Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sirait, Theresia G.
"Perselisihan pajak yang terjadi antara PT XYZ dan Direktur Jenderal Pajak berasal dari penerbitan surat ketetapan kurang bayar oleh Kantor Pajak Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa PT XYZ tidak melaksanakan kewajibannya untuk memungut PPN untuk transaksi pengiriman layanan kena pajak yang dilakukan oleh mitra PT XYZ ke PT XYZ. PT XYZ keberatan dengan ketentuan tersebut dengan alasan bahwa mitra adalah penghasilan tidak kena pajak sehingga PT XYZ tidak dapat memungut PPN sebagaimana diamanatkan dalam PMK 73 / PMK.03 / 2010 yang menyatakan bahwa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas bumi kegiatan bisnis wajib mengumpulkan harus memungut PPN kepada mitra yang dikenakan pajak seperti yang ditunjukkan dengan penerbitan faktur pajak oleh mitra sebagai bukti pengumpulan PPN. Namun, Pajak Migas Office menemukan data bahwa mitra PT XYZ telah memenuhi kriteria sebagai pengusaha kena pajak sehingga PPN pungutan bisa dilaksanakan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanismenya penarikan PPN dalam kegiatan bisnis hulu migas; dan juga apakah penerbitan Surat ketetapan kurang bayar pajak untuk PT XYZ sesuai dengan ketentuan PT hukum pajak. Untuk menjawab masalah ini, metode penelitian hukum yuridis-normatif digunakan dan data analisis bersifat deskriptif-analitis. Berdasarkan Pasal 2 PMK No. 73/PMK.03/2010, Wajib Retribusi wajib memungut PPN terutang dari mitra yang merupakan pengusaha kena pajak, ditandai dengan penerbitan faktur pajak oleh mitra, maka Pungutan Wajib menyetor dan melaporkan hasilnya dari retribusi ke negara. Mitra yang dapat menerbitkan faktur pajak adalah mereka yang telah dikonfirmasi sebagai pengusaha kena pajak, baik secara sukarela maupun di kantor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak Surat ketetapan kurang bayar yang dikeluarkan oleh Kantor Pajak Migas melanggar Pasal 13 ayat (1) huruf e Undang-undang Ketentuan Umum dan Prosedur Pajak karena mitra adalah pengusaha yang belum dikonfirmasi sebagai pengusaha kena pajak sehingga kewajiban pajak tidak dapat dikenakan dinyatakan oleh Kantor Pajak Minyak dan Gas dalam argumen mereka untuk mengeluarkan penilaian pajak kurang bayar surat.
Pajak Penghasilan yang dikeluarkan oleh PT XYZ dan Direktur Jenderal Pajak Pengembalian Pajak dari ketetapan kurang dibayar oleh Kantor Pajak Minyak dan Gas Bumi yang menyatakan bahwa PT XYZ tidak perlu membayarnya untuk memungut PPN untuk pengantaran dan pengiriman pajak XYZ. PT XYZ setuju dengan ketentuan tersebut dengan alasan bahwa mitra tidak mengizinkan pajak PT XYZ tidak dapat memungut PMK.03/2010 yang menyatakan bahwa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas bumi kegiatan wajib wajib memungut PPN bagi mitra yang membayar pajak sesuai yang diminta dengan mengajukan faktur pajak oleh mitra sebagai pengganti PPN. Namun, Kantor Pajak Migas menemukan data yang menjadi mitra PT XYZ telah memenuhi kriteria sebagai pengusaha kena pajak agar PPN bisa dilaksanakan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana mekanismeismenya melibatkan PPN dalam kegiatan bisnis hulu migas; dan juga apakah persetujuan Surat ketetapan kurang bayar pajak untuk PT XYZ sesuai dengan ketentuan PT hukum pajak. Untuk menjawab masalah ini, metode penelitian hukum yuridis-normatif digunakan dan analisis data deskriptif analitis. Berdasarkan Pasal 2 PMK No. 73/PMK.03/2010, Wajib Retribusi wajib memungut PPN terutang dari mitra yang merupakan pengusaha kena pajak, ditandai dengan mengenakan faktur pajak oleh mitra, maka Pungutan Wajib menyetor dan dilaporkan menimbulkan dari retribusi ke negara. Mitra yang dapat menerbitkan faktur pajak adalah yang telah diundang sebagai pengusaha kena pajak, baik secara sukarela maupun di kantor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak Surat ketetapan kurang dibayar yang dikeluarkan oleh Kantor Pajak Migas Pasal 13 ayat (1) huruf e Undang-undang Ketentuan Umum dan Prosedur Pajak karena mitra adalah pengusaha yang tidak memerlukan sebagai pengusaha kena pajak oleh Kantor Pajak Minyak dan Gas dalam perdebatan mereka untuk mengeluarkan pajak kurang membayar surat.

