Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129942 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indri Puspita Sari
"Pembagian, pemanfaatan, dan pengelolaan satuan unit lanskap masyarakat suku Dayak Ngaju, khususnya di Kecamatan Mantangai merupakan strategi masyarakat lokal untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Lokasi penelitian berada di Desa Tumbang Muroi, Tumbang Mangktup, dan Katimpun, Kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah pada Juli-Agustus 2018. Penelitian bertujuan untuk mendokumentasikan secara ilmiah pengetahuan lokal masyarakat dalam membagi unit-unit lanskap dan menganalisis pemanfaatan serta pengelolaan unit lanskap berbasis kearifan lokal masyarakat. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara semi terstruktur, observasi langsung, dan studi literatur, sementara data kuantitatif diperoleh melalui Pebble Distribution Method yang dianalisis menggunakan Local Users Value Index (LUVI) dan struktur komunitas yang diperoleh melalui analisis vegetasi. Hasil menunjukkan bahwa masyarakat suku Dayak Ngaju membagi sembilan unit lanskap yaitu batang danum (sungai), lewu (permukiman), parakayu lindung (hutan lindung), parakayu desa (hutan desa), parakayu adat (hutan adat), teluk pipit dan keramat baga (tempat keramat), kabun gita (bekas kebun karet), tana (ladang pertanian), dan bahu rambung (bekas ladang). Pengetahuan lokal masyarakat membentuk heterogenitas terhadap komposisi unit lanskap sebagai proses adaptasi masyarakat. Struktur komunitas tumbuhan yang terbentuk adalah hasil dari intensitas pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat lokal dan kondisi lahan yang ada di masing-masing unit lanskap. Nilai pemanfaatan satuan unit lanskap oleh laki-laki dan perempuan pada masing-masing desa sangat beragam. Pemanfaatan unit lanskap tertinggi bagi laki-laki terdapat pada hutan lindung, sungai, dan permukiman, sedangkan bagi perempuan tertinggi yaitu sungai dan bekas kebun karet. Hasil LUVI menunjukkan setiap kategori guna dapat ditemui sesuai dengan lokasi pemanfaatannya. Pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat merupakan kepercayaan dan keyakinan masyarakat itu sendiri sehingga mampu memengaruhi presepsi masyarakat terhadap pemanfaatan dan penggunaan setiap satuan unit lanskap. Kearifan lokal masyarakat dalam mengelola lingkungan secara lestari dapat terlihat dari aturan dalam pengklasifikasian unit lanskap yang terbagi menjadi sembilan. Bentuk praktik konservasi tradisional terhadap pelestarian lingkungan meliputi sistem penebangan pohon dan pemeliharaan tempat keramat (teluk pipit dan keramat baga). Strategi pengelolaan berbasis tata nilai masyarakat suku Dayak Ngaju telah terwariskan secara turun temurun dan diharapkan mampu menjaga sumber daya alam secara berkelanjutan di masa mendatang.

