Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 141290 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kadek Denny Baskara Adiputra
"Skripsi ini membahas tentang yurisdiksi ICSID terhadap sengketa kewajiban kontraktual dan sengketa kewajiban traktat. Sengketa kewajiban kontraktual tunduk pada hukum nasional negara penerima investasi sehingga diselesaikan melalui pengadilan nasional negara penerima investasi. Sedangkan, sengketa kewajiban traktat tunduk pada hukum internasional, yang di antara lain meliputi prinsip hukum umum maupun hukum kebiasaan internasional sehingga diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa seperti ICSID. Dalam praktik, seringkali terdapat tumpang tindih antara kedua jenis sengketa tersebut karena investor asing dapat mengajukan sengketanya ke ICSID secara langsung meskipun lahir dari pelanggaran kontrak investasi dan bukan perjanjian investasi bilateral (PIB). Hal ini disebabkan karena yurisdiksi ICSID berdasarkan Pasal 25 ayat (1) Konvensi ICSID didasarkan pada kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam masing-masing kontrak investasi maupun PIB. Selain itu, majelis arbitrase ICSID memiliki pendekatan yang berbeda-beda untuk menentukan lingkup yurisdiksi ICSID.
Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis-normatif untuk meninjau penerapan ketentuan yurisdiksi ICSID terhadap sengketa kewajiban kontraktual dan sengketa kewajiban traktat dalam kasus Churchill Mining v. Indonesia, Vivendi Annulment, SGS v. Pakistan, dan SGS v. Philippines. Berdasarkan keempat kasus tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa ICSID memiliki yurisdiksi terhadap sengketa kewajiban traktat selama persyaratan dalam yurisdiksi ICSID terpenuhi. Akan tetapi, yurisdiksi ICSID terhadap sengketa kewajiban kontraktual bergantung pada konstruksi masing-masing kontrak investasi dan PIB. Skripsi ini menyarankan agar para pihak penyusun kontrak investasi dan PIB memperjelas sengketa yang masuk dalam lingkup kesepakatannya. Selain itu, negara penerima investasi dapat menyisipkan kewajiban untuk menempuh seluruh upaya dalam hukum nasional negara penerima investasi (exhaustion of local remedies) sebelum para pihak dapat bersengketa di ICSID.

This thesis provides an overview of ICSID jurisdiction over contract and treaty claims. Contract claims are claims based on contract which fall within the purview of the domestic law of the host state, hence subject to the courts of the host state. On the other hand, treaty claims are based on violations of a treaty (in this case a Bilateral Investment Treaty or BIT) and is subject to international law with its own dispute settlement mechanism, such as ICSID. Contract and treaty claims are often conflated in practice because of the direct access that investors have to ICSID. This situation is perpetuated by the fact that ICSID jurisdiction under Article 25(1) of the ICSID Convention is based on the consent of both parties, which differs in each investment contract or BIT. Furthermore, tribunals employ different approaches to determine the scope of ICSID jurisdiction.
This thesis uses a juridical-normative approach to determine how tribunals apply ICSID jurisdiction over contract and treaty claims based on four cases, namely Churchill Mining v. Indonesia, Vivendi Annulment, SGS v. Pakistan, and SGS v. Philippines. Based on these four cases, ICSID has jurisdiction over treaty claims, so long as its jurisdictional requirements are met. However, ICSIDs jurisdiction over contract claims is highly contingent on the construction of each specific investment contract or BIT. In conlusion, this thesis suggests that drafters of investment contracts and BITs should explicitly provide the disputes that fall within each agreement. Moreover, BIT drafters could include an exhaustion of local remedies requirement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenny Poltak Adrianus
"

Persoalan praktik suap kini tidak jarang ditemukan di dalam kasus-kasus arbitrase ICSID. Hal ini berhubungan erat dengan tingginya angka praktik suap di dunia penanaman modal asing, serta dengan kemampuan ICSID untuk menjatuhkan sanksi komersial yang berat terhadap penanaman modal yang melibatkan praktik suap. Setelah diteliti lebih dekat, ditemukan bahwa terdapat banyak inkonsistensi di dalam kasus-kasus ICSID yang membahas soal praktik suap dalam penanaman modal asing. Penelitian yuridis normatif ini dibuat menggunakan metode deskriptif analitis untuk menjelaskan perkembangan penanganan persoalan praktik suap dalam sengketa penanaman modal asing yang dilakukan oleh ICSID, dengan tujuan untuk menggarisbawahi persamaan prinsipil yang terdapat dalam perkembangan tersebut.