The tax dispute that occurred between PT XYZ and the Director General of Taxes originated from the issuance of tax underpayment assesment letter by Oil and Gas Tax Office stating that PT XYZ did not carry out its obligations to collect VAT for the taxable service delivery transaction carried out by PT XYZ partners to PT XYZ. PT XYZ objected to the provision on the grounds that the partner was a non-taxable incomeso PT XYZ could not collect VATas mandated in PMK 73/PMK.03/2010 which states that the Cooperation Contract Contractor (KKKS) of oil and gas business activities is obligatory to collect must levy VAT to partners who are taxable as indicated by the issuance of tax invoices by partners as proof of VAT collection. However, Oil and Gas Tax Officefound data that PT XYZ partners have met the criteria as taxable entrepreneurs so that VAT levies can be implemented. The problems raised in this research are how is the mechanism for withdrawal of VAT in upstream oil and gas business activities; and also whether the issuance of tax underpayment assessment letterin the case of PT XYZ is in accordance with the provisions of tax law.To answer these problems, juridical-normative legal research methods are used and data analysis is descriptive-analytical. Under Article 2 PMK No. 73/PMK.03/2010, Obligatory Leviesis obliged to collect the payable VAT from partners who are taxable entrepreneurs, marked by the issuance of tax invoices by partners, then Obligatory Leviesdeposits and reports the results of the levies to the state. Partnerswho can issue tax invoices are those who have been confirmed as taxable entrepreneur, both voluntarily and in office. The results showed that the tax underpayment assessment letterissued by Oil and Gas Tax Officeviolated Article 13 paragraph (1) letter e General Tax Provisions and Procedures Lawbecause partners are entrepreneurs who have not been confirmed as taxable entrepreneurso that tax obligations cannot be imposed as stated by Oil and Gas Tax Officein their arguments for issuing tax underpayment assessment letter."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abdur Rozaq
"ABSTRAK
Sengketa pajak terkait pinjaman tanpa bunga pada perusahaan yang memiliki hubungan istimewa masih sering terjadi sampai sekarang. Fiskus mengoreksi pinjaman tanpa bunga menjadi terhutang bunga dengan suku bunga wajar. Namun, dari sekian banyak Putusan Pengadilan Pajak, justru sengketa tersebut sebagian besar dimenangkan oleh Wajib Pajak. Oleh karena itu, perlu menganalisis sengketa pajak atas transaksi pinjaman tanpa bunga pada perusahaan yang memiliki hubungan istimewa. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sengketa pajak atas transaksi pinjaman tanpa bunga pada perusahaan yang memiliki hubungan istimewa terjadi ketika transaksi pinjaman tanpa bunga tidak menunjukkan karakter sebagai pinjaman atau transaksi lain yang menunjukkan karakter sebagai pinjaman tanpa bunga. Penentuan karakter yang tidak tepat menyebabkan perlakuan pajak tidak sesuai dengan substansi ekonominya. Oleh karena itu, hal ini harus dilihat dengan menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha untuk mencegah praktik penghindaran pajak. Namun, ketika regulasi yang mengatur transaksi pinjaman tanpa bunga tidak jelas dan terdapat kesenjangan di dalam penerapannya oleh administrasi pajak, yaitu menjadikan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 sebagai panduan untuk melakukan pemotongan withholding tax, akan menimbulkan ketidakpastian.

