Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157749 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gladys Apriluana
"Latar belakang: Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang banyak diderita balita di Indonesia. Kecamatan Pagedangan memiliki jumlah balita kurang gizi masih tinggi. Faktor penting pada pertumbuhan anak adalah asupan gizi. MPASI yang diberikan setelah balita berusia 6 bulan harus beraneka ragam dan adekuat, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam mencapai pertumbuhan yang optimal. Sayangnya, di Indonesia sulit untuk mencapai asupan gizi cukup dari MPASI yang umumnya berbasis tradisional dan tidak difortifikasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara
Metode: Penelitian dilakukan dengan disain kasus kontrol dan rasio sampel 1:1,5. Penelitian dilakukan dari Maret-Mei 2019. Populasi adalah balita usia 24 bulan. Total sampel sebanyak 100 anak.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemberian MPASI (p=0,033) dan pekerjaan ibu (p=0,040) dengan kejadian stunting. Hasil analisis multivariat menunjukkan variabel yang paling berpengaruh adalah pekerjaan ibu (OR=7,6), pendapatan keluarga (OR=4,8), dan pemberian MPASI (OR=4,0).
Kesimpulan: Faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita adalah pekerjaan ibu, setelah dikontrol pendapatan keluarga, pemberian MPASI, frekuensi minum susu, konsumsi susu, dan usia mulai minum susu. Saran: Meningkatkan program “Isi Piringku” dengan membuat menu makanan yang bergizi untuk balita disesuaikan ketersediaan pangan dan status sosial ekonomi warga.

Background: Stunting is a chronic malnutrition problem that affects many children in Indonesia. Pagedangan district has a high number of malnourished children. An important factor in children's growth is nutritional intake. Complementary foods that given after a 6-month-old toddler must be diverse and adequate, so that it meets growth needs. Unfortunately, in Indonesia it is difficult to achieve sufficient nutritional intake from complementary foods which is generally traditional and not fortified. The purpose of study was to determine correlation between complementary feeding and the incidence of stunting in children aged 24 months.
Methods: The study was conducted with case control design and sample ratio of 1: 1.5. The study was conducted from March to May 2019. The population was children aged 24 months. A total sample of 100 children.
Results: The results of bivariate analysis showed that there was a significant correlation between complementary feeding (p=0.033) and maternal occupation (p=0.040) with the incidence of stunting. The results of multivariate analysis showed the most influential variables were maternal occupation (OR = 7.6), family income (OR = 4.8), and complementary feeding (OR = 4.0).
Conclusion: The dominant factor associated with the incidence of stunting in children aged 24 months is maternal occupation, after controlled family income, complementary feeding, frequency of drinking milk, milk consumption, and age start drinking milk. Suggestion: Improving the program "Fill my plate" by making nutritious food menus for toddlers adjusted for food availability and socio-economic status of the residents.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54686
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Netti Yaneli
"Masa awal anak-anak ditandai dengan pertumbuhan yang cepat (growth spurt). Mencukupi kebutuhan energi yang adekuat merupakan hal yang sangat penting bagi anak. Akibat defisiensi energi pada balita bisa menyebabkan berbagai macam masalah gizi seperti stunting, wasting, maupun underweight. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan asupan energi balita usia 24 bulan di Tangerang tahun 2019. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Total sampel sebanyak 100 anak. Analisis data menggunakan uji chi square dan regresi logistik ganda. Hasil analisis bivariat menunjukkan Minimum Dietary Diversity (MDD), Minimum Acceptable Diet (MAD), dan jumlah konsumsi susu memiliki hubungan yang signifikan terhadap asupan energi. Analisi multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan asupan energi adalah Minimum Dietary Diversity (MDD) (OR:6,8), setelah dikontrol oleh Minimum Meal Frequency (MMF), jumlah konsumsi susu, tingkat pendidikan ibu, dan pengetahuan gizi ibu. Anak yang MDD nya tidak tercapai berpeluang 6,8 kali memiliki asupan energi yang kurang. Faktor dominan lainnya yang berhubungan dengan asupan energi pada balita adalah Minimum Acceptable Diet (MAD) (OR:10,6), setelah dikontrol oleh pendidikan ibu, dan pekerjaan ibu. Anak yang MAD nya tidak tercapai berpeluang 10,6 kali memiliki asupan energi yang kurang.

