Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158787 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Armitha Viradilla
"Tesis ini membahas tentang penerapan Prinsip Mengenal Pelanggan Anda untuk Perusahaan Teknologi Keuangan pada Penyedia Pinjaman Peer to Peer di Indonesia Indonesia, dengan penelitian di PT X. Salah satu layanan paling populer di bidang Keuangan Teknologi adalah layanan peminjaman uang yang dikenal sebagai Peer to Peer Lending. Mengetahui bahwa sektor keuangan sering disalahgunakan untuk pencucian uang kegiatan, oleh karena itu penerapan prinsip Know Your Customer perlu diterapkan untuk mencegah pencucian uang. Kewajiban untuk menerapkan Know Your Pelanggan pada perusahaan pemberi pinjaman peer to peer diatur dalam Nomor POJK 77 / POJK.01 / 2016, karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mewajibkan pelaksanaan Kenali prinsip Pelanggan Anda. Pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah bagaimana regulasi di Indonesia mengatur implementasi Know Your Customer prinsip untuk perusahaan Peer to Peer Lending dan bagaimana penerapannya Kenali prinsip Pelanggan Anda di PT X untuk mencegah pencucian uang kegiatan. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan menggunakan tipe penelitian deskriptif analitik. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan juga didukung oleh data wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah peraturan tentang PT implementasi dari Know Your Customer for Peer to Peer Lending provider sendiri belum dapat mengakomodasi implementasi Know Your Prinsip pelanggan untuk penyedia Pinjaman Peer to Peer di Indonesia secara efektif. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan OJK untuk meninjau dan melengkapi peraturan ini, khususnya tentang penerapan prinsip Know Your Customer dengan berbasis teknologi.

This thesis discusses the application of Know Your Customer Principles for Financial Technology Companies to Peer to Peer Loan Providers in Indonesia, Indonesia, with research at PT X. One of the most popular services in the field of Technology Finance is a money lending service known as Peer to Peer Lending. Knowing that the financial sector is often misused for money laundering activities, therefore the application of the Know Your Customer principle needs to be applied to prevent money laundering. The obligation to apply Know Your Customer to a peer to peer lender company is stipulated in POJK Number 77 / POJK.01 / 2016, because Law Number 8 Year 2010 requires the implementation of Know Your Customers' principles. The research question in this thesis is how Indonesian regulations regulate the implementation of Know Your Customer principles for Peer to Peer Lending companies and how they are applied. Know your customer's principles at PT X to prevent money laundering activities. This research is a normative juridical research using analytic descriptive research type. This study uses secondary data and is also supported by interview data. The results of this study are the regulations regarding PTThe implementation of Know Your Customer for Peer to Peer Lending providers themselves cannot yet accommodate the implementation of Know Your Customer principles for providers of Peer to Peer Loans in Indonesia effectively. Therefore, the author recommends OJK to review and complete this regulation, especially regarding the application of Know Your Customer principles based on technology.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
Spdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Tharra Almas
"Perkembangan teknologi digital saat ini telah membawa dampak sangat signifikan dalam berbagai bidang kehidupan. Salah satu bukti hal tersebut hadirnya sebuah layanan pada bidang keuangan khususnya dalam kegiatan pinjam meminjam uang, yaitu peer to peer lending. Layanan yang menyediakan sebuah platform/marketplace berbasis system elektronik yang akan mempertemukan pihak pemberi pinjaman (Kreditur) dengan pelaku usaha sebagai penerima pinjaman (Debitur) dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam. Tujuan layanan ini dapat mempermudah masyarakat untuk mengakses pembiayaan, khususnya pada sektor pertanian yang kurang mendapatkan dukungan sumberdaya modal. Hal tersebut memberikan jawaban bagi para petani dengan hadirnya sebuah perusahaan peer to peer lending yang bergerak dalam bidang agrobisnis. Dalam pelaksanaannya perjanjian yang dibuat yaitu dengan cara melakukan pembelian unit berupa pohon atau bibit. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai perjanjian yang dilakukan dalam layanan yang disediakan oleh Perusahaan X yang merupakan perusahaan peer to peer lending pada bidang agrobisnis. Selain itu akan memberikan pemaparan tinjauan untuk memahami gagal bayar yang berpotensi akibat perjanjian yang akan memengaruhi tanggungjawab dari para pihak jika hal tersebut terjadi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap hokum positif tertulis, termasuk meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Hasil laporan penelitian ini akan mengidentifikasi mengenai perjanjian yang disediakan oleh Perusahaan X, dan juga tanggung jawab para pihak apabila terjadi gagal bayar.

