Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104132 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Masbimoro Waliyy Edisworo
"Latar Belakang: Penyakit thalassemia tinggi prevalensinya di Indonesia. Modalitas MRI digunakan pasien transfusion-dependent thalassemia (TDT) yang menjalani transfusi darah berkesinambungan untuk menilai tingkat zat besi di organ hati. Pemeriksan ini memerlukan biaya tinggi dan hanya tersedia di dua kota besar di Indonesia. Kandungan zat besi yang tinggi dalam waktu yang lama di hati dapat berakibat pada kerusakan hati. Modalitas yang lebih terjangkau dari segi lokasi dan biaya diperlukan dalam menilai tingkat zat besi di organ hati pada kelompok pasien ini.
Tujuan : Mengetahui kekuatan korelasi antara nilai shear wave velocity (SWV) acoustic radiation force impulse (ARFI) dengan nilai T2* MRI dalam menilai zat besi organ hati.
Metode : Data primer SWV ARFI dan nilai T2* MRI dari 29 pasien TDT dikumpulkan lalu dianalisis dengan SPSS untuk mengukur korelasi.
Hasil : Penelitian ini menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan yang moderat antara nilai SWV ARFI dan nilai T2* MRI hati (R = -0,383) yang bermakna secara statistik (Spearman P = 0,040).
Kesimpulan : ARFI merupakan pemeriksaan yang memiliki korelasi dengan pemeriksaan MRI dalam menilai kandungan zat besi organ hati pasien TDT. Namun demikian, penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang kuat, dan oleh sebab itu mungkin dibutuhkan penelitian lebih lanjut.

Background : Thalassemia has a high prevalence in Indonesia. MRI modalities used by patients with transfusion-dependent thalassemia (TDT) who undergo continuous blood transfusions to assess iron levels in the liver. This examination require high cost and is only available in two major cities in Indonesia. High iron content over a long time in the liver can result in liver damage. More affordable modalities in terms of location and cost are needed to assess iron levels in the liver in this group of patients.
Objective: Determine the correlation strength between acoustic radiation force impulse (ARFI) shear wave velocity and T2* MRI values in assessing liver iron.
Methods: ARFI SWV primary data and T2* MRI values of 29 TDT patients were collected and then analyzed with SPSS to measure correlation.
Results: This study showed negative correlation with moderate strength between ARFI SWV values and liver T2* MRI values (R = -0,383) which was statistically significant (Spearman P = 0.040).
Conclusion: ARFI has a correlation with MRI examination in assessing the iron content of TDT patients liver organs. However, the correlation is not strong and further studies might be needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Masbimoro Waliyy Edisworo
"Latar Belakang: Penyakit thalassemia tinggi prevalensinya di Indonesia. Modalitas MRI digunakan pasien transfusion-dependent thalassemia (TDT) yang menjalani transfusi darah berkesinambungan untuk menilai tingkat zat besi di organ hati. Pemeriksan ini memerlukan biaya tinggi dan hanya tersedia di dua kota besar di Indonesia. Kandungan zat besi yang tinggi dalam waktu yang lama di hati dapat berakibat pada kerusakan hati. Modalitas yang lebih terjangkau dari segi lokasi dan biaya diperlukan dalam menilai tingkat zat besi di organ hati pada kelompok pasien ini.
Tujuan: Mengetahui kekuatan korelasi antara nilai shear wave velocity (SWV) acoustic radiation force impulse (ARFI) dengan nilai T2* MRI dalam menilai zat besi organ hati.
Metode: Data primer SWV ARFI dan nilai T2* MRI dari 29 pasien TDT dikumpulkan lalu dianalisis dengan SPSS untuk mengukur korelasi.
Hasil: Penelitian ini menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan yang moderat antara nilai SWV ARFI dan nilai T2* MRI hati (R = -0,383) yang bermakna secara statistik (Spearman P = 0,040).
Kesimpulan: ARFI merupakan pemeriksaan yang memiliki korelasi dengan pemeriksaan MRI dalam menilai kandungan zat besi organ hati pasien TDT. Namun demikian, penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang kuat, dan oleh sebab itu mungkin dibutuhkan penelitian lebih lanjut.

