Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 194015 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Latanza Shima Dayyana
"Tesis ini membahas tentang analisis keadilan (fairness) pembagian jasa pelayanan kapitasi didalam puskesmas dan antar puskesmas serta pendapat dinas kesehatan tentang biaya administrasi dana kapitasi kabupaten Bogor tahun 2019. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan design case study. Hasil penelitian menujukkan bahwa keadilan secara internal sudah adil. Sedangkan keadilan secara ekternal belum adil dan keadilan antar instansi belum adil. Sehingga perlu ada survey gaji untuk menetapkan besaran point tenaga kerja professional dan tenaga kerja manajemen. Selain itu, perlu ada penelitian lebih lanjut terkait penyesuaian resiko berdasarkan usia, jenis kelamin dan geografi untuk menetapkan besaran kapitasi antar puskesmas. Serta melakukan pengkajian ulang untuk penetapan Tunjangan Penghasilan Pegawai Negeri Sipil, agar tidak ada disparitas antar instansi.

This thesis discusses the analysis of fairness distribution of capitation services in puskesmas, between puskesmas and the opinion of the health office about the administrative costs of Bogor district capitation funds in 2019. This research is a qualitative study with a case study design. The results of the study show that justice is internally fair. Whereas external justice has not been fair and justice between agencies has not been fair. So that there needs to be a salary survey to determine the amount of points of professional workforce and management workforce. In addition, there needs to be further research related to risk adjustments based on age, sex and geography to establish capitation rates between puskesmas. As well as conducting a review for the establishment of Civil Servants Income Allowances, so that there is no disparity between agencies"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54323
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Fitri
"Puskesmas merupakan ujung tombak pelaksana pelayanan kesehatan yang sangat strategis dalam melaksanakan berbagai kebijakan dan program kesehatan, seperti SPM, PISPK, dan KBK-BPJS. Kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan secara bersama-sama menimbulkan situasi koeksistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kebijakan SPM, PISPK, dan KBK-BPJS di Puskesmas terjadi koeksistensi secara mutually exclusive (saling berdiri sendiri), competitive (berkompetisi), complementary (saling mendukung) dan integrated (terintegrasi) dalam hal tenaga, waktu, sarana, dana, dan pelaporan di Puskesmas di Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap 15 orang informan yang berada di Puskesmas Bojonggede, Puskesmas Cibinong, Puskesmas Cirimekar, Puskesmas Kemuning dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koeksistensi secara mutually exclusive terjadi pada aspek pelaporan, sistem pelaporan program mempunyai aplikasi masing-masing seperti SIKDA, SIMPUS, dan Laporan Suplemen pada program SPM, Web Keluarga Sehat pada program PISPK, dan P-Care untuk pelaporan KBK-BPJS. Koeksistensi secara competitive terjadi pada aspek tenaga dan waktu kerja. Pelaksanaan program yang dinilai paling berat adalah PISPK, sementara SPM dinilai program rutin yang biasa dilakukan di puskesmas. KBK BPJS dinilai lebih mudah dilaksanakan daripada PISPK dalam hal pencapaian angka kontak. Complementary terjadi pada aspek sarana dan dana. Pelaksanaan ketiga kebijakan SPM, PISPK, dan KBK-BPJS sistemnya belum terintegrasi sempurna.<

Centre or in Indonesia called Puskesmas plays a crucial and strategical role as a health care provider in implementing various policies and health program such as Minimum Service Standards (SPM), Healthy Indonesia Program with family approach (PIPSK), and Capitation-Based on Service Commitment (KPK-BPJS). Implementing the policies and programs simultaneously creates a condition called coexistence. This study aims to investigate whether implementation of the policies in Puskesmas works in a coexistence manner that is mutually exclusive, competitive, complementary and integrated in terms of human resources, work time, health facilities, funds and reporting. This study used a qualitative approach through in-depth interviews with 15 informants who were met at the community health centre in Bojonggede, Cibinong, Cirimekar, Kemuning and at the department of