Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143746 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hesti Kurnia Dewi
"Pasal 35 Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 menyatakan bahwa harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan harta bawaan dari masing-masing suami yang diperoleh karena hadiah atau warisan menjadi penguasaan masing-masing. Berakhirnya harta bersama hanya karena putusnya perkawinan. Obyek jual beli tanah saat suami istri dalam proses gugatan cerai di pengadilan agama yang dijual dengan dasar Akta Pembagian Harta Bersama tetap membutuhkan persetujuan pasangan. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan pengetahuan dibidang hukum. Sehingga penulis ingin mengetahui mendalam bagaimana kedudukan Akta jual beli atas harta bersama yang masih dalam proses peradilan dan bagaimana keabsahan Akta jual beli Nomor 487/20/Skr/2003 dikaitkan putusan Pengadilan Tinggi Palembang Nomor 111/PDT/2017/PT.PLG. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dengan data utama yang digunakan yaitu data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Disimpulkan bahwa kedudukan Akta jual beli atas harta bersama yang masih dalam proses peradilan adalah sah ketika ditandatangani suami dan istri/tetap memerlukan persetujuan pasangan, terkait pembuatan Akta Pembagian Harta Bersama ketika perkawinan belum berakhir merupakan perbuatan menyalahi hukum. Akta jual beli Nomor 487/20/SKR/2003 masih diakui keabsahannya untuk dipakai dalam perbuatan hukum oleh pihak yang mendapat hak atasnya.

Article 35 of the Marriage Law No. 1 of 1974 states that the property acquired during marriage becomes a joint asset and the inheritance of each husband is obtained because the gift or inheritance is the control of each. The end of joint property is only due to the breakup of marriage. The object of buying and selling land when a husband and wife are in divorce proceedings in a religious court that is sold on the basis of the Joint Asset Sharing Act still requires the approval of the couple. The purpose of this study is to develop knowledge in the field of law. So the author wants to know in depth how the Deed of sale and purchase of shared assets is still in the judicial process and how the validity of the sale and purchase Deed Number 487/20 / Skr / 2003 is attributed to the decision of the Palembang High Court Number 111 / PDT / 2017 / PT. PLG. In conducting research, the author uses a juridical-normative library research method with the main data used, namely secondary data obtained from library materials in the form of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. It was concluded that the position of the Deed of sale and purchase of shared assets that are still in the judicial process is valid when signed by the husband and wife / still requires the approval of the spouse, related to the making of the Shared Assets Deed when the marriage is not over. The sale and purchase deed Number 487/20 / SKR / 2003 is still recognized as valid for use in legal actions by the party who has the right to it."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T54288
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Muhammad Aryadi
"Perkawinan lahir dari kesepakatan untuk terikat dalam suatu perjanjian suci antara calon suami-istri yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita dan akan menimbulkan ikatan lahir batin, sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga  yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Antara suami-istri memiliki hubungan hukum yang terjadi, tidak hanya mengatur mengenai hak dan kewajiban suami-istri, tetapi juga mengatur mengenai hubungan hukum antara orang tua dan anak, hibah, pewarisan, perceraian dan juga perjanjian kawin yang mengatur mengenai harta benda dalam perkawinan. Perjanjian kawin merupakan suatu bentuk penyimpangan terhadap perundangan yang berlaku dan pada umumnya dimaksudkan untuk mengatur hak-hak suami istri serta mengenai harta kekayaan suami dan istri, baik terhadap harta yang dibawa sebelum perkawinan maupun harta yang diperoleh selama perkawinan, lazimnya perjanjian perkawinan mengatur mengenai pemisahan harta, menjadi pertanyaan ketika adanya ambiguitas mengenai suatu ketentuan mengenai pembagian harta di dalamnya. Penelitian ini mengkaji mengenai hal apa yang dapat atau tidak dapat dibuat dalam pembuatan perjanjian perkawinan. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Dalam kaitannya dengan penelitian yuridis normatif, di sini digunakan tipologi penelitian berdasarkan sifatnya yaitu penelitian deskriptif, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data sekunder dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian diharapkan mampu meningkatkan pemahaman mengenai unsur-unsur yang terdapat di dalam perjanjian perkawinan dan juga mengenai isi yang dapat dibuat di dalamnya menurut ketentuan perundang-undangan yang ada.

