Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 220481 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dessy Pratiwi
"Pengukuran VO2max secara langsung merupakan pengukuran terbaik kebugaran kardiorespiratori tetapi metode ini tidak efisien, perlu keakhlian dan ruang laboratorium khusus, serta melelahkan. Pengukuran VO2max submaksimal dinilai lebih mudah, sederhana, tidak melelahkan, dan tanpa risiko. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengukuran lain yang lebih sederhana namun akurat dalam mengukur VO2max dengan Bruce Treadmill Test sebagai acuan. Dilaksanakan pada bulan April 2019 dengan responden 32 mahasiswi tingkat 1 Program Studi S1 Gizi Universitas Indonesia, penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Variabel dependen yang diukur adalah VO2maxBruce, sementara variabel independen meliputi VO2maxQCST, VO2maxRFWTKline, dan VO2maxRFWTDolgener. Hasil penelitian menunjukkan bahwa VO2maxQCST, VO2maxRFWTDolgener, VO2maxRFWTKline berturut-turut memiliki nilai koefisien validitas (-0,15), (0,17) dan (0,19). VO2maxQCST yang tidak valid dapat disebabkan karena ketidaksesuaian tinggi balok kayu dengan panjang tungkai orang Indonesia. Hasil lain, VO2maxRFWTDolgener memiliki selisih rata-rata dengan VO2maxBruce lebih sedikit dibandingkan dengan VO2maxRFWTKline.

The direct measurement method of VO2max is the best one of cardiorespiratory fitness, but the method is inefficient, tiring subject, requires an expertise and a special laboratory space. Other method, a submaximal one, is considered easier, simpler, not tiring, and without risk. This study aims to prove the existence of other measurements that are simpler but still accurate in measuring VO2max with Bruce Treadmill Test as a reference. Conducted in April 2019 with respondents of 32 freshmen female students of the Undergraduate Program in Nutrition of Universitas Indonesia, this study used a cross sectional study design. The dependent variable measured was VO2maxBruce, while the independent variables included were VO2maxQCST, VO2maxRFWTKline, and VO2maxRFWTDolgener. The results showed that VO2maxQCST, VO2maxRFWTDolgener, and VO2maxRFWTKline respectively had validity coefficient values (-0.15), (0.17), and (0.19). Invalid VO2maxQCST can be due to incompatibility between height of wooden block and Indonesian limb length. Another result, VO2maxRFWTDolgener has smaller mean difference with VO2maxBruce compared to VO2maxRFWTKline."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kemal Akbar Suryoadji
"

Pendahuluan: Perilaku sedenter atau menetap pada pekerja dapat menyebabkan berbagai risiko penyakit yang mengganggu kegiatan sehari-hari. Salah satu uji yang dapat dilakukan dengan mudah dan fleksibel untuk menilai tingkat kebugaran seseorang adalah melalui uji jalan 6 menit yang ditunjukan berdasarkan persentase antara hasil dan prediksi uji jalan 6 menit.  Oleh karena itu, penelitian untuk mencari tahu hubungan antara jenis pekerjaan dan tingkat kebugaran perlu dilakukan sebagai pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan, dalam hal ini dilakukan kepada petugas kebersihan luar UI Depok.

Metode: Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah potong lintang. Subjek merupakan petugas kebersihan Universitas Indonesia Depok. Jenis pekerjaan pada subjek terbagi menjadi lokasi, durasi, giliran waktu, dan cara kerja subjek yang diisi melalui kuisioner oleh subjek. Tingkat kebugaran subjek didapatkan berdasarkan persentase hasil dan prediksi uji jalan 6 menit yang dilakukan oleh peneliti sesuai pedoman dari ATS. Data tingkat kebugaran dan jenis pekerjaan dianalisis korelasinya dengan Uji Fisher.

