak merata. antara pelaksana dan dengan kelompok sasaran masih belum maksimal, pemahaman dan sikap pelaksana dan kelompok sasaran (masyarakat) terhadap kebijakan mengenai pentingnya pemahaman mereka tentang stunting rendah, serta pengaruh kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan. politik.
ABSTRACT
Stunting is a problem that is currently being fought by the Indonesian people. The government in overcoming the problem of stunting has made various efforts, namely by setting 100 priority districts / cities for stunting intervention in Indonesia. Stunting can be a threat considering that stunting has an impact on the level of intelligence, vulnerability to disease, reduces productivity and will hamper economic growth, as well as increase poverty and inequality. Cilacap Regency is included in the 100 district / city locus priority interventions for handling stunting. This thesis discusses the implementation of stunting management policies in Cilacap Regency in 2019 and the factors that influence it. The implementation of policies discussed uses the theory of Van Metter and Van Horn, and to see the factors that influence it, the theory of Edwards III is used. This research is a post-positivist research, using in-depth interview instruments and literature study. The results of this study indicate that a relatively new policy makes implementation less than optimal, this is due to regulations at several levels of government, from top to bottom are still unclear, resources that support policy implementation are inadequate and coordination and communication are uneven distribution. between the implementers and the target group is still not maximal, the understanding and attitude of the implementers and the target group (community) towards the policy regarding the importance of their understanding of low stunting, as well as the influence of economic, social and environmental conditions. political."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Sidratul Muntaha
"ABSTRAK
Prevalensi stunting di Indonesia dilaporkan meningkat sebanyak 37.2% pada tahun 2013 dimana
sebelumnya prevalensi stunting berada pada posisi 35.6% di tahun 2010 (Mayasari et al., 2018).
Riskesdas 2018 menunjukkan angka stunting atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2%
pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8% pada tahun ini. Namun jika melihat RPJMN tahun 2015-
2019 angka tersebut masih belum sesuai target dimana penurunan angka yang ditargetkan
oleh pemerintah adalah sebesar 28%. Sebagai salah satu upaya menangani stunting, pemerintah
Indonesia melalui kebijakan Permendes PDTT No 16 Tahun 2018 mengenai prioritas Penggunaan Dana
Desa Tahun 2019 menyatakan bahwa dana desa dapat digunakan untuk penanganan stunting.
Pemerintah memilki target untuk memperluas program dan kegiatan nasional pencegahan stunting
ke 160 Kabupaten/Kota pada tahun 2019 dan ke 390 Kabupaten/Kota di tahun 2020 mendatang. Salah
satu wilayah yang menjadi fokus pemerintah adalah 10 kabupaten yang terletak di kota Bogor, Provinsi
Jawa Barat. Dalam studi ini, peneliti mengkaji implementasi kebijakan prioritas Penggunaan Dana Desa
Tahun 2019 dalam hal penanganan masalah stunting di Kabupatan Bogor. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada realisasi dana desa tahun 2019 belum ada besaran dana yang secara khusus
digunakan untuk menangani stunting. Namun, ada beberapa program yang sudah dijalankan oleh
perangkat desa di Kabupaten Bogor, diantaranya program penyediaan air bersih dan sanitasi,
pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk balita, pelatihan pemantauan perkembangan dan
pemeriksaan kesehatan berkala melalui kegiatan posyandu untuk ibu menyusui, dan pengembangan
ketahanan pangan di desa. Selain itu, ditemukan hambatan berupa kurangnya pemahamam perangkat
desa mengenai stunting beserta langkah-langkah pencegahan dan penanggulangannya yang
berpengaruh kepada alokasi dana desa untuk menangani stunting. Peneliti merekomendasikan
adanya penjelasan lebih lanjut (dalam bentuk sosialisasi ataupun edukasi) baik kepada pemerintah
desa maupun ke kader-kader kesehatan terkait stunting itu sendiri, mengingat pada hasil penelitian
ini masih ditemukannya pemerintah desa yang belum mengetahui secara jelas tentang stunting.