Background: Thalassemia has a high prevalence in Indonesia. MRI modalities used by patients with transfusion-dependent thalassemia (TDT) who undergo continuous blood transfusions to assess iron levels in the liver. This examination require high cost and is only available in two major cities in Indonesia. High iron content over a long time in the liver can result in liver damage. More affordable modalities in terms of location and cost are needed to assess iron levels in the liver in this group of patients.
Objective: Determine the correlation strength between acoustic radiation force impulse (ARFI) shear wave velocity and T2* MRI values in assessing liver iron.
Methods: ARFI SWV primary data and T2* MRI values of 29 TDT patients were collected and then analyzed with SPSS to measure correlation.
Results: This study showed negative correlation with moderate strength between ARFI SWV values and liver T2* MRI values (R = -0,383) which was statistically significant (Spearman P = 0.040).
Conclusion: ARFI has a correlation with MRI examination in assessing the iron content of TDT patients liver organs. However, the correlation is not strong and further studies might be needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Agung Wibowo
"Latar Belakang dan tujuan: Penyakit hati kronik pada pasien pediatrik merupakan salah satu masalah utama kesehatan pada populasi anak-anak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Penilaian derajat fibrosis hati diperlukan untuk menentukan tatalaksana yang sesuai, menentukan prognosis, dan tindak lanjut pasca pengobatan. Pemeriksaan USG elastografi acoustic radiation force impulse ARFI merupakan metode penilaian derajat fibrosis hati yang bersifat tidak invasif, mudah dan cepat dikerjakan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai titik potong derajat fibrosis USG elastografi ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik.
Metode: Pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik menjalani pemeriksaan USG elastografi ARFI. Didapatkan nilai shear wave velocity SWV dari pemeriksaan ARFI yang menunjukkan elastisitas jaringan hati pada 18 subjek dan dihubungkan dengan hasil biopsi hati METAVIR . Kurva receiver-operating characteristic ROC dilakukan untuk menentukan titik potong derajat fibrosis hati.
Hasil: Rerata nilai median ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik tanpa fibrosis hati 1,21 m/s; fibrosis ringan F1 1,13 m/s; fibrosis signifikan F2 ; fibrosis berat F3 2,76 m/s; dan sirosis F4 3,84 m/s. Kurva ROC menunjukkan titik potong ARFI pada 1,98 m/s memiliki sensitivitas 100 untuk mendeteksi derajat fibrosis ge;F3.
Kesimpulan: USG elastografi ARFI merupakan metode yang dapat diandalkan, cepat, dan non invasif untuk menentukan derajat fibrosis berat dan sirosis pada pasien pediatrik. Hasil pemeriksaan ARFI dapat membantu klinisi dalam tindak lanjut pengobatan dan alternatif biopsi hati pada kondisi tertentu.

Background and objectives: Chronic liver disease in pediatric patients is one of the major health problems with high rates of morbidity and mortality. Assessment of the degree of liver fibrosis is needed to determine appropriate management, determine prognosis, and post treatment follow up. Ultrasound acoustic radiation force impulse ARFI elastography examination is a non invasive, easily and rapidly performed liver fibrosis assessment method. The objective of this study was to obtain the cut off value of fibrosis degree with ARFI examination in pediatric patients with chronic liver disease.
Methods: Pediatric patients with chronic liver disease underwent ARFI ultrasound measurements. Shear wave velocity SWV value obtained from ARFI examination showing elasticity of liver tissue in 18 subjects and associated with liver biopsy results METAVIR . The receiver operating characteristic ROC curve is performed to determine cut off value of degree of liver fibrosis.
Results Mean of SWV value in pediatric patients with chronic liver disease without liver fibrosis 1.21 m s mild fibrosis F1 1.13 m s significant fibrosis F2 severe fibrosis F3 2.76 m s and cirrhosis F4 3.84 m s. The ROC curve shows the cut off at 1.98 m s yielded a 100 sensitivity to detect the degree of fibrosis ge F3.