ABSTRACT
Interest free loans dispute on related company transaction still and often occur today. Tax Authority corrected interest free loans into arm rsquo s length interest rate. However, Tax Court largely has won the Taxpayer on that dispute. Therefore, it is necessary to analyze the tax dispute on interest free loan transaction on related company. This research was conducted by qualitative approach with in depth interview data collection and literature study. The results of the study indicate that the tax dispute on interest free loan transaction among related companies occurs when the interest free loan transaction does not indicate the substance as a debt or other transaction that indicates the character as an interest free loan. The improper characterization causes the tax treatment to be inconsistent with the substance. Therefore, it should be reviewed by applying the arm rsquo s length principle to prevent tax avoidance practices. However, when the regulation about interest free loan transaction is unclear and there is a gap in its application by the tax auditor, such as applying Article 12 of Government Regulation No. 94 year 2010 as a guidance for withholding tax, it will create uncertainty. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfa Rahmah
"ABSTRACT
This study aims to determine the nature of tax disputes in Indonesia and the characteristics of companies that have disputes. The tax dispute is indicated by the tax assessment letter as a result of tax auditing due to the tax gap between the taxpayer and the directorate general of tax. The sample used in this study is companies listed in IDX in 2015. Based on the content analysis of companies in the 2015 annual reports, we found that 73.17 of the companies in the sample were involved with the tax dispute and most of the disputes come from corporate income tax and value added tax. Most of these cases came from tax returns in 2012 which is 26.30 . However, 71.1 of companies chose to accept the results of their tax audit. We also found that the characteristics of the companies having dispute are from property, real estate and building construction for 91 of total sample for its category, 51.67 of companies using non big four auditors, 56.67 of companies in the 26 50 year age category, 56.56 of companies in the category of assets totaling 1 5 trillion, 75 of companies having profits of less than 1 billion, 41.67 of companies having a liquidity above 0.2 and 46.67 of companies having 0 20 foreign ownership.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan sengketa pajak di Indonesia dan karakteristik perusahaan yang memiliki sengketa. Sengketa pajak tersebut ditunjukkan oleh SKP sebagai hasil pemeriksaan pajak karena adanya perbedaan penghitungan pajak antara wajib pajak dan direktorat jenderal pajak. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2015. Berdasarkan analisis isi perusahaan pada laporan tahunan 2015, ditemukan bahwa 73,17 perusahaan dalam sampel terlibat dalam sengketa pajak dan sebagian besar perselisihan berasal dari pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai. Kebanyakan kasus berasal dari SPT di tahun 2012 yaitu sebesar 26.30 daro total kasus yang ada. Namun, 71,1 perusahaan memilih untuk menerima hasil pemeriksaan pajak tersebut. Penelitian ini juga menemukan bahwa karakteristik perusahaan yang terlibat dalam sengketa berasal dari sektor properti, real estat dan konstruksi bangunan sebesar 91 dari total sampel untuk kategori tersebut, 51,67 perusahaan yang menggunakan auditor bukan berasal dari Big 4, 56,67 perusahaan di kategori umur 26-50 tahun, 56,56 perusahaan di kategori aset sebesar 1-5 triliun, 75 perusahaan memiliki laba kurang dari 1 milyar, 41,67 perusahaan memiliki likuiditas di atas 0,2 dan 46,67 perusahaan memiliki kepemilikan asing sebesar 0-20."
2017
S68571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Ananda
"Laporan magang ini menganalisis kasus sengketa pajak PT ADZA yang berkaitan dengan pengkreditan Pajak Masukan atas Price Deduction for Consumer. Sengketa pajak tersebut berawal dari hasil pemeriksaan yang menyatakan bahwa Pajak Masukan atas Price Deduction for Consumer pada tahun 2015 tidak dapat dikreditkan sehingga Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Sengketa pajak yang sudah dalam proses banding di Pengadilan Pajak tersebut terjadi karena adanya perbedaan penafsiran dan pemahaman atas substansi transaksi Price Deduction for Consumer. Posisi PT ADZA dalam kasus ini lemah karena Faktur Pajak Masukan yang diterima dari lawan transaksi berasal dari transaksi yang seharusnya tidak terutang PPN. Berdasarkan analisis atas substansi transaksi dan kelengkapan Faktur Pajak Masukan, kasus sengketa pajak tersebut kemungkinan akan dimenangkan oleh DJP.

