Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85219 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elizabeth Priscillia Halim
"Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lain yang diatur dalam undang-undang. Dengan adanya kesalahan, kelalaian, dan mengabaikan peraturan perundang-undangan, kode etik, dan moral yang berlaku baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, pada akhirnya dapat menimbulkan masalah di kemudian hari baik dalam bidang perdata maupun pidana seperti dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor: 701/PID.B/2018/PN.JKT.UTR. yang mana Notaris terbukti melakukan penipuan secara bersama-sama. Permasalahan penelitian adalah mengenai tanggung jawab Notaris terhadap cacat yuridis akta autentik sebagai bentuk tindak pidana penipuan, perlindungan hukum terhadap korban penipuan dalam pembuatan akta autentik, dan penerapan sanksi terhadap Notaris/PPAT yang terbukti melakukan tindak pidana penipuan. Menggunakan metode penelitian hukum normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder melalui penelitian kepustakaan. Data yang telah dikumpulkan dan diolah secara kualitatif diperoleh kesimpulan bahwa tanggung jawab Notaris terhadap penyimpangan atas akta autentik sebagai bentuk tindak pidana penipuan adalah dalam bentuk pidana penjara. Perlindungan terhadap korban penipuan dapat dilakukan dengan upaya-upaya hukum. Penerapan sanksi Notaris/PPAT dapat diajukan secara berkaitan dengan sanksi adminitratif.

A notary is a public official who is authorized to make authentic deeds and has other authorities stipulated in the law. With the existence of errors, negligence, and neglect of laws and regulations, codes of ethics, and morals that apply both intentionally and unintentionally, in the end it can cause problems in the future both in the civil and criminal fields such as in the North Jakarta District Court Decision Number: 701/PID.B/2018/PN.JKT.UTR. where the Notary is proven to have committed fraud together. The issue of research is the notary's responsibility for juridical disability of authentic deeds as a form of fraudulent crime, legal protection against victims of fraud in making authentic deeds, and the application of sanctions against Notaries/PPAT who have been proven to have committed fraudulent acts. Using normative legal research methods. The data used is secondary data through library research. Data that has been collected and processed qualitatively can be concluded that the notary's responsibility for juridical disability of authentic deeds as a form of fraud is in the form of imprisonment. Protection against fraud victims can be done by legal efforts. The application of Notary / PPAT sanctions can be submitted in relation to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Wulandari
"Penelitian ini menganalisis tanggung jawab notaris terhadap akta autentik yang memuat keterangan palsu, dengan fokus pada kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 898/Pid.B/2022/PN.JKT.BRT. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik sebagai alat bukti yang sah dalam hukum perdata. Namun, pelanggaran terhadap kode etik dan undang-undang sering kali menimbulkan permasalahan hukum, seperti dalam kasus ini, di mana notaris menyuruh menempatkan keterangan palsu dalam akta. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk mengkaji tanggung jawab pidana, perdata, dan administratif yang melekat pada notaris, serta akibat hukum dari akta yang memuat keterangan palsu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelanggaran oleh notaris dapat mengakibatkan sanksi pidana sebagaimana yang telah diputuskan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yaitu 1 tahun pidana penjara, sanksi perdata, dan terkait sanksi administrasinya yang berakibat kepada pencabutan kewenangan jabatan. Serta akta yang dibuat oleh notaris tersebut dianggap tidak memenuhi persyaratan formal dan materiil sesuai dengan UUJN dan UUPT. Temuan ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi notaris dalam meningkatkan kehati-hatian, kejujuran, dan ketaatan terhadap hukum dalam menjalankan tugasnya.