The division, utilization and management of landscape units of the Dayak Ngaju tribe, especially in Mantangai Subdistrict, is a strategy of local communities to maintain their survival. The research sites were in the villages of Tumbang Muroi, Tumbang Mangktup, and Katimpun, Mantangai Subdistrict, Kapuas District, Central Kalimantan in July-August 2018. The study aimed to record scientifically the local knowledge of the community in dividing landscape units and analyzing the utilize and management of landscape units based on the local wisdom of the community. Qualitative data were obtained through semi-structured interviews, direct observation, and literature studies, while quantitative data were obtained through Pebble Distribution Method and analyzed using Local Users Value Index analysis (LUVI). The results show that local community divided into nine units of landscapes as a place to fulfill the daily needs of the Dayak Ngaju communities. The unit landscapes are batang danum (rivers), lewu (villages), parakayu (protected forest), parakayu (customary forest), parakayu (village forest), teluk pipit and keramat baga (sacred place), kabun gita (ex-rubber plantation), tana (fields of vegetables and rice plants), and bahu rambung (ex-fields or field that has not been used for a certain period of time). Local knowledge of the community forms heterogeneity in the composition of landscape units as a process of community adaptation. The plant community structure formed is the result of the intensity of the use of plants by local people and the condition of the land in each landscape unit. The value of the utilization of landscape units based on sex in each village is heterogeneous. The highest utilization of landscape units for men is in protected forests, rivers, and settlements, while for the highest utilization of women are rivers and rubber plantations. Based on analyzes results of LUVI shows that each category of use can be found according to the location of its utilization. Local knowledge owned by the community is the belief and it can influence the perception of the community towards the utilize of each unit of landscape based on the utilize category. The local wisdom of the community in managing the environment sustainably can be seen from the rules in classifying landscape units which are divided into nine. Traditional forms of conservation practices for environmental conservation include tree felling systems and the maintenance of sacred places (Teluk pipit and Keramat baga). The value-based management strategy of the Dayak Ngaju tribe community has been inherited from generation to generation and is expected to be able to sustain natural resources in a sustainable manner in the future."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
T54310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofiah Rohmat
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang etnobotani pada masyarakat suku Dayak Ngaju di kecamatan Mantangai, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, dari Februari ndash; Juli 2014 dan Februari ndash; Mei 2017. Tujuan penelitian untuk mendokumentasikan pengetahuan lokal tentang keanekaragaman tumbuhan dan pemanfaatannya pada berbagai kategori guna, serta keanekaragaman tumbuhan obat yang dimanfaatkan untuk mengobati berbagai penyakit. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, survey lapangan, observasi partisipatif dan Focus Group Discussion FGD dengan distribusi kerikil. Data dianalisis dengan statistika deskriptif, penghitungan nilai Local User rsquo;s Value Index LUVI dan nilai Index of Cultural Significance ICS . Terdapat 259 spesies yang termasuk ke dalam 193 genus dan 85 famili yang dikenal masyarakat suku Dayak Ngaju di kecamatan Mantangai. Spesies tetumbuhan tersebut dimanfaatkan untuk berbagai kategori kegunaan. Sebanyak 151 spesies dari 128 genus dan 68 famili dimanfaatkan untuk mengobati 78 jenis penyakit. Berdasarkan analisis LUVI, didapatkan 124 spesies tumbuhan yang dianggap penting berdasarkan persepsi masyarakat. Curcuma domestica dan Oryza sativa memeroleh nilai ICS tertinggi yaitu masing-masing 61 dan 60. C. domestica dimanfaatkan sebagai bumbu, obat dan pewarna, sedangkan O. sativa dimanfaatkan sebagai makanan pokok, ritual. dan obat tradisional. Nilai tertinggi ICS pada tumbuhan obat terdapat pada cabi Piper longum dan henda Curcuma domestica yang dimanfaatkan untuk mengobati meroyan dan berbagai jenis penyakit.

ABSTRACT
A research of ethnobotanical study of Dayak Ngaju tribe communities, in Mantangai sub district, Kapuas regency, Central Kalimantan was conducted from February to July 2014 and February to May 2017. The aim of this study was to preserve local knowledge of plant diversity and their uses and the diversity of medicinal plants to cure various disease. Data was collect through interview, field survey, participatory observation and Focus Group Discussion FGD by Pebble Distribution Method PDM . The data was analized by descriptive statistics, Local User rsquo s Value Index LUVI and Index of Cultural Significance ICS . A total of 259 plants species including 193 genus and 85 families known by Dayak Ngaju tribe communities in Mantangai sub district. Those plants species used for various useful category. A total of 151 plants species from 128 genus and 68 families used to cure 78 type of disease. Based on LUVI analysis, there were 124 plants species as important species based on communities perception. Curcuma domestica and Oryza sativa get the highest value of ICS as many as 61 and 60. Curcuma domestica used as flavor, medicine and dye color, while O. sativa used as staple food, ritual and traditional medicine. Cabi Piper longum and C. domestica get the highest value of ICS as medicinal category, which being used to cure meroyan and various of disease."
