Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170620 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fikri Khairullah
"ABSTRAK
PT Migo Anugerah Sinergi telah menciptakan layanan sepeda listrik sesuai permintaan dikenal luas sebagai Migo Ebike sejak 2017. Untuk dapat menjalankan bisnis mereka kegiatan, PT Migo Anugerah Sinergi perlu membangun kerjasama dalam bentuk aliansi antara konsumen Migo Ebike dan mitra bisnis mereka, yang merujuk kepada orang-orang dari masyarakat yang meminjamkan properti mereka untuk digunakan sebagai Stasiun Migo. Pada dasarnya, orang-orang ini adalah pemegang saham PT Migo Anugerah Sinergi dan mereka terikat satu sama lain atas hak dan kewajiban hubungan hukum. Ini Penelitian bertujuan untuk memahami perjanjian mengenai bisnis Migo Ebike berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia dan hubungan hukum antara pemilik bisnis, konsumen, dan mitra. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yaitu membutuhkan penelitian yang harus dilakukan dengan menganalisis hukum tertulis berdasarkan literatur, data sekunder, dan bahan referensi hukum lainnya. Menurut temuan, konsumen dan mitra bisnis memiliki berbagai jenis perjanjian dengan PT Migo Anugerah Sinergi sebagai pemilik bisnis. Pemilik bisnis dan konsumen terikat atas perjanjian sewa elektronik, sedangkan pemilik bisnis dan mitra mereka adalah
terikat pada perjanjian yang tidak disebutkan namanya. Berdasarkan hubungan hukum PT Migo Anugerah
Sinergi miliki dengan konsumen mereka dan bu

ABSTRACT
PT Migo Anugerah Sinergi has created an electric bicycle service on demand known widely as Migo Ebike since 2017. To be able to run their business activities, PT Migo Anugerah Sinergi needs to build cooperation in the form of an alliance between Migo Ebike consumers and their business partners, which refers to people people from the community who lent their property to be used as Migo Station. Basically, these people are shareholders of PT Migo Anugerah Sinergi and they are bound to one another by the rights and obligations of legal relations. This research aims to understand the agreement regarding Migo Ebike's business based on the laws in force in Indonesia and the legal relationship between business owners, consumers, and partners. This study uses normative juridical methods, which requires research that must be done by analyzing written law based on literature, secondary data, and other legal reference materials. According to the findings, consumers and business partners have various types of agreements with PT Migo Anugerah Sinergi as a business owner. Business owners and consumers are bound by electronic rental agreements, while business owners and their partners are bound to an unnamed agreement. Based on the legal relationship of PT Migo Anugerah Synergy have with their consumers and ma'am"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Berdasarkan Undang Undang Perlindungan Konsumen Badan Pengelola telah memenuhi unsur unsur untuk dikategorikan sebagai Pelaku Usaha Namun pada kenyataannya Badan Pengelola seringkali tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan dengan alasan bahwa apa yang dilakukannya berdasarkan keputusan Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Satuan Rumah Susun juga Badan Pengelola dan PPPSRS juga pada prakteknya lebih berpihak pada kepentingan Pengembang Sehingga mekanisme penyelesaian terhadap permasalahan internal yang terjadi antara Konsumen Badan Pengelola dan PPPSRS tidak dapat melindungi hak konsumen karena adanya benturan kepentingan dan intervensi dari Pengembang , Based on the Act of Consumer Protection management board has fulfilled the elements to be considered as business agent In fact management board often could be reached for responsibility of their act because what it did based on the decision of The Assocation of The Owner and The Inhabitant of Condominium Management Board and PPPSRS also in practice more inclined in the interests of the developer So that the mechanism of resolving the internal conflict between the consumer management board and PPPSRS is not able to protect the consumers due to the conflict of interest and intervention of developers ]"
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S58344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasana Dea Linzi
"ABSTRAK
Hubungan secara langsung yang dimiliki antara dokter dan perusahaan farmasi
yang dapat mempengaruhi independensi dokter merupakan hubungan yang
sebenarnya melanggar kode etik. Namun, tidak sedikit dokter maupun perusahaan
farmasi yang memiliki hubungan langsung tersebut dan pada keadaan tertentu
mempengaruhi independensi dokter dalam menjalankan profesinya. Skripsi ini
membahas mengenai hubungan antara dokter dan perusahaan farmasi ditinjau dari
aspek etika dan hukum. Penelitian ini, menggunakan metode yuridis normatif
dengan pendekatan kualitatif. Penulis menggunakan studi literatur, untuk dapat
menggambarkan bagaimana sebenarnya aturan hukum mengenai hubungan yang
dimiliki antara dokter dan perusahaan farmasi. Perusahaan farmasi tidak boleh
berhubungan langsung dengan dokter untuk menawarkan produk yang
dimilikinya. Hubungan antara dokter dan perusahaan farmasi yang dapat
mempengaruhi independensi dokter dalam menjalankan profesinya tersebut
merupakan pelanggaran Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia. Pemberian yang
diterima oleh dokter dari perusahaan farmasi dapat tergolong sebagai gratifikasi
apabila pemberian tersebut memiliki maksud agar dokter menuliskan resep dari
perusahaan farmasi tersebut. Namun aturan hukum yang ada saat ini belum dapat
menjangkau dokter swasta.