Hasil: Sebaran jenis pekerjaan pada petugas kebersihan Universitas Indonesia Depok didapatkan berdasarkan lokasi 95,4% bekerja di outdoor, 1,8% bekerja di indoor dan outdoor, dan 2,8% bekerja di tempat yang tidak menentu. Berdasarkan durasi didapatkan 93,6% pekerja bekerja lebih dari 8 jam dan sebanyak 6,4% pekerja bekerja kurang dari 8 jam. Berdasakan giliran waktu kerja sebanyak 94,5% pekerja bekerja pada giliran waktu pagi, sebanyak 1,8% bekerja pada giliran waktu sore, dan sebanyak 3,7% bekerja pada waktu tidak menentu. Berdasarkan cara bekerjanya 100% pekerja bekerja secara fisik. Sebaran tingkat kebugaran melalui uji jalan 6 menit pada petugas kebersihan Universitas Indonesia Depok didapatkan sebanyak 1,83% pekerja tergolong bugar, sebanyak 2,75% pekerja tergolong tidak bugar, dan sebanyak 95,4% pekerja tergolong sangat tidak bugar. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat kebugaran melalui hasil uji jalan 6 menit pada petugas kebersihan UI Depok didapatkan pada hubungan tingkat kebugaran terhadap lokasi, durasi, dan waktu kerja menunjukan tidak adanya hubungan (p>0,05). Sedangkan pada korelasi antara tingkat kebugaran dengan cara bekerja tidak dapat dihubungkan karena cara bekerja pada subjek konstan.

Kesimpulan: Korelasi antara tingkat kebugaran dengan lokasi, durasi, dan waktu kerja tidak memiliki hubungan (p>0,05), serta tidak dapat dilakukan hubungan antara tingkat kebugaran dengan cara bekerja karena cara bekerja subjek bersifat konstan.


Introduction: Sedentary behavior in workers can cause various risks of illness that interfere with daily activities. One of the test that can be done easily and flexibly to assess a persons fitness level is through 6-minute walking test which is shown based on the percentage between the results and predictions of the distance. Therefore, research to find out the relationship between work type and fitness level needs to be done as new knowledge that has never been done before, in this case conducted to janitors of UI Depok.

Method: The design used in this study is cross-sectional. The subjects are janitors of the Universitas Indonesia Depok. The type of work of the subjects is divided into location, duration, shift time, and how the work of the subjects and its filled out through questionnaires by the subjects. The fitness level of the subjects was obtained based on the percentage of results and predictions of the 6-minute walking test conducted by the researchers according to the guidelines of ATS. Data on fitness level and type of work were analyzed by correlation with the Fisher Exact Test.

Results: The distribution of work types on subjects was obtained based on the location it was found that 95.4% working in outdoor, 1.8% working indoor and outdoor, and 2.8% working in uncertain places. Based on the duration, it was found that 93.6% of workers worked more than 8 hours and 6.4% of workers worked less than 8 hours. Based on work time 94.5% of workers work in the morning shift, 1.8% work in the afternoon shift, and as many as 3.7% works in uncertain times. Based on how it works 100% of workers work physically. The distribution of fitness levels through a 6-minute walk test on subjects was found as many as 1.83% of workers classified as fit, as many as 2.75% of workers were classified as unfit, and as many as 95.4% of workers were classified as very unfit. The relationship between the types of work with the fitness level through the results of the 6-minute walk test that the subjects were found in the relationship of fitness level to location, duration, and work time showed no relationship (p>0.05). Whereas the correlation between fitness level with how to work cannot be connected because the way to work on subjects was constant.