Early childhood is characterized by rapid growth (growth spurt). Meeting adequate energy needs is very important for children. Due to energy deficiency in toodlers, it can cause various kinds of nutritional problems such as stunting, wasting, and underweight. This study aims to determine the dominant factors associated with the energy intake of children aged 24 months in Tangerang in 2019. This research uses quantitative methods. The type of research used is descriptive with cross sectional approach. The total sample is 100 children. Data analysis is used chi square test and multiple logistic regression. The results of the bivariate analysis shows that the dominant factor associated with energy intake is Minimum Dietary Diversity (MDD), Minimum Acceptable Diet (MAD), and the amount of milk consumption had a significant relationship to energy intake. Multivariate analysis shows that the dominant factor associated with energy intake is Minimum Dietary Diversity (MDD) (OR:6,8), after being controlled by Minimum Meal Frequency (MMF), mother’s education level, maternal occupation, family income, and total milk consumption. Children whose MDD is not achieved are 6,8 times likely to have less energy intake. Another dominant factor related to energy intake in children is the Minimum Acceptable Diet (MAD) (OR:10,6), after being controlled by maternal education and maternal occupation. Children whose MAD is not achieved are 10,6 times more likely to have less energy intake."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilya Roza Werdani
"Kekurangan gizi merupakan salah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh asupan makanan yang tidak adekuat dan penyakit infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kekurangan gizi (wasting) pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Kekurangan gizi (wasting) diukur menggunakan indikator berat badan menurut panjang badan (BB/PB). Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran antropometri (berat badan dan panjang badan) dan wawancara kuesioner dengan responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 17,0% anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang mengalami kekurangan gizi (wasting). Dari 153 anak usia 6-23 bulan, 44,4% mengalami infeksi saluran pernapasan akut dan/atau diare dalam 2 minggu terakhir, 47,7% tidak ASI eksklusif, 43,1% tidak mencapai minimum dietary diversity, 52,9% tidak mencapai minimum acceptable diet, 32,0% mengalami defisit asupan energi, dan 52,9% defisit asupan protein. Hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa penyakit infeksi (p-value =0,032) dan asupan energi (p-value =0,017) berhubungan signifikan dengan kekurangan gizi (wasting). Uji regresi logistik ganda menunjukkan bahwa asupan energi merupakan faktor dominan kekurangan gizi (wasting) pada anak usia 6-23 bulan di Kecamatan Pagedangan Kabupaten Tangerang tahun 2019 (OR=5,616; 95% CI : 1,193-26,438).

Undernutrition is a form of malnutrition caused by inadequate food intake and infectious diseases. The present study was conducted to determine the dominant factor related to undernutrition (wasting) among children aged 6-23 months in Pagedangan, Tangerang District. Cross-sectional designs were used to conduct this study. Undernutrition (wasting) was measured using child weight-for-height (WHZ) indicator. The data were collected by anthropometric measurements (body weight and body length) and questionnaire interviews with respondents. This study showed that 17.0% of children aged 6-23 months in Pagedangan, Tangerang District were wasted. Of the 153 children aged 6-23 months, 44.4% had acute respiratory infections and/or diarrhea in the past 2 weeks, 47.7% did not exclusively breastfeed, 43.1% had un-met the minimum dietary diversity, 52.9% had un-met a minimum acceptable diet, 32.0% had a deficit of energy intake and 52.9% had a deficit of protein intake. Chi-square analysis revealed that infectious diseases (p-value=0.032) and energy intake (p-value=0.017) were significantly associated with undernutrition (wasting). Multiple logistic regression analysis revealed that energy intake was the dominant factor of undernutrition (wasting) among children aged 6-23 months in Pagedangan, Tangerang District in 2019 (OR=5,616; 95% CI:1,193-26,438)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelvin Halim
"Prevalensi stunting pada balita di Indonesia, khususnya Kabupaten Bogor masih tergolong tinggi. Keragaman konsumsi pangan, salah satu penilaian pada praktik pemberian makan bayi dan anak, merupakan salah satu determinan utama dalam kejadian stunting. Penelitian ini bertujuan melihat hubungan keragaman konsumsi pangan dan faktor lainnya dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan jumlah sampel 149 anak usia 6-35 bulan di Kecamatan Babakan Madang selama bulan April-Juni 2019. Skor keragaman konsumsi pangan diambil dari 1x24hr food recall berdasarkan 7 kelompok pangan dan dikategorikan berdasarkan beragam (<4 kelompok pangan) dan tidak beragam (≥4 kelompok). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi stunting pada anak sebesar 32.2%. 31.5% anak mengonsumsi pangan tidak beragam. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan bermakna antara keragaman konsumsi pangan (p=0.033), minimum acceptable diet (p=0.013), dan konsumsi sayur dan buah sumber vitamin A (p=0.015). Maka dari itu, upaya intervensi perlu dilakukan dengan meningkatkan keragaman pangan dan kualitas makan bayi dan anak dalam menurunkan risiko kejadian stunting di tingkat keluarga dan masyarakat.