Nowadays, the digital technology development has brought a highly significant impact in all walks of life. One of those is a service in finance sector, specifically in lending money, namely, peer to peer lending. A service that prepares a platform or marketplace based on electronic system connecting the creditor – the one who lends – with the debtor – the one who receives the loan – in a loan contract. It is expected that the service is able to facilitate in accessing funding in all types of societies, specifically in agriculture sector which rarely obtains capital resources. Furthermore, the service gives solution for the farmers with the availability of a peer to peer lending company that focuses on agribusiness sector. In carrying out the contract, it is by purchasing several trees or seedlings. In this research, the contract is implemented in the service available by Company X – a peer to peer lending company in agribusiness sector. Additionally, this research gives a discussion in understanding risks or payment failure in which potentially caused by the contract. Furthermore, it discusses the length of implementation of a condition failure in harvesting crops that influences the responsibility of all parties, if they occur. The research method used in this research is a juridical-normative one. That is a research conducted towards written positive law which includes researching references material or secondary data. The result of this report identifies contract available by Company X, and also to recognize responsibilities of all parties if failure occur.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Fauzia Handrianti
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh model bisnis yang di gunakan oleh pelaku bisnis dalam industri teknologi finansial. Analisis di lihat dari elemenelemen yang tergabung dalam ekosistem fintech beserta kunci penggerak nya. Produk yang di tawarkan, permintaan pelanggan, hambatan masuk, percepatan teknologi, serta modal pendanaan usaha juga termasuk ke dalam bagian dari penelitian.

This study aims to analyze the influence of bussiness models that are used by peer to peer lending businesses in financial technology fintech. The analysis is viewed from the element of fintech ecosystem along with its driving key firms. Offered products, customer demands, barriers to entry, pace of acceleration technology, and funding of the bussiness are also included inside the part of research.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Sasmita Yuda
"Penyelenggaraan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mempunyai peranan penting dan dinilai turut berkontribusi terhadap pembangunan dan perekonomian nasional melalui penyediaan akses sumber dana bagi pihak yang membutuhkan sekaligus memberikan peluang alternatif investasi bagi masyarakat yang memiliki dana. Seiring dengan semakin berkembangnya kompleksitas produk dan layanan jasa pinjam peminjam uang berbasis teknologi informasi, hal tersebut telah memberikan peluang meningkatnya risiko terjadinya berbagai kejahatan bidang keuangan, termasuk risiko digunakan sebagai sarana dan/atau sasaran kejahatan pencucian uang. Prinsip mengenal nasabah merupakan bagian dari program anti pencucian uang pada sektor jasa keuangan. Sebagai subjek yang dikategorikan sebagai industri keuangan non bank, dasar pengaturan prinsip mengenal nasabah bagi Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mengacu pada ketentuan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan. Pedoman program anti pencucian uang memuat beberapa kebijakan dan prosedur yang berkaitan dengan identifikasi dan verifikasi nasabah termasuk penerapan prinsip customer due diligence CDD yang sejalan dengan rekomendasi FATF melalui pendekatan berbasis risiko. Dari aspek regulasi, prinsip mengenal nasabah telah membawa konsekuensi hukum yang berkaitan dengan lingkup substansi pengaturannya. Dalam pembahasan tesis ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif.