ABSTRACT
The prevalence of stunting in Indonesia was reported to increase for around 37.2% in 2013 compared
to around 35.5% in 2010 (Mayasari et al., 2018). Meanwhile, the report by Riskesdas in 2018 presented
that there was a decrease in the prevalence of stunting to around 30.8% compared to the one in 2013.
But, the reducing number of prevalence did not necessarily solve the issue since it was still above 28%-
-the standard set by the government. As one of the stepping stones to solve this health problem,
Indonesia Government released a policy, named Permendes PDTT No 16 Tahun 2018 in which
explained that resolving stunting should be one of the top priorities that run by the village government
through village funding. The central government aimed to enhance the national prevention programs
of stunting that would be conducted in 160 districts in 2019 and 390 districts in the following year.
One of the priority areas was 10 districts that located in Bogor, West Java province. Hence, this study
aims to evaluate the implementation of village funding policy to tackle stunting issues in 10 districts
that located in Bogor City in 2019. The findings showed there was not any village that have allocated
specific budget from the village funding to tackle stunting. However, there were some programs which
might be related to the prevention of stunting, such as sanitation and water supply, nutritious food
supply for toddler, training and monitoring the health status of newly mothers, and village's food
resilience programs. On the other hand, there were some challenges in implementing the village
funding policy, including the knowledge amongst the village government towards the definition of
stunting as well as the prevention and strategies that should be done to resolve this health issue.
Based on these problems, the researcher highly recommend that education and socialization of
stunting should be conducted to both village government and health personnel in the village's primary
care (Puskesmas).
"
2019
T55411
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Amalul Fadly
"Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) merupakan periode fundamental dalam kehidupan manusia karena pada masa ini anak berkembang dengan sangat pesat dan tidak bisa diulang lagi. Kekurangan nutrisi pada 1000 HPK dapat menyebabkan stunting. Stunting memiliki dampak pada mutu sumberdaya manusia. Di masa depan anak yang stunting akan kesusahan dalam belajar, kualitas kerja rendah dan rentan terhadap penyakiit tidak menular. Untuk mengatasi masalah stunting pemerintah Indonesia meluncurkan strategi nasional penurunan stunting terintegrasi. Salah satu intervensi yang dilakukan adalah intervensi gizi spesifik. Intervensi ini dilakukan untuk mengatasi penyebab langsung stunting berupa kekurangan gizi dan masalah kesehatan lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis pada implementasi kebijakan intervensi gizi spesifik di Kabupaten Padang Lawas dengan menggunakan teori Van Meter dan Van Horn 1975 dengan variabel ukuran dan tujuan, sumber daya, karakteristik badan pelaksana, komunikasi antar organisasi, disposisi pelaksana, serta lingkungan ekonomi, sosial, dan politik. Penelitian dilakukan secara kualitatif, melalui wawancara mendalam, dan telaah dokumen. Lokasi penelitian di Kabupaten Padang Lawas. Hasil penelitian adalah pada variabel ukuran dan tujuan kebijakan sudah ditemukan ada ada perbup dan indikator gizi sebagai dasar dan ukuran kebijakan. variabel kinerja implementasi kebijakan ditemukan prevalensi stunting masih diatas target indikator dan sebagian besar capaian kinerja gizi sudah tercapai. Variabel sumber daya masih terkendala dengan fasilitas yang masih kurang lengkap dan insentif khusus yang belum ada. Variabel karakteristik lembaga belum ada SOP khusus namun sudah ada SOP pelayan terkait intervensi gizi di puskesmas, fragmentasi yang baik namun SDM masih kurang. Variabel komunikasi, sosialisasi kebijakan sudah dilakukan dengan jelas dan konsisten disampaikan. Variabel disposisi pelaksana kebijakan sudah baik. Dan variabel lingkungan ekonomi, sosial dan politik cukup baik. Hal yang menghambat kebijakan adalah variabel sumberdaya; kinerja kebijakan; sumber daya manusia; dan lingkungan ekonomi sedangkan yang mendukung kebijakan ini adalah variabel disposisi pelaksana; komunikasi organisasi dan dukungan ekonomi, sosial dan politik.