health of Bogor. The results of this study showed that the coexistence of mutually exclusive occurs in reporting. Specifically, program reporting systems have their own applications including SIKDA, SIMPUS, supplement report for SPM program; Health Family Web for PISPK and P-Care for KBK-BPJS. This study also found that the coexistence of competitive occurs in human resources and work time. PISPK is claimed as the most difficult program to carry out at the health centre in Bogor in comparison to KPK-BPJS in terms of achieving contact rates. Also, the program that routinely is done at the primary health centre in Bogor is SPM. The current study further indicates that the coexistence of complementary occurs in health facilities and funds. Finally, the coexistence of integrated policies such as implementations of SPM, PIPSK and KPK-BJS has not been fully worked at the community health centre in Bogor."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T54341
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jatsiyannisa Ubaya
"Skripsi ini membahas mengenai administrasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan pada puskesmas di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Penelitian ini melihat administrasi retribusi pelayanan kesehatan dari teori yang dikemukakan oleh Mc.Master. Skripsi ini mengangkat tiga permasalahan yaitu administrasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan, kendala yang dihadapi dalam proses administrasi retribusi, dan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengatasi kendala tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi kepustakaan, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa administrasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan pada puskesmas di Kabupaten Bogor pada beberapa aspek sudah dilakukan namun masih terdapat hambatan-hambatan. Petugas melakukan diskresi dalam penetapan biaya pelayanan kesehatan dan sanksi administrasi belum pernah diterapkan. Selain itu, masih ditemukan wajib retribusi yang tidak menerima bukti pemungutan yang sah.

This thesis is focused on the revenue administration of health charge in Bogor regency. In this study, researcher analyzed revenue administration of health charge from theory by Mc.Master. This thesis had three issues about revenue administration of health charge in Bogor regency, problems faced during the process of health charge, and effort from the Government to solve the problems. This research used quantitative approach through in-depth interview, literature study and observation. The result showed that revenue administration of health charge in Bogor regency have not applied optimally. Discretion occurs in calculating the health charge and penalties have not applied. Moreover, user charge payers do not accept the actual receipt for the collection."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Gani Hasan
"Latar Belakang : Tujuan menganalisis kebijakan pemanfaatan dana kapitasi JKN pada FKTPPuskesmas di Kabupaten Bogor mengacu Permenkes 21 tahun 2016.
Metode : Kualitatif denganRapid Assesment Procedure, wawancara mendalam pada 12 informan, sampel purposive, terkaittujuan penelitian.
Hasil : Terdapat disparitas tinggi dana kapitasi puskesmas meliputi peserta,norma kapitasi, jumlah dokter dan rasio dokter antara berbagai puskesmas. Wawancaramendalam didapatkan sulitnya pemenuhan rasio dokter ideal, norma kapitasi rendahmenunjukkan kuantitas kualitas puskesmas rendah, belum semua puskesmas melakukan prosesperencanaan dengan benar, puskesmas kapitasi kecil sulit dalam operasional dan yang besarberlebih operasional dan berpotensi menumpuk, penentuan poin cukup jauh berbeda antar tenaga,pemenuhan obat-obatan terkendala oleh pengadaan, potensi overlapping kapitasi dengan BOKdan kualitas pelayanan dokter menurun pada rasio dokter per peserta besar.
Kesimpulan dan saran : Rasio dokter dengan peserta masih dibawah standar 1:5000 peserta perlu upayapemerataan, porsi kapitasi 60 untuk Jasa dan 40 opersional lain, ketercukupannya berbedaperlu ada backup dana operasional untuk yang kurang, adanya disinsentif jasa pelayanan perludikaji ulang, kapitasi porsi 40 dapat komplementer dengan BOK, sisa anggaran menguntungkanbila alternatif kegiatan mampu efektif efisien sesuai kebutuhan masyarakat, perlu perbaikanmekanisme pengadaan obat, dalam fleksibilitas anggaran perlu didorong PPK-BLUD padapuskesmas.