Peer to peer lending plays an important role and contribute to the national development and economy through the provision of access to financial resources for the parties in need as well as provide alternative investment opportunities for people who have the funds. Along with the increasing complexity of peer to peer lending products and services, it has provided an increased risk of occurrence of various crimes in the financial sector, including risks of being used as means and or targets of money laundering crime. Know your customer principles is part of anti money laundering program in the financial services sector. As a subject categorized as a non bank financial industry, know your customer principles in peer to peer lending refers to the provisions stipulated by the Financial Services Authority regulated in the POJK No. 12 POJK.01 2017 on Implementation of Anti Money Laundering and Counterterrorism Prevention Program in the Financial Services Sector. The anti money laundering guidelines contain some policies and procedures related to customer identification and verification including the application of customer due diligence CDD principles that are consistent with FATF recommendations through a risk based approach. From the aspect of regulation, know your customer principles have brought legal consequences related to the scope of the substance of the arrangement. In the discussion of this thesis, the author uses the normative research methods.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T51452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rachmaninda
"Peer-to-peer lending merupakan salah satu bentuk praktik pemberian pinjaman uang antara individu dimana peminjam dan pemberi pinjaman dipertemukan melalui platform yang diberikan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Prakteknya, terdapat tiga pihak yang terlibat di dalam pelaksanaan bisnis peer-to-peer lending di Indonesia. Pertama adalah pemodal, kedua peminjam, dan ketiga adalah perusahaan peer-to-peer lending sebagai perantara. Pada praktek pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending, para pihak tidak bertatap muka secara langsung, melainkan bertemu dalam dunia maya melalui suatu media, yaitu platform yang disediakan oleh perusahaan peer-to-peer lending. Bagaimanakah pengawasan dari pihak OJK selaku otoritas yang berwenang terhadap adanya pemberian pinjaman berbasis peer-to-peer lending? Perlu adanya aturan yang dapat mengakomodir penerapan prinsip kehati-hatian dan pengawasan, khususnya mengenai produk perjanjian pinjam-meminjam karena hingga saat ini, belum ada peraturan khusus yang diundangkan terkait permasalahan tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah deskriptif analisis melalui pendekatan yuridis normatif. Penelitian menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang menggunakan data sekunder. Data yang diperoleh dari penelitian kemudian dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Pengaturan mengenai penerapan prinsip kehati-hatian pada kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (peer-to-peer lending) belum dilakukan secara optimal oleh pihak OJK. Hal ini membuat setiap perusahaan peer-to-peer lending ini mempunyai mekanismenya sendiri dalam penerapan prinsip kehati-hatian. Selain itu, fungsi pengawasan oleh OJK belum cukup dilakukan khususnya terkait dengan produk yang dimiliki oleh perusahaan peer-to-peer lending.

Peer-to-peer lending is a loan activity between two parties which borrower and lender summoned by a platform that provided by peer-to-peer lending company. In fact, there are three parties that included in peer-to-peer lending business in Indonesia. First party is lender, second party is borrower, and third party is peer-topeer lending company as a connector. In loan activity based on peer-to-peer lending, each party no need to meet directly, but only virtually through a platform that provided by peer-to-peer lending company. How is OJK's supervision as the authorized authority on the existence of lending-based peer-to-peer lending? We need a regulations which can accommodate the implementation of prudential principle and surveillance especially on loan agreement enforcement is urgently needed because recently, there is no special regulation announced yet that manage about that issue. The research method of this thesis is a descriptive analytic through juridical normative. This research is literature review priority used the secondary data. The obtained data analyzed with normative qualitative method later. The effectivity of regulation about the implementation of prudential principle on loan based on information technology (peer-to-peer lending) by OJK is not good enough. This problem can make every peer-to-peer lending company create their own regulation in implementation of prudential principle. Besides, surveillance.function that held by OJK is not quite enough, especially about peer-to-peer lending company products.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bianca Shakila