Bribery claims are now commonly found amongst ICSID-based arbitrations. This has a direct connection with the high number of bribery cases found in foreign investments and with ICSID’s ability to punish those bribery tainted investments with severe commercial consequences. Upon closer inspection, it is found that ICSID cases that deals with bribery are riddled with inconsistencies. This normative legal research uses descriptive-analytic method in order to describe the development of how ICSID deals with bribery claims in foreign investment disputes, with hopes in underlining the principle similarites found in the development of cases.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophie Dhinda Aulia Brahmana
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji apa saja yang menjadi dasar
diterimanya gugatan Churchill Mining Plc oleh Arbiter pada badan arbitrase
ICSID dan menganalisa apakah dasar-dasar penerimaan gugatan tersebut
menjadikan badan arbitrase ICSID memang memiliki yurisdiksi untuk memeriksa
perkara yang diajukan oleh Churchill Mining Plc. Sehingga perlu untuk ditinjau
secara yuridis apakah memang sepatutnya gugatan Churchill Mining Plc tersebut
diterima oleh ICSID atau tidak. Metode penelitian yang digunakan pada penulisan
ini adalah metode yuridis-normatif. Metode yuridis-normatif tersebut akan
digunakan untuk melakukan analisa terhadap data sekunder. Adapun bahan
hukum primer yang digunakan berupa peraturan Konvensi ICSID, Undangundang
Nomor 5 Tahun 1968 tentang Ratifikasi atas Konvensi ICSID dan bahan
hukum sekunder berupa buku, jurnal ilmiah, dan artikel ilmiah
Bahwa adapun Churchill Mining Plc menggugat Indonesia dengan mendasarkan
gugatannya tersebut terhadap Pasal 7 ayat (1) BIT UK-Indonesia. Dimana atas hal
tersebut tergugat mengemukakan statement of defence tentang keberatan terhadap
yurisdiksi ICSID, maka Dewan Arbitrase harus terlebih dahulu mengemukakan
keputusan mengenai yurisdiksinya untuk menangani perkara. Dimana dewan
arbitrase harus mendasarkan putusannya tersebut terhadap Pasal 25 Konvensi
ICSID yang mengatur secara khusus mengenai yurisdiksi ICSID
Bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka untuk kasus
Churchill Mining Plc vs Republik Indonesia sepatutnya tribunal ICSID tidak
menerima gugatan tersebut, hal ini karena seharusnya yang menggugat Indonesia
adalah bukan Churchill Mining melainkan perusahaan Ridlatama Group, karena
sesungguhnya yang dicabut Izin Kuasanya adalah Ridlatama Group dan bukan
Churchill. Sehingga sepatutnya masalah ini tidak dicampuradukkan dengan
masalah hukum internasional dan sepatutnya diselesaikan melalui ranah hukum
nasional Indonesia. Adapun menurut penulis untuk menghindari terjadinya hal
yang sama, ada baiknya Indonesia melakukan amandemen terhadap Billateral
Investment Treaty dan bahkan Indonesia juga lebih baik mempertimbangkan
untuk keluar sebagai anggota Konvensi ICSID, dimana berdasarkan Pasal 71
Konvensi ICSID hal tersebut diperolehkan

