Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194123 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kristien Juni Thandwi Jonathan
"Mikrobiota usus manusia banyak dikaitkan dengan perkembangan tubuh mulai dari perkembangan otak, imunitas tubuh, hingga penyakit-penyakit seperti kelainan metabolik dan autisme. Mikrobiota usus pada neonatus menjadi sorotan untuk dipelajari lebih jauh karena mikrobiota usus mampu mempengaruhi perkembangan tubuh hingga dewasa. Salah satu faktor keberagaman komposisi mikrobiota yaitu rute persalinan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui serta membandingkan profil mikrobiota mekonium neonatus yang dilahirkan melalui rute persalinan normal dan cesar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Metode yang digunakan untuk identifikasi mikroba dalam penelitian ini yaitu pengkulturan sampel mekonium yang diidentifikasi secara mikrobiologi dan secara biologi molekuler meliputi PCR dan DNA sekuensing dengan menggunakan gen penyandi 16S rRNA. Hasil menunjukkan bahwa pada mekonium neonatus mengandung berbagai jenis bakteri terutama bakteri yang berasal dari filum Firmicutes (74%) terutama genus Staphylococcus (55,5%). Bakteri unik dalam mekonium neonatus yang lahir secara normal yaitu Corynebacterium singulare, Streptococcus haemolyticus, Streptococcus agalactiae, Enterococcus hirae, Enterococcus faecalis, Bacillus paramycoides, Bacillus lichenformis, dan Bacillus aryabhattai. Mekonium neonatus yang dilahirkan secara cesar mengandung bakteri unik seperti Klebsiella pneumoniae, Enterobacter hormaechei, dan Atlantibacter hermannii. Perbedaan juga terdapat pada jumlah koloni yang terkultur seperti Staphylococcus epidermidis yang banyak ditemukan pada neonatus cesar namun sedikit pada neonatus normal.

Human gut microbiota is linked to body development such as brain development, and illnesses such as metabolic disorders. Neonates gut microbiota was highlighted for further studies because it can affect the humans body development. One of the factors that affect neonates gut microbiota diversity is the delivery model. This studys purpose was to obtain and compare the profile of neonates meconium microbiota, born with normal and cesarean delivery modes at Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Methods used in this study were culturing the meconium sample identified using microbiology and biology molecular methods including Polymerase Chain Reaction (PCR) and DNA sequencing using the coding gene of 16S rRNA. Results showed that neonates meconium contained bacteria with Firmicutes (74%) as the dominant phylum, especially genus Staphylococcus (55,5%). Unique bacteria in neonates meconium with normal delivery modes were Corynebacterium singulare, Streptococcus haemolyticus, Streptococcus agalactiae, Enterococcus hirae, Enterococcus faecalis, Bacillus paramycoides, Bacillus lichenformis, and Bacillus aryabhattai. Unique bacteria in neonates meconium with cesarean delivery mode were Klebsiella pneumoniae, Enterobacter hormaechei, and Atlantibacter hermannii. The difference also includes the relative amount of the colonies that were cultured such as Staphylococcus epidermidis found in high abundance in cesarean neonates but not in normal neonates."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firsty Amanah Prasetyaningsih
"ABSTRAK
Jenis asupan nutrisi pada neonatus merupakan determinan yang paling signifikan dari mikrobiota usus pada awal kehidupan. Faktor postnatal yang paling relevan mendukung kolonisasi mikrobiota adalah menyusui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan profil mikrobiota mekonium neonatus dan membandingkan profil mikrobiota mekonium sebagai perwakilan mikrobiota usus neonatus yang diberi ASI dengan yang diberi susu formula di Indonesia. Studi observasional dengan pendekatan cross sectional dilakukan dengan memilih tiga sampel neonatus yang diberi ASI dan tiga sampel neonatus yang diberi susu formula di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Mekonium neonatus dikultur secara mikrobiologi dan metode biologi molekuler dilakukan menggunakan Polymerase Chain Reaction-Sequencing. Hasil profil mikrobiota yang diperoleh adalah populasi mikrobiota yang dapat dikultur. Profil mikrobiota mekonium neonatus yang disusui meliputi kelimpahan relatif besar Filum Firmicutes dan kelimpahan relatif rendah Filum Actinobacteria. Dalam profil mikrobiota mekonium dari neonatus yang diberi susu formula, terdapat kelimpahan yang relatif tinggi dari Filum Firmicutes, kelimpahan yang relatif rendah dari Filum Proteobacteria, dan kelimpahan relatif yang sangat rendah dari Filum Actinobacteria. Perbedaan profil mikrobiota mekonium adalah adanya bakteri patogen dari filum Proteobacteria yaitu Pseudomonas Stutzeri dan Acinetobacter baumannii dengan kelimpahan yang relatif rendah yang hanya terdapat pada profil mikrobiota neonatus yang diberi susu formula. Hal ini menunjukkan bahwa menyusui, yang mengandung molekul bioaktif dan prebiotik yang dapat meningkatkan probiotik pada neonatus, diduga membantu melawan patogen umum di saluran pencernaan neonatus.