ABSTRACT
Direct relationship between doctors and pharmaceutical companies that may
affect the independence of doctors is actually violating code of ethics. However,
many doctors and pharmaceutical companies have direct relationships without
any intermediaries and therefore affect the independence of doctors in their
profession. This thesis discusses the relation between doctors and pharmaceutical
companies in terms of ethical and legal aspects. This study, using normative
juridical method with qualitative approach. The author uses literature study, to be
able to describe how the rules of law regarding the relationship between doctors
and pharmaceutical companies. Pharmaceutical companies can not relate
directly to the doctors to offer its products. The relation between doctors and
pharmaceutical companies that may affect doctor's independency is a violation of
medical ethics. The awarding that given by the pharmaceutical companies to the
doctor is a can be classified as gratification if it has a purpose in order to the
doctors prescribe from the pharmaceutical companies. However the regulation
which exist today can not reach the private doctors."
2017
S65861
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Karona
"Pelibatan mitra swasta dalam pengelolaan air bersih di DKI Jakarta menunjukkan bagaimana pengelolaan air bersih menjadi ajang untuk mengeruk keuntungan ekonomis melalui pengaruh kekuatan politis. Sistem pembayaran Imbalan Air (Water Charge) yang diterapkan dalam Perjanjian Kerjasama ini telah mengakibatkan masyarakat miskin terpinggirkan dan tidak mampu membeli air. Pasca adanya putusan MA tarif air yang dibebankan kepada masyarakat sejak tahun 2007 tidak pernah naik, namun imbalan yang diterima oleh mitra swasta terus mengalami kenaikan. Nilai tarif yang lebih kecil dari imbalan menimbulkan situasi kekurangan bayar atau yang biasa disebut shortfall. Mitra swasta juga membebankan biaya kekurangan bayar (short fall) ini kepada PAM Jaya yang pada akhirnya membebani keuangan negara. Perjanjian Kerjasama Mitra Swasta dan PAM Jaya ini juga telah melanggar ketentuan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, khususnya mengenai klausula sebab yang halal. Hal ini disebabkan karena klausula yang terdapat dalam Perjanjian Kerjasama ini, melanggar konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan Perjanjian Kerjasama ini batal demi hukum.