2018
T49384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabela Fikriyya
"

Masyarakat lokal memiliki pengetahuan mengenai ekologi dan pengelolaan sumber daya alam, termasuk masyarakat Jawa di Lereng Gunung Slamet. Lanskap yang dikenali oleh masyarakat lokal relatif beragam. Dokumentasi pengetahuan lokal dan pengelolaan sumber daya dapat dikaji melalui etnoekologi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis keanekaragaman dan karakteristik satuan lanskap yang dimanfaatkan oleh masyarakat, (2) mengungkapkan nilai kepentingan satuan lanskap dan jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat, (3) mengungkapkan cara pengelolaan satuan lanskap berdasarkan kearifan masyarakat, dan (4) menganalisis struktur komunitas di setiap satuan lanskap. Penelitian dilakukan di Desa (1) Ragatunjung, (2) Cipetung, dan (3) Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan secara observasi, wawancara semi terstruktur, Focus Group Discussion (FGD), Pebble Distribution Method (PDM), dan analisis vegetasi. Wawancara semi terstruktur dilakukan kepada 8 informan kunci dan 83 responsden yang ditentukan secara purposive sampling dan snowball sampling. Data pemanfaatan satuan lanskap diperoleh melalui Focus Group Discussion (FGD) dan Pebble Distribution Method (PDM) yang dianalisis menggunakan Local User’s Value Index (LUVI). Data analisis vegetasi d diolah dengan menentukan Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Kekayaan (DMg), Indeks Kemerataan (e’), dan Indeks Kesamaan (IS). Masyarakat Lereng Gunung Slamet mengenal sembilan jenis satuan lanskap yaitu, perawisan (pekarangan), wanah (hutan produksi), majegan (kebun), sabin (sawah), kubang buyut (kawasan rencana hutan lindung), perkebunan teh, Cagar Alam Telaga Ranjeng, tanah bengkok, dan tuk (sumber air). Wanah merupakan satuan lanskap terpenting bagi masyarakat karena merupakan ruang utama dalam pemenuhan kebutuhan hidup dengan nilai di Desa Ragatunjung (31,27), Desa Cipetung (53,55), dan Desa Pandansari (28,17). Oryza sativa L. memiliki nilai kepentingan tertinggi di dua satuan lanskap Desa Ragatunjung yaitu, sabin (22) dan wanah (12), sedangkan pada majegan adalah Syzygium aromaticum L. (6,68). Brassica oleracea L. memiliki nilai kepentingan tertinggi di dua satuan lanskap Desa Cipetung yaitu, majegan (4,20) dan pemukiman (3,5), sedangkan pada wanah adalah Zea mays L. (11,38). Solanum tuberosum L. memiliki nilai tertinggi di setiap satuan lanskap di Desa Pandansari yaitu, wanah (10,33), majegan (6,80), dan Rencana Hutan Lindung (RHL) (4,13). Pengelolaan satuan lanskap dilakukan dengan menerapkan sistem agroforestri untuk lahan kering dan terasering untuk lahan basah. Analisis struktur komunitas dapat dilihat pada Indeks Keanekaragaman berkisar antara 1,57—28,9 yang termasuk dalam kategori sedang yang menunjukkan bahwa lanskap tersebut dalam kondisi stabil. Indeks Kekayaan di lokasi penelitian berkisar antara 11,82—28,8, sedangkan Indeks kemerataan berkisar antara 0,11—0,92. Indeks kesamaan wanah dan majegan merupakan yang tertinggi yakni 62,67 yang termasuk kategori tinggi.