This research analyzes the responsibility of notaries for authentic deeds containing false information, focusing on the case of West Jakarta District Court Decision Number 898/Pid.B/2022/PN.JKT.BRT. Notaries are public officials authorized to make authentic deeds as valid evidence in civil law. However, violations of the code of ethics and the law often lead to legal problems, such as in this case, where the notary ordered to place false information in the deed. This research uses a normative juridical approach to examine the criminal, civil, and administrative responsibilities attached to notaries, as well as the legal consequences of deeds containing false information. The results show that violations by notaries can result in criminal sanctions as decided by the panel of judges of the West Jakarta District Court, namely 1 year imprisonment, civil sanctions, and related administrative sanctions which result in revocation of official authority. As well as the deed made by the notary is considered not to meet the formal and material requirements in accordance with the UUJN and UUPT. These findings are expected to be a guide for notaries in increasing prudence, honesty, and obedience to the law in carrying out their duties."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Mentari Paskadwi
"Pembuatan akta autentik yang dilaksanakan di hadapan notaris selaku pejabat umum harus sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 mengenai Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN). Pengenalan penghadap menjadi aspek penting pada proses pembuatan akta autentik, hal ini tercantum pada Pasal 39 UUJN yang menyebutkan bahwasannya notaris wajib “kenal” dengan penghadap. Tindakan menghadap adalah kehadiran secara fisik di hadapan notaris sesuai dengan yang tersebut dalam awal akta notaris. Kasus yang dibahas dalam penelitian ini adalah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 366/Pid.B/2021/Pn.Jkt.Sel. Permasalahan hukum yang dikaji dalam penelitian ini di antara lain adalah bagaimana peran dan tanggung jawab notaris untuk mengenal para penghadap berrdasarkan UUJN dan Permenkumhan Nomor 9 tahun 2017 tentang Prinsip Mengenali Pengguna Jasa bagi Notaris dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 366/Pid.B/2021/PN.Jkt.Sel dan bagaimana akibat hukum dari akta autentik yang dibuat oleh notaris dengan adanya identitas palsu milik penghadap dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 366/Pid.B/2021/PN.Jkt.Sel. Hasil analisis adalah dalam pembuatan dan penandatanganan akta autentik notaris tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip mengenali pengguna jasa dengan baik karena pada perkara tersebut notaris tetap malaksanakan penandatanganan akta-akta untuk penghadap yang menggunakan identitas palsu dan sengaja tidak memberikan nomor pada akta tersebut, atas perbuatannya notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban administrasi dan Kode Etik Notaris. Akibat hukum terhadap akta autentik yang mengandung identitas palsu adalah kekuatan pembuktian dari akta autentik tersebut terdegradasi menjadi akta di bawah tangan karena tidak terpenuhinya syarat akta autentik berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata. Notaris dapat dimintakan pertanggung jawaban perdata oleh pihak dalam akta maupun pihak ketiga yang dirugikan atas dasar Pasal 1365 KUHPerdata apabila notaris terbukti melakukan suatu perbuatan melawan hukum.

The making of authentic deeds which held in the presence of notary as a public official has to be in accordance with Legislation act number 1868 KUHPerdata. If the requirement of knowing the appearers did not meet, the authentic deed’s power of proof is degraded to non authentic deed. The case discussed in this research is based on District Court of South Jakarta Ruling No. 366/Pid.B/2021/Pn.Jkt.Sel. Some of the legal issues studied in this research, is how notary acted and responsible to get to know the appearers according to UUJN and Permenkumham Number. 9 year of 2017 concerning the Principle of Knowing Customer to Notary in District Court Ruling Number 366/Pid.B/2021/PN.Jkt.Sel and how legal consequences from authentic deeds made by notary with false identity of appearers in District Court Ruling 366/Pid.B/2021/PN.Jkt.Sel. To answer these legal issues, juridicial normative research method with explanatory research type is used.  The analysis result in the making and signing of authentic deed, notary did not used the Prudence Principle and Knowing Your Customer Principle very well because in those issues, notary is still signing the deeds to appearers whom provide false identity and deliberately did not giving number on those deeds, for this action, notary can be held accountable administratively and Notary’s Code of Ethic. Legal consequences on authentic deeds which contain false identity is the power of the authentic deeds itself is degrading to non-authentic deeds because the authentic deeds requirement did not meet according to Article 1868 KUHPerdata. Notary can be held responsible civilly by parties in the deeds or even the third party who had been harmed based on the Article 1365 KUHPerdata if the notary is proven to do an act of breaking the law."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marbun, Riris Marito
"Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris memberikan jaminan kepastian hukum, ketertiban, dan perlindungan hukum berkaitan dengan tugas dan fungsi jabatan Notaris. Notaris sebagai Pejabat Umum mengemban jabatan kepercayaan yang terhormat sehingga dalam menjalankan jabatannya berpedoman dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris. Melalui akta yang dibuatnya Notaris harus dapat memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang menggunakan jasa Notaris. Akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris dapat menjadi bukti autentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai suatu peristiwa atau kejadian hukum. Dalam membuat akta autentik, harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil sehingga akta tersebut mempunyai pembuktian yang sempurna. Dalam mengimplementasi prinsip kehati-hatian Notaris dalam proses pembuatan akta yang harus diperhatikan oleh Notaris sebagai pejabat umum, harus dilakukan mulai dari pengenalan para pihak yang menghadap, pemeriksaan dokumen-dokumen yang diberikan hingga keinginan yang diminta penghadap untuk dituangkan kedalam akta autentik. Implementasi prinsip kehati-hatian Notaris hendaknya diterapkan oleh setiap Notaris agar akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris tidak menimbulkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan. Selain menimbulkan kerugian, jika dalam pembuatan akta autentik Notaris tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian, akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris dapat batal demi hukum atau setidak-tidaknya dapat dibatalkan sepanjang akta tersebut dapat dibuktikan telah melanggar ketentuan. Hal tersebut kemudian juga menjadi kewajiban Notaris dalam rangka menghindari penghadap tidak beritikad baik yang memberikan keterangan palsu, yang harus dilaksanakan dengan cermat, teliti dan saksama khususnya dalam pembuatan akta autentik, sehingga persoalan mengenai penghadap tidak beritikad baik dengan memberikan keterangan atau dokumen palsu tidak akan terjadi lagi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yang di dukung dengan metode kepustakaan dengan meneliti bahan-bahan pustaka dan data dari wawancara dengan narasumber, dengan tujuan untuk menganalisis implementasi prinsip kehati-hatian dalam proses pembuatan akta yang harus diperhatikan oleh Notaris sebagai pejabat umum dan untuk menjelaskan kewajiban Notaris dalam rangka menghindari penghadap tidak beritikad baik yang memberikan keterangan palsu

Law Number 2 of 2014 concerning Amendments to Law Number 30 of 2004 concerning the Position of Notary Public provides guarantees of legal certainty, order and legal protection related to the duties and functions of the Notary's position. Notaries as Public Officials carry out respectable positions of trust so that in carrying out their positions they are guided by the Law on Notary Position and the Notary Code of Ethics. Through the deed he made, a notary must be able to provide legal certainty to parties who use the services of a notary. Deeds made by or before a Notary can be authentic evidence in providing legal protection to any parties who have an interest in the deed regarding an event or legal event. In making an authentic deed, it must meet the formal requirements and material requirements so that the deed has perfect proof. In implementing the notary's precautionary principle in the process of making a deed that must be considered by a notary as a public official, it must be carried out starting from the introduction of the parties facing, examining the documents provided to the wishes requested by the appearer to be poured into an authentic deed. The implementation of the notary's precautionary principle should be applied by every notary so that the deed made by or before a notary does not cause harm to interested parties. In addition to causing losses, if in making authentic deeds the Notary does not pay attention to the principle of prudence, the deed made by or before a Notary may be null and void or at least can be canceled as long as the deed can be proven to have violated the provisions. This then also becomes the Notary's obligation in order to prevent appearers from not having good faith giving false statements, which must be carried out carefully, thoroughly and thoroughly, especially in making authentic deeds, so that problems regarding appearers not having good faith by providing false statements or documents will not occur. again. This research was conducted using a normative juridical approach supported by the literary method by examining library materials and data from interviews with informants, with the aim of analyzing the implementation of the precautionary principle in the process of making deeds that must be considered by Notaries as public officials and to explains the Notary's obligations in order to avoid bad faith appearers giving false statements"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninditha Purwandari
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan teori voortgezette handeling yang merupakan suatu bentuk ajaran gabungan tindak pidana pada kasus tindak pidana korupsi dengan melihat dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam memutus sengketa yang berkaitan dengan hal ini. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hasil penelitian adalah penerapan voortgezette handeling pada kasus tindak pidana korupsi kerap dicampuradukkan dengan penerapan bentuk gabungan tindak pidana lain yaitu meerdaadse samenloop.Terdapat putusan yang tidak memadai dalam menjelaskan dasar digunakannya teori voortgezette handeling. Hakim dan Jaksa kurang memperhatikan masalah penerapan gabungan tindak pidana karena bukan merupakan materi pokok, Hakim berpendapat jika dipermasalahkan akan menyebabkan pelaku tidak dapat dipidana. Namun, ternyata tidak terbutinya Pasal mengenai gabungan tindak pidana tidak menyebabkan putusan menjadi bebas.