Conclusion: The correlation between fitness level with location, duration, and work time has no relationship (p>0.05), and there is no relationship between fitness level and work method because the subjects work method is constant.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ikhsan
"Latar belakang : Coronary Artery Disease (CAD) merupakan masalah yang masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia, dengan angka prevalensi yang semakin meningkat. Uji treadmill merupakan suatu modalitas diagnostik yang tersedia secara luas di Indonesia untuk menilai kemungkinan stenosis pembuluh darah koroner dan menjadi referensi perlu tidaknya corangiografi. Keterbatasan dalam ketepatan diagnostik uji treadmill, perlu ditingkatkan performanya, yang dimana dalam penelitian ini menggunakan Duke Treadmill Score (DTS) sebagai prediktor Coronary Artery Disease yang signifikan dengan corangiografi sebagai pemeriksaan baku emas.
Tujuan : Mengetahui nilai DTS dalam mendiagnosis CAD signifikan pada pasien dengan uji treadmill positif.
Metode : Penelitian potong lintang pada pasien dengan CAD stabil berusia 18-75 tahun yang menjalani uji treadmill dengan hasil positive ischemic response dan sudah dilakukan corangiografi di Poliklinik Pelayanan Jantung Terpadu RSCM dalam kurun waktu Januari 2011 hingga Desember 2013. DTS akan ditetapkan titik potongnya (cut-off point) dengan Receiver Operator Curve (ROC) kemudian ditentukan nilai sensitivitas dan spesifisitas. Setelah ditetapkan titik potong, dibuat tabel 2x2 yang nantinya didapatkan nilai duga positif dan negatif beserta rasio kemungkinan positif dan negatif dengan rentangan nilainya menurut batas 95 % interval kepercayaan (IK).
Hasil : Terdapat 103 subyek dalam penelitian ini, dengan 37,9 % diagnosis CAD signifikan dari corangiografi. Rerata usia subyek penelitian 54,71 tahun yang dimana sebagian besar adalah wanita (53,4 %) dengan rentang usia 26-75 tahun. Faktor risiko CAD yang paling banyak ditemukan adalah hipertensi (51,5%). Didapatkan rerata DTS -3.53, yang sebagian besar termasuk dalam kelompok intermediate risk (89,3 %). Dari ROC ditentukan titik potong -8,85. Didapatkan hasil sensitivitas DTS adalah 28 % (IK 95 %: 17 % sampai 44 %), spesifisitas 95 % (IK 95 %: 87 % sampai 98 %), nilai duga positif (NDP) 79 % (IK 95 %: 52 % sampai 92 %), nilai duga negatif (NDN) 69 % (IK 95 %: 58 % sampai 77 %), dan rasio kemungkinan positif (RKP) 6,02 beserta rasio kemungkinan negatif (RKN) 0,75.
Simpulan : DTS dapat memprediksi CAD yang signifikan pada titik potong -8,85 untuk pasien uji treadmill positif dengan nilai duga positif yang cukup baik.