Background The purpose of analyzing the policy of utilization of JKN capitation fund at FKTPPuskesmas in Bogor Regency refers to Permenkes 21 year 2016.
Method Qualitative with RapidAssessment Procedure, in depth interview on 12 informant, purposive sample, related to researchobjectives.
Results There is a high disparity of capitation funds for puskesmas coveringparticipants, capitation norms, number of doctors and the ratio of doctors between variouspuskesmas. In depth interviews found the difficulty of fulfilling the ideal physician ratio, lowcapitation norms indicated the low quality of the puskesmas, not all the puskesmas did the properplanning process, the small capitation clinics were difficult in the operational and theoverwhelming operational and potentially piled up, Drug fulfillment is constrained byprocurement, the potential for overlapping capitation with BOK and the quality of physicianservices decreases in the ratio of physicians per large participant.
Conclusions and suggestions The ratio of physicians to participants is still below the standard of 1 5000 participants needequalization effort, 60 capitation portion for services and 40 other opersional, differentsufficiency there should be operational fund backups for the less, the disincentives of service needto be reviewed, Capitation of 40 portion can be complementary with BOK, the rest of the budgetis advantageous if the activity alternative can be effectively efficient according to societyrequirement, need improvement of drug procurement mechanism, budget flexibility need to bepushed PPK BLUD at puskesmas.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evita Diniawati
"ABSTRAK
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat diwujudkan melalui pelayanan konvensional dan tradisional. Pelayanan kesehatan tradisional mengusung paradigma sehat yang menitikberatkan pada sisi sehat, komplementer dari pelayanan kesehatan konvensional dan upaya promotif preventif. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mengutamakan promotif dan preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan tradisional apabila memenuhi salah satu kriteria: mempunyai tenaga terlatih kesehatan tradisional, melaksanakan pembinaan, dan melaksanakan asuhan mandiri kesehatan tradisional. Provinsi Jawa Barat mempunyai jumlah puskesmas menyelenggarakan kesehatan tradisional lebih sedikit dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Jawa. Kabupaten Bogor sebagai kabupaten terpadat di Jawa Barat sudah mempunyai bidan/perawat terlatih akupresur di Puskesmas Ciawi, Puskesmas Caringin, dan Puskesmas Ciomas. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menggali informasi implementasi kesehatan tradisional di Puskesmas Ciawi, Puskesmas Caringin, dan Puskemas Ciomas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode telaah dokumen, pengamatan, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak dilaksanakan pelayanan akupresur di ketiga puskesmas karena dipengaruhi oleh beban kerja tenaga kesehatan, pembinaan kesehatan tradisional dapat ditingkatkan melalui inventarisasi data kesehatan tradisional, identifikasi pelayanan kesehatan tradisional di wilayah kerjanya, dan pembinaan kepada penyehat tradisional. Ketiga puskesmas karena tidak mempunyai tenaga terlatih asuhan mandiri namun dapat dilaksanakan pemberdayaan masyarakat dengan TOGA dan sosialiasasi akupresur untuk keluhan ringan.