The local communities have various ecological knowledge and natural resources including, the Javanese ethnic on the slopes of Mount Slamet. The landscape recognized by local communities is relatively diverse between one region and another. Documentation of local knowledge and resource management can be studied through ethnoecology. This study aims to (1) analyze the diversity and characteristics of landscape unit utilized by these communities, (2) reveal the importance of the landscape unit and plant species used by the community, (3) reveal the way the unit is managed by the community based on community wisdom, and (4) analyze the structure community in each landscape unit. The research was conducted in (1) Ragatunjung, (2) Cipetung and (3) Pandansari Village, Paguyangan District, Brebes Regency, Central Java. Data collection was carried out by observation, semi-structured interviews, Focus Group Discussion (FGD), Pebble Distribution Method (PDM), and vegetation analysis. Semi-structured interviews were conducted with 8 key informants and 83 responsdents selected by purposive sampling and snowball sampling. Landscape utilization data were obtained through Focus Group Discussion (FGD) and Pebble Distribution Method (PDM) which were analyzed using Local User's Value Index (LUVI). Vegetation analysis was Performed on each landscape unit and processed by determining the Importance Value (INP), Diversity Index (H '), Richness Index (DMg), Evenness Index (e'), and Similarity Index (IS). The slopes of Mount Slamet community were categorized into nine types of landscape units namely, perawisan (yard), wanah (production forest), majegan (gardens), sabin (rice fields), kubang buyut (protected forest plan area), tea plantations, Telaga Ranjeng Nature Reserve, tanah bengkok and tuk (water sources). Wanah was the most important landscape unit in the community, due to its usefulness in meeting the needs of the residents Ragatunjung (31.27), Cipetung (53.55), and Pandansari (28.17). Oryza sativa L. has the highest importance in the Sabin (22) and wanah (12) Ragatunjung Village, while Syzygium aromaticum L. had the highest in majegan (6.68). Brassica oleracea L. has the highest importance value in the two landscape units of Cipetung Village, namely, majegan (4.20) and settlements (3.5), while in the wanah is Zea mays L. (11,38). Solanum tuberosum L. had the highest value in each landscape unit in Pandansari Village, both in wanah (10.33), majegan (6.80), and Protection Forest Plan (RHL) (4.13). Management of the landscape unit is carried out by applying an agroforestry system for dry land and terracing for wetlands. Analysis of community structure can be seen on the Diversity Index ranges between 1.57—28.9, and showed a significant stability, placed in the medium category. The Species Richness at the research site ranged from 11.82—28.8, while the Evenness Index ranged from 0.11—0.92. Lastly, for wanah and majegan was the highest of the Similarity Index (62.67) and placed in the high category.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Hamidah Sofyan
"Pembangunan bidang kesehatan khususnya kesehatan reproduksi belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Salah satu indikator adalah tingginya angka kematian bayi dan ibu bersalin, khususnya di masyarakat ekonomi lemah dan masyarakat tradisional.
Riset yang dilakukan mengenai persalinan pada komunitas Dayak Ngaju yang bermukim di Palangkaraya, Kalimantan Tengah bertujuan untuk mengungkapkan hal-hal yang menghambat pelaksanaan program dengan mengacu pada suatu asumsi apakah advesary model atau konflik kepercayaan antara sistem tradisional dan sistem medis moderen terdapat dalam penanganan persalinan pada masyarakat ini.
Metode yang digunakan adalah metode kualitalif dengan Tehnik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan Dokter ahli Kebidanan Dan Kandungan, bidan, bidan kampung, para pengguna. para ibu yang memiliki banyak pengalaman melahirkan dan menghadapi persalinan dalam ruang lingkup keluarga Serta tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan di bidang budaya persalinan.
Hasil temuan menunjukkan bahwa diantara tiga pilihan pelayanan persalinan yang ada, persalinan rumah multi-rawat merupakan penanganan persalinan yang banyak dipilih masyarakat.
Kesimpulan penelitian ini adalah pertama praktik persalinan multi-rawat merupakan bentuk persalinan yang realistis yang mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat, sesuai dengan kepercayaan dan kemampuan ekonomi. Kedua, praktik persalinan ini merupakan perpaduan dari sistem tradisional, sistem biomedis moderen, dan sistem perawatan rumah tangga dalam bingkai dasar sosial rumah tangga. Ketiga, perpaduan ketiga sistem dimungkinkan terjadi karena tejalinnya komunikasi berwawasan budaya dan toleransi yang tinggi dari bidan di satu pihak dengan pasien dan kerabatnya di lain pihak.