Prevalence of stunting among under children in Indonesia, particularly in Bogor, East Java, is still considered high. Dietary diversity, one of the important assessments in infant and child feeding practice, is one of important determinants of stunting. This study is aimed to examine associations between dietary diversity with other factors with prevalence of stunting among children. A cross-sectional design study involving 149 children aged 6-35 months in Babakan Madang District from April-June 2019 was performed in this study. Dietary diversity scores were collected from 1x24hr food recall based on 7 food groups and categorized as low (<4 food groups) and high (≥4 food groups). Results showed the prevalence of stunting in this study is 32.2%. 31.5% of the children had low dietary diversity. Using chi-square analysis, there was significant associations in prevalence of stunting in children in dietary diversity (p=0.033), minimum acceptable diet (p=0.013), and consumption of vitamin A-rich fruits and vegetables (p=0.015). Interventions should be taken by improving dietary diversity to reduce the burden and prevalence of stunting in both household and community level."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrizal
"Stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami seorang anak. Pengasuhan yang memadai sangat penting untuk memastikan perkembangan fisik dan mental anak yang optimal. Peran dan fungsi kedua orang tua perlu ditingkatkan dalam pencegahan terjadinya stunting. Penelitian ini pendekataan cross sectional bertujuan melihat hubungan antara efikasi diri orang tua dan faktor perawatan pelayanan kesehatan dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Kota Tangerang. Sampel berjumlah 403 ibu balita yang dipilih melalui multistage/cluster sampling di 13 kecamatan di Kota Tangerang. Instrumen yang digunakan yaitu kuesioner yang sudah diuji validtas dan reliabilitasnya. Hasil univariat variabel dilihat menggunakan distribusi frekuensi sedangkan analisis bivariat yaitu uji T independent, Mann Whitney dan Chi Square menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pendapatan orang tua (p=0,004), efikasi diri orang tua (p=0,025), pemeriksaan antenatal (0,001), status imunisasi balita (0,001), faktor perawatan dan pelayanan kesehatan (p=0,018) dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Kota Tangerang. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistic berganda ditemukan bahwa variabel yang paling berhubungan dengan kejadian stunting yaitu pendapatan orang tua (p=0,009 OR: 5,042; 95%CI 1,486–17,110). Berdasarkan hasil tersebut perlunya keterlibatan aktif dari perawat komunitas dalam mencegah terjadinya masalah stunting dengan meningkatkan promosi kesehatan melalui pencegahan primer, sekunder dan tersier.