Atas hasil penelitian ini terdapat empat saran. Saran pertama agar digunakan ukuran adanya penentuan jumlah hasil yang akan diperoleh dalam suatu tindak pidana korupsi untuk memenuhi syarat adanya satu niat yang menjadi kehendak dasar dari tiga syarat terdapatnya suatu voortgezette handeling. Saran kedua agar hakim mengembalikan dakwaan untuk dibenarkan saat menemui penerapan voortgezette handelingyang salah sebelum sidang dimulai. Saran ketiga agar hakim membenarkan penerapan gabungan tindak pidanapada amar putusannya namun dengan tetap menjatuhkan pidana tidak lebih dari yang dapat diancamkan stelsel pemidanaan voortgezette handeling yang telah didakwakan. Saran keempat menerapkan ajaran gabungan tindak tindak pidana pada tindak pidana dengan ancaman pidana minimum khusus seperti yang tertuang dalam RKUHP dengan melakukan penafsiran futuristik.

This thesis systematically elaborates the implementation of the voortgezette handeling theory, which has become one of the main aspects in criminal conduct concurrence subject. The implementation of such theory could be seen in the legal analysis in the verdicts which were made by the Judges ofCorruption Court on Central Jakarta District Court. Based on this research, judges tend to make a mixture between voortgezette handeling and meerdaadse samenloop, the other type of criminal conduct concurrences. The judges provided inadequate analysis to implement such voortgezette handeling theory on their verdict. Both judges and prosecutors seem pay less attention to the criminal act concurrence matters. Judges also seem concerned that if such theory mistakenly applied, the defendant could be found as not guilty. However, even if the article about the criminal act concurrence had not proven, that does not mean the defendant is automatically decided as not guilty.
There are four suggestions regarding this concern. First, that would be better if the result of the corruption conduct to be determined before in order to answer the question whether the requirements of voortgezette handeling theory had been fulfilled or not. Second, would be better if the judges send the prosecution letter back to the prosecutor to be revised, as long as the trial has not been started, in case any mistake on the voortgezette handeling theory implementation had been found. Third, the judge shall be encouraged to confirm the implementation of any criminal act concurrence whenever found, and this does not mean that the main penalty prosecuted could be reduced by such confirmation. Fourth, judges shall be encouraged to implement the criminal act concurrence matters as provided in the Draft of the New Criminal Code of Republic Indonesia by conducting futuristic interpretation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S47533
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Ramadhan Saputra Djamaswar
"Tesis ini membahas mengenai bentuk dan substansi cacat yuridis akta Pejabat Pembuatan Akta Tanah dikaji dalam prespektif kebatalan dan degradasi kekuatan bukti. Pokok permasalahan adalah mengenai bentuk substansi dan fungsi Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang cacat yuridis dalam Pendaftaran tanah serta implikasinya dalam putusan pengadilan terhadap cacat yuridis Akta Jual Beli. Penulis mengadakan penelitian dengan metode penelitian yang bersifat yuridis normatif, tipologi penelitiannya bersifat deskriptif analitis, dan teknik analisis datanya secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bentuk substansi dan fungsi akta PPAT dalam pendaftaran tanah yaitu sesuai pada kasus putusan, bentuk perbuatan hukum atau bentuk formil dari perbuatan jual beli adalah berbentuk Akta Jual Beli yang merupakan produk PPAT yaitu sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah, sedangkan fungsi akta PPAT yaitu harus menjadi syarat agar peralihan hak atas tanah dapat didaftarkannya pada kantor pertanahan sesuai dalam peraturan mengenai pendaftaran tanah dan Implikasi dari cacat yuridis akta PPAT pada Putusan berakibat perbuatan hukum yang dilakukan yaitu jual beli tidak mempunyai akibat hukum, Akta Jual Beli dianggap tidak pernah lahir meskipun telah didaftarkan sebelumnya, hal itu berimplikasi pada kantor pertanahan yang mengharuskan mengembalikan hak atas tanah dikarenakan sebelumnya telah didaftarkan oleh kantor pertanahan menjadi kembali seperti semula sebelum Akta Jual Beli tersebut lahir.