This internship report analyzes PT ADZA's tax dispute case related to the crediting of Input Tax on Price Deduction for Consumers. The tax dispute began with the results of an examination which stated that the Input Tax on Price Deduction for Consumers in 2015 could not be credited so that the Directorate General of Taxes (DGT) issued an Underpaid Tax Assessment Letter. The tax dispute, which is already in the process of being appealed to the Tax Court, occurred due to differences in interpretation and understanding of the substance of the Price Deduction for Consumer transaction. PT ADZA's position in this case is weak because the Input Tax Invoice received from the counterparty comes from a transaction that should not be subject to VAT. Based on the analysis of the substance of the transaction and the completeness of the Input Tax Invoice, the tax dispute case is likely to be won by the DGT."
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wishnuaji Widyatomo
"Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan berbagai upaya agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik tetapi tetap saja target penerimaan pajak yang beberapa tahun terakhir tidak tercapai serta tax ratio Indonesia yang masih cukup rendah dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Hal tersebut menjadi urgensi tujuan penelitian yaitu menganalisis kinerja administrasi pajak pada DJP berdasarkan indikator kompeten, Tax Administration Diagnostic Assessment Tool TADAT. Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan survei.
Analisis fokus pada lima dimensi yaitu dimensi integritas basis data WP yang terdaftar, dimensi penunjang kepatuhan sukarela voluntary compliance, dimensi ketepatan pelaporan SPT, dimensi ketepatan pembayaran pajak, dan dimensi efektivitas penyelesaian sengketa pajak. Berdasarkan hasil penelitian, penilaian keseluruhan dimensi menggunakan kriteria TADAT memperoleh nilai yaitu 2,65 skala 1-4 atau 66,25. Hasil survei opini WP dan konsultan pajak terkait dimensi yang sama menunjukkan nilai 4,01 skala 1-6 atau 66,83 yang termasuk dalam kategori cukup baik.

Directorate General of Taxation has made various efforts in order to carry out their duties properly, however target tax revenue in last few years is not achieved and tax ratio of Indonesia is still quite low compared to other ASEAN countries. Those facts become the urgency to analyze the performance of tax administration on DGT based on competent indicator, Tax Administration Diagnostic Assessment Tool TADAT. Research was conducted quantitatively with data collection techniques in the form of interviews and surveys.
The analysis focuses on five dimensions the integrity of the registered taxpayer base, the supporting voluntary compliance, the timely filing of tax declarations, the timely payment of taxes, and the effective tax dispute resolution. Research concludes, the assessment of overall dimensions using TADAT criterion got the value of 2,65 scale 1 4 or 66,25. The result of taxpayers and tax consultants opinion survey for the same dimensions shows the value of 4.01 scale 1 6 or 66.83 which falls in the good enough category.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S67328
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dalimunthe, Nikmatullah
"Skripsi ini membahas mengenai pelaksanaan penyelesaian sengketa banding peredaran usaha yang dihadapi oleh PT ABC di Pengadilan Pajak. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan studi lapangan. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: (i) Apakah perbedaan argumentasi antara PT ABC dan pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam upaya penyelesaian sengketa pajak terkait koreksi peredaran usaha dan (ii) Bagaimana penyelesaian sengketa banding PT ABC ditinjau dari asas kepastian hukum. Hasil penelitian ini (i) terdapat perbedaan pendapat antara DJP dan Wajib Pajak dalam memahami penyebab kerugian salah satu divisi PT ABC dan (ii) Putusan pengadilan pajak telah memenuhi asas kepastian hukum menurut indikator subjek pajak, tarif pajak, dan prosedur proses banding namun tidak untuk objek pajak. Penelitian ini menyarankan agar (i) Fiskus bisa bersikap lebih objektif dalam mengambil sebuah keputusan dan PT ABC bisa lebih komunikatif dalam penyampaian penjelasan terkait sengketa, dan (ii) Untuk menghindari kasus serupa, tepatnya dalam mengeliminasi perbedaan pendapat di dalam analisis transfer pricing di Indonesia, seharusnya ada peraturan tambahan yang mengakomodir lebih jelas dan lebih rinci. Hal ini dibutuhkan demi tercapainya kepastian hukum baik bagi Wajib Pajak maupun bagi fiskus.