Conclusions USG elastographic ARFI is a reliable, rapid, and non invasive method for determining the degree of severe fibrosis and cirrhosis in pediatric patients. The results of the ARFI examination may assist the clinician in the follow up of treatment and alternatives of liver biopsy in certain condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Garniasih, examiner
"Latar belakang: Thalassemia adalah kelainan sel darah merah berupa gangguan sintesis hemoglobin (Hb) yang diturunkan secara autosomal resesif. Transfusi PRC pada pasien transfussion-dependent thalassemia (TDT) menyebabkan akumulasi besi pada berbagai organ, salah satunya kelenjar endokrin. Hal tersebut akan menyebabkan hemosiderosis di hipofisis anterior dan keterlambatan pubertas.
Tujuan: Mendeteksi keterlambatan pubertas menggunakan MRI T2* hipofisis di poliklinik Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Metode: Pemeriksaan MRI dilakukan menggunakan MRI Avanto 1,5 Tesla, sekuen T2 SE. Penghitungan nilai MRI T2* hipofisis menggunakan perangkat lunak CMR Tools TM yang berfungsi menghitung deposit besi pada organ. Dilakukan pemeriksaan kadar feritin serum, FSH, LH testosteron (lelaki), dan estradiol (perempuan) menggunakan electro-chemiluminscence immunoassay (ECLIA). Hubungan antara MRI T2* hipofisis dengan kadar feritin serum, saturasi transferin, FSH, LH, testosteron, dan estradiol dianalisis menggunakan analisis korelasi Pearson.
Hasil: Sebanyak 56 pasien TDT dibagi menjadi 27 subyek usia prapubertas, 14 subyek pubertas normal dan 15 subyek pubertas terlambat. Hasil menunjukkan nilai MRI T2* hipofisis pasien TDT pubertas normal lebih tinggi secara signifikan dibandingkan pubertas terlambat (p=0,000). Terdapat hubungan bermakna antara nilai MRI T2* hipofisis dengan feritin serum (r = -0,502) dan tidak ada hubungan antara MRI T2* hipofisis dengan saturasi transferin, FSH, LH, testosteron, dan estradiol.
Simpulan: Nilai MRI T2* hipofisis TDT pubertas normal lebih tinggi dibandingkan pubertas terlambat.

Background: Thalassemia is an autosomal recessive red blood cells disorder characterized by abnormal hemoglobin (Hb) synthesis. PRC transfusion to transfussion-dependent thalassemia (TDT) patients results in iron accumulation in organs, including endocrine system. It further cause hemosiderosis at anterior hypophysis which leads to delayed puberty.
Objective: To detect patients with delayed puberty using MRI T2* in Thalassemia Clinic Department of Pediatrics Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta.
Method: MRI was assesed with MRI Avanto 1,5 Tesla,T2 SE sequence, whilst T2* hypophysis result being done with CMR Tools TM software, which aims to measure iron deposit. Levels of ferritin serum, FSH, LH, testosterone (male subjects), and estradiol (female subjects) were observed with electro-chemiluminescence immunoassay (ECLIA). Correlation between MRI T2* hypophysis with levels of ferritin serum, transferrin saturation, FSH, LH, testosterone, and estradiol were analyzed with Pearson correlation analysis.
Results: 56 TDT patients were consist of 27 prepuberty subjects, 14 normal puberty subjects, and 15 delayed puberty subjects. Results showed that MRI T2* hypophysis of normal puberty TDT patients was significantly higher compared to delayed puberty patients (p = 0,000). There was significant correlation between MRI T2* hypophysis with ferritin serum (r = -0,502). Meanwhile, there was no significant correlation between MRI T2* hypophysis with transferrin saturation, FSH, LH, testosterone, and estradiol.