Background: Coronary Artery Disease (CAD) is one of the disease entity that leading cause of morbidity and mortality in worldwide. Treadmill test is part of the diagnostic modality which readily available to assess possibility of narrowing coronary artery and guiding us whether we need for the further investigation. Despite of that, treadmill test has limitation in diagnostic accuracy. Duke Treadmill Score (DTS) was also tested as a diagnostic score, and shown to predict significant CAD better than the ST-segment response alone.
Objectives : To determine the potential of DTS as a predictor significant CAD in patients who showed positive ischemic response during treadmill test, comparing with coronary angiography as a gold standard.
Methods : This is a cross-sectional study performed in adult patients with stable CAD that underwent treadmill test and coronary angiography in outward patient clinic of the Integrated Cardiac Service in Cipto Mangunkusumo Hospital between January 2011 and December 2013.
Results : A total of 103 patients in this study, thirty nine patients (37,9 %) had significant CAD in coronary angiography. Briefly, mean age was 54,71 years and 55 patients (53,4 %) were females. The most common CAD risk factor was hypertension (51,5 %). A mean of DTS score was -3.53, which mostly categorized as intermediate risk (89,3 %). Based on DTS results, cut-off point was determined by using Receiver Operator Curve (ROC) method, in which value of -8,85 considering as a cut-off point. Sensitivity and specificity value of DTS were 28 % (CI 95 %: 17 % to 44 %), and 95 % (CI 95 %: 87 % to 98 %). Positive and negative predictive value were 79 % (CI 95 %: 52 % to 92 %) and 69 % (CI 95 %: 58 % to 77 %). Positive and negative likelihood ratio were 6.02 and 0.75.
Conclusion : DTS has a good performance in predicting significant CAD at cut-off point -8,85 in patients with positive treadmill test."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Liana Meilani
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Telah dilakukan penelitian eksperimental secara acak menyilang dengan kontrol terhadap 12 atlet sepakbola peserta pendidikan dan latihan sepakbola DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara pemberian diet tinggi karbohidrat (KH) yang lebih tepat, dalam upaya meningkatkan ketahanan fisik atlet Indonesia yang mempunyai pola makan tinggi KH. Atlet dibagi 2 kelompok, masing-masing kelompok 6 orang. Tahap I kelompok I diberi diet pertandingan biasa (KH 57%, protein 13%, lemak 30 %) dan latihan berat selama 6 hari. Kelompok II, hari ke 1-3 diberi diet pertandingan biasa, hari ke 4-6 diberi diet tinggi KH (KH 80%, protein 11%, lemak 9%), latihan berat sekali ada hart ke 1 menurun bertahap pada hari-hari erikutn a. Kedua diet yang diberikan iso kalori. Setelah 6 hari masa 'wash out', dilakukan tahap ke II berupa penyilangan perlakuan.
Hasil dan Kesimpulan : Nilai rata-rata (X) lama waktu dan denyut jantung saat melakukan tes treadmill sebelum dan sesudah diberi diet pertandingan biasa adalah 1100 ± 203,60 detik dan 1130 ± 108,04 detik serta 179,17 ± 5,15 denyut/menit dan 177,50 ± 5,84 denyut/menit. Terdapat pemanjangan waktu 30 detik dan penurunan denyut jantung 1,67 denyut/menit. Sedangkan sebelum dan sesudah diberi diet modifikasi penimbunan KH adalah 1095 ± 206,46 detik dan 1115 ± 206,99 detik serta 178;50 ± 7,55 denyut/menit dan 177,08 ± 6,56 denyut/menit. Terdapat pemanjangan waktu 20 detik dan penurunan denyut jantung 1,42 denyut/menit. Hasil uji t tidak berpasangan terhadap kedua variabel baik sebelum dan sesudah diberi kedua macam diet, maupun terhadap pemanjangan waktu dan penurunan denyut jantung pada pemberian kedua macam diet tidak berbeda bermakna (p > 0,05). Selama penelitian tidak terdapat keluhan atau efek samping yang berarti. Kesimpulannya ialah pemberian diet modifikasi penimbunan KH tidak menunjukkan peningkatan ketahanan fisik atlet secara bermakna. Kemungkinan hal itu terjadi karena kebiasaan mengkonsumsi diet tinggi. KH dan latihan fisik berat sehingga sudah terjadi proses adaptasi dan pencapaian ketahanan fisik yang maksimal.
ABSTRACT
Scope and research method. An experimental, randomized controlled cross over design has been conducted using 12 soccer athletes participants in the DKI Jakarta soccer Educational and Training Programs. This research aims to obtain a more appropriate method of providing high carbohydrate diet to improve the endurance of Indonesian athletes having high carbohydrate consumption patterns. The athletes were divided into 2 groups,,6 athletes each. At the first with consists of 570 g carbohydrate, 13% protein, and 30% fat followed by a heavy exercise for 6 days. While group II were given ordinary competition diet on days 1 to 3; on the next three days, a high carbohydrate diet with a composition of 80% carbohydrate, 11% protein, and 9% fat followed by a very heavy exercise on day I decreasing radically on the remaining days. The two types of diet are iso calorie. After a period of wash out phase II began and crossed over treatment was performed.
Results and Conclusions : The mean duration and heart beat to performing a treadmill test before and after they were given ordinary competition diet was 1100 ± 203.60 seconds and 1130 ± 108.04 seconds, 179.17 ± 5.15 beats/minute and 177.50 + 5.84 beats/minute respectively. There was extension of 30 seconds and decrease in heart beat of 1.67 beats minute. For carbohydrate loading modification diet it was 1095 ± 206.46 seconds and 1115 ± 206.99 seconds, 178.50 ± 7.55 beats/minute and 177.08 + 6.56 beats/minute, respectively. There was extension of 20 seconds and decrease in heart beat of 1.42 beats/minute. The results of the unpaired student's t test of the two variables, both before and after provision of the two types of diet differed insignificantly (p > 0.05). During the research no significant complaints and side effects were found. The conclusion is the provision of carbohydrate loading modification diet did not show improvement the athlete's endurance. It may be caused b a habit of consuming already high carbohydrate diet and heavy training, resulting in an adaptation process and achievement of maximum endurance."
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neny Husnaini Zain
"Kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan dengan asupan gizi yang kita konsumsi setiap hari. Seseorang dengan status gizi yang baik maka sejatinya juga memiliki kualitas kebugaran tubuh yang baik pula. Untuk menilai suatu kebugaran seseorang dapat menggunakan metode uji jalan 6 menit. Penelitian ini ingin mengetahui korelasi antara status gizi dengan tingkat kebugaran pada petugas kebersihan luar Universitas Indonesia yang merupakan rujukan data karena belum pernah dilakukan sebelumnya. penelitian ini menggunakan desain potong lintang dimana status gizi subjek didapatkan dari hasil perhitungan IMT dengan terlebih dahulu mengukur berat dan tinggi badan subjek. Tingkat kebugaran didapatka dengan perhitungan presentase hasil uji jalan 6 menit yang berupa jarak tempuh dan prediksi uji jalan 6 menit yang disesuaikan dengan pedoman ATS. Kemudian data status gizi dan tingkat kebugaran dianalisis korelasinya dengan uji kruskall wallis. Hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran pegawai nonstaf Universitas Indonesia Depok tidak memiliki korelasi (P >0,05).