ABSTRACT
Increasing public health status can be manifested through conventional and traditional medicines. Traditional medicines carry a health paradigm that focuses on the healthy, complementary side of conventional medicine and preventive promotive efforts. Puskesmas is a health service facility that prioritizes promotive and preventive to improve community health status. Puskesmas can be said implementing traditional health if they meet one of the criteria have traditional medicine trained staff, carry out coaching, and perform self care traditional medicine. West Java Province has a smaller number of health centers providing traditional health compared to other provinces in Java. Kabupaten Bogor District of Bogor as the most densely populated in the West Java Province has its midwives and nurses certified in acupressure in these Puskesmas Ciawi, Caringin, and Ciomas. This study aims to discover information of how traditional health program being implemented in Puskesmas Ciawi, Puskesmas Caringin, and Puskesmas Ciomas. This qualitative study uses following methods document review, observation, and in depth interview. The study reveals there were no acupressure services in those three puskesmas because the health workers were kept occupied by other workload, traditional health guidance could be improved through an inventory of traditional health data, identification of traditional health services in their working areas, and guidance to traditional health professionals. The three puskesmas did not implement self care traditional medicine because they do not have trained independent care staff but can be implemented by community empowerment with TOGA and acupressure socialization for minor complaints."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evita Diniawati
"Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat diwujudkan melalui pelayanan konvensional dan tradisional. Pelayanan kesehatan tradisional mengusung paradigma sehat yang menitikberatkan pada sisi sehat, komplementer dari pelayanan kesehatan konvensional dan upaya promotif preventif. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang mengutamakan promotif dan preventif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan tradisional apabila memenuhi salah satu kriteria: mempunyai tenaga terlatih kesehatan tradisional, melaksanakan pembinaan, dan melaksanakan asuhan mandiri kesehatan tradisional. Provinsi Jawa Barat mempunyai jumlah puskesmas menyelenggarakan kesehatan tradisional lebih sedikit dibandingkan dengan provinsi lain di pulau Jawa. Kabupaten Bogor sebagai kabupaten terpadat di Jawa Barat sudah mempunyai bidan/perawat terlatih akupresur di Puskesmas Ciawi, Puskesmas Caringin, dan Puskesmas Ciomas. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menggali informasi implementasi kesehatan tradisional di Puskesmas Ciawi, Puskesmas Caringin, dan Puskemas Ciomas. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode telaah dokumen, pengamatan, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak dilaksanakan pelayanan akupresur di ketiga puskesmas karena dipengaruhi oleh beban kerja tenaga kesehatan, pembinaan kesehatan tradisional dapat ditingkatkan melalui inventarisasi data kesehatan tradisional, identifikasi pelayanan kesehatan tradisional di wilayah kerjanya, dan pembinaan kepada penyehat tradisional. Ketiga puskesmas karena tidak mempunyai tenaga terlatih asuhan mandiri namun dapat dilaksanakan pemberdayaan masyarakat dengan TOGA dan sosialiasasi akupresur untuk keluhan ringan.

Increasing public health status can be manifested through conventional and traditional medicines. Traditional medicines carry a health paradigm that focuses on the healthy, complementary side of conventional medicine and preventive promotive efforts. Puskesmas is a health service facility that prioritizes promotive and preventive to improve community health status. Puskesmas can be said implementing traditional health if they meet one of the criteria: have traditional medicine-trained staff, carry out coaching, and perform self-care traditional medicine. West Java Province has a smaller number of health centers providing traditional health compared to other provinces in Java. Kabupaten Bogor (District of Bogor) as the most densely populated in the West Java Province has its midwives and nurses certified in acupressure in these Puskesmas: Ciawi, Caringin, and Ciomas. This study aims to discover information of how traditional health program being implemented in Puskesmas Ciawi, Puskesmas Caringin, and Puskesmas Ciomas. This qualitative study uses following methods: document review, observation, and in-depth interview. The study reveals there were no acupressure services in those three puskesmas because the health workers were kept occupied by other workload, traditional health guidance could be improved through an inventory of traditional health data, identification of traditional health services in their working areas, and guidance to traditional health professionals. The three puskesmas did not implement self-care traditional medicine because they do not have trained independent care staff but can be implemented by community empowerment with TOGA and acupressure socialization for minor complaints."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T53808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganis Andriyani
"Pada era SJSN tonggak utama pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan primer sebagai gatekeeper. Kementerian Kesehatan memberikan pengecualikan dan pengkhususan di wilayah DKI Jakarta untuk melayani beberapa pelayanan tambahan diluar layanan standar dalam program JKN. Skripsi ini membahas tentang kapitasi, jenis pelayanan, biaya, besaran biaya untuk memberikan pelayanan kesehatan lanjutan dan dampak pembiayaan pelayanan kesehatan lanjutan dengan kapitasi terhadap pelayanan kesehatan dasar. Jenis penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional, menggunakan data sekunder dari register kunjungan dan data peserta JKN tertanggung.