"Dengan tingginya risiko sistem keamanan yang ditimbulkan perusahaan financial technology membuat diperlukannya proses manajemen risiko dari pihak regulator untuk mengurangi mengurangi potensi fallibility/kerawanan sistem keamanan pada perusahaan financial technology bidang peer to peer lending di Indonesia. Dalam proses pelaksanaannya diperlukan kerjasama antara Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Komunikasi dan Informasi serta Asosiasi Fintech Pendanaan bersama Indonesia (AFPI). Penelitian ini mengacu pada teori risk management in public sector dan dalam menganalisis digunakan framework COSO ERM. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan post- positivist dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan beberapa aktor yang terlibat dan studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa manajemen risiko yang dilakukan pemerintah yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) terbukti dapat mengurangi potensi fallibility security system pada perusahaan fintech peer to peer lending karena sudah memenuhi enam dari tujuh indikator, yakni pengawasan dan tata kelola risiko, struktur operasional, identifikasi risiko, tingkat keparahan risiko, prioritas riisiko, dan respons risiko. Namun terdapat satu indikator yang tidak terpeuhi yaitu komitmen dalam nilai inti entitas. Selain itu, penyebab dari kerawanan sistem keamanan perusahaan fintech peer to peer lending dapat dipengaruhi oleh faktor internal yaitu penerapan standar pengamanan data perusahaan, sumber daya perusahaan, serta ketersediaan roadmap manajemen risiko. Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi adalah ketidakpastian peraturan pemerintah, dalam kasus ini peraturan pemerintah sangat penting dalam melakukan proses pelaksanaan manajemen risiko.

The high risk of the security system posed by financial technology companies requires a risk management process from the regulator to reduce the potential fallibility of security systems in financial technology companies in the peer to peer lending sector in Indonesia. In the implementation process, cooperation between the Financial Services Authority, the Ministry of Communication and Information and the Indonesian Joint Funding Fintech Association (AFPI) is required. This research refers to the theory of risk management in the public sector and in analyzing the COSO ERM framework is used. The approach in this study uses a post-positivist approach with data collection techniques through in-depth interviews with several actors involved and literature study. The results of this study indicate that risk management carried out by the government, namely the Financial Services Authority (OJK) and the Ministry of Communication and Information (Kominfo), is proven to reduce the potential fallibility of the security system in peer to peer lending fintech companies because it fulfills six of the seven indicators, namely supervision. and risk governance, operational structure, risk identification, risk severity, risk priority, and risk response. However, there is one indicator that is not fulfilled, namely commitment in the core values of the entity. In addition, the cause of the security system vulnerabilities of peer to peer lending fintech companies can be influenced by internal factors, namely the implementation of standards for securing company data, company resources, and the availability of risk management roadmaps. Meanwhile, the external factor that affects is the uncertainty of government regulations, in this case government regulations are very important in carrying out the process of implementing risk management."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ammar Fakhri Ramadhan
"Teknologi finansial peer to peer lending menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang ingin mencari modal namun tidak memiliki akses untuk mendapat pinjaman dari bank konvensional. Demand yang tinggi serta Imbal hasil yang besar membuat layanan ini diminati banyak investor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek kepastian hukum pada regulasinya serta menganalisa mengenai Pengaruh Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi yang terjadi didalam mekanisme peer to peer lending terhadap tingkat penyalurannya.. Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan Post-Positivist dan teknik analisis data kualitatif. Analisis dilakukan dengan menyajikan data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membandingkan serta menganalisis nilai transaksi peer to peer lending sejak sebelum dan setelah diberlakukannya regulasi pajak dan menganalisa aspek certainty pada regulasi yang berlaku melalui wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa setelah dilakukan menunjukkan bahwa pengenaan pajak tidak menurunkan nilai transaksi peer to peer lending di Indonesia. Kemudian dalam menganalisa asas certainty pada PMK 69 Tahun 2022 diketahui bahwa regulasi pajak peer to peer lending di Indonesia telah memenuhi asas kepastian hukum. Namun regulasi pajak yang mengatur hanya terbatas kepada platform resmi sehingga masih terdapat dispute pada mekanisme pajak pada platform ilegal dengan borrower yang berstatus orang pribadi sehingga tidak dapat melakukan pemotongan pajak.

