Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146876 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elvan Adiyan Wijaya
"Profesi dokter forensik merupakan profesi yang sangat erat kaitannya dengan sains hukum, khususnya hukum kesehatan dan hukum pidana dan acara pidana. Sebagai Dibagian profesi kedokteran, dokter forensik juga tak luput dari penataan
mengenai persetujuan dan rahasia medis. Dalam skripsi ini, Masalah utama yang diangkat adalah tentang implementasi dan regulasi informed consent mengenai proses otopsi forensik yang dilakukan oleh dokter forensik, serta segala sesuatu yang termasuk dalam lingkup rahasia penyakit dalam proses otopsi jenazah. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan jenis penelitian deskriptif. Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, dengan metode pengumpulan data yaitu studi pustaka dan mewawancarai informan, serta pengolahan data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam melakukan otopsi jenazah tidak perlu persetujuan (consent) dari keluarga korban untuk otopsi jenazah, yang dibutuhkan adalah pemberian informasi (informing) kepada keluarga korban. Ada rahasia medis yang harus dijaga oleh dokter forensik mencakup semua informasi medis mengenai jenazah, baik dari a menunjukkan tindakan kriminal atau tidak, dengan informasi medis menunjukkan bahwa semua tindak pidana harus diberikan hanya kepada penyidik polisi. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kementerian Kesehatan Harus lebih disosialisasikan bahwa otopsi jenazah tidak diperlukan persetujuan keluarga korban, serta dokter forensik, harus lebih hati-hati memberikan informasi medis kepada pihak manapun.

The forensic doctor profession is a profession that is closely related to legal science, especially health law and criminal law and criminal procedure. As part of the medical profession, forensic doctors also do not escape the arrangement
regarding consents and medical secrets. In this thesis, the main problem raised is about the implementation and regulation of informed consent regarding the forensic autopsy process carried out by forensic doctors, as well as everything that is included in the scope of disease secrets in the autopsy process of a corpse. This research is a normative legal research with descriptive research type. The research data used is secondary data, with data collection methods, namely literature study and interviewing informants, as well as qualitative data processing. The results showed that in carrying out the autopsy of a corpse, consent from the victim's family did not need consent for the autopsy of a corpse, what was needed was providing information (informing) to the victim's family. There is a medical secret that must be kept by a forensic doctor including all medical information regarding the body, whether from a
indicate a criminal act or not, with medical information indicates that all criminal acts must be given only to investigators Police. Ministry of Law and Human Rights and Ministry of Health It should be more socialized that an autopsy of the body is not necessary the consent of the victim's family, as well as forensic doctors, must be more careful provide medical information to any party.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1990
S21859
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Andita Sari
"Makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong setiap orang untuk terus melakukan berbagai eksperimen baru untuk melengkapi ilmu pengetahuan yang sudah ada. Namun di lain pihak, eksperimen-eksperimen yang dilakukan tersebut membuat sebagian orang yang tidak mengikuti perkembangan ilmu tertinggal jauh. Salah satu bidang yang mengalami kemajuan ilmu pengetahuan adalah bidang kedokteran. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran bertumpu pada eksperimen yang dilakukan, termasuk eksperimen yang dilakukan pada manusia sebagai obyeknya. Eksperimen yang melibatkan manusia sebagai obyek eksperimen tidak dapat dihindarkan, walaupun telah dilakukan eksperimen pada hewan percobaan, karena perbedaan species antara keduanya. Sebelum melakukan eksperimen ini, terlebih dahulu harus terdapat kesepakatan antara subyek eksperimen dan obyek eksperimen yang dapat dituangkan dalam bentuk perjanjian. Mereka dapat memperjanjikan sendiri halhal yang telah disepakati bersama, sesuai dengan ketentuan pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan dan ketertiban umum. Dalam perjanjian tersebut terdapat semua hak dan kewajiban para pihak, dimana mereka harus mematuhi segala ketentuan yang telah disepakati bersama. Salah satu hal penting dalam pelaksanaan eksperimen adalah persoalan Informed Consent, menyangkut informasi yang diberikan subyek eksperimen dan persetujuan dari obyek eksperimen. Dalam memberikan persetujuannya, obyek eksperimen harus dalam keadaan bebas dan terlepas dari intervensi apapun. Informed Consent ini juga harus diterapkan dalam uji klinik pemakaian obat baru, setelah diadakan eksperimen terhadap hewan percobaan. Studi ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2005
S21076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ericka Hirnanti
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1992
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desriza Ratman
"Legal aspects of informed consent in medical treatment in Indonesia."
Bandung: Keni Media, 2018
344.041 DES a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Desriza Ratman
"Legal aspects of informed consent in medical treatment in Indonesia."
Bandung : Keni Media , 2013
344.041 DES a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mahardiyanto
"ABSTRAK
Pada tanggal 21 April 1999, Departemen Kesehatan mengeluarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor HK.00.063.5.1866 Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent). Surat Keputusan ini memberikan standar contoh untuk formulir surat izin atau surat persetujuan tindakan medis pada informed consent. Namun pada prakteknya terdapat rumah sakit yang memiliki variasi sendiri terhadap formulir surat izin atau surat persetujuan tindakan medis pada informed consent tersebut. Skripsi ini membahas informed consent dari aspek hukum perdata. Fokus dari penelitian ini nantinya akan diarahkan kepada kekuatan hukum dan substansi materiil dari informed consent dengan menganalisa formulir surat izin atau surat persetujuan di sebuah rumah sakit.