The first thousand days of life is a fundamental period in human life because during this period children develop very rapidly and it’s cannot be repeated. Nutritional deficiencies at 1000 days causes stunting. Stunting has an impact on human resources. In the future, children who are stunted will have difficulty in learning, have low work quality and are prone to non-communicable diseases. To solve the stunting problem, the Indonesian government launched an integrated national strategy for reducing stunting. One of the interventions that is carried out is nutrition-specific interventions. This intervention was carried out to address the direct causes of stunting in the form of malnutrition and other health problems. This study aims to analyze the implementation of specific nutrition intervention policies in Padang Lawas Regency using the theory of Van Meter and Van Horn 1975 with standards and objectives variabel, resources, characteristics of the implementing agencies, interorganizational communication, disposition of implementor, and the economic, social, and politics condition that affect the performance of policy implementation. The research was conducted qualitatively, through in-depth interviews and documents review. The result of this research is that the variable standar and objectives have found that there are regulations and indicators of nutrition-specific as standar and objectives. In the variable of policy performance, the
prevalence of stunting was still above the target indicator and most of the nutritionspecific performance had been achieved. Resource variables are still constrained by incomplete facilities and missing special incentives. The implementing agency variable. There is no specific SOP, but puskesmas is already has SOP’s health service, fragmentation is good but human resources are still lacking. Communication variables, policy socialization have been carried out clearly and consistently delivered. The disposition variable of the policy implementer is good. And the economic, social and political environment variables are quite good. The conclusion of this research is that the implementation of the policy is going quite well.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Fitri
"Puskesmas merupakan ujung tombak pelaksana pelayanan kesehatan yang sangat strategis dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program kesehatan, seperti SPM, PISPK, dan KBK-BPJS. Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan secara bersama-sama menimbulkan situasi koeksistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kebijakan SPM, PISPK, dan KBK-BPJS di Puskesmas terjadi koeksistensi secara mutually exclusive (saling berdiri sendiri), competitive (berkompetisi), complementary (saling mendukung) dan integrated (terintegrasi) dalam hal tenaga, waktu, sarana, dana, dan pelaporan di Puskesmas di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap 15 orang informan yang berada di Puskesmas Bojonggede, Puskesmas Cibinong, Puskesmas Cirimekar, Puskesmas Kemuning dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koeksistensi secara mutually exclusive terjadi pada aspek pelaporan, sistem pelaporan program mempunyai aplikasi masing-masing seperti SIKDA, SIMPUS, dan Laporan Suplemen pada program SPM, Web Keluarga Sehat pada program PISPK, dan P-Care untuk pelaporan KBK-BPJS. Koeksistensi secara competitive terjadi pada aspek tenaga dan waktu kerja. Pelaksanaan program yang dinilai paling berat adalah PISPK, sementara SPM dinilai program rutin yang biasa dilakukan di puskesmas. KBK BPJS dinilai lebih mudah dilaksanakan daripada PISPK dalam hal pencapaian angka kontak. Complementary terjadi pada aspek sarana dan dana. Pelaksanaan ketiga kebijakan SPM, PISPK, dan KBK-BPJS sistemnya belum terintegrasi sempurna.<

