Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 101658 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angkling Suryonegoro
"Tesis ini membahas analisis strategi pemenangan incumbent dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019 di Indonesia. Memasuki awal tahun 2019 merupakan awal dimulainya tahun politik bagi Indonesia dalam memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang biasa disingkat dengan Pemilu Legislatif 2019 yang akan diselenggarakan pada tanggal 17 April 2019 untuk memilih 575 anggota DPR, 136 anggota DPD serta anggota DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota se-Indonesia yang dilaksanakan bersamaan dengan pemilu dan pilpres Indonesia tahun 2019. Pada pilpres tahun 2019 ini hanya terdapat 2 calon kandidat yaitu, incumbent (Jokowi & Maaruf) serta oposisi (Prabowo & Sandi). Dalam kompetisi dunia politik salah satu keberhasilan dalam memenangkan pilpres adalah dengan menerapkan strategi politik yang tepat serta memiliki keunggulan lebih dari lawannya. Sehingga sangat penting pemilihan strategi diawal yang tepat dalam melakukan pemetaan dengan mencari data-data internal serta data-data eksternal dari incumbent maupun oposisi sehingga akan dapat menentukan letak posisi strategis dan dapat menentukan analisis pemenangan incumbent yang mampu memenangkan pilpres 2019 dengan efektif dan sempurna. Hasil penelitian yang diperoleh incumbent untuk menang pilpres 2019 yaitu menggunakan strategi Strengths and Opportunies melakukan strategi konsolidasi, meminimalisir ancaman-ancaman, memilih jalan damai/rekonsiliasi dengan oposisi. Metode penelitian yang digunakan dengan pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan open source, wawancara dan literatur buku kepustakaan, sedangkan analisis data dilakukan dengan metode analisis SWOT, matrix TOWS, perhitungan EFE dan IFE serta mengadopsi Strategi Sun Tzu dan Robert Greene.

This thesis discusses the analysis of incumbent winning strategies in the 2019 presidential election in Indonesia. Entering the beginning of 2019 is the beginning of the start of the political year for Indonesia in choosing members of the House of Representatives (DPR) and members of the Regional Representative Council (DPD) commonly abbreviated as the 2019 Legislative Election which will be held on 17 April 2019 to elect 575 DPR members, 136 DPD members as well as members of the Provincial DPRD and Regency / City DPRD throughout Indonesia held simultaneously with the Indonesian elections and presidential elections in 2019. In the 2019 presidential election there are only 2 candidates namely, incumbent (Jokowi & Maaruf) and opposition (Prabowo & Password). In the world of political competition, one of the successes in winning the presidential election is by applying the right political strategy and having more advantages than its opponents. So it is very important to choose the right strategy in the beginning of mapping by looking for internal data and external data from the incumbent and opposition so that it will be able to determine the position of strategic positions and determine the analysis of winning incumbents who are able to win the 2019 presidential election effectively and perfectly. The results of the research obtained by the incumbent to win the 2019 presidential election are using Strengths and Opportunies strategies, implementing consolidation strategies, minimizing threats, choosing the path of peace / reconciliation with the opposition. The research method used is a qualitative approach and a quantitative approach. Data collection was carried out with open source, interviews and literature literature, while data analysis was carried out using SWOT, TOWS matrix, EFE and IFE calculations and adopting the Sun Tzu and Robert Greene strategies
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T52979
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melani Dhea Audry
"

Penelitian ini membahas tentang strategi pemenangan suara milenial dalam Pemilihan Presiden 2019 dengan aktivisme politik. Studi kasus penelitian ini adalah Kita Satu sebagai kelompok relawan milenial pendukung Jokowi – Maruf Amin dan Gerakan Milenial Indonesia sebagai kelompok relawan milenial pendukung Prabowo –Sandiaga Uno. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang perbandingan strategi pemenangan suara milenial yang dilakukan oleh Kita Satu dan Gerakan Milenial Indonesia dalam Pemilihan Presiden tahun 2019. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis fenomena aktivisme politik Kita Satu dan Gerakan Milenial Indonesia. Norris (2002) menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek utama dalam aktivisme politik, yaitu agensi, repertoar, dan target. Secara lebih lanjut peneliti akan mengelaborasi tiga aspek aktivisme politik ini untuk membandingkan strategi pemenangan suara milenialKita Satu dan Gerakan Milenial Indonesia. Peneliti juga menggunakan konsep cyberactivism dalam membangun penelitian ini. Temuan dari penelitian ini adalah perbedaan strategi pemenangan yang dijalankan oleh Kita Satu dan Gerakan Milenial Indonesia menghasilkan basis relawan milenial yang berbeda.