The health of one’s body is inseparable from the nutrition we consume each day. A person with a good nutritional status would make a good quality of life and a fit body. Physical fitness can be measured using The 6 Minute Walking Test. This study investigates the correlation between nutritional status and the fitness level of the cleaners in Universitas Indonesia which is a reference data since the study has not been conducted before. This study used a cross-sectional method, in which the subjects’ nutritional status wass acquired by the calculation of IMT after taking the data of the subjects’ body weight and height. The fitness level was calculated from the percentage of the result from The 6 Minute Walking Test and the prediction value of The 6 Minute Walking Test according to the guidelines from ATS. Furthermore, the correlation between the data of the nutritional status and the fitness level were analyzed using Kruskal Wallis Test. There was no significant correlation between the nutritional status and the fitness level of the Non-Staff Employees at Universitas Indonesia Depok (P >0,05)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Febrina
"Kebugaran kardiorespiratori yang rendah dapat mempengaruhi terjadinya penurunan performa kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status kebugaran kardiorespiratori berdasarkan persen lemak tubuh, aktivitas fisik, status merokok, tingkat stres, asupan zat gizi makro, dan asupan zat gizi mikro pada Pamasis STHM Ditkumad tahun 2017. Desain studi yang digunakan untuk penelitian ini adalah cross sectional dengan total sampel 70 responden. Nilai VO2max yang menentukan status kebugaran kardiorespiratori diukur dengan two-mile run test. Dengan menggunakan tes tersebut didapatkan sebanyak 60 Pamasis STHM memiliki status tidak bugar. Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji chi square didapatkan adanya perbedaan status kebugaran kardiorespiratori berdasarkan persen lemak tubuh p-value < 0,05.