Centre or in Indonesia called Puskesmas plays a crucial and strategical role as a health care provider in implementing various policies and health program such as Minimum Service Standards (SPM), Healthy Indonesia Program with family approach (PIPSK), and Capitation-Based on Service Commitment (KPK-BPJS). Implementing the policies and programs simultaneously creates a condition called coexistence. This study aims to investigate whether implementation of the policies in Puskesmas works in a coexistence manner that is mutually exclusive, competitive, complementary and integrated in terms of human resources, work time, health facilities, funds and reporting. This study used a qualitative approach through in-depth interviews with 15 informants who were met at the community health centre in Bojonggede, Cibinong, Cirimekar, Kemuning and at the department of health of Bogor. The results of this study showed that the coexistence of mutually exclusive occurs in reporting. Specifically, program reporting systems have their own applications including SIKDA, SIMPUS, supplement report for SPM program; Health Family Web for PISPK and P-Care for KBK-BPJS. This study also found that the coexistence of competitive occurs in human resources and work time. PISPK is claimed as the most difficult program to carry out at the health centre in Bogor in comparison to KPK-BPJS in terms of achieving contact rates. Also, the program that routinely is done at the primary health centre in Bogor is SPM. The current study further indicates that the coexistence of complementary occurs in health facilities and funds. Finally, the coexistence of integrated policies such as implementations of SPM, PIPSK and KPK-BJS has not been fully worked at the community health centre in Bogor."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Sholikah
"Indonesia merupakan negara dengan prevalensi stunting tertinggi kedua di Asia Tenggara
sedangkan Kabupaten Bogor merupakan kabupaten dengan jumlah anak stunting
tertinggi di Indonesia. Stunting merupakan masalah multidimensional yang
penanganannya memerlukan intervensi pada berbagai aspek, sehingga kebijakan
penanganan stunting memerlukan keterlibatan berbagai aktor. Pelaksanaan kebijakan
penanganan stunting di Indonesia dapat dilihat dengan menggunakan kacamata policy
network. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pelaksanaan kebijakan penanganan
stunting menggunakan kacamata policy network. Penelitian ini menggunakan dimensi
policy network berupa actors and their perceptions of problem and solution, actors and
their preferences, actors and ther tradable resources, actors and their strategies, specificrules
of policy network, dan interactions sebagai kerangka teori. Penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian Post-Positivist. Hasil penelitian menunjukan bahwa
perbedaan persepsi antar aktor tidak menyebabkan terganggunya proses kebijakan
maupun interaksi antar aktor yang terkait. Preferensi Pemerintah Kabupaten Bogor bukan
dipengaruhi oleh persepsinya melainkan merupakan mandatori dari Pemerintah Pusat.
Begitu pula dengan strategi dan turan yang mengatur proses berjalannya network
kebijakan penanganan stunting di Kabupaten Bogor dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat
dan sifatnya mandatori bagi Pemerintah Kabupaten Bogor. Saat ini belum ada peraturan
tertulis yang mengatur hal-hal yang boleh maupun tidak boleh dilakukan oleh aktor non
publik. Terakhir, belum ada network yang menghubungkan seluruh aktor, termasuk
pemerintah daerah, yang mewadahi interaksi antar aktor, terutama pemerintah daerah
dengan aktor non pemerintah

Indonesia is the country with the second-highest prevalence of stunted children in
Southeast Asia while Bogor Regency has the highest number of stunted children in
Indonesia. Stunting is a multidimensional problem that requires intervention in various
aspects so that the policy of stunting management requires the involvement of various
actors. Implementation of stunting management policy in Indonesia can be seen by using
a policy network framework. This study aims to analyse the implementation of stunting
management policy using policy network framework. This study uses the dimensions of
policy network in the form of actors and their perceptions of problem and solution, actors
and their preferences, actors and their tradable resources, actors and their strategies,
specific-rules of policy network, and interactions as a theoretical framework. This study
uses Post-Positivist research methods. The results showed that the differences in
perceptions among actors do not disrupt policy processes or interactions between actors.
The preferences of the Bogor Regency Government are not influenced by their perception
but rather are mandatory from the Central Government. So do the strategies and rules
which rule the process of running a policy network of stunting management at Bogor
Regency issued by the Central Government and is mandatory for the Bogor Regency.