This thesis discusses the form and substance of the juridical defect of the Act of Land Deed Making Officials examined in the perspective of the nullification and degradation of the strength of evidence. The subject matter is regarding the legal defect of the Sale and Purchase Act and its implications in the court's decision regarding the legal defect of the Sale and Purchase Act. The author conducted research with normative juridical research methods, typology of analytical descriptive research, and qualitative data analysis techniques. Based on the results of the study it was concluded that the form of substance and function of the PPAT deed in land registration that is in accordance with the case of the decision, the form of legal action or formal form of the sale and purchase act is in the form of Deed of Sale and Purchase which is a PPAT product that is as proof of the implementation of certain legal actions regarding land rights while the PPAT deed function must be a requirement that the transfer of land rights can be registered at the land office in accordance with the regulations regarding land registration and Implications of jurisdictional defects of the PPAT deed on the Decision resulting in legal actions carried out namely the sale and purchase has no legal consequences, the Deed of Sale and Purchase considered to have never been born even though it has been registered before, it has implications for the land office which requires returning land rights because it was previously registered by the land office to be back to where it was before the Buy and Sell Act was born."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54786
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Natasha
"Tesis ini membahas mengenai tindak lanjut yang harus dilakukan oleh notaris atas akta autentik yang dibuatnya yang dinyatakan batal demi hukum oleh pengadilan. Tesis ini mengambil studi kasus dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 1751 K/Pdt/2018 terkait kebatalan akta autentik yang dinyatakan oleh pengadilan akibat munculnya Undang-undang baru. Perjanjian dalam bentuk akta autentik memiliki sifat yang mengikat dan sempurna. Sekalipun sifat tersebut melekat, namun apabila pembuatan akta tersebut tidak sejalan dengan undang-undang sekalipun yang baru terbit maka akta batal demi hukum. Akta yang sudah dibuat masih tersimpan dalam protokol Notaris dan Notaris masih terikat kewajiban untuk mengeluarkan salinan serta memindahkan protokol Notaris dalam kondisi tertentu, kondisi tersebut rawan bagi akta notaris. Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang diambil adalah terkait akibat hukum terhadap akta yang telah dibuat dimana didalamnya terdapat ketentuan baru yang mengatur adanya suatu larangan yang menjadikan kerjasama tersebut tidak sah serta tindak lanjut yang harus dilakukan notaris bilamana pengadilan menyatakan akta autentik yang dibuatnya batal demi hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian adalah sejak ada peraturan yang melarang kerjasama antara pemegang IUP dengan perusahaan afiliasi maka dalam kasus ini isi perjanjian harus menyesuaikan dengan ketentuan yang baru, apabila tidak maka akta batal demi hukum. Selanjutnya tindak lanjut notaris dalam hal ini berbeda-beda, namun tetap diperlukan peran notaris untuk mencatatkan dengan tujuan untuk melindungi kepentingan para pihak, pihak ketiga, maupun notaris. Sebaiknya dibuat peraturan sehingga terdapat kepastian hukum bagi notaris untuk mensikapi kasus-kasus seperti ini.