This research aims to explore the appeal process on dispute of sales PT ABC at tax court. This research use quantitative descriptive strategy which is aims to collect and analyze data such as literature studies and field research. The main issues discussed on this research are: (i) the different argumentation between PT ABC and Director General of Taxes (DGT) on understanding the causes of loss of one of the division PT ABC and (ii) how the dispute resolution on appeal process of sales PT ABC in terms of the principle of certainty of law. Based on analysis (i) there is different argumentation between DGT and PT ABC that causes of loss of on one of division PT ABC and (ii) Tax Verdict has fulfilled the principle of certainty of law according to the indicator of tax subject, tax rate, and appeal process procedure. However, it does not apply for the tax object. This research suggest that (i) the tax authorities can be more objective on decision making and PT ABC could be more communicative in the delivery of an explanation regarding the dispute, and (ii) To avoid similar cases, specifically in eliminating dissent in the transfer pricing analysis in Indonesia, there should be additional regulations that accommodate a clearer and more detailed explanation and instruction. This is necessary in order to achieve certainty of law both for the taxpayer and the tax authorities."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
S61830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cerah Bangun
"Conflict of interest importir dengan pemerintah dalam penentuan nilai pabean sebagai dasar perhitungan bea masuk menjadi persoalan internasional. Importir cenderung membayar bea masuk sekecil-kecilnya, sedangkan pemerintah cenderung memungut bea masuk sebesar-besarnya. Karena telah menjadi persoalan dunia dan memengaruhi keadilan, kepastian, dan kemanfaatan perdagangan internasional, the General Agreement on Tariffs and Trade GATT telah membuat Article VII GATT sebagai acuan menghitung nilai pabean dengan tarif advalorem. Di Indonesia, Direktorat Jenderal Bea Cukai DJBC menemukan dan menganggap relatif banyak perhitungan nilai pabean oleh importir secara self assessment tidak tepat sehingga dilakukan koreksi atau penetapan. Sebaliknya, importir menganggap justru DJBC yang tidak tepat dalam menghitung nilai pabean sehingga importir mengajukan keberatan dan/atau banding ke Pengadilan Pajak. Sekitar 90 permohonan keberatan nilai pabean ditolak oleh lembaga keberatan DJBC dan sebaliknya lebih banyak permohonan banding nilai pabean dikabulkan oleh Pengadilan Pajak. Fakta itu menunjukkan kontradiksi perspektif perhitungan nilai pabean antara importir, DJBC, dan Hakim Pengadilan Pajak. Oleh karena itu, perlu diteliti faktor penyebabnya dan dicari solusinya melalui pertanyaan penelitian apakah penetapan nilai pabean di Indonesia telah sesuai dengan ketentuan Article VII GATT, bagaimana eksistensi lembaga keberatan beroep sebagai peradilan semu quasi rechtspraak , dan apakah Pengadilan Pajak dalam menyelesaikan sengketa nilai pabean memberikan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa implementasi perhitungan nilai pabean belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan GATT, lembaga keberatan belum berfungsi dengan baik, dan lembaga Pengadilan Pajak belum berperan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, disarankan agar dilakukan transformasi ketentuan nilai pabean, lembaga keberatan, dan lembaga banding. Di samping itu, perlu dilakukan perbaikan budaya hukum melalui internalisasi ketentuan nilai pabean terhadap importir, pejabat DJBC, dan Hakim Pengadilan Pajak. Sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman, seyogianya kelembagaan Pengadilan Pajak sepenuhnya di bawah Mahkamah Agung namun hakimnya harus mempunyai keahlian hukum dan perpajakan. Sebagaimana ruang lingkup perpajakan lebih luas daripada ruang lingkup pajak maka nama Pengadilan Pajak disarankan diganti menjadi Pengadilan Perpajakan. Secara filosofis, perpajakan bukan lagi sebuah kewajiban warga negara, tetapi sebuah hak warga negara berpartisipasi untuk membangun negaranya.