More, there are no written regulations yet that governing the actions of non-public actors.
Lastly, there are no big network connects actors that accommodate interactions between
actors, especially local governments with non-government actors"
Depok: Fakultas Ilmu Admnistrasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Mila Sari
"Tesis ini menjelaskan implementasi Permendes PDTT nomor 16 tahun 2018 tentang prioritas penggunaan dana desa terkait stunting di Desa Tompe Kabupaten Donggala tahun 2019 secara evaluasi formatif dan sumatif. Penelitian non-eksperimental metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan cross sectional. Hasil penelitian menujukkan Implementasi PermendesPDTT Nomor 16 Tahun 2018 tentang prioritas penggunaan dana desa terkait stunting dalam hal input, proses, dan outputnya belum efektif dan efisien. Intervensi stunting yang dilakukan juga sesuai pedoman serta masih banyak terdapat hambatan. Oleh karena itu, harus melibatkan partisipasi aktif dari seluruh komponen dan lapisan masyarakat desa serta perlunya sosialisasi terhadap peraturan tentang dana desa dan pedoman stunting.

This thesis explains the implementation of ministrial regulation No.16/PermendesPDTT/2018 concerning the priority of using village funds related to stunting in Tompe Village, Donggala District in 2019 through formative and summative evaluation. This non-experimental research is a qualitative method with a cross-sectional and case study approach. The results of this study showed that the implementation of ministrial regulation No.16/PermendesPDTT/ 2018 concerning the priority of using village funds related to stunting in terms of inputs, processes and, outputs are not yet effective and efficient. Stunting interventions are also carried out according to the guidelines and there are still many obstacles. Therefore, it must involve the active participation of all components and levels of village society as well as the need to socialize the regulations on village funds and stunting guidelines."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Nawan
"Tesis ini membahas hubungan frekuensi episode diare dengan kejadian stunting pada batita usia 12-36 bulan di kecamatan Tamansari kabupaten Bogor tahun 2019. Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 30,8%. Metode penelitian adalah kuantitatif dengan desain cross sectional dari menganalisis data primer dari 441 batita berusia 12-36 bulan. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada balita usia 12-36 bulan sebesar 36,96%. Sedangkan proporsi stunting pada batita dengan frekuensi episode diare >1 kali dalam 6 bulan sebesar 54,55% lebih tinggi dibandingkan proporsi stunting pada batita dengan frekuensi episode diare ≤ 1 kali yaitu 30,31%. Analisis multivariat dengan uji cox regression menunjukkan hubungan yang signifikan antara frekuensi episode diare dengan kejadian stunting memiliki PR= 1,71 (95% CI: 1,24-2,34; p-value: 0,001), artinya peluang kejadian stunting pada batita dengan frekuensi episode diare > 1 kali dalam enam bulan sebesar 1,71 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan batita yang frekuensi episode diare ≤ 1 kali setelah dikontrol ASI eksklusif dan sanitasi. Peningkatan program promotof dan preventif guna pencegahan penyakit diare yaitu mengaktifkan kembali kegiatan penyuluahn meja 4 posyandu, peningkatan surveilans penyakit diare, asupan gizi yang seimbang, berkoordinasi dengan lintas sektor dalam peningatan higiene dan sanitasi, misalnya: penyediaan sarana air bersih, penyediaan saran BAB, dan media sarana edukasi dan sarana cuci tangan menggunakan sabun.