Conclusions: Pituitary MRI T2* of TDT patients higher in normal group than that in delayed puberty group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ardra Christian Tana
"Latar belakang dan tujuan: Pasien transfusion dependent thalassemia (TDT) rutin mendapatkan transfusi darah untuk mencegah komplikasi anemia kronik, namun kadar besi dalam tiap kantung transfusi yang diberikan akan menumpuk pada organ-organ, dan pada jantung akan mengakibatkan iron overload cardiomyopathy (IOC). Komplikasi IOC ini merupakan penyebab mortalitas tertinggi pada pasien thalassemia, sehingga dibutuhkan modalitas untuk deteksi dini agar tatalaksana dapat diberikan lebih awal. Modalitas terpilih untuk mendeteksi kadar besi dalam jantung adalah dengan mengukur nilai T2* miokardium menggunakan MRI sekuens T2*, namun karena adanya keterbatasan modalitas maka dibutuhkan metode lain. Pada pasien dengan IOC, akan terjadi gangguan pada fungsi diastolik jantung terlebih dahulu. Oleh karena itu parameter yang dapat menilai fungsi diastolik jantung diharapkan juga dapat mendeteksi IOC lebih dini. Parameter yang diajukan pada penelitian ini adalah left atrial ejection fraction (LAEF) dan left atrial expansion index (LAEI) yang menggambarkan fungsi diastolik jantung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode pemeriksaan alternatif dari penilaian T2* untuk mendeteksi IOC serta mengetahui korelasi antara LAEF dan LAEI dengan nilai T2* jantung.
Metode: Penelitian ini merupakan uji korelasi menggunakan desain potong lintang menggunakan data sekunder yang dilakukan di RSCM pada bulan April 2018 hingga September 2018. Didapatkan 70 subjek penelitian, yang masing-masing dilakukan pengukuran nilai T2* pada miokardium serta pengukuran dimensi atrium kiri. Analisis statistik menggunakan uji pearson.
Hasil: Didapatkan korelasi negatif rendah antara LAEF dengan nilai T2* (R= - 0,12, p>0,05) dan tidak didapatkan korelasi antara LAEI dengan nilai T2* (R= - 0,09, p>0,05).
Kesimpulan: Terdapat korelasi berkebalikan rendah antara LAEF dengan nilai T2* miokardium serta tidak didapatkan korelasi antara LAEI dengan nilai T2* miokardium. Oleh karena itu tidak dianjurkan penggunaan parameter tersebut untuk memprediksi IOC pada pasien dengan TDT.

Background and objectives:Transfusion dependent thalassemia (TDT) patients routinely get blood transfusions to prevent complications of chronic anemia, but iron content in each given transfusion sac will accumulate in the organs. In the heart it will result in iron overload cardiomyopathy (IOC), which is the highest cause of mortality in thalassemia patients. Therefore, modalities for early detection are needed so that early treatment can be given. Currently, the chosen modality for detecting iron levels in the heart is by measuring the myocardial T2 * value using MRI T2 * sequences, but due to limitations in modalities another method is needed. In patients with IOC, the diastolic function of the heart will occur first. For that reason, a parameter that can assess cardiac diastolic function is also expected to detect IOC earlier. The parameters proposed in this study are left atrial ejection fraction (LAEF) and left atrial expansion index (LAEI) which define cardiac diastolic function. The purpose of this study was to obtain an alternative examination method other than T2 * assessment to detect IOC and also to find out the correlation between LAEF and LAEI with heart T2 * values.
Method: This study is a correlation test using a cross-sectional design with secondary data, conducted at RSCM in April 2018 to September 2018. T2* score and left atrial dimensions was measured from all 70 subjects. Statistical analysis was done using Pearson correlation test.
Results: There was a low negative correlation between LAEF and T2 * (R = - 0.12, p> 0.05) and there was no correlation between LAEI and T2 * (R = - 0.09, p> 0.05).
Conclusion: There is low inverse correlation between LAEF and the myocardium T2 * value and there is no correlation between LAEI and myocardium * T2 value. Therefore, it is not recommended to use these parameters to predict IOC in patients with TDT.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jusi Susilawati
"Latar Belakang: Harapan hidup pasien thalasemia bergantung transfusi bertambah baik karena transfusi darah dan terapi kelasi besi yang sesuai. Penyakit jantung akibat toksisitas besi tetap menjadi penyebab utama kematian pada pasien thalasemia bergantung transfusi. MRI T2* jantung dapat mendeteksi dini toksisitas besi di jantung dan dapat mengevaluasi hasil pengobatan dengan membandingkan nilai T2* pra dan pasca terapi kelasi besi.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan mendapatkan profil perbaikan toksisitas besi di jantung pada pasien thalasemia dewasa bergantung transfusi. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum dan saturasi transferin.