Conflict of interest between importers and the government in the determination of customs value as a basis for the calculation of import duty has become an international issue. Importers tend to pay the lowest import duties, while the government tends to collect the maximum import duties. Since it has become a global issue and affects the fairness, certainty, and usefulness of international trade, the General Agreement on Tariffs and Trade GATT has set out Article VII GATT as reference in calculating customs value by ad valorem rates. In Indonesia, the Directorate General of Customs DJBC finds and considers relatively large quantities of customs value reported by importers to be incorrect thus requiring correction or determination. On the other hand, importers consider that DJBC is not appropriate in determining the customs value as a result of which they file objection and/or appeal. Approximately ninety per cent of customs value objection applications are rejected by DGCE objection agencies while on the other hand the Tax Court tends to accept a greater number of customs value appeals. Such fact demonstrates the contradictory perspective in customs value calculation between importers, DJBC, and Tax Court Judges. Therefore, there is a need to examine the causal factors and seek solutions by answering the research questions, namely whether the determination of customs value in Indonesia has been in accordance with the provisions of Article VII GATT; the position of the objection agency beroep as quasi judiciary rechtspraak ; and whether in resolving customs value disputes the Tax Court provides justice, certainty, and expediency. Based on the research results, it has been found that the implementation of customs value calculation is not fully in accordance with the GATT provisions, the objection agencies are yet to be functioning properly, and the Tax Court is yet to fulfill its function properly. Therefore, it is advisable to transform customs value provisions, the objection body, as well as the appeals agency. In addition, it is necessary to improve the legal culture through internalization of customs value provisions among importers, DGCE officials, and Tax Court Judges. As part of its judicial powers, the institution of the Tax Court should be fully under the Supreme Court; however, judges need to possess legal and taxation skills. Considering that the scope of Taxation Perpajakan is broader than that of Taxes Pajak , it is recommended that the name Pengadilan Pajak Tax Court be changed to Pengadilan Perpajakan Taxation Court . Viewed from a philosophical perspective, taxation is no longer a citizen's duty, but rather a citizen's right to participate in developing his/her country.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
D2525
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Harsono
"Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah Departemen Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak (negara) dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di masyarakat. Adanya good governance dan manajemen organisasi yang sehat merupakan prasyarat untuk dapat mencapai keberhasilan dalam melaksanakan tugas DJP secara berkelanjutan, termasuk di dalamnya adalah usaha untuk menjamin proses organisasi yang lebih etis dan transparan.
Untuk itu, dalam rangka meningkatkan citra, kerja dan kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menuju ke arah profesionalisme dan menunjang terciptanya Pemerintahan yang baik (good governance), DJP telah melakukan upaya penyatuan arah dan pandangan bagi segenap jajaran DJP yang dapat dipergunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melaksanakan tugas baik manajerial maupun operasional. Pedoman tersebut berlaku di seluruh bidang tugas di seluruh unit organisasi DJP secara terpadu yang dinyatakan dalam visi, misi, strategi dan nilai acuan Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi pedoman engenai arah yang dituju, beban tanggung jawab, strategi pencapaiannya serta nilai-nilai sikap dan perilaku aparat.
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat penyesuaian terhadap sistem dan pelayanan yang baru pada Kanwil DJP Jakarta Khusus dengan menerapkan sistem administarsi perpajakan modern maka sejauh mana pengaruh antara sistem administrasi perpajakan modern terhadap kinerja Direktorat Jenderal Pajak yang dapat mendorong peningkatan kemandirian dan penerimaan pajak. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan dan menguraikan sistem pemungutan pajak dengan menggunakan sistem administrasi perpajakan modern yang profesional dan mengatahui sejauh mana pengaruh antara Sistem Administrasi Perpajakan Modern dengan Kinerja DJP. Sedangkan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode analisis regresi linier, dengan teknik pengumpuian data berupa studi kepustakaan dan studi lapangan. Analisis yang dilakukan bersifat analisis kuantitatif. Dari analisis diketahui terdapat hubungan antara Sistem Administrasi Perpajakan Modern dengan Kinerja Kanwil DJP Jakarta Khusus yaitu sebesar 0,771. Sedangkan besar pengaruh dari Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap Kinerja Kanwil DJP Jakarta Khusus adalah sebesar 0,595 atau 59,5%. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern dapat memberikan kontribusi sebesar 59,5% terhadap Kinerja Kanwil DJP Jakarta Khusus sedangkan sisanya sebesar 30,5% merupakan pengaruh dari faktor lain. Nilai koefisien regresi sebesar 0,716 memberikan arti bahwa penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern mempunyai pengaruh positif terhadap Kinerja Kanwil DJP Jakarta Khusus. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Sistem Administrasi Perpajakan Modern mempunyai hubungan dengan Kinerja Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus yaitu sebesar 0,771. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara Sistem Administrasi Perpajakan Modern dengan Kinerja Kanwil DJP Jakarta Khusus.