Marriage is born from an agreement to be bound in a sacred agreement between a prospective husband and wife that occurs between a man and a woman and will lead to an inner and outer bond, as a husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family based on the One Godhead. Between husband and wife has a legal relationship that occurs, not only regulates the rights and obligations of husband and wife, but also regulates the legal relationship between parents and children, grants, inheritance, divorce and also  marriage agreements governing property in marriage. Marriage agreements are a form of deviation from applicable legislation and are generally intended to regulate the rights of husband and wife as well as regarding the property of husband and wife, both the assets brought before marriage and the assets acquired during marriage, the marriage agreement usually regulates the separation of assets , becomes a question when there is an ambiguity regarding a provision regarding the distribution of assets in it. This study examines what can or cannot be made in making marriage agreements. The author uses a normative juridical research method. In relation to normative juridical research, here used a research typology based on its nature, namely descriptive research, this study aims to obtain secondary data using qualitative analysis. The results of the study are expected to be able to increase understanding of the elements contained in the marriage agreement and also about the content that can be made in it according to the existing statutory provisions."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T51808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hudia
"Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Namun pada kenyataannya banyak terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya. Salah satunya adalah perkawinan yang hanya dilakukan secara hukum agama dan tidak dicatatkan. Dimana suatu perkawinan yang hanya dilakukan menurut hukum agama atau biasa disebut dengan perkawinan di bawah tangan tentunya tidak memiliki kepastian hukum karena tidak memiliki bukti autentik berupa akta nikah. Apabila harta yang diperoleh dalam masa perkawinan di bawah tangan (dalam hal ini tanah dan bangunan) dan harta tersebut ingin dialihkan melalui jual beli dimana perbuatan hukum tersebut memerlukan persetujuan pasangan kawin, hal ini akan menimbulkan masalah. Adapun permasalahan yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai akibat hukum pengesahan perkawinan yang dilakukan setelah salah satu pihak meninggal dunia, keabsahan jual beli tanah yang dilakukan tanpa persetujuan istri dalam perkawinan yang dicatatkan setelah suami meninggal dunia, dan pertimbangan hakim terhadap jual beli tanah tanpa persetujuan istri dalam perkawinan di bawah tangan yang kemudian dicatatkan setelah suaminya meninggal dunia. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan jenis data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini bahwa jual beli yang dilakukan tanpa persetujuan istri dalam perkawinan di bawah tangan adalah sah. Pengesahan perkawinan dapat dilakukan meskipun salah satu pasangan kawin telah meninggal dunia, setelah mendapatkan pengesahan perkawinan dari Pengadilan Agama maka wajib dicatatkan di Kantor Urusan Agama agar perkawinan tersebut menjadi sah dan diakui oleh negara dan timbul akibat hukum atas pencatatan perkawinan tersebut, dan terdapat kekurangan pada pertimbangan hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2394 K/Pdt/2019

Marriage in Indonesia is regulated within Law Number 1 Year 1974 regarding Marriage. However, in practice, a lot of problems arise in its implementation. One of which is a marriage which is only conducted according to religious law and is not registered. Whereas, within a marriage which is only conducted based on religious law or often known as private marriage (perkawinan di bawah tangan) surely does not have any legal certainty due to the absence of an authentic evidence in the form of a marriage deed. If the asset(s) obtained during the private marriage (in this case land and building) are going to be transferred through sale and purchase, whereas such legal action requires a spousal consent, this will give rise to a problem. Within this thesis, the problem being discussed is regarding the legal consequence for ratification of a marriage which is conducted after one party is deceased, validity of sale and purchase of land which is conducted without spousal (wife) consent within a private marriage which is then registered after the spouse (husband) is deceased. To answer such problem, the juridical normative research method is used, complemented with secondary data in the form of primary and secondary legal material. The conclusion drawn from this research is that a sale and purchase conducted without a spousal (wife) consent within a private marriage is legitimate. Ratification of marriage may be conducted despite the fact that one of the spouse had passed away, and after obtaining a marriage ratification from the Religious Court, such marriage shall be registered within the Office of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama) so that such marriage will be legitimate and recognized by the state as well as giving rise to legal consequences pertaining to such marriage and that there is a shortfall within the judge’s consideration in the Supreme Court Verdict Number 2394 K/Pdt/2019."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasimah Fatimah
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat apakah putusan-putusan terkait dengan ingkar janji nikah dapat digunakan sebagai sumber hukum bagi hakim untuk memutus perkara-perkara serupa. Peneliti melakukan analisis kritis terhadap dua putusan perdata dan satu putusan pidana kasus ingkar janji nikah. Dalam putusan perdata, tergugat dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan dalam putusan pidana, Terdakwa dijatuhkan pidana penjara. Dalam melakukan analisis, Penulis menggunakan metode penelitian berperspektif perempuan untuk mengetahui apakah Majelis Hakim dalam perkara tersebut telah mempertimbangkan pengalaman perempuan dan bagaimana dampaknya bagi korban. Dalam putusan perdata, Penulis menemukan bahwa Majelis Hakim lebih memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat untuk memutus ingkar janji nikah sebagai perbuatan melawan hukum, Nilai-nilai tersebut masih menganut nilai-nilai patriarki yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinat atau kelas kedua. Dalam menjatuhkan putusan, Majelis Hakim masih kurang memperhatikan dampak langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh korban akibat dari perbuatan tersebut. Sedangkan, dalam putusan pidana Majelis Hakim telah melakukan penemuan hukum dengan memperluas unsur-unsur dalam Pasal 285 KUHP karena ketiadaan hukum. Majelis Hakim dalam putusan pidana memperhatikan relasi kuasa yang ada, namun Majelis Hakim lebih mendengarkan keterangan Terdakwa dibandingkan keterangan Korban. Meskipun demikian, penulis menemukan putusan-putusan yang ada memberikan dampak yang baik bagi korban, baik korban yang ada dalam perkara tersebut maupun di luar perkara. Penulis juga menemukan bahwa untuk menangani kasus ini perlu pemberdayaan perempuan dan peraturan untuk jangka pendek. Dengan demikian, Penulis menyarankan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan.