ABSTRACT
The type of nutritional intake in neonates is the most significant determinant of the gut microbiota in early life. The most relevant postnatal factor supporting microbiota colonization is breastfeeding. The purpose of this study was to obtain a profile of the meconium microbiota of neonates and to compare the microbiota profile of meconium as a representative of the gut microbiota of breast-fed neonates with formula-fed infants in Indonesia. An observational study with a cross sectional approach was conducted by selecting three samples of neonates who were breastfed and three samples of neonates who were fed formula milk at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Neonatal meconium was cultured microbiologically and molecular biology methods were performed using Polymerase Chain Reaction-Sequencing. The results of the microbiota profile obtained are microbiota populations that can be cultured. The microbiota profile of the meconium-fed neonates includes a relatively large abundance of Phylum Firmicutes and relatively low abundance of Phylum Actinobacteria. In the meconium microbiota profile of the formula-fed neonates, there was a relatively high abundance of Phylum Firmicutes, relatively low abundance of Phylum Proteobacteria, and very low relative abundance of Phylum Actinobacteria. The difference in the microbiota profile of meconium is the presence of pathogenic bacteria from the phylum Proteobacteria, namely Pseudomonas Stutzeri and Acinetobacter baumannii with relatively low abundance which is only found in the microbiota profile of neonates fed formula milk. This suggests that breastfeeding, which contains bioactive molecules and prebiotics that can increase probiotics in neonates, is thought to help fight common pathogens in the neonatal gastrointestinal tract."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grasella
"ABSTRAK
Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi merupakan kondisi dimana kadar total serum bilirubin (TSB) lebih dari sama dengan 5 mg per dL dan biasanya terjadi pada 60% bayi sehat lahir cukup bulan dan 80% bayi lahir kurang bulan. Kadar TSB yang meningkat hingga 20-25 mg per dL dapat menyebabkan gangguan neurologis (kernikterus) karena fraksi bebas bilirubin tidak terkonjugasi dapat melewati sawar darah otak. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dapat disebabkan oleh peningkatan sirkulasi enterohepatik. Mikrobiota pencernaan memiliki peran penting dalam menurunkan sirkulasi enterohepatik dengan mereduksi bilirubin tidak terkonjugasi menjadi urobilinogen yang selanjutnya akan dimetabolisme tubuh. Profil mikrobiota pencernaan neonatus memiliki asosiasi dengan risiko perkembangan hiperbilirubinemia. Informasi mengenai profil mikrobiota pencernaan neonatus dengan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi pada populasi di Indonesia masih langka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran awal profil mikrobiota pencernaan dari mekonium neonatus dengan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional dilakukan dengan memilih sebanyak masing-masing 3 sampel neonatus dengan total serum bilirubin ³ 5 mg/dL dan < 5 mg/dL serta dilahirkan pada periode Februari-Maret 2019. Mekonium neonatus dikultur secara mikrobiologi pada medium selektif dan nonselektif kemudian dilakukan identifikasi media selektif, morfologi koloni, mikroskopik, dan molekuler dengan Polymerase Chain Reaction-16s rRNA Sanger Sequencing (PCR-sequencing). Data klinis neonatus diperoleh dengan pencatatan rekam medik di RSCM. Profil mikrobiota terkulturkan dari mekonium neonatus dengan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo terdiri dari filum Firmicutes yang didominasi oleh genus Staphylococcus (50%) diikuti oleh Bacillus (37,5%) dan Enterococcus (12,5%) sedangkan neonatus normal terdiri dari filum Firmicutes yang didominasi oleh genus Staphylococcus (58,34%) diikuti oleh Bacillus (25%), Streptococcus (8,33%), dan Enterococcus (8,33%). Profil mikrobiota mekonium neonatus dengan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi dan normal didominasi oleh genus Staphylococcus (anaerob fakultatif) yang berpotensi sebagai patogen. Profil mikrobiota mekonium neonatus dengan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi (TSB ³ 5 mg/dL) memiliki keberagaman lebih rendah dibandingkan neonatus normal (TSB < 5 mg/dL) khususnya neonatus dengan metode persalinan caesar.