Low cardiorespiratory fitness related to decreased work performance. This study aims to examine the differences of cardiorespiratory fitness based on body fat percentage, physical activity, smoking status, stress level, macronutrients and micronutrients intake among military students of SHTM Ditkumad. This study used cross sectional design and participated in 70 samples. VO2max was used to determine cardiorespiratory fitness using two mile run test. The result of this study shows that 60 military students are unfit. Chi square result is showing that cardiorespiratory fitness statistically different based on body fat percentage p value 0,05.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S67503
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rifky Mubarak
"Latar Belakang: Ibadah haji merupakan ibadah fisik yang dilakukan oleh jemaah haji terdiri dari aktivitas berjalan minimal sejauh 12 kilometer untuk melakukan kegiatan rukun haji dan kegiatan diluar rukun haji. Ibadah haji memerlukan kapasitas fungsional dan keseimbangan yang baik sebagai syarat istitaah kesehatan untuk mencegah terjadinya kelelahan. Tujuan dari penelitian ini untuk menilai efek latihan berjalan terhadap kapasitas fungsional dan fungsi keseimbangan pada calon jemaah haji usia dewasa sehat.
Metode: Sebanyak 38 calon jemaah haji dewasa sehat dilakukan uji jalan 6 menit menggunakan rumus Nury prediksi VO2 maks dan uji timed up and go (TUG). Dilakukan randomisasi dan dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi diberikan latihan berjalan minimal 6000 langkah per hari selama 30 menit dengan intensitas sedang sebanyak 3-5 kali seminggu dalam 8 minggu. Kelompok kontrol hanya diminta mencatat jumlah langkah per hari tanpa peresepan latihan. Pada akhir penelitian dilakukan kembali uji jalan 6 menit rumus Nury dan uji TUG, serta dilakukan analisis data.
Hasil: Kedua kelompok mengalami peningkatan prediksi VO2 maks namun tidak mengalami peningkatan nilai TUG pada akhir penelitian. Peningkatan prediksi VO2 maks pada kelompok perlakuan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p=0,007).
Kesimpulan: Latihan berjalan dapat meningkatkan kapasitas fungsional pada calon jemaah haji usia dewasa sehat, namun tidak memberikan efek peningkatan fungsi keseimbangan.

Background: Hajj pilgrim is physical worship performed by pilgrims consist of walking at least 12 kilometer to complete the hajj principle and related activity. Hajj pilgrim needs good functional capacity and balance as a prerequisite of health to prevent fatigue. The aim of this study is to evaluate the effectivity of walking exercise on functional capacity and balance function for healthy adult pilgrim candidates.
Method: 6 minutes walk test (6MWT) and Timed Up and Go (TUG) test was done on 38 healthy adult hajj pilgrim candidate. VO2max was predicted using Nury Formula. The candidate was randomized into intervention and control group. Intervention group was given walking exercise, minimum of 6000 steps each day for 30 minutes, moderate intensity, 3-5 times a week for 8 weeks. The control group was not prescribed exercise, only asked to record the amount of steps taken each day. At the end of the study, 6MWT and TUG was reevaluated.
Results: At the end of the study, both groups show improvement  on predicted VO2max but no improvement  on TUG time. Predicted VO2max improvement are higher on intervention group compared to control (p=0.007).
Conclusion: Walking exercise might increase functional capacity on healthy adult hajj pilgrim candidate, but has no effect on balance.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hilma Nur Faiza
"Pendahuluan: Merokok dapat menimbulkan berbagai risiko kesehatan, termasuk penurunan kapasitas fungsional kardiorespirasi yang akan menurunkan kebugaran fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas merokok terhadap tingkat kebugaran yang diukur dengan metode uji jalan 6 menit. Metode: metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Subjek dipilih dengan metode consecutive sampling (n=103). Data yang dikumpulkan adalah aktivitas merokok, hasil jarak uji jalan 6 menit, serta status kardiorespirasi sebelum dan sesudah uji jalan. Analisis data pada penelitian ini adalah univariat untuk menilai distribusi subjek berdasarkan karakteristik sosiodemografi dan aktivitas merokok, serta uji korelatif kategorik Kruskal-wallis. Hasil: dari 103 subjek didapatkan mayoritas petugas kebersihan kampus UI Depok adalah laki-laki (53,4%), usia 40-49 tahun (33%), serta mayoritas adalah bukan perokok (55,3%). Berdasarkan aktivitas merokok, 35% perokok dengan IB ringan, 9,7% perokok dengan IB sedang, dan 55,3% bukan perokok. Pada subjek perokok, mayoritas adalah laki-laki (80%), usia 20-29 tahun (78,9%), mengonsumsi rata-rata 10 batang rokok perhari, dengan lama merokok rata-rata 13 tahun. Berdasarkan uji korelasi Kruskal-wallis antara intensitas merokok dengan tingkat kebugaran memiliki nilai p value 0,681. Kesimpulan: Tidak ada hubungan bermakna antara intensitas merokok dengan tingkat kebugaran yang diukur dengan metode uji jalan 6 menit pada petugas kebersihan kampus UI Depok.