ABSTRACT"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Amalia
"Dalam perkembangannya terdapat dua kasus yang sama mengenai permohonan izin perkawinan beda agama namun terdapat perbedaan dalam penetapannya. Dalam penetapan Nomor 46/Pdt.P/2016/Pn.Skt hakim menerima, sedangkan dalam penetapan Nomor 71/Pdt.P/2017/Pn.Bla hakim menolak. Akibatnya terdapat perbedaan pandangan apakah perkawinan beda agama diperbolehkan atau tidak di Indonesia. Penulisan Skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan statute approach dan pendekatan kasus case approach. Hal ini bertujuan untuk mempelajari lebih jauh terkait peraturan perkawinan beda agama dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, serta menganalisis kasus perkawinan beda agama yang telah terjadi. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa Undang-Undang Perkawinan bukannya tidak mengatur mengenai perkawinan beda agama, namun karena Undang-Undang Perkawinan tidak mengenal perkawinan beda agama sehingga keabsahan perkawinan dikembalikan kepada hukum agamanya masing-masing. Dan adanya Pasal 35 huruf a Undang-Undang Administrasi Kependudukan merupakan merupakan bentuk peran negara dalam hal administrasi mengenai pencatatan bagi perkawinan beda agama untuk mencatatkan perkawinannya melalui penetapan pengadilan, sehingga perkawinan tersebut dapat dicatatkan agar terjaminnya kepastian hukum terhadap perkawinan beda agama.

Nowadays, there are two similar cases concerning permission of inter religions marriage but there are differences in judge rsquo s verdict. In verdict number 46 Pdt.P 2016 Pn.Skt the judge accept, whereas in the verdict number 71 Pdt.P 2017 Pn.Bla the judge rejected. Consequently there are differences in whether the inter religions marriage is allowed or not in Indonesia. This research uses normative legal research, by using statute approach and case approach. It aims to learn more associated with setting up inter religions marriage in Law No. 1 of 1974, as well as analyzing some cases of inter religions marriage that has taken place. In this study it was found that the Law Number 1 of 1974 on Marriage is not regulating the inter religions marriage, but the Marriage Law does not recognize the inter religions marriage so that the validity of the marriage is returned to the perspective of religious law. And the existence of Article 35 point a of the Population Administration Act is a form of state 39 s role in administrative matters of recording for the inter religions marriage to register their marriage through the determination of the court, so that the marriage can be recorded in order to ensure legal certainty to the inter religions marriage."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilna Muna Yuliandari
"ABSTRAK
Dalam perkawinan tidak terlepas dari keberadaan akta perkawinan. Akta perkawinan sebagai Keputusan TUN dapat dijadikan sebagai obyek gugatan di PTUN. Karena jika ditinjau dari pihak yang melakukan perkawinan adalah perbuatan hukum perdata. Dalam Pasal 2 huruf (a) Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 diatur bahwa, “Tidak termasuk Keputusan TUN menurut Undang-undang ini Keputusan hukum Perdata”. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana batasan Keputusan TUN sebagai obyek gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada dasarnya akta perkawinan bukan termasuk pengertian Keputusan Tata Usaha Negara dalam melakukan perbuatan hukum perdata, tetapi dalam rangka menerbitkan keputusan tata usaha negara yang berlaku secara publik, yaitu demi tercapainya tertib administrasi pernikahan bangsa Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yaitu studi dokumen, yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder, serta didukung dengan wawancara kepada narasumber.