Metode Penelitian: pre and post test dengan data sekunder retrospektif pada pasien dewasa thalasemia bergantung transfusi yang kontrol di poliklinik thalasemia Kiara dan poliklinik dewasa hematologi-onkologi medik RSUPN Cipto Mangukusumo. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2019. Data sekunder diperoleh dari rekam medis dan registri pasien thalasemia berupa riwayat medis, jenis obat kelasi besi, nilai T2* jantung satu tahun berturut-turut, kadar feritin serum dan saturasi transferin. Analisis data berupa data deskriptif dan uji marginal homogeneity serta uji kappa.
Hasil: Sebanyak 115 pasien dilibatkan dalam penelitian ini. Terdapat perbaikan T2* jantung sebanyak 7,0% dan menetap baik (T2* jantung tetap >20 milidetik) sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum (nilai kappa = 0,044) dan perbaikan nilai T2* jantung dengan saturasi transferin ( nilai kappa = 0,011).
Simpulan: Perbaikan toksisitas besi di jantung pasca terapi kelasi besi sebanyak 7,0% dan menetap baik sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan kadar feritin serum dan saturasi transferin.

Background: Life expectancy of the transfusion dependent thalassemia patients is getting better because of blood transfusion and appropriate iron chelation therapy. Heart disease due to iron toxicity remains the leading cause of death in thalassemia patients who need transfusion. MRI T2* can allow to detect premature iron toxicity in the heart and can evaluate the results by comparing myocardial T2* pre and post iron chelation therapy.
Objectives: This study aims to obtain a profile of improvement in cardiac iron toxicity in adult thalassemia patients who need transfusion. This study also supports to see aggrement between improvement in myocardial T2* with improved serum ferritin level and transferrin saturation.
Methods: pre and post test with retrospective secondary data in adult thalassemia patients requiring controlled transfusions in Kiara thalassemia clinic and hematology-medical oncology clinic Cipto Mangukusumo General Hospital. The study was conducted in July-Desember 2019. Data were obtained from medical records and thalassemia registry, which consisted of medical history, type of chelation, myocardial T2* within one year, serum ferritin level and transferrin saturation. Data analysis was performed in descriptive data and marginal homogeneity test and Kappa test.
Results: A total of 115 patients were included in this study. There was an improvement of a myocardial T2* in 7.0% patients and persistently good (myocardial T2* remains >20 milliseconds) in 72.2%. There was no agreement between improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level (kappa value 0.044) and improvement in myocardial T2* with transferrin saturation (kappa value 0.011).
Conclusion: Improvement of cardiac iron toxicity after iron chelation therapy was 7.0% and persistently good in 72.2%. There was no agreement between the improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level and transferrin saturation."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jusi Susilawati
"Latar Belakang: Harapan hidup pasien thalasemia bergantung transfusi bertambah baik karena transfusi darah dan terapi kelasi besi yang sesuai. Penyakit jantung akibat toksisitas besi tetap menjadi penyebab utama kematian pada pasien thalasemia bergantung transfusi. MRI T2* jantung dapat mendeteksi dini toksisitas besi di jantung dan dapat mengevaluasi hasil pengobatan dengan membandingkan nilai T2* pra dan pasca terapi kelasi besi.
Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan mendapatkan profil perbaikan toksisitas besi di jantung pada pasien thalasemia dewasa bergantung transfusi. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum dan saturasi transferin.
Metode Penelitian: pre and post test dengan data sekunder retrospektif pada pasien dewasa thalasemia bergantung transfusi yang kontrol di poliklinik thalasemia Kiara dan poliklinik dewasa hematologi-onkologi medik RSUPN Cipto Mangukusumo. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2019. Data sekunder diperoleh dari rekam medis dan registri pasien thalasemia berupa riwayat medis, jenis obat kelasi besi, nilai T2* jantung satu tahun berturut-turut, kadar feritin serum dan saturasi transferin. Analisis data berupa data deskriptif dan uji marginal homogeneity serta uji kappa.