Involving private partners on clean water management in DKI Jakarta show how clean water management used to get economical benefit from poilitical power influence.payment’s sistem of water charge which application on this cooperation agreement has been effected poor society can’t buy the water. After supreme court’s verdict, the price of water which must been bought by society, from 2007 is never increasing. The smaller price than water charge is raising shortfall. The private partners is charging shortfall to PAM Jaya which finally raising the APBN. This cooperation agreement has been break article 1320 on KUH Perdata, specially ‘sebab yang halal’ matter. This thing is caused article on this cooperation agreement, broken constitution and regulations which causing this cooperation agreement is null and void."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S54331
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Myriam Husna Syahkarim
"Penelitian ini memfokuskan pada analisa pertanggungjawaban Pelaku Usaha kepada Konsumen menurut hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia, Inggris, dan Belanda. Dalam hal Konsumen menderita kerugian yang disebabkan oleh produk yang diproduksi dan/atau diedarkan oleh Pelaku Usaha, maka berdasarkan product liability, Pelaku Usaha wajib bertanggungjawab kepada Konsumen. Atas dasar kerugian yang dialami Konsumen akibat produk cacat yang diproduksi dan/atau diedarkan oleh Pelaku Usaha, maka Pelaku Usaha wajib bertanggungjawab atas kerugian tersebut, namun tulisan ini tidak akan membahas mekanisme penyelesaian sengketa baik melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) maupun pengadilan, melainkan tulisan ini akan berfokus pada analisa pertanggungjawaban Pelaku Usaha terhadap Konsumen. Pada dasarnya, hukum Indonesia, dan hukum Inggris dan Belanda sebagai pembanding memiliki pengaturan yang berbeda-beda terkait product liability dan pengaturan tentang batasan tanggung jawab Pelaku Usaha kepada Konsumen. Indonesia tidak menganut prinsip strict liability secara sempurna, dimana prinsip strict liability dalam UU Perlindungan Konsumen mensyaratkan adanya unsur kesalahan, yang mana hal ini berbeda dengan hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Inggris dan Belanda. Selain itu, mengacu pada Product Liability Directive yang dikeluarkan oleh Uni Eropa, hukum Inggris dan Belanda melarang adanya ketentuan pembatasan pertanggungjawaban Pelaku Usaha kepada Konsumen untuk hal-hal tertentu, sebagaimana yang tercermin pada masing-masing peraturan perundang-undangannya (CPA 1987 (Inggris), CRA 2015 (Inggris), NBW (Belanda)) (dan yurisprudensi). Hal ini berbeda dengan hukum Indonesia, yang mana UU Perlindungan Konsumen sama sekali tidak mengatur ketentuan larangan pembatasan tanggung jawab Pelaku Usaha kepada Konsumen. Sebagai kesimpulan, UU Perlindungan Konsumen dapat mengadopsi ketentuan hukum perlidungan konsumen yang berlaku di Inggris dan Belanda, yang mana pada hukum tersebut telah diatur ketentuan definisi “produk cacat” yang merupakan pilar dalam menentukan tanggung jawab Pelaku Usaha kepada Konsumen, pengaturan dan implementasi strict liability yang jelas, dan pengaturan yang jelas mengenai larangan pembatasan tanggung jawab Pelaku Usaha kepada Konsumen.

This study focuses on the analysis of the liability of Business Actors to Consumers according to consumer protection laws in force in Indonesia, England and the Netherlands. In the event that the Consumer suffers a loss caused by the product produced and/or distributed by the Business Actor, then based on product liability, the Business Actor is responsible to the Consumer. On the basis of losses suffered by consumers as a result of defective products produced and/or distributed by Business Actors, Business Actors are obliged to be responsible for these losses, however this study will not discuss the dispute resolution mechanism either through the Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) or the courts, but this study will focus on the analysis of the accountability of Business Actor to Consumer. Fundementally, Indonesian law, and English and the Netherlands law as comparisons have different regulations regarding product liability and limits of liability of Business Actos to Consumers. Indonesia does not adhere the strict liability principle perfectly to its regulations, in which the strict liability principle in the Consumer Protection Law (UU Perlindungan Konsumen) requires an element of fault, where such regulation is different from the prevailing consumer protection laws of England and the Netherlands. In addition, referring to the Product Liability Directive issued by the European Union (EU), English and Dutch laws prohibit provisions limiting the liability of Business Actors to Consumers for