ABSTRACT
In 21 April 2009, Department of Health of Republic of Indonesia issued the Decision Letter of Directorate General of Medical Services Number: HK.00.063.5.1866 concerning the Guideline on Medical Action Acceptance (Informed Consent). This decision letter gives the example for the form of permit letter or acceptance letter of medical action upon informed consent. However, in practice there is a hospital which has their own varied for the form of permit letter or acceptance letter of medical action upon such informed consent. This mini thesis discusses inform consent from the aspect of private law. The focus of this mini thesis will be directed to the legal binding and the material substance of informed consent by analyzing the form of permit letter or acceptance letter in said Hospital."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2010
S21496
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Muthiarani
"Informed consent merupakan salah satu unsur paling penting yang harus dipenuhi dalam hubungan antara dokter dan pasien. Apabila informed consent tidak terpenuhi, maka akan timbul konsekuensi bagi dokter. Konsekuensi yang timbul dapat berupa tanggung jawab berdasarkan etik kedokteran, ilmu disiplin kedokteran dan/atau ketentuan hukum yang berlaku. Penelitian ini akan memfokuskan pembahasan terkait pengaturan dan penerapan dari informed consent di Indonesia. Penelitian ini juga akan membahas konsekuensi hukum seperti apa yang dapat dikenakan bagi pihak yang tidak melaksanakan informed consent dengan menganalisis Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 63/Pdt/2016/PT.Smr. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridisnormatif, dengan meneliti asas-asas dan unsur-unsur yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan terkait hukum kesehatan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari studi pustaka dan wawancara dalam menganalisis pokok permasalahan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ketentuan terkait penerapan informed consent di Indonesia telah terakomodir dalam kode etik profesi dokter dan sejumlah peraturan perundang-undangan. Jika terdapat kesalahan dalam penerapan informed consent, maka dokter dapat dikenakan konsekuensi hukum dari aspek hukum perdata, hukum pidana dan hukum administrasi. Penelitian ini memberikan saran kepada pemerintah untuk memperjelas ketentuan terkait informed consent dengan menegaskan kewajiban dokter untuk memastikan pasien telah memahami penjelasannya dengan baik sebelum memberikan persetujuan.