Peer to peer lending financial technology is one alternative funding for the community, especially Small and Medium Enterprises (SMEs) who looking for fund but don’t have access to loans from conventional banks. High demand and large returns make this service look attractive for many investors. This study aims to analyze aspects of legal certainty in the regulation and the analyze the impact of Income Tax (PPh) on transactions that occur in the peer to peer lending mechanism. The research methods was conducted with a PostPositivism approach and qualitative data analysis technique. The analysis was carried out by presenting statistical data from the Financial Services Authority (OJK) to compare and analyze transaction values before and after the enactment of tax regulations and analyze certainty aspects of applicable regulations through in-depth interviews. The results of this study indicate that after being carried out, it shows that the imposition of taxes does not reduce the value of peer to peer lending transaction in Indonesia. Then, in analyzing the principle of certainty in PMK 69 of 2022, supported by in-depth interviews, it is known that peer to peer lending tax regulations in Indonesia have met the principle of legal certainty. However, the tax regulations that regulate are only limited to official platforms, so there are still disputes on the tax mechanism on illegal platforms with borrowers who are private person status so they cannot withhold taxes."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anillah Fadia Trasaenda
"Perkembangan teknologi saat ditandai dengan adanya e-commerce di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Mulanya e-commerce identik dengan kegiatan jual beli, namun kini merambah pada kegiatan pinjam meminjam dengan skema financial technology peer to peer lending (fintech P2PL). Kegiatan fintech P2PL di Indonesia tidak lepas dari ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) sebagai dasar hukum perjanjian. Akan tetapi, nyatanya KUHPer belum mampu mengatur terkait unsur penyalahgunaan keadaan (Misbruik van Omstandigheden) dalam suatu perjanjian. KUHPer hanya menentukan tiga hal yang membuat suatu perjanjian dapat dibatalkan yaitu Kekhilafan (Dwaling), Paksaan (Dwang), dan Penipuan (Bedrog). Berdasarkan kondisi tersebut penelitian ini dibuat untuk menganalisis apakah terdapat potensi penyalahgunaan keadaan dalam perjanjian fintech P2PL pada salah satu layanan fintech P2PL di Indonesia yaitu layanan Shopee Pinjam (SPinjam). Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan bentuk yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa Syarat dan Ketentuan SPinjam yang berlaku sebagai perjanjian bagi para pihak memiliki potensi penyalahgunaan keadaan. Oleh karena itu, agar terdapat kepastian hukum dalam pelaksanaan fintech P2PL maka diharapkan Indonesia memiliki dasar hukum yang tegas perihal penyalahgunaan keadaan dalam suatu perjanjian serta pengaturan terkait fintech P2PL yang memberikan perlindungan kepada pengguna layanan fintech P2PL.

The development of technology is currently marked by the existence of e-commerce in Indonesian society. Initially, e-commerce was synonymous with buying and selling activities, but now it has penetrated lending and borrowing activities with financial technology peer to peer lending (fintech P2PL) schemes. P2PL fintech activities in Indonesia cannot be separated from the provisions of the Civil Code (KUHPer) as the legal basis for the agreement. However, the Civil Code has not been able to regulate the element of abuse of circumstances (Misbruik van Omstandigheden) in an agreement. The Civil Code only specifies three things that make an agreement voidable, namely Oversight (Dwaling), Coercion (Dwang), and Fraud (Bedrog). Based on these conditions, this study was made to analyze whether there is a potential for misuse of circumstances in the P2PL fintech agreement on one of the P2PL fintech services in Indonesia, namely the Shopee Pinjam (SPinjam) service. This research was conducted using qualitative research methods with a normative juridical form. The result of this study is that the Terms and Conditions of SPinjam which apply as an agreement for the parties have the potential for abuse of circumstances. Therefore, for there to be legal certainty in the implementation of P2PL fintech, it is hoped that Indonesia will have a firm legal basis regarding the misuse of circumstances in an agreement and arrangements related to P2PL fintech that protects users of P2PL fintech services."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidina Diniarti Hanifa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan Pajak Penghasilan atas Financial Technology ndash; Peer to Peer Lending P2P Lending . Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dan termasuk dalam penelitian deskriptif dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa berdasarkan peraturan yang ada, terdapat kewajiban perpajakan yang muncul baik atas fee yang diterima oleh platform maupun bunga pinjaman yang dibayarkan oleh borrower kepada lender. Namun, ditemukan adanya ketidaksenambungan antara peraturan yang ada dan fakta lapangan yang terjadi, sehingga dibutuhkan adanya suatu terobosan baru dalam mekanisme perpajakan atas transaksi p2p lending khususnya atas penghasilan bunga yang dibayarkan oleh borrower.