Disarankan agar pola komunikasi berwawasan budaya dijadikan acuan bagi praktisi medis dalam memberikan pelayanan persalinan pada masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22496
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana H. Sofyan
"Tesis ini merupakan suatu kajian tentang agama dan pengobatan dengan meneliti secara khusus kebudayaan suku Dayak Ngaju Kalimantan Tengah, yang bermukim di kota Palangkaraya. Kebudayaan yang diteliti adalah pengobatan tradisional suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah. Data temuan yang didapat menunjukkan adanya 2 sifat umum dari pengobatan ini, yaitu :
Pertama pengobatan tradisional yang dilakukan dengan upcara menurut agama Kaharingan, dimana para pengobat adalah juga para pemuka agama ini yang merupakan pemimpin kelompok, sementara pasiennya terdiri pemeluk agama Kaharingan dan juga pemeluk agama lainnya. kedua, pengobatan tradisional yang dilakukan oleh orang-orang yang mendapatkan keahlian itu dengan cara belajar dan mewarisinya dari generasi pendahulunya. Pengobatan jenis ini dapat dibagi atas klasifikasi menurut prakteknya yaitu :
1. Dengan menggunakan ramuan tumbuh-tumbuhan
2. Dengan menggunakan ramuan dan melakukan pengurutan serta pembacaan mantra
3. Dengan menggunakan mantra dan ramuan
4. Dengan menggunakan mantra dan melakukan peniupan kearah bagian tubuh yang sakit.
Pada kedua jenis pengobatan ini terdapat adanya suatu keterkaitan, yaitu kesamaan konsep dalam melakukan pengobatan, konsep tentang penyakit serta konsep tentang alat-alat pengobatan yang digunakan, yaitu kesemuanya berdasarkan konsep kosmologi serta konsep nilai atau teologi agama Kaharingan.
Konsep nilai, konsep teologi serta konsep kosmologi agama Kaharingan melekat erat pada masyarakat ini dan mampu bertahan ditengah-tengah perubahan sehingga nilai-nilai kepercayaan, ke Tuhanan serta kosmologi agama Kaharingan tetap dipercaya meskipun masyarakat sudah memeluk agama yang baru, yaitu Kristen dan Islam.
Kepercayaan terhadap pengobatan tradisional yang sangat erat dengan agama ini menjadi kuat pula. Pengobatan tradisonal yang dipraktekkan saat ini merupakan pengobatan asli yang sudah dimodifikasi dengan memasukkan unsur-unsur agama baru, yaitu Islam. Penggunaan agama Islam sebagai alat legitimasi, merupakan faktor yang mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan ini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Pendahuluan
1. Pengertian
Seni tradisi di Provinsi Kalimantan Tengah terutama pada etnis Dayak Ngaju baik yang berbentuk seni rupa, musik, sastra dan tari tidak dapat dihitung jumlahnya. Pada umumnya seni tradisi memiliki nilai etika dan estetika yang menakjupkan, disamping juga mempunyai kamampuan menyampaikan pesan budaya yang adiluhung, baik melalui jalur pendidikan baik formal atau non formal dimulai dari tingkat sekolah dasar. Muatan lokal seni tari yang akan diajarkan adalah tari Kenjan Halu, Kinyah mandau atau Giring-giring.
2. Fungsi
2 1. Untuk mengembangkan daya kreativits anak.
2.2. Memberikan pengalaman siswa untuk bermasyarakat dan berorganisasi
2.3. Sebagai sarana komunikasi antar siswa dilingkungannya
2.4. Memberikan pengenalan kemahiran bergerak dalam suatu kerjasama yang baik dan disiplin yang baik.
2.5 Memberi pengalaman melenturkan anggota tubuh dengan gerakan tarian yang teratur.
2.6. Meningkatkan rasa cinta pada budaya sendiri.
2.7. Menumbuhkan rasa kebersamaan dan meningkatkan rasa percaya diri.
3. Tujuan
3.1. Tujuan 1nstruksional umum
3.1.1. Agar siswa mengetahui keberadaan kesenian tradisi di daerahnya.
3.1.2. Agar siswa mengenal secara lannsung tari kenjan halu. salah satu tari dari tari tradisi lainnya.
3.1.3. Agar siswa mampu memahami, menghargai, menghayati dan bersikap positif terhadap seni etnis tradisi di lingkungannya.