Rekomendasi dalam penelitian ini adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus hendaknya melakukan evaluasi terhadap sistem tersebut secara terus menerus sehingga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam peningkatan kinerja DJP.

Directorate General of Tax (DGT) as one of Government institution under Finance Department which has a mandatory task in securing Tax Revenue that generally increases from year to year at the condition of changes challenging that happened at social life or economic in public. Existing good governance and healthy organization management is a pre-condition to reach success in running task of Directorate General of Tax (DGT) continuously, including the effort to guarantee more ethic and transparency of organization process.
For the purpose, in the way of raising image, working and suspecting create good governance, DGT has done the effort of way unity and view to DGT staff which can be used as guidance in running the task either management operational at all types of task in all unit of DGT organization in integrity as mentioned at vision, mission, strategy and value of tax General Directorate as a guidance about way of destination, portion of responsibility, achieving strategy and value of attitude and aptitude of staff.
Based on the above description, there will be adjustment to system and new service at DGT District Office Specific Jakarta by applying modern an administration system, therefore, how far is the influence between modern an administration system to work-perform Directorate General of Tax which is above support raising of independence and tax revenue.
The aim of this research is to explain and analyze tax-connecting system by using modern tax administration system professionally and knowing how far is the influence between modern tax systems to work-perform of DGT. While research method used in writing this thesis is linear regression analysis method, through data collecting technique of bibliography study and field study. And analysis character is quantitative analysis.
From the analysis, it is known that there is correlation of Modern Tax Administration System with work-perform of DGT District Office Specific Jakarta of 0.771. While influence value from Modern Tax Administration System to work-perform of DGT district Office is 0.595 or 59.5%. In this case shows that Modern Tax Administration system application could give contribution of 59.5% to work-perform of DGT District Office while the rest of 30.5% is the influence of other factor. Regression Coefficient value is 0.716 shows that Modern Tax Administration System has positive influence to work-perform of DGT District Office specific Jakarta. The summary of this research is that Modern Tax Administration System has correlation with work-perform of DGT District Office of 0.771 shows that here is a quite strong correlation of Modern Tax Administration System with work-perform of DGT District Office Specific Jakarta.
Recommendation in this research is DGT District Office Specific Jakarta should do the evaluation to the system continuously to be able giving more bigger contribution in increasing work-perform of OCT.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabila Mareli
"Sengketa pajak merupakan hal yang tidak dapat dihindari, namun dapat diminimalisir. Dalam kurun waktu 6 tahun terakhir, jumlah sengketa pajak pada proses Banding mengalami peningkatan. Selain jumlah yang meningkat, 98,5% dari sengketa dalam proses Banding dimenangkan oleh Wajib Pajak. Direktorat Jenderal Pajak menanggapi isu ini dengan membentuk Quality Assurance yang bertujuan meminimalisir sengketa pajak. Tetapi, setelah Quality Assurance telah diterapkan, angka sengketa pajak tidak mengalami penurunan. Oleh karena itu, Quality Assurance perlu dianalisis penerapannya berdasarkan teori alternative dispute resolution dalam meminimalisasi sengketa pajak di Indonesia. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis penerapan Quality Assurance sebagai alternatif penyelesaian sengketa dalam meminimalisasi sengketa pajak di Indonesia beserta dengan faktor penghambatnya dan menganalisis perbandingan penerapan Quality Assurance di negara lain (khusunya Amerika Serikat) dengan penerapan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif, dengan didukung data dari studi lapangan dan wawancara mendalam dengan Direktorat Jenderal Pajak, Akademisi, Komite Pengawas Perpajakan, DDTC, dan CITA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebenarnya Quality Assurance merupakan jawaban atas permasalahan yang ada di Direktorat Jenderal Pajak, namun, dalam penerapannya Quality Assurance masih belum dapat mencapai tujuannya yaitu mengurangi angka sengketa pajak karena ketidakselarasan antara tugas, fungsi, mekanisme dan tujuan. Selain itu, faktor penghambat secara substansial menjadi faktor penghambat terbanyak dalam penerapan Quality Assurance. Dalam hal perbandingan dengan negara lain, Indonesia dapat menerapkan paradigm cooperative compliance yang telah diterapkan oleh Amerika Serikat dalam penyelesaian sengketa pajak.