This research discusses the strategy of winning millennial votes in the 2019 Presidential Election with political activism. The case study of this research are Kita Satu as a millennial volunteer group supporting Jokowi - Maruf Amin and Gerakan Milenial Indonesia as a millennial volunteer group supporting Prabowo - Sandiaga Uno. This research aims to explain comparisons of millennial voting strategies undertaken by Kita Satu and Gerakan Milenial Indonesia in the 2019 Presidential Election. Researcher used a qualitative approach to analyze the phenomenon of political activism between Kita Satu and Gerakan Milenial Indonesia. Norris (2002) explained that there are three main aspects of political activism, namely agency, repertoire, and target. More details, researcher will elaborate the three aspects of political activism to compare the millennial voting strategies by Kita Satu and Gerakan Milenial Indonesia. Researcher also use the concept of cyberactivism in building this research. The results of this study are the different millennial voting strategies carried out by Kita Satu and Gerakan Milenial Indonesia produce a different millennial voluntary base.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Khalil Gibran
"Tugas karya akhir ini meneliti strategi pemenangan dan hambatan calon anggota legislatif perempuan DPR-RI Ina Elizabeth Kobak pada Pemilu 2019 di Provinsi Papua. Penelitian ini menggunakan kerangka konsep strategi dari Henneberg dan Chen (2008) dan analisisnya dilengkapi dengan konsep patriarkisme dan teori kekuasaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode sampling purposive dalam pengumpulan datanya. Hasil temuan menunjukkan bahwa terdapat tiga strategi utama dalam pemenangan calon anggota legislatif perempuan, yakni pengaruh kepala suku, door to door, dan pendekatan publik. Pengambilan keputusan yang berpusat pada kepala suku dalam musyawarah masyarakat adat Papua menjadi kunci kemenangan calon anggota legislatif perempuan. Hambatan yang dialami oleh calon anggota legislatif perempuan berasal dari hambatan adat, teknis, dan politis.

This final paper examines the winning strategies and obstacles for women legislative candidates for DPR-RI Ina Elizabeth Kobak in the 2019 Election in Papua Province. This study uses a strategic conceptual framework from Henneberg and Chen (2008) and the analysis is complemented by the concept of patriarchism and theory of power. This study used a qualitative method with purposive sampling method for collecting data. The findings show that there are three main strategies in winning the candidates for women legislative members, namely the influence of tribal leaders, door to door, and public approaches. Decision-making that focuses on tribal leaders in the deliberations of indigenous Papuans is the key for winning women legislative candidates. The obstacles experienced by women legislative candidates come from customs, technical and political obstacles."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Sukmono
"Studi ini mencoba melihat komunikasi politik incumbent dalam konstelasi Pemilihan Presiden 2009, dengan studi kasus komunikasi politik JK. Penelitian ini menekankan pada bagaimana strategi komunikasi politik, faktor pendukung dan penghambat serta pemanfaatan media massa dalam pencitraan politik, menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, studi kepustakaan dan dokumen.