This thesis discusses the follow-up actions that must be taken by the notary on the authentic deeds he made which were declared null and void by the court. This thesis takes a case study from the Decision of the Supreme Court Number 1751 K / Pdt / 2018 related to the nullification of authentic deeds stated by the court due to the emergence of a new Law. The agreement in the form of an authentic act has a binding and perfect nature. Even if the nature is inherent, but if the making of the act is incompatible with the newly enacted law then the act is null and void. The deed that has been made is still stored in the Notary protocol and the Notary is still bound by the obligation to issue a copy and move the Notary protocol under certain conditions, the condition is vulnerable to the notary deed. Based on that background, the problem statement is related to the legal consequences of the deed which has been created where there is a new provision governing a prohibition that makes the cooperation unlawful and follow-up to be done by a notary when the court declares the original deed made null law. The research method used in this writing is normative juridical with descriptive analytical research typology. The results of the study are that since there are regulations that prohibit cooperation between IUP holders and affiliated companies, in this case the contents of the agreement must adjust to the new provisions, otherwise the deed is null and void. Furthermore the follow-up of the notary in this case varies, but the role of the notary is still needed to register with the aim of protecting the interests of the parties, third parties, and notaries. Regulations should be made so that there is legal certainty for the notary to address cases like this."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Yuda Nugraha
"Instruksi Mendagri Nomor. 14 Tahun 1982 Tentang Larangan Penggunaan Akta Kuasa Mutlak Terhadap Peralihan Hak Atas Tanah telah dicabut, namun hakim dalam memutus perkara masih menggunakan peraturan tersebut. Hal tersebut dapat dicermati dalam Putusan Pengadilan Negeri Labuan Bajo No.28/Pdt.G/2020/PN Lbj. Selain itu masih terdapat perbedaan hakim dalam memutus keabsahan mengenai akta kuasa menjual yang dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara No.273/Pdt.G/2022/PN. Jkt.Utr dan Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 38/Pdt/2021/PT Smr. Tesis ini menganalisis implikasi hukum yang terjadi sejak dicabutnya Instruksi Mendagri Nomor. 14 Tahun 1982 dan kedudukan Pasal 1797 KUH Perdata dalam melindungi cacat kehendak. Metode penelitian tesis ini adalah yuridis normatif dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Simpulan penelitian dalam tesis ini adalah 1. lebih memperjelas Pasal 39 ayat (1) huruf d PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dimana perlu ditambahkan pengertian kuasa mutlak yang diperbolehkan adalah kuasa yang diberikan kepada pembeli dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) untuk menandatangani Akta Jual Beli dihadapan PPAT namun tidak menciderai ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. 2. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 273/Pdt.G/2022/PN. Jkt.Utr, si penerima kuasa melakukan suatu perbuatan hukum yang menurut hukum itu menciderai Pasal 1320 dan 1321 KUH Perdata. Akibat dari ketentuan ini ialah bahwa apa yang dilakukan oleh seorang penerima kuasa dengan melampaui batas wewenangnya, adalah atas tanggungannya sendiri, sehingga menyebabkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Akta Kuasa Menjual, beserta Akta Jual Beli yang dibuat menjadi dapat dibatalkan. Sehingga dengan adanya Pasal 1797 KUH Perdata, si Pemberi Kuasa menjadi terlindungi dari cacat kehendak. Adapun saran dalam tesis ini Perlu adanya pengaturan secara eksplisit baik itu merevisi Pasal 39 ayat (1) huruf d PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah atau membuat Peraturan Badan Kepala Badan Pertanahan terbaru terkait Kuasa Mutlak.

Minister of Home Affairs Instruction Number. 14 of 1982 concerning the Prohibition of the Use of Absolute Power of Attorney Deeds for the Transfer of Land Rights has been revoked, but judges in deciding cases still use this regulation. This can be observed in the Labuan Bajo District Court Decision No.28/Pdt.G/2020/PN Lbj. Apart from that, there are still differences between judges in deciding the validity of the power of attorney deed to sell which can be seen in the North Jakarta District Court Decision No.273/Pdt.G/2022/PN. Jkt.Utr and Samarinda High Court Decision Number 38/Pdt/2021/PT Smr. This thesis analyzes the legal implications that have occurred since the revocation of Minister of Home Affairs Instruction Number. 14 of 1982 and the position of Article 1797 of the Civil Code in protecting defects of will. The research method for this thesis is normative juridical with an explanatory research typology. The research conclusions in this thesis are 1. to further clarify Article 39 paragraph (1) letter d PP No. 24 of 1997 concerning Land Registration where it is necessary to add the definition of absolute power that is permitted, namely the power given to the buyer in the Sale and Purchase Agreement (PPJB) to sign the Sale and Purchase Deed before the PPAT but without violating the provisions of Article 1320 of the Civil Code. 2. North Jakarta District Court Decision Number 273/Pdt.G/2022/PN. Jkt.Utr, the recipient of the power of attorney committed a legal act which according to the law violated Articles 1320 and 1321 of the Civil Code. The effect of this provision is that what a power of attorney does by exceeding the limits of his or her authority is at his or her own risk, thereby causing the Sale and Purchase Agreement, the Power of Attorney Deed, along with the Sale and Purchase Deed made to be cancelled. So with the existence of Article 1797 of the Civil Code, the Principal is protected from defects in the will. The suggestions in this thesis require explicit regulation, whether revising Article 39 paragraph (1) letter d PP No. 24 of 1997 concerning Land Registration or making the latest Land Agency Head Regulation regarding Absolute Power."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irvin Sianka Thedean
"Pencucian Uang (Money Laundering) merupakan suatu terminologi yang tidak asing dalam masyarakat dewasa ini. Pencucian Uang yang kita ketahui kerapkali dilakukan oleh pejabat negara lazimnya dengan tujuan untuk mengaburkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh secara melawan hukum. Salah satu Tindak Pidana Asal (predicate crime) yang dilakukan pejabat negara adalah tindak pidana korupsi, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU No 8/2010. Pihak yang dirugikan dalam hal ini adalah negara dengan jumlah uang hingga puluhan milyar rupiah. Pada mulanya perbankan dipergunakan oleh pelaku pencucian uang untuk melakukan pencucian uang, dengan tahapan placement, layering, dan integration. Namun seiring dengan semakin ketatnya sistem perbankan di Indonesia, pelaku pencucian uang mencari sarana lain sebagai alat untuk melakukan pencucian uang.