ABSTRACT
Unconjugated hyperbilirubinemia is a condition where total serum bilirubin (TSB) levels are greater than or equal to 5 mg per dL and usually affects up to 60% healthy term neonates and 80% preterm neonates. Increased TSB levels up to 20-25 mg per dL can cause neurological disorders (kernicterus) because the free fraction of unconjugated bilirubin can cross the blood-brain barrier. Increased unconjugated bilirubin concentration is due to increased enterohepatic circulation. Gut microbiota has an important role in reducing the enterohepatic circulation by transforming unconjugated bilirubin to urobilinogen which will be metabolized by the body. The neonates gut microbiota profile is associated with the risk of hyperbilirubinemia. Information regarding gut microbiota profile of neonates with unconjugated hyperbilirubinemia in Indonesian population is scarce. The purpose of this study was to get a preliminary description of gut microbiota profile from neonates meconium with unconjugated hyperbilirubinemia at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM). Observational study with the cross-sectional design was conducted by selecting 3 samples each from neonates with TSB ³ 5 mg/dL and < 5 mg/dL and born in February-March 2019. Neonates meconium was cultured microbiologically on selective and nonselective media and identified based on selective media, morphology, microscopy, and molecular by Polymerase Chain Reaction-16s rRNA Sanger Sequencing (PCR-sequencing). Clinical data of neonates were obtained from the medical record at RSCM. Cultured microbiota profiles from neonates meconium with unconjugated hyperbilirubinemia consisted of Firmicutes which was dominated by Staphylococcus (50%) followed by Bacillus (37,5%) and Enterococcus (12,5%) whereas normal neonates meconium consisted of Firmicutes which was dominated by Staphylococcus (58,34%) followed by Bacillus (25%), Streptococcus (8,33%), and Enterococcus (8,33%). Microbiota profiles from neonates meconium with and without unconjugated hyperbilirubinemia were dominated by Staphylococcus (facultative anaerobe) with pathogenic potential. The meconium microbiota profile of neonates with unconjugated hyperbilirubinemia (TSB ³ 5 mg/dL) had lower diversity than normal neonates (TSB < 5 mg/dL), especially cesarean-born infants.
"
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Selama pemulihan pasca operasi caesarea ibu akan mengalami banyak masalah
dimana diperlukan adaptasi suami pada kondisi ini. Disisi lain banyak rumah sakit
membatasi kunjungan suami terhadap pasangannya yang mengalami persalinan
melalui operasi caesarea, sedangkan keterlibatan atau peran suami sangat dibutuhkan
untuk membantu istri mengatasi masalahnya. Keterlibatan suami dalam persalinan
sampai dengan pasca persalinan memerlukan persiapan baik secara mental maupun
fisik (Richman, 1982). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keterlibatan
suami dalam merawat istri yang melahirkan dengan tindakan operasi caesarea
adalah: faktor pendidikan, pengetahuan dan motifasi. Tujuan penelitian ini adalah
untuk melihat adanya hubungan antara tingkat pendidikan, pengetahuan dan motivasi
dengan keterlibatan suami dalam merawat istri pasca operasi caesarea. Penelitian ini
dilakukan RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta dan Rumah Sakit Fatmawati
Jakarta, dari tanggal 20 Desember 2002 sampal dengan tanggal 4 Januari 2003.