Hasil penelitian menunjukan, dalam melakukan komunikasi politik, terdapat tiga karakter yang melekat kuat pada diri JK, yaitu: realistis dan pragmatis, tanggap dalam merespon perubahan konstelasi politik dan berkehendak kuat untuk menang. Adapun strategi komunikasi politik JK, yang kemudian memperkuat posisi tawarnya dalam panggung politik nasional adalah, meraih kursi kepemimpinan Golkar, membentuk jaringan saudagar nusantara dan menjadi aktor perdamaian.
Dalam melakukan komunikasi politik, JK didukung oleh beberapa faktor, diantaranya, posisinya sebagai Wakil Presiden, Ketua Umum Golkar, latar belakang saudagar dan representasi politik kawasan Indonesia Timur serta Islam moderat. Sementara yang menjadi faktor penghambat adalah, komunikasi JK yang Low Context, polarisasi Jawa-Luar Jawa, Iemahnya soliditas Golkar, citra korup Golkar, dan banyaknya kader Golkar yang hengkang dan mendirikan partai baru. Untuk pemanfaatan media massa dalam pencitraan politik JK, dilakukan pada semua jenis media mulai dari media cetak, media TV, media radio, media on line dan media luar ruang, dengan target image (citra yang diinginkan) adalah JK berprestasi, bekerja lebih cepat dan berani mengambil keputusan. Sejumlah saran yang dihasilkan penelitian ini adalah, (1).
Dalam melakukan komunikasi politik, JK harus mampu memahami budaya masyarakat yang menjadi komunikannya. Karena tanpa pemahaman budaya, bisa mengakibatkan miss communication yang pada akhirnya membuat tingkat penerimaan komunikan terhadap JK sebagai komunikator, tidak sesuai dengan yang diharapkan. (2), Sebagai incumbent Wakil Presiden yang bertarung memperebutkan kursi presiden dengan-salah satunya-incumbent Presiden, JK tidak boleh gamang, bahkan harus berani mengambil distansi dari SBY, agar keberhasilan pemerintah tidak hanya dituai oleh SBY. Untuk itu, dibutuhkan pola politik pencitraan yang lebih tepat, agar keberhasilan pemerintah yang dipersepsikan oleh masyarakat, bukan hanya hasil kerja kerja SBY. (3), Konsolidasi ulang partai Golkar, penting dilakukan JK dalam rangka menyolidkan dukungan partai dan elit partai yang terbelah, utamanya elit Golkar dalam menyokong pencapresannya. (4), JK harus intesif melakukan kontak langsung dengan vote getter yang ada di Jawa, untuk mendongkrak perolehan suaranya, karena tingginya prosentase pemilih yang ada di wilayah tersebut. Untuk implikasi teoritis, penelitian ini bisa dijadikan sebagai salah satu acuan konsep dalam menyusun/memperbaiki strategi komunikasi dan pencitraan politik JK menghadapi Pilpres 2009, atau bagi incumbent wakil Presiden dimasa mendatang yang maju bersaing dengan incumbent Presiden.

This study attempts to notice the incumbent political communication in the constelation of presidential election 2009, through case studies of Jusuf Kalla’s political communication. The study emphasizes political communication strategies, supporting factors and inhibiting factor as well as mass media used to create a political image with qualitative approaches. Data are obtained through in-depth interview, document and literature study.
The study result indicates that to carry out his political communication, JK has three innate characters, i.e., realistic and pragmatic, responsive to any changes of political constellation or having a high sense of politics, and having a strong motivation to win the presidential election. Similarly, his political communication strategies which strengthen his political bargaining position on national politics include the fact that he is now a chairperson of Golkar party, that he established a network of national traders/businessmen and still involves in it, and once became a peace-keeping actor.
In doing his political communication, JK is supported by significant aspects several of which are his current position as vice president, chairperson of Golkar party, his background as a businessman, a representation of political actions in East Indonesia and a moderate moslem. Meanwhile, the aspects that hold off his political communication are his Low Context communication, non-Java and Java dichotomy/polarization, a weak tie among Golkar party members, an image of Golkar party as a corrupt party, and many Golkar party members who leave it and subsequentlly establish a new political party.