3.1.4. Agar siswa ikut merasa bertanggung jawab untuk melestarikan tari kanjam hulu sebagai warisan leluhurnya.
3.2. Tujuan lnstruksiomd Khusus
3.2.1. Agar siswa memiliki pengalaman menari tari Kanjam Hulu dengan baik.
3.2.2. Agar siswa mempunyai dasar pengetahuan tari yang akan mendorong kreativitas seni di kemudian hari.
3.2.3. Agar siswa mampu menhhayati nilai-nilai budaya leluhur dan mentranformasikan kedalam kehidupan sehari-hari."
Depok: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2002
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Bahrianoor
"[ABSTRAK
Tesis ini membahas peran modal sosial dalam memenuhi sumber
penghidupan pada Komunitas Adat Dayak Ngaju di Manusup Kalimantan
Tengah. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa modal sosial mempunyai peran penting dan
berfungsi dalam memperluas hubungan kerjasama, baik hubungan dalam
kebutuhan sosial maupun hubungan dalam kebutuhan sumber penghidupan.
Hubungan dalam kebutuhan sosial berfungsi melahirkan solidaritas sosial yang
terbentuk melalui institusi sosial keadatan maupun agama. Sedangkan hubungan
dalam kebutuhan sumber penghidupan berfungsi menopang ketahanan ekonomi
dengan cara membuka interaksi dalam penguatan jaringan yang saling
menguntungkan, baik yang bersifat bonding, bridging dan linking capital.
Bonding capital berperan membentuk kebersamaan dan kerekatan
hubungan emosional dan mampu memperkuat pertalian intarnal. bridging capital
mampu membuka jalan dan menstimulasi perkembangan komunitas. Sedangkan
linking capital membawa manfaat yang besar terhadap kemajuan desa Manusup,
yaitu kemajuan sarana pendidikan desa dan pengembangan potensi keahlian yang
dimiliki dalam mendapatkan sumber penghidupan.

ABSTRACT
The thesis explains the role of the social capital to fulfill the life source at the
traditional community of Dayak Ngaju in Manusup, Central Borneo. This
research is a qualitative one with a descriptive design. The result shows that social
capital has important role and functioned itself to expand official relationship for
social and fulfill the life needs. The relation on social needs was meant to born the
social solidarity which was build social institution and/or religion, while the
relation of life resources was meant to hold the economy hall by opening the
interaction on social network mutualism for bonding, bridging and linking capital.
Bonding capital rolled as an institution to build togetherness and
emotional relationship, and give the internal brotherhood bound stronger.
Bridging capital could open the way and stimulate the community development,
while linking capital bring big advantages for Manusup?s development, i.e.
village?s education and human resources development which had by life
resources.;The thesis explains the role of the social capital to fulfill the life source at the
traditional community of Dayak Ngaju in Manusup, Central Borneo. This
research is a qualitative one with a descriptive design. The result shows that social
capital has important role and functioned itself to expand official relationship for
social and fulfill the life needs. The relation on social needs was meant to born the
social solidarity which was build social institution and/or religion, while the
relation of life resources was meant to hold the economy hall by opening the
interaction on social network mutualism for bonding, bridging and linking capital.
Bonding capital rolled as an institution to build togetherness and
emotional relationship, and give the internal brotherhood bound stronger.
Bridging capital could open the way and stimulate the community development,
while linking capital bring big advantages for Manusup?s development, i.e.
village?s education and human resources development which had by life
resources., The thesis explains the role of the social capital to fulfill the life source at the
traditional community of Dayak Ngaju in Manusup, Central Borneo. This
research is a qualitative one with a descriptive design. The result shows that social
capital has important role and functioned itself to expand official relationship for
social and fulfill the life needs. The relation on social needs was meant to born the
social solidarity which was build social institution and/or religion, while the
relation of life resources was meant to hold the economy hall by opening the
interaction on social network mutualism for bonding, bridging and linking capital.