Informed consent is one of the most important elements that should be applied in the communication between doctors and patients. If informed consent is not done, there will be consequences for the doctors. The consequences accounted are in the forms of duty and professional responsibilities to the code of medical ethics, scientific responsibility to medical disciplines, and also to the law and legal authorities. This study will focus on regulations and implementations of informed consent in Indonesia. This study will also discuss the legal consequences that can be imposed on doctors who neglect informed consent by analysing the Samarinda High Court Decision Number 63/Pdt/2016/PT.Smr. The method used in this research is a juridical-normative approach, by reviewing the principles and constituents contained in the laws and regulations related to medical law and informed consent. This study uses secondary data from literature reviews and interviews to analyse the subject matter. The result of this study indicates that the provisions regarding the implementation of informed consent in Indonesia have been entailed in doctors’ professional code of medical ethics and Indonesian laws and regulations. If there are any errors in the implementation of informed consent, doctors can be subjected to legal consequences from the aspects of civil law, criminal law and administrative law. This study provides suggestions to the government to clarify the provisions regarding informed consent by asserting the doctor's responsibility to ensure that patients understand the explanation well before giving their consent."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai persetujuan tindakan medis (informed consent) pada keadaan gawat darurat dan tanggung jawab dokter yang tidak memberikan informasi setelah dilakukan tindakan medis pada pasien dalam keadaan darurat berdasarkan Hukum Perjanjian. Hal-hal yang dibahas ialah bagaimana informed consent pada pasien dalam keadaan normal, bagaimana informed consent pada pasien dalam keadaan, serta tanggung jawab hukum seorang dokter yang tidak memberikan informasi setelah dilakukan tindakan medis pada pasien dalam keadaan darurat. Metodoligi penelitian yang digunakan penulis ialah yuridisnormatif, dengan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini ialah (1) pasien pada keadaan normal informed consent diwajibkan setelah pasien mendapatkan informasi yang cukup, sedangkan jika dalam keadaan darurat tidak diwajibkan tetapi setelahnya tetap wajib diberikan informasi kepada psienjika sudah sadar, (2) bahwa tanggung jawab dokter dapat pribadi, tetapi jika ia bekerja pada rumah sakit berdasarkan teori central responsibility, atau tanggung jawab terpusat oleh rumah sakit, maka rumah sakit yang bertanggung jawab. Dalam hal ini penulis berpendapat jika ada sengketa diantara pasien dan dokter atau rumah sakit baiknya dilakukan mediasi agar tidak ada ketakutan pada masyarakat untuk berobat ke dokter.

ABSTRACT
This thesis concentrates to the informed consent of emergency terms and conditions, and the responsibility of a doctor in which did not giving information of medical act to emergency patient is based on Testament Law. The subject concentrations are how the informed consent to patient in normal conditions, how the informed consent to patient in emergency conditions, and liability within the doctor whose not giving any information of medical act to emergency patient. Methodology of Research that writer used is juridical-normative, and data resource is taken from literature study.
This research results to: (1) patients in normal conditions, in which informed consent is an obligation to determine enough information for patient afterwards, whilst in emergency conditions the informed consent is not an obligation hence in conscious patient must being informed. (2) a doctor is responsible as personal liability, otherwise when he worked to a hospital the liability is using based to central responsibility theory or the responsibility is centralized to hospital and liability as corporate. In this case writer contended any dispute amongst patient, doctor and hospital as a corporate would be better to determine towards mediations, in order to avoid a phobia or paranoia may cause by medical treatment in the society."
2015
S57785
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanif
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai bagaimana penyampaian informed consent dan tanggung jawab hukum rumah sakit jiwa terhadap pasiennya dengan studi di Rumah Sakit Jiwa Sanatorium Dharmawangsa. Skripsi ini menggunakan penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian deskriptif dan preskriptif serta metode analisis data kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah setiap pasien dengan gangguan jiwa haruslah didampingi oleh orang yang bertanggung jawab atas dirinya untuk penyampaian informed consent dan ikatan hukum antara pasien dengan rumah sakit jiwa timbul setelah adanya persetujuan untuk melakukan pengobatan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab terhadap pasien.

ABSTRACT
The focus of this paper is, how to give an informed consent and legal responsibility of asylum to their patient (study of Sanatorium Dharmawangsa Asylum). The purpose of this paper is to understand how to give an informed consent to mental disorder patient and the legal responsibility of asylum. This research is normative qualitative with descriptive prescriptive typologi. The data were collected by literature and interview. The writer conclude mental disorder patient must be accompanied by the responsibility person such as parents, husband or wife, and the legal responsibility of asylum start when the responsibility person give a consent to medical treatment."
2016
S64148
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>