To create a good political image of JK, a number of political communication strategies are done through media, ranging from printed media to electronic media such as TV, radio, and on line websites. These all are done to achieve the main goal: an image of JK who has achivements, work faster and is couragous in making decisions. There are some recommendations resulted from the study. First, in doing political communication, JK should be able to understand the culture of people he is communicating with. Without this, there will be miss communication that in turn leads to different messages delivery from what is actually expected. Second, as the incumbent vice president that tights against other presidential candidates one of whom is the incumbent president - SBY -, JK should not be afraid and indecisive; instead, he should have courage to claim that the success of the running governance performance is achieved not only by SBY but also by him. Thus, a more appropriate image branding of JK is required to inform people that JK contributes much to the good performance of the running governance. Third, re-consolidation within Golkar party is a necessity in order to unify all members of the party, so that they all are in line with JK’s nomination for the presidential election from Golkar party. Fourth, JK should intensify his approach with voters in the areas outside of Java Island in an attempt to increase the number of vote on account of the high percentage of vote in these areas. For theoretical implication, this study may be used as a reference for mapping political communication strategies and creating an image of JK to face Presidential Election 2009. Moreover, this study may be useful for incumbent vice president to complete with the incumbent president in the next presidential election.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33975
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rully C. Iswachyudi
"Pemilu Presiden (Pilpres) 2009 yang baru saja dilaksanakan menunjukan sakali lagi bahwa ada perubahan dalam pola perebutan kekuasaan. Komunikasi politik melalui pencitraan kandidat seolah menjadi menu wajib baik bagi Challenger maupun Incumbent. Pencitraan tersebut dijabarkan dalam retorika politik yang erat hubungannya dengan media, iklan politik dan survei. Hal tersebut sangat terkait dengan era komunikasi yang terbuka, sehingga para pemilih dan warga negara sangat mudah mengetahui apa yang sedang dan akan dilakukaon para pemimpinnya. Retorika politik yang diketahui akan digunakan warga negara untuk modal memilih para pemimpinnya ataupun menanyakan kembali tugas para pemimpin setelah mereka menjabat.
Retorika poHtik yang ditakukan para challenger dan incumbent tentunya harus sesuai dengan keinginan masyarakat pemilih jika ia ingin terpilih atau dipilih kembali oleh warganya. Untuk itu tulisan ini mengemukakan beberapa pertanyaan bagaimana strategi komunikasi politik challenger dan incumbent dalam mencarl dan mempertahankan kekuasaan, selain itu retorika politik apa yang digunakan oleh challenger dan incumbent terutama yang berhubungannya dengan penggunaan media, iklan politik serta efek survei yang terjadi. Berangkat dari keinginan untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penulis memilih sosok Susilo bambang Yudhoyono (SBY).

The Presidential Election on 2009 has just done a while ago, it showed, once again, that there is a slight change in power taking patterns. Political communication by candidate image has becomes a regular and compulsory menu for Challenger and/or Incumbent. The image has been explained in political rhetoric that it has close correlation to media, surveys and political campaign. This is highly correlated to open-ended communication era, so voters and citizens can easily find out what have been done and what will be done by their leader. Known political rhetoric shall be used by citizens in order to vote their leader or to re­ questioning the tasks of their leader when he/she hold his/her position.