Stunting is a growth and development disorder experienced by a child. Adequate parenting is essential to ensure optimal physical and mental development of children. The role and function of both parents need to be improved in preventing stunting. This cross-sectional study aims to see the relationship between parental self-efficacy and care and health service factors with the incidence of stunting in toddlers aged 24-59 months in Tangerang City. The sample amounted to 403 mothers of toddlers who were selected through multistage/cluster sampling in 13 sub-districts in Tangerang City. The instrument used was a questionnaire that had been tested for validity and reliability. Univariate results of variables were seen using frequency distribution while bivariate analysis, namely independent T test, Mann Whitney and Chi Square, showed that there was a significant relationship between parental income (p=0.004), parental self-efficacy (p=0.025), antenatal examination (0.001), immunization status of toddlers (0.001), care factors and health services (p=0.018) with the incidence of stunting in toddlers aged 24-59 months in Tangerang City. The results of multivariate analysis with multiple logistic regression found that the variable most associated with the incidence of stunting was parental income (p=0.009 OR: 5.042; 95%CI 1.486-17.110). Based on these results, there is a need for active involvement from community nurses in preventing stunting problems by increasing health promotion through primary, secondary and tertiary prevention."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Trisasmita
"Praktik pemberian makan yang memiliki kualitas baik berdasarkan pedoman masih jauh dari optimal di beberapa negara berkembang. Bukti mengenai hubungan kualitas makanan dengan status gizi sangat beragam. Beberapa penelitian sebelumnya menggunakan HEI sebagai indikator menentukan kualitas diet anak. Berdasarkan laporan Riskesdas tahun 2018, Indonesia merupakan negara urutan keempat dengan prevalensi stunting yang tertinggi di dunia (30,8%). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran dan hubungan antara kualitas diet menggunakan modifikasi HEI dengan kejadian stunting pada balita usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 458 balita. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2019. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, panjang badan, wawancara dengan kuesioner dan lembar recall 1x24 jam. Analisis data dilakukan dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi stunting usia 12-59 bulan di Kecamatan Babakan Madang sebesar 44,8% berdasarkan TB/U. Analisis uji statistik menunjukkan hubungan yang bermakna antara panjang lahir setelah dikontrol dengan berat lahir, kualitas diet (OR: 9,72, 95%CI 2,39-19,6, p<0,05), dan asupan protein dengan kejadian stunting. Komponen yang paling dominan pada HEI dengan kejadian stunting adalah keragaman pangan (OR: 2,0, 95% CI 1,23-3,24, p<0,05).

Good quality feeding practices based on guidelines are far from optimal in some developing countries. Evidence regarding the quality of diet with nutritional status has been diverse, but no information is available to link diet quality and stunting in childhood that researcher found. Some previous studies using HEI as an indicator determine the quality of children’s diet. Based on Basic National Survey Report (Riskesdas) in 2018, Indonesia has the world’s fourth highest incidence of stunting (30,8%). This study was conducted to determine the description and association between diet quality using modified HEI with the incidence of stunting in children aged 12-59 months in Babakan Madang District, Bogor Regency. Cross sectional design was used in this study. The sample in this study were 458 children aged 12-59. This study was conducted in May to August 2019. Data collection was carried out by measuring height, body length, interview with questionnaire and 1x24 hours recall sheet. The results showed that the prevalence of stunting based on height-for-age at 12-59 months in Babakan Madang district was 44.8%. Statistical analysis showed that the relationship was described between birth length after being controlled with birth weight, diet quality (OR: 9,72, 95% CI 2.39-19.6, p <0.05), and protein intake with stunting. The most dominant component of HEI towards stunting incidence was dietary diversity (OR: 2.0, 95% CI 1.23-3.24, p <0.05)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Nawan
"Tesis ini membahas hubungan frekuensi episode diare dengan kejadian stunting pada batita usia 12-36 bulan di kecamatan Tamansari kabupaten Bogor tahun 2019. Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak berusia 23 bulan. Data Riskesdas 2018 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 30,8%. Metode penelitian adalah kuantitatif dengan desain cross sectional dari menganalisis data primer dari 441 batita berusia 12-36 bulan. Hasil penelitian menunjukkan proporsi stunting pada balita usia 12-36 bulan sebesar 36,96%. Sedangkan proporsi stunting pada batita dengan frekuensi episode diare >1 kali dalam 6 bulan sebesar 54,55% lebih tinggi dibandingkan proporsi stunting pada batita dengan frekuensi episode diare ≤ 1 kali yaitu 30,31%. Analisis multivariat dengan uji cox regression menunjukkan hubungan yang signifikan antara frekuensi episode diare dengan kejadian stunting memiliki PR= 1,71 (95% CI: 1,24-2,34; p-value: 0,001), artinya peluang kejadian stunting pada batita dengan frekuensi episode diare > 1 kali dalam enam bulan sebesar 1,71 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan batita yang frekuensi episode diare ≤ 1 kali setelah dikontrol ASI eksklusif dan sanitasi. Peningkatan program promotof dan preventif guna pencegahan penyakit diare yaitu mengaktifkan kembali kegiatan penyuluahn meja 4 posyandu, peningkatan surveilans penyakit diare, asupan gizi yang seimbang, berkoordinasi dengan lintas sektor dalam peningatan higiene dan sanitasi, misalnya: penyediaan sarana air bersih, penyediaan saran BAB, dan media sarana edukasi dan sarana cuci tangan menggunakan sabun.