ABSTRACT
The marriage things have not been apart from the deed of marriage existence. The deed of marriage as the decision of State Administrative Court verdict might becoming lawsuit in State Administrative Court, due to both of parties on marriage admitted as act of civil law. Article 2 Point (a) Regulation No. 9 of 2004 on Amandment of Regulation No. 5 of 1986 stipulated “The Civil Law descisions are not the scope of State Administrative Law decisions”. This research describes the limitation of State Administrative Court decisions a lawsuit in State Administrative Court. Based on discussion, the deed of marriage has not included the definition of State Administrative Court decision in acts of civil law, however in order to issue State Administrative Court decision in public, which achieving order Indonesia’s marriage administration. The research conducted document study method, which consist of primary and secondary legal materials and supported by interview to informants.
"
2015
S61601
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ida Harnani
"Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila terutama sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mempunyai hubungan erat antar perkawinan dengan agama hal ini disebabkan bukan saja mempunyai unsur jasmani tetapi juga unsur rohani memegang peranan penting. Dalmn perkawinan akan timbul hak dan kewajiban baik suami maupun isteri, diantaranya harus bertanggung-jawab terhadap harta benda. Harta kekayaan dalam Suatu perkawinan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan rumah tangga yang bahagia. Apabila harta kekayaan tersebut baik yang diperoleh selama perkawinan ataupun sebelum perkawinan tidak dapat dipertanggungjawabkan akan menyebabkan ketidakharmonisan dalam keluarga. Untuk melindungi hak dan kewajiban suami istri khususnya harta benda maka dibuatlah perjanjian Perkawinan. Seringkali pihak ketiga tidak menyadari adanya percampuran harta, dalam pembuatan perjanjian perkawinan juga harus memperhatikan mengenai kecakapan dalam membuatnya yakni pertama akta perjanjian perkawinan mengikat pihak ketiga dalam rangka perjanjian pemberian jaminan kredit perbankan, kedua mengenai syarat-syarat yang dipakai untuk membuat akta perjanjian perkawinan supaya bisa nengikat pahak ketiga, ketiga
batas usia yang dipakai oleh notaries untuk dianggap cakap membuat akta perjanjian perkawinan. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif,tipe penelitian eksplanatoris, data yang digunakan data sekunder, diadakan wawancara dengan notaris di Tangerang, metode analistisnya yaitu metode kualitatif. Perjanjian perkawinan mempunyai bentuk dan isi sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lain yang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian perkawinan mempunyai syarat pendaftaran yang didaftarkan pada kantor pencatat perkawinan pada saat dilangsungkan perkawinan. Perjanjian perkawinan dapat berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga memiliki hubungan hukum dengan kedua belah pihak yang membuatnya. Batas usia seseorang untuk dapat membuat perjanjian perkawinan adalah 21 tahun atau belum 21 tahun tapi sudah menikah. Pihak ketiga adalah bank maka apabila melakukan pengikatan maka hendaknya memeriksanya terlebih dahulu akta perkawinan dari kedua belah pihak."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16353
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Suryono Halim
"Tesis ini membahas mengenai pemberlakuan pisah meja dan tempat tidur pasca berlakunya Undang-undang Perkawinan dan prospek pemberlakuannya di masa depan. Penelitian dilakukan secara yurudis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasca berlakunya Undang-undang Perkawinan, ketentuan pisah meja dan tempat tidur masih berlaku namun tidak efektif. Meskipun demikian, banyaknya paktek pisah meja dan tempat tidur yang menyimpang dari ketentuan yang ada menunjukkan bahwa pisah meja dan tempat tidur masih layak untuk dipertahankan, pengaturan.

This theses is studying the application of separation of table and bed after the effectiveness of marriage act, and its validity prospect in the future. Using the normative juridist method, result of this research indicated that after Indonesian civil law code is no longer effective. Nevertheless, the number of illegal separation of table and bed in practice indicated that this institution is still needed, but with a few change."