certain matters, as reflected in their respective laws and regulations (CPA 1987 (England) , CRA 2015 (England), NBW (the Netherlands)) (including jurisprudence). This is different from Indonesian law, where the Consumer Protection Law (UU Perlindungan Konsumen) does not regulate prohibition to limit the responsibility of Business Actor to Consumers. In conclusion, the Consumer Protection Law (UU Perlindungan Konsumen) shall adopt the provisions of consumer protection law of English and Dutch Law, where these laws have regulated the definition of "defective product" which is a pillar in determining the responsibility of Business Actor to Consumers, clear and definite regulation regarding the implementation of strict liability and the prohibition Business Actor responsibility to Consumers."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Edianti Putri
"Persaingan Usaha dan Hukum Kekayaan Intelektual. Hubungan ini dapat dilihat dari berbagai perspektif, salah satunya adalah prespektif ekonomi dari hukum. Dikarenakan kedua sector hukum memiliki peran yang penting dalam sistem perekonomian, tentunya keduanya akan bersinggungan dalam praktek. Pada dasarnya, Hukum Kekayaan Intelektual memberikan hak ekslusif untuk memonopoli dan mengeksploitasi karya seorang pemegang hak dan berdasarkan hak tersebut seseorang dapat mentrasfer hak mereka melalui Perjanjian Lisensi. Pada umumnya, ada dua tipe Perjanjian Lisensi, yakni: Lisensi wajib dan Lisensi kontraktual. Lisensi Wajib adalah lisensi yang mengimplementasi Hak Kekayaan Intelectual yang telah ditetapkan berdasarkan putusan Direktorat Jeneral melalui pendaftaran, sedangkan Lisensi Kontraktual adalah lisensi yang dilakukan berdasarkan hokum perjanjian antara pemberi lisensi dan penerima lisensi. Lisensi Kontraktual ini terdiri atas lisensi eksklusif, non-ekslusif, dan lisensi silang. Lisensi-lisensi tersebut dapat dinilai melalui Hukum Persaingan Usaha mengenai kesehatan persaingannya terhadap kompeititor-kompetitor lain pada pasar. Maka, timbul isu mengenai apa lisensi tersebut dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat pada pasar.

This thesis is an analysis regarding the relationship between Competition Law and Intellectual Property law. This relationship can be seen from many perspectives, one of them being the economic perspective of the law. As both sectors of law have an important role in the economic system, surely the two may intersect in practice. In its essence, Intellectual Property Law gives the right to monopolise and exploit one's creation and by virtue of this right one may be able to transfer his/her Intellectual Property Right to another by way of a License Agreement. Generally, there are two types of License Agreements, namely: compulsory licenses and contractual licenses. A compulsory license is a license that implements an Intellectual Property Right which has been granted on the basis of a decision by the Directorate General via application, whereas a Contractual License is a license done on a basis of Contract Law between the Licensor and Licensee. Furthermore, Contractual Licenses comprises of exclusive, non-exclusive, and cross licenses. Such licenses can be assessed by means of Competition Law to review its pro-competitiveness against the right holder's business competitors. Thus, an issue of whether said licenses may impose anti-competitive effects towards the market rises."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S65240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Abednego Imanuel Soaloon
"Skripsi ini membahas mengenai pertanggungjawaban hukum dokter dan pemilik klinik kecantikan ditinjau berdasarkan hukum kesehatan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menekankan pada penggunaan data sekunder. Penyelenggaraan Klinik Kulit dan Kecantikan merupakan bagian dari kegiatan pelayanan publik di bidang kesehatan yang berada dalam ranah hukum Kesehatan yang sangat terkait dengan aspek etika dan disiplin medis. Pemberlakuan hukum kesehatan ini sangatlah penting untuk memberikan kerangka pertangggungjawaban hukum dokter dan pemilik klinik kecantikan dalam rangka untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum, baik terhadap pemberi maupun penerima jasa pelayanan kesehatan. Mengacu pada analisis putusan pengadilan, telah menunjukkan atas lemahnya implementasi atau penegakan hukum kesehatan. Kelemahan tersebut diindikasikan oleh adanya disparitas antara ancaman hukuman yang diatur dalam hukum kesehatan dengan vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim terhadap pelaku dan penyelesaian pertanggungjawaban hukum pelaku yang masih sangat parsial. Penegakan hukum kesehatan seharusnya dilakukan secara komprehensif dan tegas terhadap seluruh pihak yang terlibat, terutama dokter dan pemilik klinik kecantikan.