ABSTRACT
The purpose of this research is to assess what is the basis of the acceptance of
Churchill Mining Plc Lawsuit by the Arbitrator in ICSID and analyze whether the
fundamentals of the acceptence of the lawsuit indeed made the ICSID does have a
jurisdiction to examine the case. Therefore it is necessary to make a judicial
review, whether the Lawsuit which had been filed by Churchill should be received
by ICSID or not. The method used in this paper is a method of juridicalnormative.
Juridical-normative methods will be used to conduct an analysis the
secondary data. The primary legal materials use in this research are the regulations
of the ICSID Convention and Law No. 5 of 1968 concerning the Ratification of
the Convention ICSID and the secondary legal materials use in this research are
books, scientific journals and scientific articles
Whereas Churchill file a lawsuit against Indonesia, based on Article 7 paragraph 1
BIT UK-Indonesia and the Approval of BKPM. Where based on the claim by
Churchill, Indonesia as the Defendant also has submit the statement of defence
regarding their objection toward the jurisdiction of ICSID. Based on Article 41
ICSID Convention, the Board of ICSID Arbitration in advance must make a
decisions regarding its jurisdiction to handle the case. Where the decision of
Board of ICSID Arbitration must be made under the Article 25 of the ICSID
Convention that specifically regulates the jurisdiction of ICSID.
Based on the regulations as above, therefore for the case of Churchill Mining vs
Republic of Indonesia, ICSID tribunal should not accept the claim of Churchill
Mining. The reason is because the one who should suing Indonesia is not
Churchill Mining but Ridlatama Group, because the party who‟s their mining
license are revoked by the Regent of Kutai Timur is Ridlatama Group not
Churchill Mining. So this problem should not be yoked with the international law
and should be resolved through national (Indonesia) legal sphere. To prevent the
same thing accure again, Indonesia should consider to amendment the Billateral
Investment Treaty between United Kingdom and Indonesia and it is better to
consider to drop out as a member of the ICSID Convention, where that is possible
under Article 71 of the ICSID Convention"
2016
T46482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simamora, Agnes Galuh Sekarlangit Boru
"International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) menjadi salah satu pilihan popular untuk penyelesaikan sengketa investasi internasional antara negara dengan investor. Konvensi Washington 1965, sebagai konvensi yang mengamanatkan dibentuknya forum tersebut memberi kewajiban kepada Majelis Arbitrase untuk menerapkan hukum yang berlaku sesuai dengan Pasal 42 ayat (1) Konvensi Washington, hanya saja, interpretasi pasal tersebut tidaklah tanpa kontroversi. Tulisan ini akan membahas mengenai hukum mana yang berlaku dalam perkara internasional dalam forum ICSID menurut Pasal 42 ayat (1), baik dalam perkara berdasarkan traktat maupun perkara berdasarkan kontrak, serta menganalisis metode Majelis Arbitrase pada Putusan ICSID No.ARB/10/7, Putusan ICSID No.ARB /07/26, Putusan ICSID No.ARB/09/18 dan Putusan ICSID No.ARB/06/13, dalam menafsirkan pasal tersebut dalam hal terdapat pertentangan kewajiban internasional, antara kewajiban negara sebagai host state dan kewajiban negara menurut hukum internasional selain hukum investasi internasional dalam perkara berdasarkan traktat, dan apabila hukum internasional dianggap oleh para pihak sebagai hukum yang berlaku dalam perkara berdasarkan kontrak. Tulisan ini menyimpulkan bahwa terdapat perkembangan penafsiran dari maksud perancang konvensi (travaux preparatoires) dalam 12 tahun terakhir.

International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) is popular option of Investor-State Dispute Settlement. Washington Convention 1965 which laid down the foundation of the forum gives mandate to arbitral tribunal to apply the proper law as stipulated on Article 42(1) of the Convention. However, the interpretation of aforementioned article is not without controversy. This writing analyses the applicable law according to Article 42(1) Washington Convention on treaty-based dispute and contract-based dispute, and further analyses the methods used to interpreting the aforementioned article by arbitral tribunal in ICSID Award No. No.ARB/10/7, ICSID Award No.ARB /07/26, ICSID Award No.ARB/09/18 and ICSID Award No.ARB/06/13, in case of apparent conflict of international obligation  on treaty-based dispute and  in case of claim of international law as applicable law on contract-based dispute. This writing concludes that there is a development of interpretation, departing from travaux preparatoires, in the last 12 years."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Viera Amelia Priyono
"Penulisan ini membahas pengaturan Denial of Benefits dalam perjanjian investasi bilateral dan penerapannya dalam sengketa-sengketa arbitrase internasional. Klausul Denial of Benefits merupakan klausul yang memperbolehkan host state untuk tidak memberikan perlindungan dan keuntungan lainnya kepada investor asing dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam perjanjian investasi. Klausul ini telah digunakan oleh berbagai lembaga arbitrase untuk menerima ataupun menolak sengketa investasi yang diajukan kepadanya. Untuk menganalisis permasalahan ini, digunakan penelitian hukum normatif dengan analisis yuridisnormatif. Hasil dari penelitian menunjukkan perkembangan penerapan klausul Denial of Benefits dalam menentukan yurisdiksi International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) dan Permanent Court of Arbitration (PCA).