Political rhetoric that being made by challenger and incumbent shall certainly be adjusted to voters' needs if they want to be re-elected by their voters. Therefore, this writing is discussing several questions on what are political communication strategies for challengers and incumbent in order to take and restore their power, beside of that, what are used political rhetoric by challengers and incumbent, in particular to correlate with the usages of media, political campaign and survey effects which have been occurred. From this perspective, in order to reply questioned mentioned above, writer selects the figure of Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T32393
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Gilrandy Tirasbudi
"Pemasaran politik jadi salah satu bidang kajian di ilmu komunikasi yang terus berkembang. Selain di dorong oleh golongan akademik, kajian ini makin relevan seiring dengan implementasi dari berbagai konsep dan permodelan pemasaran politik di arena politik selama beberapa dekade terakhir. Salah satu model yang sudah cukup mapan dalam kajian pemasaran politik adalah Comperhensive Political Marketing/CPM yang secara spesifik membahas bagaimana pemasaran politik dilakukan oleh partai. Memandang bahwa partai politik memiliki orientasi yang berbeda-beda dalam menciptakan produk politik dan memasarkannya dalam pemilihan umum, model CPM ini menyediakan perspektif yang khas dalam melihat bagaimana partai politik mengatur strategi dan berperilaku dalam pemilu. Penelitian ini mencoba untuk melihat bagaimana strategi komunikasi sebuah partai dengan melakukan studi kasus terhadap Partai NasDem di Pilpres 2024 dengan mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai produk yang memiliki pasar baru/berbeda dengan pasar yang sebelumnya telah terbentuk. Hasil dari studi menunjukkan kesimpulan yang selaras dengan premis dari CPM, bahwa orientasi penjualan memiliki celah yang justru bisa membuat partai gagal dalam mendesain dan mengomunikasikan produk hingga akhirnya berujung pada kegagalan elektoral.
Political marketing is a field of study in communication science that continues to grow. Apart from being driven by academic groups, this study is increasingly relevant along with the implementation of various concepts and models of political marketing in the political arena over the last few decades. One model that is quite well established in the study of political marketing is Comprehensive Political Marketing/CPM which specifically addresses how political marketing is carried out by parties. Considering that political parties have different orientations in creating political products and marketing them in general elections, this CPM model provides a unique perspective in seeing how political parties organize strategies and behave in elections. This research tries to see how a party's communication strategy is by conducting a case study of the NasDem Party in the 2024 Presidential Election by declaring Anies Baswedan as as a product that has a new market/different from the market that has been formed before. The results of the study show that the conclusions are in line with the premise of CPM, that sales orientation has loopholes that can actually make parties fail to design and communicate products that ultimately lead to election failure."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismi Rizqi Amelia
"ABSTRACT
Penelitian ini membahas mengenai penggunaan broker politik pemilihan kepala desa, dengan studi kasus peran broker politik dalam memenangkan calon kepala desa petahana pada Pemilihan Kepala Desa Harjosari Kidul Kabupaten Tegal Tahun 2017. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat peran yang dijalankan broker politik dalam memenangkan calon kepala desa petahana dalam Pilkades tersebut. Penelitian ini menggunakan landasan teori broker politik yang dijelaskan oleh Susan Stokes. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang diperoleh melalui hasil wawancara mendalam dan data sekunder. Hasil dari temuan ini memperlihatkan bahwa peran yang dijalankan oleh broker politik calon petahana sesuai dengan teori broker politik Susan Stokes yaitu broker berperan sebagai penghubung, sebagai distributor, dan sebagai mobilisator.

ABSTRACT
This study discusses about the use of political brokers for the village headmen election, with the role of political broker in winning the incumbent candidate on the 2017 Village Headmen Election in Harjosari Kidul Village Tegal Regency as the case study. This study aims to to see the role of political brokers in winning the incumbent candidate in aforementioned election. This research is using Political brokerage theory by Susan Stokes. Qualitative method with case study approach obtained through in depth interview and secondary data has been taken to analyze this research. The findings of this research shows that the role of political broker run by the prospective broker of political analysts match with Susan Stokes 39 s political brokerage theory in which the broker acts as the mediators, as the distributors, and as the mobilisators."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchammad Ikhsan Fadlillah
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas strategi yang digunakan oleh dua calon anggota legislatif (caleg) yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan dalam Pemilihan Umum DPRD Kota Tangerang Selatan tahun 2019 di Dapil II. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya pemilihan umum yang dilakukan secara serentak pada 17 April 2019. Penelitian ini pada awalnya melihat bahwa nantinya akan terjadi persaingan ketat, khususnya bagi caleg-caleg satu partai dalam memperebutkan kursi. Sehingga, dalam penelitian ini akan melihat bagaimana strategi yang digunakan oleh kedua caleg tersebut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan teori political marketing strategy milik Newman dengan melihat candidate focus terhadap Strategi 4P (product, push marketing atau tim relawan, pull marketing atau media massa, dan polling atau penggunaan konsultan politik dalam perumusan strategi). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan data primer dan data sekunder. Dengan menggunakan strategi 4P milik Newman sebagai analisis terhadap data yang didapatkan, penulis mendapatkan hasil temuan penelitian bahwa strategi yang dilakukan kedua caleg terbentuk karena pengaruh tiga dari empat candidate focus yang dibawa oleh kedua caleg. Namun dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terjadinya persaingan di antara kedua caleg yang diteliti serta tidak terlaksananya polling.