This thesis discusses on the legal responsibilities of doctor and the owner of aesthetic clinic based on health law. This study applies a normative legal study that emphasizes the use of secondary data. The operational of the Aesthetic Clinic is part of public service activities in the Health Sector which is very related to ethical aspects and medical disciplines. The implementation of this health law is very important to provide a framework of legal responsibility of doctor and the aesthetic clinic owner in order to give protection and legal certainty, both for the health service providers and recipients. Based on the analysis of the court decision, it has been shown the weakness of the implementation or the enforcement of the health law. The weakness is indicated by the disparity between the threat of punishment regulated in the health law with the verdict imposed by the judges to the perpetrator and the settlement of the legal responsibilities of the perpetrator which is very partial. The Health Law enforcement should be done comprehensively and firmly to all parties involved, especially to the doctor and the owner of the aesthetic clinic."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Gabriel Marvin Emilio
"Praktik kegiatan bisnis anjuran (endorsement) di Indonesia telah berkembang secara pesat seiring maraknya penggunaan media sosial. Namun ketentuan hukum positif di Indonesia belum secara jelas mengatur dan membatasi praktik endorsement. Regulasi di Indonesia belum mengatur hubungan hukum yang mendasari kegiatan endorsement dan beban pertanggungjawaban di antara para pelaku usaha periklanan. Implikasi yang terjadi adalah konsumen berada di posisi yang lemah karena minimnya informasi yang dapat ia peroleh atas suatu konten endorsement yang ditayangkan. Konsumen berpotensi menjadi objek eksploitasi dari suatu iklan endorsement akibat kepercayaan yang mereka berikan kepada penganjur (endorser). Hal ini tentu berdampak pada bahaya laten terhadap pelanggaran hak-hak konsumen yang dijamin menurut hukum perlindungan konsumen. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan bahan hukum utamanya adalah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), Etika Pariwara Indonesia Amendemen 2020, hukum perjanjian pemberian kuasa, teori pertanggungjawaban produk, teori pertanggungjawaban profesional, serta teori lainnya untuk menjawab permasalahan yang telah diungkapkan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kegiatan endorsement merupakan praktik periklanan yang didasari oleh hubungan hukum perjanjian pemberian kuasa sehingga pengiklan dan perusahaan periklanan bertanggungjawab terhadap konsumen. Pengiklan bertanggung jawab berdasarkan tanggung jawab produk, sedangkan perusahaan periklanan bertanggung jawab berdasarkan tanggung jawab profesional. Oleh karena itu, baik pengiklan maupun perusahaan periklanan harus berhati-hati dan mematuhi hukum perlindungan konsumen dalam melaksanakan kegiatan endorsement. Adapun teori hubungan perjanjian pemberian kuasa tersebut harus diuji di pengadilan oleh konsumen dan pemerintah diharapkan segera memperbaharui UUPK untuk memperjelas ketentuan kegiatan endorsement di Indonesia.