2009
T37309
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Glorius Anggundoro
"Manusia diberikan karunia oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk dapat melanjutkan keturunan yaitu melalui perkawinan. Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk mencapai keluarga yang bahagia dan kekal pasangan suami isteri harus saling cinta mencintai, kasih mengasihi dan setia. Namun tidak semua perkawinan dapat berlangsung dengan bahagia dan kekal. Jika pasangan suami isteri dalam kehidupan perkawinannya sering terjadi pertengkaran dan tidak saling kasih mengasihi, maka pemutusan perkawinan dengan perceraian biasanya diambil sebagai jalan keluar untuk dapat mengakhiri perkawinan mereka. Perceraian diatur dalam KUH Perdata dan UU No. 1 tahun 1974. Tetapi bagaimana dengan pasangan suami isteri yang di larang untuk melakukan perceraian menurut hukum agamanya seperti contohnya dalam agama Katholik yang melarang perceraian secara mutlak dan dalam agama Kristen Protestan yang melarang perceraian kecuali berdasarkan alasan perzinahan, apakah ada alternatif lain untuk menggantikan perceraian tanpa harus melanggar hukum agamanya Metodelogi penelitian yang dipakai adalah metode studi dokumen dan wawancara. Alternatif itu ada, yaitu dengan lembaga perpisahan meja dan ranjang seperti yang diatur dalam KUH Perdata karena lembaga ini mempunyai akibat yang hampir sama dengan suatu perceraian, tetapi tanpa memutuskan hubungan pasangan suami isteri tersebut. Lembaga perpisahan meja dan ranjang yang tidak diatur lagi dalam UU No. 1 tahun 1974 apakah masih dapat digunakan oleh pasangan suami dilarang bercerai menurut hukum agamanya saat ini sehingga dapat mencegah/menunda terjadinya perceraian Jika masih apakah berpengaruh terhadap gugatan perceraian Jika tidak apakah ada kemungkinan diatur kembali dalam UU No. 1 tahun 1974 Lembaga perpisahan meja dan ranjang seperti dalam KUHPerdata tidak dapat dituntut lagi di pengadilan negeri karena tidak diatur dalam UU No. 1 tahun 1974, tetapi perpisahan meja dan ranjang di bawah tangan masih dapat dilakukan, dan bahkan perpisahan meja dan ranjang di bawah tangan dipergunakan oleh hakim dalam pertimbangannya untuk memperkuat gugatan perceraian (Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 315/Pdt.G/1999 tentang perceraian Raden Haryadi dengan Nyonya Endang Larasati), sehingga perlu diatur kembali dalam UU No. 1 tahun 1974."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002
S21058
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Sheffy R.R.
"ABSTRACT
Topik utama dalam skripsi ini adalah mengenai penerapan hukum terhadap penggantian kerugian akibat tidak dilaksanakannya janji untuk menikahi ditinjau dari hukum perkawinan Indonesia dan hukum Islam. Penulisan skripsi ini di latar belakangi oleh maraknya kasus ingkar janji untuk menikahi yang menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil bagi pihak yang dibatalkan khitbah-nya secara sepihak. Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai kedudukan yuridis dari janji kawin, penerapan hukum terhadap penggantian kerugian akibat ingkar janji untuk menikahi, serta membahas mengenai analisis pertimbangan hukum hakim dalam putusan pengadilan nomor 3277 K/Pdt/2000 dimana ke-tiga permasalahan tersebut akan di analisis menggunakan hukum perkawinan Indonesia dan hukum Islam. Penelitian dalam skripsi ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan jenis data kualitatif, serta skripsi ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ingkar janji untuk menikahi yang menimbulkan kerugian dapat dituntut penggantian kerugian. Kesimpulan dari penulisan skripsi ini bahwa dasar hukum dalam penggantian kerugian akibat tidak dilaksanakannya janji untuk menikahi menurut hukum perdata Indonesia adalah menggunakan Pasal 1365 mengenai perbuatan melawan hukum, sedangkan dasar hukum dari Hukum Islam adalah menggunakan kaidah fiqih yaitu kaidah Laa Dharara Walaa Dhirar.

ABSTRACT
The main topic of this thesis is about the application of law on claiming for compensation due to false promises of marriage according to Indonesian Marriage Law and Islamic Law. Writer rsquo s background of thought in choosing this topic is because the increasing of false marriage rsquo s promise cases that results materiil and immateriil loss especially for women whose khitbah are canceled unilaterally. There are three problems that will be discussed in this thesis. First, is about the juridical position of promises to marry. Second, is about the application of the law on claiming compensation due to false promises of marriage. And third, the law consideration used by the judge on decision number 3277 K Pdt 2000 and all of the problems will be analyzed using Indonesian Marriage Law and Islamic Law. Juridical ndash normative approach will be used for analyzing qualitative data taken. The purpose of this research is to give useful information that someone who is disadvantaged by false promise of marriage can claim for compensation according to Indonesian Civil Law and Islamic Law Fiqh. The conclusion of this thesis, according to tort theory in Indonesian Civil Law and laa dharaa walaa dhirar principle in Islamic Fiqih Law someone who is disadvantages by false promises to marry can claim for compensation."
2017
S66813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>