Tax disputes cannot be avoided but can be minimized. In the last 6 years, the numbers of tax disputes in the appeal process has increased. Furthermore, 98,5% of the disputes in the appeal process were won by the Taxpayer. The Directorate General of Taxes responds to this issue by establishing Quality Assurance which aims to minimize tax disputes. However, after Quality Assurance has been implemented, the number of tax disputes has not decreased. Therefore, it is important to analyze the application of Quality Assurance based on the theory of Alternative Dispute Resolution in minimizing tax disputes in Indonesia. This study aims to analyze the application of Quality Assurance as an Alternative for Dispute Resolution in minimizing tax disputes in Indonesia along with its inhibiting factors and to analyze the comparison of the application of Quality Assurance in other countries (especially the United States) with the application in Indonesia. This research was conducted through a qualitative approach, supported by data from field studies and in-depth interviews with the Directorate General of Taxes, academics, Tax Omnbudsman, DDTC, and CITA. The results of this study indicate that Quality Assurance is the answer to the low quality of examination did by the Directorate General of Taxes, however, the feasibility of Quality Assurance has not been able to achieve its goal due to inconsistencies between its duties, function, mechanism, and aim. Moreover, the inhibiting factors were substantially the most inhibiting factor. Besides, in comparison with the United States, Indonesia can adopt the cooperative paradigm that has been applied by the United States to tackle tax disputes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Imelda Sari
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai adanya beberapa jenis Pajak Daerah yang duplikasi dengan objek Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan oleh Pemerintah Pusat. Adanya ketidak konsistenan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dalam mengecualikan barang dan jasa yang telah dikenakan Pajak Daerah, 7 (tujuh) jenis Pajak Daerah telah dikecualikan, namun 9 (sembilan) jenis Pajak Dearah lainnya masih dikenakan PPN juga ditingkat Pemerintah Pusat. Kegiatan intrepretasi dan sistematisasi hukum dilakukan disini untuk menemukan makna dari pengenaan Pajak Daerah tersebut. Metode sistematisasi hukum yang digunakan penulis adalah sistematisasi teleologikal, yakni menggunakan nilai dan kaidah yang melandasi teks undang-undang, yakni nilai dan kaidah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dalam teori kemanfaatan (utility), diperoleh kesimpulan bahwa Pajak Daerah ditujukan untuk kemandirian Pemerintah Daerah dalam otonomi daerah. Walaupun tidak semua daerah membutuhkan desentralisasi fiskal karena masih mengandalkan Dana Bagi Hasil sumber daya alam yang mesih sangat besar di daerah tersebut.

ABSTRACT
This thesis discusses the situation where the objects of some local taxes duplicate the objects of Value Added Taxes (VAT) administered by central government. There is inconsistency in VAT Law in excluding the objects of local taxes from VAT. There are 7 objects of local taxes excluded from VAT, whereas 9 objects of local taxes remain taxed in central government level. The law interpretation and systematization is used to find the objective of the enactment of local taxes. The teleological systematization is utilized as the law systematization using the values and doctrines that build the text of the Law which is social justice for the whole people of Indonesia. Under utility theory it is concluded that local taxes is directed toward the local government self funding under local autonomy regime, although there are some local government that do not need fiscal decentralization and still rely on Revenue-Sharing Fund from rich natural resources under their jurisdiction.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42109
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>