The practice of endorsement business in Indonesia has grown rapidly along with the widespread use of social media. However, the provisions of positive law in Indonesia have not clearly regulated and limited the practice of endorsement. Regulations in Indonesia have not regulated the legal relationship that underlies endorsement activities and the burden of responsibility among advertising business actors. The implication that occurs is that consumers are in a weak position because of the lack of information that they can get on an endorsement content that is broadcast. Consumers have the potential to become the object of exploitation of an endorsement advertisement due to the trust they give to the endorser. This certainly has an impact on the latent danger of violating consumer rights which are guaranteed according to consumer protection law. This study uses a normative juridical method with the main legal material being the provisions of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection (UUPK), Indonesian Advertising Ethics Amendment of 2020, law of power of attorney agreement, product liability theory, professional responsibility theory, and other theories to answer the problems that have been raised. The conclusion of this study is that endorsement activities are advertising practices based on the legal relationship of power of attorney agreement so that advertisers and advertising companies are responsible for consumers. Advertisers are responsible under product liability, while advertising companies are held accountable under professional liability. Therefore, both advertisers and advertising companies must be careful and comply with consumer protection laws in carrying out endorsement activities. The theory of the relationship between the power of attorney agreement must be tested in court by consumers and the government is expected to immediately update the UUPK to clarify the provisions for endorsement activities in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sutan Radhika Izzaputra Ardiansyah
"Permintaan cabai tiap tahunnya semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk serta industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Para investor melihat akan peluang suksesnya dalam menanamkan modal atau investasi kepada perusahaan budidaya cabai. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membahas mengenai bagaimana bentuk perjanjian investasi yang dilakukan antara perusahaan dengan investor perorangan, serta bagaimana faktor-faktor risiko dan perlindungan hukum yang ada. Metode pada penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal yang memfokuskan Peneliti pada doktrin yang merupakan gabungan dari sumber-sumber aturan, asas, norma, atau panduan penafsiran, dan nilai-nilai. Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder merupakan bahan-bahan yang dipakai. Bahan hukum primer didapatkan melalui metode wawancara yang dilakukan terhadap perusahaan budidaya cabai yaitu direktur utama dari PT. X beserta dengan investor. Bahan hukum sekunder yang dilaksanakan dengan cara riset kepustakaan atau library research dan riset secara daring dengan mengakses artikel-artikel hukum yang berada di media online. Hasil penelitian menunjukan bahwa praktek atas perjanjian kerjasama masih belum sesuai dengan ketentuan dan aturan yang ada dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah masih kurang dan kurang lengkap mengenai perlindungan hukum investor yang bersifat perorangan.

The need for chilies continues to increase every year in line with the growth and development of the population and industries that require chili raw materials. With the large demand for chili food, it will give birth to businesses engaged in chili cultivation. Investors see the opportunity for success in investing capital or investing in chili cultivation companies. This research aims to discuss the form of investment agreements made between companies and individual investors, as well as what risk factors and legal protection exist. This research uses a doctrinal research method which focuses researchers on doctrine which is a synthesis of rules, principles, norms, or interpretive guides, and values. The procedure for collecting legal materials used in this writing is the technique of collecting primary legal materials and secondary legal materials. Primary legal material was obtained through interviews conducted with chili cultivation companies, namely the main director of PT. X along with investors. Secondary legal materials are carried out by means of library research and online research by accessing legal articles in online media. The research results show that the regulations made by the government are still lacking and incomplete regarding the legal protection of individual investors. Thus, it is important for this investment agreement to be made in as much detail and complete as possible, accompanied by caution from both parties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gloryka Ednadita
"Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan ada/tidaknya perbedaan psychological well-being antara lansia pemilik dan lansia non-pemilik hewan peliharaan. Psychological well-being diukur menggunakan adaptasi alat ukur Scale of Psychological Well-Being (Ryff, 1995). Partisipan pada penelitian ini adalah 62 lansia yang terdiri dari 31 lansia pemilik dan 31 lansia non-pemilik hewan peliharaan.
Hasil utama penelitian ini menunjukkan meskipun tidak terdapat perbedaan psychological well-being yang signifikan, terdapat perbedaan yang signifikan pada salah satu dimensinya, yakni purpose in life, antara lansia pemilik dan lansia non-pemilik hewan peliharaan (t = 3,776; p = 0,000, signifikan pada L.o.S 0,01). Artinya, kepemilikan hewan peliharaan diikuti dengan purpose in life yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam pengembangan upaya upaya peningkatan psychological well-being pada lansia.

This research was conducted to examine the differences in psychological well-being between older adults pet owner and non-pet owner. Psychological well-being was measured using an adaptation of instrument named Scale of Psychological Well-Being (Ryff, 1995). The participants of this research were 62 older adults of 31 pet owners and 31 non-pet owners.
The main results of this research showed that while there is no difference in psychological well-being, there is significant diference in one of its dimensions, purpose in life, between older adults pet owner and non-pet owner (t = 3,776; p = 0,000, significant in L.o.S 0,01). That meant owning pet would be followed with higher purpose in life. This result may be taken for consideration when developing ways to promote psychological well being in older adults.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S46191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>