metode penelitian adalah deskripsi korelasi dengan jumlah responden 30 orang. Dari
hasil analisa data didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan dengan keterlibatan suami dalam merawat istri pasca operasi
caesarea dengan p value 0,42 dengan tingkat kepercayaan 95 %. Tingkat
pengetahuan dengan keterlibatan suami dalam merawat istri pasca operasi caesarea
dengan p value 0,22. Motivasi dengan keterlibatan suami dalam merawat istri pasca
operasi caesarea diperoleh p value 1,0, sehingga dapat diperoleh kesimpulan tidak
ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan, pengetahuan, dan motivasi
denan ketrlibatan suami dalam merawat istri pasca operasi caesarea."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2002
TA5211
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Kecenderungan manusia di era mordenisasi dan globalisasi dalam kehidupan hanya
mencari keburuhan yang bersifat realitas semata dan bahkan terkadang mengabaikan
aspek rohani (spiritual) yang dapat menyebabkan terjadinya kekecewaan dan
keputusasaan dalam menjalani kehidupan terlebih dalam berespon menghadapi
perubahan-perubahan yang ada. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional
meyakini manusia sebagai mahluk bio-psikososio, kultural dan spiritual yang utuh
berespon terhadap suatu perubahan yang terjadi antara lain karena gangguan
kesehatannya dan penyimpangan pemenuhan kebutuhannya secara holistik dan unik
diperlukan pendekatan yang komprehensip dan bersifat individual bagi setiap system bagi
klien.Kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan manusia secara utuh hanya dapat dipenuhi
apabila perawat dibekali dengan kemampuan memeberikan asuhan keperawatan dengan
memeperhatikan aspek spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan holistik klien
sebagai mahluk yang utuh dan unik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana pengaruh praktik spiritual klien dapat memenuhi kebutuhan dalam kesiapan
menjalani operasi sectio caesaria. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah
deskriptif korelasi, dengan responden adalah ibu-ibu pre operarif sectio caesaria yang
dirawat di ruang IRNA A lantai II kanan RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sampel
yang diambil sebanyak 30 responden yang akan menjalani perawatan operasi sectio
caesaria, setelah dilakuan analisa sebagian besar praktik spiritual mandiri sangat
berpengaruh (56,6 %) dan sumber dukungan cukup berpengaruh (43,4 %), sementara
untuk kesiapan klien sebagian besar siap (90 %) dan yang tidak siap cukup kecil (10 %).
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa praktik spiritual klien sangat
mempengaruhi kesiapan klien dalam menjalani operasi sectio caesaria."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5009
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle
"ABSTRAK
Kondisi hiperbilirubinemia pada neonatus dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah polimorfisme genetik, seperti polimorfisme gen terkait, yaitu UGT1A1 dan OATP2/SLCO1B1. Polimorfisme nukleotida tunggal c.388A>G pada gen OATP2/SLCO1B1 mengakibatkan terjadi penurunan aktivitas kerja transporter Organic Anion Transporter Protein 2 OATP2 yang berfungsi memindahkan bilirubin dari darah ke hati dalam tahapan metabolisme bilirubin. Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil polimorfisme c.388A>G pada neonatus penderita hiperbilirubinemia risiko rendah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM. Analisis dilakukan terhadap 38 sampel neonatus yang lahir pada periode Januari-Agustus 2017, dengan kadar bilirubin ge-5 mg/dL tetapi G gen OATP2/SLCO1B1 di RSCM ini merupakan studi yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, dan hasilnya adalah dominan tipe polimorfisme utama berupa homozigot G/G pada neonatus dengan hiperbilirubinemia risiko rendah.

ABSTRACT
The condition of hyperbilirubinemia on neonates could be influenced by various factors, one of them is the genetic polymorphism, such as the related gene polymorphisms UGT1A1 and OATP2 SLCO1B1. This single nucleotide polymorphism SNP c.388A G at the OATP2 SLCO1B1 gene causes the decline in the activity of Organic Anion Transporter Protein 2 OATP2, which is responsible in removing bilirubin from the blood to the liver in the stages of bilirubin metabolism. This research aimed to find the polymorphism profile of c.388A G on low risk hyperbilirubinemia neonates at Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM . Analysis was done on 38 neonates rsquo samples who were born during January ndash August 2017, with bilirubin concentration between 5 mg dL and 12 mg dL, using the Polymerase Chain Reaction ndash Restriction Fragment Length Polymorphism PCR RFLP method with the TaqI restriction enzyme. Analysis results from 38 samples showed that there are 73.69 samples with homozygote type G G , 21.05 samples with heterozygote type A G , and only 5.06 samples with wildtype A A. This is the first report on c.388A G polymorphism study on gene OATP2 SLCO1B1 at RSCM result determined that the major polymorphism with homozygote type G G is the dominant type on neonates with low risk hyperbilirubinemia."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yunia Tiara Sina
"Seksio sesarea merupakan operasi kebidanan terbanyak di RS dr.Suyoto pada tahun 2012 sampai 2014 dengan proporsi 48% dengan indikasi adalah bekas seksio sesarea yaitu sebesar 26,20% kasus. Hasil wawancara diketahui belum adanya clinical pathway seksio sesarea dengan indikasi bekas seksio sesarea di RS dr.Suyoto PUSREHAB KEMHAN. Clinical pathway merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk peningkatan mutu pelayanan, keamanan dan efisiensi pembiayaan. Penilitian ini dilakukan dengan riset operasional deskriptif analitik yang mengidentifikasi aktifitas perjalanan pasien mulai dari karakteristik, administrasi, pra operasi, operasi, pasca operasi, dan outcome pembedahan seksio sesarea.