This thesis discusses the relationship between the frequency of diarrhea episodes with stunting among toddlers aged 12-36 months in Tamansari sub-district, Bogor district in 2019. Stunting or often called dwarf or short is a condition of growth failure in children under five years old (toddlers) due to chronic malnutrition and recurrent infections especially in the period of the first 1,000 days of life, from fetuses to children aged 23 months. The Riskesdas 2018 data showed the prevalence of stunting in Indonesia was 30.8%. The research method is quantitative with cross sectional design from analyzing primary data from 441 toddlers aged 12-36 months. The results showed the proportion of stunting in children aged 12-36 months was 36.96%. While the proportion of stunting in toddlers with a frequency of diarrhea episodes > 1 time in 6 months is 54.55% higher than the proportion of stunting in toddlers with a frequency of diarrhea episodes ≤ 1 time that is 30.31%. Multivariate analysis with cox regression test showed a significant relationship between the frequency of diarrhea episodes with the incidence of stunting. the frequency of diarrhea episodes > 1 time in six months is 1.71 times higher when compared to toddlers whose frequency of diarrhea episodes ≤ 1 time after controlled by exclusive breastfeeding and sanitation. Improvement of promotof and preventive programs to prevent diarrheal diseases, namely reactivating the activities of Posyandu table 4, increasing surveillance of diarrheal diseases, balanced nutritional intake, coordinating with multy-sectors in hygiene and sanitation recall, for example: providing clean water facilities, providing defecation advice and media for educational facilities and facilities for washing hands with soap."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eunike Bunga Putriani
"ABSTRAK
Stunting atau pendek untuk anak seusianya, didefinisikan sebagai PB/U <-2 SD dari median standar pertumbuhan anak milik WHO. Stunting memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Babakan Madang tahun 2019. Penelitian ini merupakan analisis data sekunder Gizi dan Kesehatan Balita Babakan Madang dengan jumlah sampel 283 anak yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, serta memiliki data yang lengkap. Variabel dependen yang digunakan yaitu stunting, sementara variabel independennya adalah pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, usia ibu saat hamil, tinggi badan ibu, pemberian kolostrum, usia mulai pemberian MPASI, dan kerutinan kunjungan ke posyandu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting pada anak usia 6-23 bulan mencapai 33,2 persen, yang termasuk dalam kategori tinggi menurut klasifikasi WHO pada tahun 1995. Hasil analisis bivariat dengan uji chi square menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kerutinan kunjungan ke posyandu dengan kejadian stunting. Hasil analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa kerutinan kunjungan ke posyandu merupakan faktor dominan kejadian stunting (OR= 2,102; 95% CI 1,268-3,486). Berdasarkan hasil penelitian, saran bagi posyandu, yaitu menetapkan waktu teratur untuk pelaksanaan posyandu, rutin memberikan penyuluhan terkait gizi dan kesehatan ibu hamil, bayi, dan balita, serta melakukan kunjungan rumah pada ibu atau pengasuh bayi dan balita yang tidak rutin ke posyandu. Saran bagi masyarakat, yaitu untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan posyandu. Kemudian, saran untuk peneliti lain, yaitu melakukan penelitian dengan cakupan yang lebih luas dan mendalam."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Trisasmita
"Praktik pemberian makan yang memiliki kualitas baik berdasarkan pedoman masih jauh dari optimal di beberapa negara berkembang. Bukti mengenai hubungan kualitas makanan dengan status gizi sangat beragam. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan HEI sebagai indikator menentukan kualitas diet anak. Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018, Indonesia merupakan negara urutan keempat dengan prevalensi stunting yang tertinggi di dunia (30,8%). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara kualitas diet menggunakan modifikasi HEI dengan kejadian stunting pada balita usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 458 balita. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, panjang badan, wawancara dengan kuesioner dan lembar recall 1x24 jam. Analisis data dilakukan dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang sebesar 44,8% berdasarkan TB/U. Analisis uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara panjang lahir setelah dikontrol dengan berat lahir, kualitas diet (OR: 9,72, 95%CI 2,39-19,6, p<0,05), dan asupan protein dengan kejadian stunting. Komponen yang paling dominan pada HEI dengan kejadian stunting adalah keragaman pangan (OR: 2,0, 95% CI 1,23-3,24, p<0,05).