Hasil: Sebanyak 115 pasien dilibatkan dalam penelitian ini. Terdapat perbaikan T2* jantung sebanyak 7,0% dan menetap baik (T2* jantung tetap >20 milidetik) sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan feritin serum (nilai kappa = 0,044) dan perbaikan nilai T2* jantung dengan saturasi transferin ( nilai kappa = 0,011).
Simpulan: Perbaikan toksisitas besi di jantung pasca terapi kelasi besi sebanyak 7,0% dan menetap baik sebanyak 72,2%. Tidak terdapat kesesuaian antara perbaikan nilai T2* jantung dengan perbaikan kadar feritin serum dan saturasi transferin.

Background: Life expectancy of the transfusion dependent thalassemia patients is getting better because of blood transfusion and appropriate iron chelation therapy. Heart disease due to iron toxicity remains the leading cause of death in thalassemia patients who need transfusion. MRI T2* can allow to detect premature iron toxicity in the heart and can evaluate the results by comparing myocardial T2* pre and post iron chelation therapy.
Objectives: This study aims to obtain a profile of improvement in cardiac iron toxicity in adult thalassemia patients who need transfusion. This study also supports to see aggrement between improvement in myocardial T2* with improved serum ferritin level and transferrin saturation.
Methods: pre and post test with retrospective secondary data in adult thalassemia patients requiring controlled transfusions in Kiara thalassemia clinic and hematology-medical oncology clinic Cipto Mangukusumo General Hospital. The study was conducted in July-Desember 2019. Data were obtained from medical records and thalassemia registry, which consisted of medical history, type of chelation, myocardial T2* within one year, serum ferritin level and transferrin saturation. Data analysis was performed in descriptive data and marginal homogeneity test and Kappa test.
Results: A total of 115 patients were included in this study. There was an improvement of a myocardial T2* in 7.0% patients and persistently good (myocardial T2* remains >20 milliseconds) in 72.2%. There was no agreement between improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level (kappa value 0.044) and improvement in myocardial T2* with transferrin saturation (kappa value 0.011).
Conclusion: Improvement of cardiac iron toxicity after iron chelation therapy was 7.0% and persistently good in 72.2%. There was no agreement between the improvement in myocardial T2* with improvement in serum ferritin level and transferrin saturation."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Septiyanti
"Latar belakang dan tujuan: Thalassemia adalah penyakit anemia hemolitik yang diturunkan, merupakan penyakit genetik yang paling sering di dunia. Transfusi secara berkala pada pasien thalassemia dapat menyebabkan deposit besi pada berbagai organ seperti hipofisis. Deposit besi pada hipofisis dapat menyebabkan hipogonadotropik hipogonadisme. Biopsi merupakan pemeriksaan baku emas untuk menilai deposit besi pada organ, namun hal ini tidak dapat dilakukan pada hipofisis. Pemeriksaan MRI mulai digunakan unutuk mengukur kadar besi pada berbagai organ salah satunya hipofisis.
Metode: Uji korelasi dengan pendekatan potong lintang untuk mengetahui nilai korelasi nilai MRI T2 dan T2 relaksometri serta SIR T2 hipofisis dengan kadar FSH dan LH pada pasien thalassemia mayor. Pemeriksaan dilakukan 28 subjek penelitian dalam kurun waktu Desember 2016 hingga Maret 2016.
Hasil: Terdapat korelasi antara nilai relaksometri T2 hipofisis potongan koronal dengan kadar FSH dan LH, serta terdapat pula korelasi antara nilai SIR T2 hipofisis dengan kadar LH. Tidak terdapat korelasi antara nilai relaksometri T2 potongan koronal-sagital dengan kadar FSH dan LH, serta tidak terdapat pula korelasi antara SIR T2 hipofisis dengan kadar FSH.