This thesis discusses the relationship between the frequency of diarrhea episodes with stunting among toddlers aged 12-36 months in Tamansari sub-district, Bogor district in 2019. Stunting or often called dwarf or short is a condition of growth failure in children under five years old (toddlers) due to chronic malnutrition and recurrent infections especially in the period of the first 1,000 days of life, from fetuses to children aged 23 months. The Riskesdas 2018 data showed the prevalence of stunting in Indonesia was 30.8%. The research method is quantitative with cross sectional design from analyzing primary data from 441 toddlers aged 12-36 months. The results showed the proportion of stunting in children aged 12-36 months was 36.96%. While the proportion of stunting in toddlers with a frequency of diarrhea episodes > 1 time in 6 months is 54.55% higher than the proportion of stunting in toddlers with a frequency of diarrhea episodes ≤ 1 time that is 30.31%. Multivariate analysis with cox regression test showed a significant relationship between the frequency of diarrhea episodes with the incidence of stunting. the frequency of diarrhea episodes > 1 time in six months is 1.71 times higher when compared to toddlers whose frequency of diarrhea episodes ≤ 1 time after controlled by exclusive breastfeeding and sanitation. Improvement of promotof and preventive programs to prevent diarrheal diseases, namely reactivating the activities of Posyandu table 4, increasing surveillance of diarrheal diseases, balanced nutritional intake, coordinating with multy-sectors in hygiene and sanitation recall, for example: providing clean water facilities, providing defecation advice and media for educational facilities and facilities for washing hands with soap."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Sari Wardani
"Stunting merupakan salah satu kekurangan gizi yang disebabkan oleh kekurangan zat gizi dimana balita dengan tinggi badan lebih rendah dari usianya. Stunting memiliki dampak dalam berbagai lini kehidupan, mulai dari bayi, balita, anak-anak hingga lansia. Tesis ini membahas determinan stunting pada balita usia 24-59 bulan di Nagari Unggan Kecamatan Sumpur Kudus Kabupaten Sijunjung Tahun 2019. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional dengan jumlah sampel penelitian adalah 107 orang balita. Pengambilan data primer dilakukan melalui kuesioner hasil wawancara dan pengukuran antropometri pada bulan Maret hingga Mei 2019. Analisis yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat dengan chi-square dan multivariat dengan analisis regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan sebesar 42,1% balita stunting. Berdasarkan analisis chi square terdapat hubungan signifikan asupan protein, keanekaragaman makanan, riwayat penyakit infeksi dan kebersihan diri. Kebersihan diri adalah faktor dominan stunting pada balita usia 24-59 bulan. Diperlukan kerjasama lintas sektor dan lintas program melalui gerakan 1000 HPK dalam mengatasi permasalahan stunting.

Stunting is one of the malnutrition caused by lack of nutrients where toddlers with height are lower than their age. Stunting has an impact on various lines of life, ranging from babies, toddlers, children to the elderly. This thesis discusses stunting determinants in infants aged 24-59 months in Unggan Nagari, Sumpur Kudus District, Sijunjung Regency in 2019. This research is a quantitative study with a cross sectional study design with a total sample of 107 children under five. Primary data collection is done through interview questionnaires and anthropometric measurements from March to May 2019. The analysis used is univariate, bivariate analysis with chi-square and multivariate with multiple logistic regression analysis. The results showed 42.1% stunting toddlers. Based on the chi square analysis there was a significant relationship between protein intake, food diversity, history of infectious diseases and personal hygiene. Personal hygiene is the dominant stunting factor in infants aged 24-59 months. Cross-sector and cross-program collaboration is needed through the 1000 days of life movement in overcoming the problem of stunting"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dona Sartika
"Anak usia di bawah lima tahun (balita) termasuk dalam populasi berisiko untuk mengalami malnutrisi. Dalam masa tumbuh kembang, anak membutuhkan nutrisi yang tinggi. Orang tua mempunyai peran penting dalam hal pemenuhan nutrisi anak. Praktik pemberian makan yang baik disertai efikasi diri yang tinggi dari orang tua dapat mencegah terjadinya stunting. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara praktik pemberian makan dan efikasi diri orang tua dengan kejadian stunting pada anak balita Kecamatan Sukamulya Kabupaten Tangerang. Metode penelitian menggunakan desain crossectional. Pengambilan sampel metode cluster sampling. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 166 anak usia 24-59 bulan beserta ibunya. Instrumen praktik pemberian makan dan efikasi diri orang tua yang berisi pertanyaan-pertanyaan digunakan untuk mengumpulkan data. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara praktik pemberian MP-ASI (p=0,000) dan efikasi diri orang tua (p=0,009) dengan kejadian stunting, sementara praktik pemberian ASI menunjukkan tidak ada hubungan dengan kejadian stunting pada anak balita di Kecamatan Sukamulya Kabupaten Tangerang (p=0,812). Variabel independen yang paling berhubungan dengan kejadian stunting pada penelitian ini adalah praktik pemberian MP-ASI dengan nilai Exp (B) = 4,557. Rekomendasi pengembangan intervensi keperawatan dengan pendekatan keluarga untuk mencegah atau merawat anak stunting.