Good quality feeding practices based on guidelines are far from optimal in some developing countries. Evidence regarding the quality of diet with nutritional status has been diverse, but no information is available to link diet quality and stunting in childhood that researcher found. Some previous studies using HEI as an indicator determine the quality of children’s diet. Based on Basic National Survey Report (Riskesdas) in 2018, Indonesia has the world’s fourth highest incidence of stunting (30,8%). This study was conducted to determine the description and association between diet quality using modified HEI with the incidence of stunting in children aged 12-59 months in Babakan Madang District, Bogor Regency. Cross sectional design was used in this study. The sample in this study were 458 children aged 12-59. This study was conducted in May to August 2019. Data collection was carried out by measuring height, body length, interview with questionnaire and 1x24 hours recall sheet. The results showed that the prevalence of stunting based on height-for-age at 12-59 months in Babakan Madang district was 44.8%. Statistical analysis showed that the relationship was described between birth length after being controlled with birth weight, diet quality (OR: 9,72, 95% CI 2.39-19.6, p <0.05), and protein intake with stunting. The most dominant component of HEI towards stunting incidence was dietary diversity (OR: 2.0, 95% CI 1.23-3.24, p <0.05)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakina Makatita
"Tesis ini membahas hubungan pola asuh dan pendidikan ibu dengan stunting pada batita usia 12 – 36 bulan di Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, Indonesia, Tahun 2019. Stunting merupakan suatu keadaan dimana anak dibawah lima tahun mengalami gagal tumbuh yang di akibatkan karena kekurangan asupan gizi kronis yang disebabkan oleh malnutrisi jangka panjang sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan umur anak tersebut atau bisa dikatakan anak terlalu pendek jika dibandingkan dengan usianya. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi stunting turun  menjadi 30,8% dari yang sebelumnya adalah 37,2% (2013). Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain cross-sectional dari menganalisis 500 batita berusia 12 – 36 bulan.
Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi stunting pada batita dengan pola asuh ibu buruk dan pendidikan ibu rendah sebesar 2,65 lebih tinggi dibandingkan proporsi stunting pada batita dengan pola asuh ibu baik dan pendidikan ibu tinggi yaitu 1(referensi). Analisis multivariat dengan uji cox regression menunjukkan hubungan yang signifikan antara pola asuh dan pendidikan ibu dengan stunting memiliki PR= 2,36 (95% CI : 1,46-4,81) p-value 0,005 , artinya peluang kejadian stunting pada batita dengan pola asuh ibu buruk dan pendidikan rendah sebesar 2,36 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan batita yang memiliki pola asuh ibu baik dan pendidikan ibu tinggi setelah dikontrol pendapatan keluarga dan usia ibu saat hamil.

This thesis discusses the relationship between parenting and maternal education with stunting in toddlers aged 12 - 36 months in Tamansari District, Bogor Regency in 2019. Stunting is a condition in which children under five years of age experience failure to thrive due to chronic nutritional deficiency caused by long-term malnutrition so that the child's height does not match the child's age or it can be said that the child is too short when compared to his age. The results of the 2018 Basic Health Research (Riskesdas) showed the prevalence of stunting fell to 30.8% from 37.2% (2013). This research method is quantitative with a cross-sectional design of analyzing 500 toddlers aged 12 - 36 months.
The results of this study showed that the proportion of stunting among toddlers with poor parenting and low maternal education was 2.65, higher than the proportion of stunting among toddlers with good parenting and high maternal education, namely 1 (Reference). Multivariate analysis with the cox regression test showed that a significant relationship between parenting and maternal education with stunting had a PR = 2.36 (95% CI: 1.46-4.81) p-value 0.005, meaning that the chance of stunting in toddlers with a pattern poor parenting and low education were 2.36 times higher than toddlers who had good parenting and high maternal education after controlling for family income and maternal age at pregnancy.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>