Kesimpulan: Nilai relaksometri T2 hipofisis potongan koronal dan SIR T2 hipofisis dapat digunakan sebagai acuan deposit besi pada hipofisis serta dapat memonitor terapi kelasi pada pasien thalassemia - mayor.

Background and abjective Thalassemia is a hereditary hemolytic anemia disorder, it is one of the most common genetic disease in the world. Periodic transfusion for thalassemia patients may lead to iron deposit in various organs such as pituitary gland. Iron deposit in pituitary gland may induce hypogonadotropic hypogonadism. Biopsy and histopathology assessment is the gold standard examination to assess organ iron deposit, however this method is inapplicable for pituitary gland. MRI examination has been started to be used for measurement of iron level in various organ, such as pituitary gland.
Method: This study uses cross sectional method. MRI T2 and T2 relaxometry value as well as SIR T2 of pituitary gland was correlated with FSH and LH level in patients with major thalassemia. This study involves 28 subjects and conducted from December 2016 to March 2017.
Result: There is a correlation between relaxometry values of T2 pituitary gland on coronal slice with the level of FSH dan LH. There is also a correlation between pituitary SIR T2 value with the level of LH. There are no correlation between relaxometry values of T2 on coronal sagittal slices with the level of FSH and LH, furthermore there are no correlation between pituitary SIR T2 with FSH level.
Conclusion: Relaxometry value of pituitary T2 on coronal slice and pituitary SIR T2 value may be use as reference for iron deposit on pituitary gland as well as to monitor chelating therapy in major thalassemia patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Dian Anindita
"Latar Belakang: Talasemia merupakan kelainan sintesis hemoglobin yang membutuhkan transfusi darah berulang. Kombinasi terapi kelasi dan transfusi darah telah meningkatkan harapan hidup, namun menyebabkan penumpukan besi di organ tubuh seperti kelenjar endokrin. Hipogonadisme yang merupakan salah satu gangguan endokrin yang sering terjadi pada penderita talasemia, umumnya terjadi akibat penumpukan besi di jaringan hipofisis. Penumpukan besi di hipofisis dapat dilihat dengan melihat waktu relaksasi MRI T2 hipofisis.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan status besi dengan keadaan hipogonadisme yang dinilai dengan melihat korelasi serum feritin, saturasi transferin dan waktu relaksasi MRI T2 hipofisis dengan kadar FSH, LH dan testosteron.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan subjek 32 penderita pria talasemia bergantung transfusi. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif di poliklinikin talasemia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pemeriksaan serum feritin, saturasi transferin, FSH, LH dan testosteron menggunakan teknik ELISA. Sedangkan pemeriksaan waktu relaksasi MRI T2 hipofisis menggunakan MRI Avanto 1,5 Tesla.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan 62,5% pasien tidak mencapai pubertas sempurna. Didapatkan rerata kadar testosteron 23,31 (SB 15,57). Didapatkan 25% pasien memiliki testosteron rendah, dan dari kelompok tersebut seluruhnya memiliki kadar FSH dan LH yang rendah atau normal. Dijumpai adanya korelasi negatif lemah antara waktu relaksasi MRI T2 hipofisis dengan saturasi transferin pada kelompok dengan nilai testosteron normal. Korelasi pada variabel lainnya tidak terdapat yang signifikan.
Simpulan: Angka kejadian pasien dengan pubertas tidak sempurna cukup tinggi, tidak sejalan dengan hasil laboratorium. Pada penelitian ini dijumpai korelasi negatif lemah antara saturasi transferin dengan waktu relaksasi MRI T2 hipofisis.

Background: Thalassemia is a disorder of haemoglobin synthesis that require regular blood transfusion. The combination of chelation therapy and blood transfusion has extended life expectancy. However, repetition of blood transfusions leads to accumulation of iron in organs such as endocrine glands. Hypogonadism is one of the most prevalent endocrine disorder in thalassemia, caused by iron deposition in pituitary gland. Iron overload in pituitary can be measured by pituitary MRI T2 relaxation time.
Objective: The purpose of this study was to see the correlation between iron overload with hypogonadal state by analyzing correlation between ferritin serum, transferrin saturation, pituitary MRI T2 relaxation time with FSH, LH and testosterone levels.