Hasil penelitian memperoleh bahwa dana kapitasi yang diperoleh oleh Puskesmas Jagakarsa sebesar Rp2.059.704.000,- selama periode Januari-Juni 2014 dengan jumlahh rata-rata peserta JKN perbulan 57.214. Jenis pelayana kesehatan tingkat lanjutan yang dimanfaatkan adalah pelayanan dokter spesialis, rongent, fisioterapi, akupuntur dan pelayanan laboratorium lanjutan. Angka rata-rata utilisasi tergolong rendah (1,16%) dengan pelayanan yang paling banyak dimanfaatkan adalah palayanan laboratorium lanjutan (0,75%) dan paling kecil adalah pelayanan dokter spesialis anak (0,02%). Biaya yang berlaku sesuai dengan Pergub no.68 Tahun 2012 dengan nilai rata-rata Rp.22.400,-. Dari hasil perhitungan diperoleh besaran biaya pelayanan kesehatan lanjutan sebesar Rp.128.945.000 atau Rp. 257.890.000,- setahun (6,26% dari dana kapitasi). Tidak ada pengaruh yang berarti terhadap pelayanan kesehatan dasar karena biaya untuk pelayanan dasar hanya sebesar 4,91% dari total kapitasi. Sehingga masih banyak dana yang belum digunakan.

In Era National Social Security System, a mayor milestone of health care is primary health care as a gatekeeper. The Ministry of Health provided specialization in Jakarta to serving some additional services beyond standard in JKN program. This study discusses capitation, types of service, cost, total cost to provided secondary health service and impact of secondary health financing with capitation for basic health services. Type of research using quantitative approach with cross-sectional design, using secondary data from the visit registers and JKN participants data.
Result of study found that capitation funds obtained by PHC Jagakarsa of Rp. 2.059.704.000,- during period from January to June 2014, with average participant per mouth 57.214. Type of secondary level health service is utilized are specialist services, rongent, physiotherapy, acupuncture and secondary laboratory services. The utilization rate is low (1,16%) with the most widely used service is secondary laboratory service (0,75%) and the smallest is a pediatrician service (0,02%). Costs applicable in accordance with the Gubernur regulation Number 68 of 2012 with an average value Rp.22.400,- . From calculations, the secondary health care costs by Rp.128.945.000,- or Rp 257.890.000/year (6,26% of the fund capitation). There is no significant impact on basic health services because of costs for basic services only 4,91% of total capitation. So, there is still plenty of unused funds."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S58453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dortua Lince Sidabalok
"Pneumonia merupakan penyebab kematian terbesar akibat infeksi pada balita di seluruh dunia, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Polusi udara dalam ruangan menjadi salah satu faktor risiko yang mempengaruhi kejadian pneumonia disamping faktor individu dan infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara PM2,5 dalam udara ruang rumah dengan kejadian pneumonia pada balita. Penelitian ini bersifat analitik observasional menggunakan desain studi kasus kontrol. Sampel penelitian sebanyak 78 balita dari wilayah kerja Puskesmas Citeureup yang terdiri dari 26 kasus dan 52 kontrol. Data penelitian dikumpulkan menggunakan alat mini particle counter dan kuesioner, serta dianalisis menggunakan chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi (OR=12,14; 95%CI: 1,33-110,29), status imunisasi (OR=5,51; 95%CI: 1,82-16,69), ASI eksklusif (OR=3,89; 95%CI: 1,27-11,88), luas ventilasi (OR= 4,09; 95%CI: 1,43-11,75), dan kebiasaan merokok dalam rumah (OR=4,09; 95%CI: 1,51-11,12) berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita. Konsentrasi PM2,5 dalam rumah berhubungan dengan pneumonia pada balita (aOR=4,092; 95%CI: 1,08-15,45) setelah dikontrol oleh status imunisasi, ASI eksklusif, luas ventilasi dan adanya orang yang merokok di dalam rumah.