This writing discusses the Denial of Benefits clause under bilateral investment treaty and its application in international arbitration disputes. Denial of Benefits clause allows Host State to deny the treaty protection to foreign investors with certain conditions set forth in the investment treaty. This clause has been used by international arbitration tribunals to accept or reject investment disputes submitted to them. Legal normative study and normative-juridical analysis are used to analyse this issue. The result of this study shows the evolution of the use of Denial of Benefits clause in determining jurisdiction of international arbitration tribunal International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) and Permanent Court of Arbitration (PCA)."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55275
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Ika Khairunnisa
"ABSTRAK
Consent merupakan landasan utama terbentuknya yurisdiksi International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) untuk dapat menyelesaikan sengketa investasi internasional. Dikarenakan pilihan forum penyelesaikan sengketa investasi pada ICSID bukan merupakan suatu hal yang mudah bagi host state, consent digunakan salah satunya untuk membatasi akses investor dalam menyelesaikan sengketa pada ICSID melalui berbagai persyaratan. Namun adanya klausula Most Favoured Nation (MFN) dan penerapannya pada consent dalam BIT secara tidak langsung memperbesar kesempatan bagi investor untuk menggugat host state di ICSID dengan merujuk pada BIT pihak ketiga. Berdasarkan hal tersebut, Tesis ini akan membahas 2 (dua) masalah utama yaitu (i) bagaimana pertimbangan arbiter dalam menentukan bahwa klausula MFN dapat diterapkan pada consent penyelesaian sengketa di ICSID dan (ii) bagaimana perumusan klausula MFN dalam BIT yang dibutuhkan untuk menghindari ketidakjelasan penerapannya pada consent. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penentuan apakah klausula MFN dapat diterapkan dalam consent penyelesaian sengketa atau tidak masih menjadi perdebatan di kalangan arbiter ICSID. Untuk menyikapi ketidakjelasan atas penerapan ini, host state dapat memilih alternatif perumusan klausula MFN dalam BIT salah satunya dengan mengklarifikasi ruang lingkup klausula MFN dalam sebuah BIT apakah mencakup consent penyelesaian sengketa investasi atau tidak.

ABSTRACT
Consent is the cornerstone of the International Center for Settlement of Investment Disputes (ICSID) jurisdiction to resolve international investment disputes. Because the choice of an investment dispute resolution forum in ICSID is not an easy thing for host states, consent is used to limit investor access to resolve disputes on ICSID through various conditions. However, the existence of the Most Favored Nation (MFN) clause and its application to consent in BIT indirectly increases the chance for investors to sue host state in ICSID by referring to third party BIT. Based on this, the Thesis discusses two main issues: (i) how the arbitrator's consideration in determining that the MFN clause can be applied to the dispute resolution consent in ICSID and (ii) how the MFN clause formulation in BIT is needed to avoid the unclear of its application on consent. The method used in this research is the normative juridical method. This study concludes that the determination of whether the MFN clause can be applied in dispute resolution or not is still a debate among ICSID arbitrators. To address the ambiguity of this application, the host state may determine alternatives for the formulation of the MFN clause in the BIT by clarifying scope of the MFN clause in a BIT whether or not to cover investment dispute resolution."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51003
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Ramadinan Saptara
"

Pasal 25(4) Konvensi ICSID memperbolehkan suatu negara untuk melakukan pemberitahuan mengenai golongan sengketa penanaman modal yang dikecualikan dari yurisdiksi ICSID. Berdasarkan ketentuan ini, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 31 Tahun 2012 (“Keputusan Presiden 31/2012”) telah melakukan pemberitahuan untuk  mengecualikan sengketa penanaman modal yang timbul dari keputusan tata usaha negara yang diterbitkan oleh pemerintah kabupaten. Namun, pemberitahuan mengenai pengecualian sengketa dianggap tidak dapat diberlakukan kecuali dimasukkan kedalam pasal dalam perjanjian investasi yang mengandung persetujuan negara terkait terhadap yurisdiksi ICSID. Selanjutnya, ketentuan dalam pemberitahuan pengecualian Indonesia belum dimasukkan dalam seluruh perjanjian investasi yang mengikat Indonesia. Penelitian ini membahas, pertama, dampak hukum dari Keputusan Presiden 31/2012 terhadap pembatasan yurisdiksi ICSID. Selanjutnya, penelitian ini membahas metode untuk menginkorporasi ketentuan dalam Keputusan Presiden 31/2012 dan pemberitahuan pengecualian Indonesia ke dalam klausul persetujuan terbatas dalam suatu perjanjian investasi. Penelitian ini juga membahas sejauh mana klausul persetujuan terbatas tersebut dapat digunakan untuk menolak yurisdiksi ICSID.  Dengan melakukan penelitian yuridis-normatif, dapat disimpulkan bahwa keberlakuan Keputusan Presiden 31/2012 akan membuat penyelesaian sengketa yang dikecualikan terbatas pada penyelesaian melalui Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia. Ketentuan dalam Keputusan Presiden 31/2012 harus dimasukkan dalam perjanjian investasi melalui cara reproduksi atau perubahan klausul persetujuan terbatas yang mengandung pengecualian dalam Keputusan Presiden 31/2012 juga tidak akan memiliki dampak terhadap penolakan yurisdiksi ICSID.