Hasil penelitian didapatkan variasi gambaran karakeristik, aktifitas administrasi, pra operasi, operasi, paska operasi, dan outcome pembedahan seksio sesarea. Berdasarkan hasil penelitian disusun desain awal clinical pathway seksio sesarea dengan indikasi bekas seksio sesarea.

Caesarean section is the most surgery of obstetric in dr.Suyoto from 2012 to 2014 with the proportion of 48%. Indication majority of 48% of cases cesarean section is previous cesarean section that is 26,20% of cases. Result of interviews, it has not been any clinical pathway of cesarean section with the indication previous cesarean section in dr.Suyoto PUSREHAB KEMHAN hospital. Clinical pathway is one of the instruments that can be used for improvement of service quality, safety and efficiency of financing. This research is done with descriptive analytical operational research to identify activities from the characteristics of patient journey, administration, presurgery, surgery, post-surgery, and surgical outcomes caesarean section.
The results showed variations in the characteristics, administrative activities, pre-surgery, surgery, post-surgery, and surgical outcomes caesarean section with the indications for cesarean section.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
S61783
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryani Hartati
"Mobilisasi dini adalah salah satu tindakan keperawatan untuk meminimalkan terjadinya komplikasi. Berbagai faktor dapat mempengaruhi ibu pasca seksio sesarea untuk melakukan mobilisasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan ibu pasca seksio sesarea dalam melakukan mobilisasi dini. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan cross sectional.
Hasil penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara faktor pengetahuan, motivasi, dan pemberian informasi oleh petugas kesehatan terhadap tindakan mobilisasi dini dengan p value (p=0.005; α=0.05). Sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap tindakan mobilisasi dini adalah faktor pemberian informasi oleh petugas kesehatan (Exp (B): 4,200).
Direkomendasikan perawat untuk memberikan informasi tentang tindakan mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea sesuai dengan standar operasional prosedur.

Early mobilization is one of the nursing interventions to minimize the occurrence of complications. Various factors can affect the post-Caesarean section mothers to accomplish early mobilization. The purpose of this study was to determine the factors related to post-cesarean mothers in performing early mobilization. This study used a quantitative method with cross-sectional approach.
The result showed that there were a significant correlation between the factors of knowledge, motivation, and information provision given by health professionals to the intervention of early mobilization with p value (p=:0.005;α=0.05). While the most affecting factor was the information provision performed by health professionals (Exp (B): 4,200).
It is recommended that nurses provide information about early mobilization to post Caesarean section mothers in accordance with standardoperatingprocedures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T33739
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fadli
"ABSTRAK
Latar Belakang: Operasi seksio sesaria merupakan faktor risiko infeksi yang berkaitan dengan morbiditas maternal psaca persalinan. Hingga saat ini, belum ada protokol tetap mengenai dosis antibiotik profilaksis sebelum prosedur seksio sesaria. Penelitian ini bertujuan mengetahui adakah perbedaan kejadian infeksi pasca persalinan dengan penggunaan cefazoline profilaksis dosis tunggal dan multipel.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis acak tersamar tunggal dengan dua kelompok perlakuan: cefazoline dosis tunggal 2 gram pada 30 menit sebelum insisi dan cefazoline dosis multipel (cefazoline dosis tunggal 2 gram pada 30 menit sebelum insisi dan 1 gram pada delapan jam setelah dosis awal). Penelitian dilakukan pada wanita yang menjalani operasi seksio sesaria berencana di RS Fatmawati dan RS Anna, Jakarta pada Januari 2016 - Maret 2016. Luaran utama yang dinilai adalah infeksi selama 30 hari setelah prosedur meliputi infeksi luka operasi, infeksi saluran kemih dan endometritis berdasarkan temuan klinis.