Introduction: Smoking is one of the risk factor of health problems, including cardiorespiratory function. This study aims to determine the relationship between smoking intensity based on the Brinkman index and fitness level measured by 6 minutes walking test. Method: the method used was a cross-sectional study. The subject was chosen through consecutive sampling methods (n=103). Data analysis used in this study was a univariate test to see the distribution of the social demography and the characteristic of smoking activity, and the Kruskal-wallis test for assessing the relationships between variables. Result: from 103 subjects, the janitors were dominated by male (53.4%), aged 40-49 years (33%), and non-smoker (55.3%). Based on the Brinkman index, the result showed 35% smokers with mild BI, 9.7% smokers with moderate BI, and 55.3% are non-smokers. Furthermore, the smokers were dominated by male (80%), aged 20-29 years (78.9%), consumed approximately 10 cigarettes per day, and the average of smoking duration is 13 years. Based on the Kruskal-wallis test to assess the relationship between those two variables, the p value was 0.68. Conclusion: There is no significant relationship between smoking intensity and physical fitness measured by 6 minutes walking test on janitors of Universitas Indonesia Depok."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wita Nurul Aini
"ABSTRAK
Validitas dan reliabilitas semiquantitative FFQ dalam mengukur asupan kalsium masih banyak menjadi perdebatan karena tidak melakukan pengukuran kuantitatif secara langsung. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui validitas dan reliabilitas pengukuran asupan kalsium menggunakan semiqauntitative FFQ dengan golden standard food weighing. Penelitian ini menggunakan disain studi cross-sectional yang dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2018 pada 54 Mahasiswa Gizi Universitas Indonesia yang dipilih dengan simple ramdom sampling. Validitas semiquantitative FFQ dalam mengukur kalsium dibandingkan dengan food weighing yang dilakukan selama dua hari, dan reliabilitas ditentukan dengan membandingkan asupan kalsium dua kali pengukuran menggunakan semiquantitative FFQ. Median asupan kalsium mahasiswa gizi Universits Indonesia berdasarkan semiquantitative FFQ median SD adalah 537 407,5 mg/hari. Sedangkan median asupan kalsium dari dua hari food weighing adalah 569 375,6 mg/hari. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan kalsium dari kedua metode P>0,05. koefisien korelasi asupan kalsium kedua metode sebesar r=0,42 dengan korelasi yang signifikan P=0,001. Analisis surrogate category menunjukan bahwa semiquantitative FFQ dapat membedakan asupan kalsium pada berbagai tingkat kuartil asupan ANOVA, P80 mulai dari cutoff asupan 800mg/hari. Namun spesifisitas dan negative predictive value tetap