Bonding capital rolled as an institution to build togetherness and
emotional relationship, and give the internal brotherhood bound stronger.
Bridging capital could open the way and stimulate the community development,
while linking capital bring big advantages for Manusup’s development, i.e.
village’s education and human resources development which had by life
resources.]"
2015
T43676
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noormila Stiatin Vitrie
"ABSTRAK
Upacara tiwah adalah upacara kematian tahap terakhir yang diselenggarakan Dayak Ngaju penganut agama Kaharingan, untuk mengantar roh orang yang meninggal ke Lewu Tatau (Surga). Upacara yang dilaksanakan secara turun-temurun ini merupakan kewajiban keluarga yang hidup, apakah dia wanita atau pria terhadap kerabatnya yang meninggal dunia.
Pandangan hidup orang Dayak Ngaju didasari asas"mendeng sama kagantung, munduk sama karandah" (berdiri sama tinggi, duduk sama rendah) menunjukkan kedudukan wanita dan pria yang sederajat dan tercermin dalam kehidupan sehari-hari baik dalam rumah tangga maupun dalam pergaulan masyarakat yang lebih luas. Masalah yang menarik untuk diteliti adalah peranan wanita dalam upacara tiwah yang menunjukkan kesederajatannya dengan pria.
Penelitian ini mengikuti kerangka teori bahwa peranan adalah pola perilaku yang ditentukan bagi seseorang yang menempati kedudukan atau status tertentu. Status itu menjadi berarti bila dua atau lebih individu diperbandingkan. Keluarga dan rumah tangga memberi status dan oleh karenanya peranan tertentu kepada anggotanya sesuai dengan budaya masyarakatnya.
Penelitian yang menerapkan metode kualitatif berprespektif wanita ini mengumpulkan data melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data lapangan diperoleh melalui pengamatan dan wawancara dengan kesepuluh orang informan dan dua narasumber yaitu rohaniwan agama Kaharingan (Basir). Kesepuluh informan terdiri atas wanita dan pria yang meniwah, baik yang beragama Kaharingan maupun beragama lain.
Penelitian ini menemukan dalam upacara tiwah lima peranan wanita yaitu (1) sebagai penanggung jawab, (2) sebagai petugas, (3) sebagai pembantu, (4) sebagai pemasak dan (5) sebagai peserta upacara. Walaupun peranan tersebut mengesankan pembagian kerja berdasarkan jender, ada hubungan saling melengkapi di antara peranan wanita dan peranan pria. Ungkapan "simbiose mutualistis" kiranya tepat untuk menggambarkan hubungan wanita dan pria Dayak Ngaju."
1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Septi Dhanik Prastiwi
"Sungai-sungai yang membelah Pulau Kalimantan memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia sejak masa lalu. Sungai memiliki peran dalam dinamika peradaban dan evolusi lingkungan pada kehidupan manusia hingga sekarang. Namun seiring dengan pembangunan jalan darat, makna sungai bagi masyarakat tepian sungai mengalami perubahan. Kajian ini melihat bagaimana masyarakat Dayak Ngaju memaknai sungai dalam ruang hidup yang berubah dengan adanya pembangunan. Penelitian dilakukan pada dua desa dengan karakteristik lokasi, karakteristik masyarakat, dan laju pembangunan yang berbeda yaitu Desa Talingke yang berada di tepian Sungai Katingan dan Desa Pangi yang berada di tepian Sungai Kahayan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan studi pustaka. Hasil dari kajian ini memperlihatkan bahwa karakteristik wilayah sungai, masyarakat dan laju pembangunan mempengaruhi masyarakat dalam memaknai sungai. Di satu sisi, masyarakat Pangi mulai meninggalkan aktivitas di sungai namun mereka masih memegang nilai-nilai sungai dalam kehidupannya. Sebaliknya, masyarakat Talingke masih memusatkan aktivitasnya di sungai namun tidak lagi sepenuhnya memegang nilai-nilai sungai dalam kehidupannya"
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya, 2021
900 HAN 5:1 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>