Hasil: Didapatkan 46 subjek dengan 23 subjek pada kelompok cefazoline dosis tunggal dan 23 subjek pada cefazoline dosis multipel. Didapatkan 9 dari seluruh subjek mengalami infeksi (19,6%). Tidak ditemukan perbedaan kejadian infeksi pada kedua kelompok perlakuan (Uji Fisher-exact p=1,00; risiko relatif cefazoline dosis tunggal 0,8 dengan 95% IK 0,25- 2,61).
Simpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam efikasi pemberian cefazoline dosis tunggal dan multiple. Pemberian dosis tunggal dapat dijadikan pilihan terkait efikasi dan efisiensinya

ABSTRACT
Background: Caesarean section is a risk factor for infection and it is related to maternal morbidity during puerpureal period. To date, there is consensus regarding antibiotic prophylactic protocol before caesarean section procedure. This study aimed to determine the comparative efficacy of a single dose of cefazoline prior incision versus multiple doses toward the incidence of maternal infection.
Method: This was a single-blind, randomized, clinical trial with two arms of interventions: 2 gram single dose cefazoline 30 minutes prior incision versus 2 gram single dose cefazoline 30 minutes prior incision plus 8 hours apart. This study recruited women endergone elective caesarean section at Fatmawati Hospital and Anna Hospital, Jakarta during January 2016 to December 2016. The primary outcomes were surgical site infection, urinary tract infection, and endometritis based on clinical findings during 30-day of follow-up period.
Result: A total of 46 subjects were recruited with 23 of them were in single dose cefazoline group whereas the other 23 subjects were in multiple dose of cefazoline group. Only 9 subjects had infection (19,6%). There was no difference in the incidence of infection between two groups (Fisher-exact test with p=1,00; relative risk of cefazoline single dose: 0.80, 95% CI :0.25-2.61)
Conclusion: There's no significant difference in efficacy between single dose and multiple dose of cefazoline. Single dose of cefazoline could be a treatment option based on its efficacy and efficiency.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Trivanie Sherly Elona
"Angka kematian neonatus yang tinggi dengan jumlah 19 per 1000 kelahiran hidup masih menjadi masalah di Indonesia. Cara persalinan dan evaluasi kondisi awal kehidupan bayi melalui Apgar score merupakan hal yang sangat penting untuk peningkatan pelayanan, dan kualitas kesehatan ibu dan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi melahirkan pervaginam dan perabdominal dan mengetahui hubungan cara persalinan dengan Apgar score neonatus. Desain penelitian adalah studi potong lintang (cross-sectional) dengan data sekunder dari rekam medik pasien melahirkan di rumah sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 2011 (n=2238). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persalinan perabdominal lebih sering dilakukan (54,4%) daripada persalinan pervaginam (45,5%). Apgar score menit pertama yang baik sebanyak 88,7%, dan buruk sebanyak 11,3%. Hampir seluruh Apgar score menit kelima (96,4%) memiliki jumlah nilai ≥ 7. Uji Chi-square menunjukkan tidak adanya perbedaan bermakna antara Apgar score buruk menit pertama dengan cara melahirkan (p=0,072), tetapi didapatkan perbedaan bermakna antara Apgar score buruk menit kelima dan cara melahirkan (p=0,004). Disimpulkan bahwa cara persalinan berhubungan dengan Apgar score menit kelima.

High neonatal mortality rate 19 per 1.000 live births is one of the health problems in Indonesia. Mode of delivery, and early evaluation of neonatal condition after birth by Apgar score are important to increase the service and quality of maternal and child health. The purpose of this study was to acknowledge the proportion of vaginal and abdominal deliveries, and the relationship between mode of delivery and neonatal Apgar score. A cross-sectional study of 2,238 data from medical record was conducted to obtain sociodemographic characteristic, mode of delivery, and Apgar score at National General Hospital of Cipto Mangunkusumo. Among the data, abdominal delivery was more done than vaginal one (54,4% and 45,5%, respectively). Good first-minute Apgar score was higher (88,7%) than the bad one (11,3%). Most data showed that fifth-minute Apgar score was good (96,4%). There was relation between mode of delivery and fifth-minute Apgar score (p=0,004). Although the mode of delivery and first-minute Apgar score had no relation (p=0,072). This study showed that the mode of delivery had correlation with fifth-minute Apgar score.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>