ABSTRACT
This thesis discusses the strategies used by two legislative candidates from Partai Persatuan Pembangunan in the in 2019s Election of Regional House Representatives of the City of South Tangerang in the Election District II. This research is motivated by the elections conducted simultaneously on 17 April 2019. This study initially sees that there will be fierce competition, especially for candidates-candidates of the party in contesting seats. Thus, this study will look at how the strategies used by both candidates. The study was conducted using Newmans political marketing strategy theory by looking at the candidate focus on the 4Ps Strategy (product, push marketing, pull marketing, and polling). This study uses qualitative research methods based on primary and secondary data. Using Newmans 4P strategy as an analysis of the data obtained, the findings of the study found that the strategies carried out by the two candidates were formed due to the influence of three of the four candidate focus brought by the two candidates. However, in this study, it was shown that there was no competition between the two legislative candidates studied and the Pollingwas not implemented."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hepi Katon Prasetyo
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
S5962
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rahman
"Penelitian ini bertujuan menganalisis politik pendanaan kampanye pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 dengan fokus pada dua hal: (1) penerimaan sumbangan dana kampanye dari penyumbang kalangan oligark kepada pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Joko Widodo - Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019, dan (2) pembayaran kembali pascapilpres kepada penyumbang. Pola pendanaan kampanye Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang berpengaruh terhadap perubahan sifat struktur politik oligarkis sebagai hasil Pilpres 2019 dianalisis menggunakan teori Oligarki dari Jeffrey A. Winters, didukung konsep pembiayaan kampanye dari USAID. Temuan studi ini menunjukkan politik pendanaan kampanye Joko Widodo - Ma’ruf Amin yang melibatkan para penyumbang besar dari kalangan oligark memengaruhi perubahan sifat struktur politik oligarkis pemerintahan hasil pilpres, yaitu dari yang sebelumnya ‘terpecah’ menjadi ‘kolektif’, dan perubahan dari yang sebelumnya bersaing ‘liar’ antaroligark menjadi ‘jinak’ bekerjasama dalam pemerintahan pasca-Pilpres 2019.

This study aims to analyze the politics of campaign funding in The 2019 Presidential Election with a focus on two things: (1) receipt of campaign fund donations from oligarchic donors to the presidential and vice presidential candidates Joko Widodo - Ma'ruf Amin as the winner of The 2019 Presidential Election, and (2) post-presidential repayments to donors. The campaign funding patterns for Joko Widodo-Ma'ruf Amin which affected the change in the nature of the oligarchic political structure as a result of The 2019 Presidential Election were analyzed using the Oligarchy theory of Jeffrey A. Winters, supported by the concept of campaign finance from USAID. The findings of this study show that the politics of campaign funding for Joko Widodo - Ma'ruf Amin, which involved big donors from the oligarchs, influenced the change in the nature of the oligarchic political structure of the government resulting from the presidential election, from previously being 'split' to 'collective', and changes from previously competing 'wild' between oligarks becomes 'tame' to cooperate in the post-2019 Presidential Election government."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>