This research aims to determine the treatment of Income Tax on Financial Technology Peer to Peer Lending P2P Lending . This research was conducted using qualitative approach based on literature study and interview with the relevant sources. The results of this research is that based on existing tax regulations, there is a tax obligation that arises both on fees that received by the platform and the interest income from the lender side. However, there is a discrepancy between existing regulations and field facts, so that a new breakthrough in the taxation mechanism of p2p lending transaction, especially on interest income paid by borrower is needed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Anindya Setyoko
"Pemberian kredit UMKM erat kaitannya dengan BPR, namun saat ini terdapat lembaga keuangan baru yang memberikan pembiayaan dengan konsep yang berbeda yakni dengan konstruksi peer-to-peer lending P2P Lending melalui perusahaan Financial Technology fintech. Penelitian ini membahas perbandingan pemberian kredit UMKM antara BPR dengan perusahaan Fintech P2P Lending dan menganalisis implikasi hukumnya terhadap perbandingan pemberian kredit tersebut. Penelitian dari skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan yang menghasilkan tipologi penelitian deskriptif. Penelitian ini menujukkan bahwa pemberian kredit UMKM di BPR dan perusahaan Fintech P2P Lending tidak sepenuhnya sama dan berbeda. Keduanya mempunyai fungsi yang sama sebagai financial intermediary dan menjalankan usaha kredit.
Perbedaan utama dari keduanya ada pada sumber pendanaan kredit dan hubungan hukum para pihak. Dari perbandingan tersebut, terdapat implikasi hukum atas pemberian kredit melalui lembaga keuangan baru dengan konsep P2P Lending, yakni berakibat kepada masuknya celah yang besar terhadap aspek pencucian uang dan perndanaan terorisme, juga terhadap batasan tanggung jawab para pihak atas kredit macet yang berakibat kepada pentingnya perlindungan hukum bagi para pihak, terutama kreditur. Selain membahas implikasi hukum, terdapat pula implikasi dalam hal persaingan usaha pemberian kredit antara BPR dengan perusahaan fintech P2P Lending.

SME credit is closely related to Rural Banks, but nowadays there is a new financial institution that provides financing with different concepts through peer to peer lending P2P Lending provided by financial technology fintech company. This study discusses the comparison and its law implications between The SME Credit by Rural Bank and Fintech Company P2P Lending. The research type of this thesis is literature research, hence the typology of this research is descriptive. The result of this study shows similarities and differences between the Rural Banks and Fintech Company P2P Lending. Main similarities are in the function of financial intermediary and loan of money.
The main differences are in the source credit fund and legal relations among the parties. From this comparison, there are legal implications of obtaining the credit through fintech companies P2P Lending , which resulted in the influx of money laundering and funding of terrorism. Also, it limits the responsibility of the parties to the non performing loans that resulted the importance of legal protection for the parties, especially creditors. In addition to discussing the legal implications, there are also implications in terms of competition between BPR and lending by fintech companies P2P Lending.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68152
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>