ABSTRACT
Validity and reliability of semiquantitative FFQ still in debate because it is not directly measure the quantitative amount of food consume. This study was aim to evaluated the validity and reliability semiquantitative FFQ in measuring calcium intake compare with food weighing as golden standard. This study was cross sectional study conducted in April until Mei 2018 to 54 female Nutrition student of Universitas Indonesia mean aged 21 years old selected by simple random sampling. Reproducibility was tested by the difference between calcium intakes from the semiquantitative FFQ completed twice. While respondent reported 2 days food weighing to got the true usual calcium intake to compared with semiquantitative FFQ. Median calcium intake responden based on semiquantitatvie FFQ was Mean SD 537 407,5 mg day. While median calcium intake from 2 days food weighing was 569 375,6 mg day. There was no statictical different of calcium intake between two method. Coeficient correlation between two method was r 0,42 with significant correlation among them p 0,001. FFQ could discriminate calcium intake into some different level of intake ANOVA, P80 using cutoff calcium start from 800 mg day. But the specificity and negative predictive value could not reach that value in all the cutoff used 700,800,1000,1100 mg day. There was a significant diference between calcium intake between first and second administration of semiquantiative FFQ."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nariyah Handayani
"[ABSTRAK
Kebugaran merupakan prediktor dari penyakit degeneratif seperti penyakit
kardiovaskular, diabetes mellitus dan lain sebagainya. Hasil tes kebugaran pada
siswa sekolah menengah atas di kota Bogor yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
pada tahun 2014, menyebutkan 91.29% siswa berada pada tingkat kebugaran
kurang dan kurang sekali. Perilaku merokok, jenis kelamin, status gizi, frekuensi
olahraga, serta lingkar pinggang, kadar lipid dan tekanan darah, diperkirakan
menjadi determinan kebugaran, menurut laporan Survei Kepatuhan terhadap KTR
di Kawasan Sekolah tahun 2014, terdapat 15.18% siswa yang merokok. Penelitian
ini bertujuan untuk melihat apa saja determinan kebugaran kardiorespirasi pada
siswa di 18 sekolah menengah atas di Kota Bogor. Disain penelitian ini crosssectional
menggunakan tiga data sekunder Dinkes Kota Bogor, tes kebugaran
menggunakan metode TKJI untuk usia 16-19 tahun. Sampel penelitian didapatkan
354 responden yang tersebar pada 18 sekolah. Pada analisis regresi logistik
ganda, ditemukan bahwa variabel jenis kelamin, status gizi, perilaku merokok dan
lingkar pinggang merupakan determinan kebugaran kardiorespirasi, dengan
variabel jenis kelamin yang dominan berhubungan dengan kebugaran
kardiorespirasi. Perlu dibuat program gerakan hidup aktif untuk penanganan
masalah gemuk dan obesitas agar adanya peningkatan kebugaran jasmani. Bagi
penelitian selanjutnya, perlu penggunaan metode pengukuran kebugaran TKJI
secara lengkap atau dengan metode pengukuran yang lain seperti single-test, dan
pengukuran aktivitas fisik yang lebih baik lagi.

ABSTRACT
Fitness is predictor of degenerative diseases, such as cardiovascular disease,
diabetes etc. Result on fitness test among high school students at Bogor, which
was conducted by the city district health office in 2014, mentioned that 91.29%
students were on poor fitness level. Smoking behavior, sex, nutritional status,
sport frequency, blood lipid, waist circumference and blood pressure were
estimated as determinant to fitness level, according to a report from Survei on
Adherence of Non-Smoking Area on School Area in 2014, there are 15.18% of
students were smoking. This research aims to see which factors are determinant to
student?s cardiorespiratory fitness in 18 high school at Bogor. Design of this
research was cross-sectional using three secondary data from Bogor District
Health Office, fitness test using the TKJI method for the age of 16-19 years.
Sample research obtained 354 respondents were scattered in 18 schools. On
multiple logistic regression analysis, it was found that sex, nutritional status,
smoking behavior and waist circumference are determinant to cardiorepiratory
fitness, with sex were the dominant variable associate with cardiorepiratory
fitness. The program on active lifestyle are needed to managing on overweight
and obesity problem, thus increase level of fitness. For further research, full
method on TKJI or other fitness measurement methods such as single-test are
needed , and measurement of physical activity needs to be better again., Fitness is predictor of degenerative diseases, such as cardiovascular disease,
diabetes etc. Result on fitness test among high school students at Bogor, which
was conducted by the city district health office in 2014, mentioned that 91.29%
students were on poor fitness level. Smoking behavior, sex, nutritional status,
sport frequency, blood lipid, waist circumference and blood pressure were
estimated as determinant to fitness level, according to a report from Survei on
Adherence of Non-Smoking Area on School Area in 2014, there are 15.18% of
students were smoking. This research aims to see which factors are determinant to
student’s cardiorespiratory fitness in 18 high school at Bogor. Design of this
research was cross-sectional using three secondary data from Bogor District
Health Office, fitness test using the TKJI method for the age of 16-19 years.
Sample research obtained 354 respondents were scattered in 18 schools. On
multiple logistic regression analysis, it was found that sex, nutritional status,
smoking behavior and waist circumference are determinant to cardiorepiratory
fitness, with sex were the dominant variable associate with cardiorepiratory
fitness. The program on active lifestyle are needed to managing on overweight
and obesity problem, thus increase level of fitness. For further research, full
method on TKJI or other fitness measurement methods such as single-test are
needed , and measurement of physical activity needs to be better again.]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>