Children under five years of age are one of population that is at risk for malnutrition. During growth and development, children need sufficient nutrition. Parents have an important role in fulfilling children’s nutrition. Good feeding practices along with high self-efficacy from parents can prevent stunting. This study aims to identify the relationships between feeding practices and parental self-efficacy and the incidence of stunting in children under five years of age in Sukamulya District, Tangerang Regency. A Crossectional design was used. Sampling using cluster sampling method. The number of respondents in this study were 166 children aged 24-59 months and their mothers. The parental feeding practice and self-efficacy containing questions was used to collect data. The results showed a significant relationship between complementary feeding practices (p=0,000) and self-efficacy of parents (p=0,009) and the incidence of stunting, while breastfeeding practices showed no relationship with the incidence of stunting in children under five in Sukamulya District, Tangerang Regency (p=0,812). The independent variable that is most associated with the incidence of stunting in this study is complementary feeding practices with Exp (B) = 4,557. Recommendations for develop nursing interventions with a family approach to prevent or take care of stunting children."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esti Katherini Adhi
"Prevalensi balita stunting di Kab.Bogor tahun 2013 sebesar 28,3 . Hal tersebut masihmenunjukan bahwa stunting di Kab. Bogor masih merupakan masalah kesehatanmasyarakat. Susu merupakan sumber pangan yang mengandung energi, protein danmikronutrien yang hanya ditemukan pada sumber makanan hewani yang dapat berfungsidalam merangsang pertumbuhan. Pelarangan promosi susu pada anak dibawah umur 3tahun memunculkan kekhawatiran akan jumlah balita stunting yang malah akanmeningkat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara asupan susudengan stunting ada anak balita umur 24 bulan di Kecamatan Bojong Gede KabupatenBogor Tahun 2018. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional dengan sampelpenelitian sebanyak 113 balita.
Hasil penelitian menunjukan 26,5 balita umur 24 bulandi Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor Tahun 2018 mengalami stunting. Terdapathubungan antara umur mulai minum susu dengan kejadian stunting p=0,021, sedangkantipe konsumsi susu p=0,734 dan frekuensi minum susu p=0,588 tidak mempunyai hubungan dengan kejadian stunting. Balita yang mulai minum susu umur ge;12 bulanmempunyai peluang 4,1 kali 95 CI: 1,23-13,32 untuk menjadi stunting dibandingkandengan balita yang minum susu umur.

The prevalence of under five children stunting in Kab.Bogor in 2013 is 28,3 . It is showsthat stunting in Kab. Bogor is still a public health problem. Milk is a food source thatcontains energy, protein and micronutrients that found only in animal food sources thatcan stimulating growth. The prohibition of promotion of milk in children under 3 yearsold raises concerns about increasing of stunting children .
The purpose of this study wasto determine the corelation between milk intake and stunting on 24 month old child inBojong Gede sub district, Bogor Regency in 2018. This study used cross sectionalmethod with 113 research samples.
The results showed 26.5 of children aged 24 monthsin Bojong Gede District, Bogor Regency in 2018 had stunting. There was a corelationbetween drinking milk start date and stunting p 0,021, while type milk consumption p 0,734 and milk drinking frequency p 0,588 had no corelation with stunting .Toddlers who start drinking milk ge 12 months old have a chance of 4.1 times 95 CI 1,23 13,32 encounter stunting compared to under fives who drink milk."
Universitas Indonesia, 2018
T51322
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>