Notaris merupakan profesi yang memiliki kedudukan sangat terhormat dengan tugas yang sangat mulia. Kewenangan Notaris yang diberikan oleh undang-undang adalah membuat akta otentik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1870 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Undang-undang Jabatan Notaris. Sehubungan dengan kewenangan notaris tersebut, pelaku pencucian uang memanfaatkan akta-akta notaris dalam transaksi jual beli sehingga uang haram dapat dirubah menjadi aset-aset tertentu. Notaris memiliki kewajiban untuk memahami dan mematuhi Kode Etik Notaris, Undang-undang Jabatan Notaris dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dimana melakukan analisa terhadap norma-norma hukum yang berlaku dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran atas permasalahan yang diteliti.

Money Laundering is a terminology which is quite familiar in the society recently. Money laundering that we have known is often done by state officials with a purpose to obscure the origin of the assets acquired unlawfully. One of the predicate crimes which is often done by state officials is corruption crime, in accordance with Article 2 paragraph (1) of Law No 8/2010. In this case, the damaged party is the State with the amount of money up to tens of billions rupiah. Formerly, bank is used by the money laundering doer to commit money laundering, with the stages of placement, layering, and integration. But, along with the banking system in Indonesia which is more stricted in regulations, money laundering doer looks for another way to commit money laundering.
Notary is a proffesion which has a very respectable with a noble duty. Notary`s authority granted by law, is making an authentic deed, as provided in Article 1870 Indonesia Civil Code and Law regarding Notary. In connection with such Notary`s authority, money laundering doer makes benefit of such notarial deed in some sale and purchase transactions so that illegal money could be converted into certain assets. Notary has an obligation to understand and comply with the Code Conduct of Notary, Law regarding Notary, and other related regulations. The method used in this research is yuridical-normative method, where we do an analysis of the applicable law with the purpose to obtain the subjects of the problem.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T43198
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gessy Rachmadia
"Tesis ini membahas tentang kedudukan akta perdamaian dengan mengambil permasalahan tentang kedudukan dan kekuatan pembuktian dari akta perdamaian yang di buat di hadapan Notaris terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Tesis ini mengangkat permasalahan yang terdapat dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor 289/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Ut. dimana dalam putusan tersebut terdapat permasalahan mengenai akta perdamaian yang memuat klausul untuk mengesampingkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder sebagai sumber data utama. Hasil dari penelitian adalah bahwa kedudukan dari akta perdamaian yang di buat di hadapan Notaris adalah mengikat layaknya akta otentik yang di buat oleh dan/atau di hadapan Notaris pada umumnya, namun perlu diperhatikan peraturan-peraturan terkait hal-hal yang diperjanjikan dalam akta tersebut.

This thesis is about the standing of deed of peace which took problems about the standing and the strength of verification of deed of peace which made with the presence of Notary against the legally binding verdict. This thesis took problems in the North Jakarta District Court Verdict Number 289/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Ut. which case is about a deed of peace made with the presence of Notary and contains clauses about ruled out a legally binding verdict. This thesis was a juridical and normative research which used a secondary data as the main data. As the result of this research will be discovered that the standing of deed of peace agreement which made in the presence of Notary is as binding as other authentic deed made by or in the presence of Notary, but to make that authentic deed Notary must be concerned about other regulation related to things which promised in the deed."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48610
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>