Methods: This is a cross-sectional study with 32 subjects of male transfusion-dependent thalassemia. The subjects were collected with consecutive sampling technique in thalassemia outpatient clinic in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Measurement of serum ferritin, transferrin saturation, FSH, LH and testosterone were done using ELISA technique. Pituitary MRI T2 relaxation time was done using MRI Avanto 1.5 Tesla.
Results: In this study, secondary sexual characteristics was not fully achieved in 62,5%. The mean of testosterone levels is 23,31 (SD 15,57). Low testosterone levels were found in 25% patients, and all had low or normal FSH and LH levels. There was a weak negative correlation between transferrin saturation and pituitary MRI T2 relaxation time in normal testosterone level group.

Conclusions: This study demonstrated high rate of patients who did not achieved puberty, but low rate of patient with low testosterone. There is a weak negative correlation between transferrin saturation and pituitary MRI T2 relaxation times."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58685
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Faizal Drissa
"Pendahuluan : Muatan besi berlebih merupakan masalah utama pada pasien thalassemia beta bergantung transfusi karena menyebabkan toksisitas pada jaringan atau organ. Laporan mengenai korelasi antara muatan besi berlebih dengan fungsi endokrin pada pasien dewasa TDT beta yang mengalami retardasi pertumbuhan di Indonesia belum pernah dilaporkan.
Tujuan: Mendapatkan profil muatan besi dengan fungsi endokrin pada pasien dewasa TDT beta yang mengalami retardasi pertumbuhan.Metode: Dilakukan studi potong lintang pada pasien thalassemia beta mayor homozigot dan beta HbE usia dewasa yang mendapat transfusi darah di Poliklinik Thalassemia RSCM Jakarta pada Desember 2017. Muatan besi berlebih diwakili oleh feritin serum FS dan saturasi transferin ST, fungsi endokrin yang diperiksa adalah TSHs, fT4, dan IGF-1. FS, fT4 dan TSHs diperiksa dengan metode ELISA. IGF-1 diperiksa berdasarkan metode Solid-Phase ECLIA.
Hasil: Proporsi hipotiroid subklinis sebesar 32,7 , kadar IGF-1 rendah pada 79,3 subjek penelitian. Terdapat korelasi negatif lemah FS dengan fT4 r = -0,361; p=0,003 , dan IGF-1 r=-0,313; p=0,008 , tidak terdapat korelasi FS dengan kadar TSHs r=0,074; p=0,29 . Tidak terdapat korelasi ST dengan TSHs r =0,003; p=0,492 , fT4 r=0,018; p=0,448 , dan IGF-1 r=-0,142; p=0,143.
Simpulan: Terdapat korelasi negatif antara muatan besi berlebih yang dinilai dari feritin serum dengan fungsi endokrin yang dinilai dengan fT4 dan IGF-1.

Introduction. Iron overload is a major problem in patients with transfusion dependent beta thalassemia, because it causes toxicity to tissues or organs. The correlation between iron overload and endocrine function in adult TDT beta patients in Indonesia have not been reported.
This study aims to obtain a profile of iron load and endocrine function of adult TDT beta patients with growth retardation.Methods Cross sectional study was performed on beta homozygous beta and adult HbE beta patients receiving blood transfusions at the Thalassemia Kiara RSCM Jakarta Clinic, December 2017. Iron overload was represented by serum ferritin FS and transferrin saturation ST, and the endocrine functions are TSHs, fT4 by ELISA method and IGF 1 by the Solid Phase ECLIA method.
Results Subclinical hypothyroid proportion was 32,7 and low IGF 1 level was found in 79.3 of subjects. There is a weak negative correlation between FS and fT4 r 0.361 p 0.003, and IGF 1 r 0.313 p 0.008 . No correlation was found between ST with TSHs r 0,003 p 0,492, fT4 r 0,018 p 0,448, and IGF 1 r 0,142 p 0,143.
Conclusion There was negative correlation between iron overload based on serum ferritin with endocrine function based on fT4 and IGF 1."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58631
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>