 


Article 25(4) of the ICSID Convention allows a state to notify the exclusion of certain classes of investment disputes from ICSID jurisdiction. Pursuant to this provision, the Indonesian government through Presidential Decree No. 31 of 2012 (“Presidential Decree 31/2012”) made a notification to exclude investment disputes arising from administrative decisions issued by the regency governments. Notifications of exclusion, however, are considered inoperable unless incorporated into the investment treaty provision expressing the notifying state’s consent to ICSID jurisdiction. Moreover, the terms of Indonesia’s notification of exclusion have not been included in any investment treaty that Indonesia is a party to. This research discusses, firstly, the legal consequence of Presidential Decree 31/2012 with regards to limiting ICSID jurisdiction. Secondly, this research discusses the methods through which the terms of Presidential Decree 31/2012 and Indonesia’s notification of exclusion may be incorporated into a limited consent clause of an investment treaty. Thirdly, this research also discusses the extent to which such a limited consent clause may be invoked to deny ICSID jurisdiction. By conducting a juridical normative legal research, it can be concluded that the operation of Presidential Decree 31/2012 would limit the forum for the settlement of the excluded disputes to the Indonesian Administrative Judiciary. Moreover, the terms of Presidential Decree 31/2012 would have to be incorporated into an investment treaty by way of reproduction or amendment. Further, a consent clause that expresses the exclusion made in Presidential Decree 31/2012 would be inconsequential in denying ICSID jurisdiction.

 

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Vera Ruth Angelina
"Sebagai salah satu bentuk ekspropriasi tidak langsung, creeping expropriation kerap menimbulkan permasalahan dalam penyelesaian sengketa antara negara dan penanam modal. Creeping expropriation sering digunakan negara dalam mengambil alih penanaman modal asing. Empat putusan ICSID yang dibahas dalam skripsi ini telah mempertimbangkan mengenai konsep creeping expropriation. Meskipun demikian, tidak terdapat suatu konsep yang jelas dan konsisten mengenai creeping expropriation. Untuk menganalisis permasalahan ini, digunakan penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif analisis. Hasil dari penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pemahaman dan penerapan konsep creeping expropriation dalam sengketa penanaman modal asing di ICSID.

As one form of indirect expropriation, creeping expropriation often rises problems in investor-state investment dispute. Creeping expropriation is often used by a state to undertake foreign investment. Four ICSID awards used in this thesis have acknowledged and put creeping expropriation into consideration. However, there is no clear and consistent understanding regarding creeping expropriation concept. This research is analyzed through normative legal research done through descriptive-analytic method. The research shows the different implementation of creeping expropriation concept in foreign investment dispute in ICSID."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Meisita Kusuma
"ABSTRACT
Dalam proyek investasi lintas negara, proyek investasi seringkali dilakukan melalui beberapa kontrak. Pada saat terjadi sengketa atas proyek investasi yang dilaksanakan melalui beberapa kontrak, tidak jarang claimant mengajukan claim yang didasari beberapa kontrak yang berbeda dalam satu proses persidangan arbitrase. Pengaturan mengenai pemeriksaan claim yang didasari beberapa kontrak dalam satu proses persidangan arbitrase tidak ditemukan dalam aturan arbitrase pada lembaga ICSID. Untuk menganalisis permasalahan ini, digunakan penelitian hukum normatif dengan metode deskriptif analitis. Hasil dari penelitian menunjukkan penerapan prinsip-prinsip pemeriksaan claim yang didasari beberapa kontrak dalam satu proses persidangan arbitrase yang diterapkan dalam praktik arbitrase internasional oleh majelis arbitrase ICSID.

ABSTRACT
In cross-border investment projects, it is common to find an investment project made through several contracts. When dispute over an investment project made through several contracts arises, the claimant in some case submitted a claim based on several contracts in a single proceeding. The rules regarding the hearing of claim based on several contracts in a single proceeding cannot be found in the arbitration rules of ICSID. Normative research with descriptive-analysis method is used to analyse this matter. The result of the research shows the application of principles of the hearing of claim that based on several contracts in a single proceeding that are applied in international arbitration practice"
2014
S56768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>