Pneumonia is the major causes of death due to infection in children under five around the world, especially in developing countries including Indonesia. Indoor air pollution is one of the risk factors that increased the incidence of pneumonia besides individual factors and infections. This study aimed to determine the relationship between indoor PM2,5 with the incidence of pneumonia in children under five. This was an analytic observational study with case control design. The sample study was 78 children under five selected from working area of Puskesmas Citeureup consisted of 26 cases and 52 controls. The data were collected by mini particle counter and a set of questionnaire, analyzed by chi square and multiple logistic regression. The results showed that nutritional status (OR=12.14; 95% CI: 1.33 to 110.29), immunization status (OR=5.51; 95% CI: 1.82 to 16.69), exclusive breastfeeding (OR=3.89; 95% CI: 1.27 to 11.88), ventilation (OR=4.09; 95% CI: 1.43 to 11.75), and smoking habits at home (OR=4.09; 95% CI: 1.51 to 11.12) associated with the incidence of pneumonia. Indoor PM2.5 were associated with pneumonia in children under five (aOR=4,092; 95%CI: 1.08 to 15.45) after being controlled by immunization status, exclusive breastfeeding, ventilation and smoking habits at home."
Depok: Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanik Widayani
"Pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, tanggung jawab Pemerintah yang tidak boleh dihilangkan yaitu kewajiban menyediakan biaya program pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin.
Di Kota Bogor pada akhir tahun 2002 masih terdapat 20.958 KK Miskin yang jumlahnya masih lebih tinggi dari sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 1997.
Dana yang diberikan Pemerintah melalui JPSBK untuk pendanaan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin akan berakhir tahun 2003, sehingga sebagai antisipasinya diperlukan negosiasi kepada Pemda dimana pada era desentralisasi ini Pemda berhak untuk memutuskan penggunaan sumberdaya yang dimiliki.
Sebagai langkah awal dilakukan analisis biaya di puskesmas Kedung Badak Kota Bogor yang diharapkan dapat diperoleh gambaran besarnya biaya pelayanan kesehatan di Puskesmas tersebut.
Pelayanan kesehatan yang dihitung adalah pelayanan pengobatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, pengobatan gigi dan penanggulangan penyakit menular. Sedangkan biaya yang dihitung dibagi kedalam 5 (lima) skenario dengan memperhitungkan yaitu pertama biaya investasi, gaji, honor dan operasional, kedua biaya tanpa investasi, ketiga biaya tanpa gaji dan honor, keempat biaya tanpa gaji dan kelima hanya berdasarkan biaya operasional.Selanjutnya dilakukan estimasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin berdasarkan sasaran yang telah dihitung selama tahun 2002.
Penelitian ini merupakan Operasional Riset dengan rancangan "Cross Sectional". Pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder tahun 2002 sedangkan analisis biaya menggunakan metode "Double Distribution".
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dan hasil perhitungan ternyata didapatkan Total Cost pelayanan kesehatan di Puskesmas Kedung Badak sebesar Rp 387.009.912,-dengan cost tertinggi pada biaya obat sebesar Rp 189.581.945,- (49,0%) diikuti dengan biaya gaji dan honor sebesar Rp 147.050.297,- (38,0%).
Diantara 5 (lima) jenis pelayanan yang dihitung maka didapatkan pelayanan Pengobatan merupakan pelayanan dengan total cost tertinggi sebesar Rp 157.109.423,ď·“dimana komponen biaya obat memberikan kontribusi terbesar.
Unit cost dengan memperhitungkan seluruh komponen investasi, gaji, honor dan operasional maka didapatkan unit cost Pengobatan sebesar Rp 5.436,-; KIA Rp 9.834,-; KB Rp 37.208,-; Pengobatan Gigi Rp 16.270; dan P2M Rp 5.721,-.
Sedangkan unit cost dengan memperhitungkan hanya komponen biaya operasional saja maka didapatkan unit cost Pengobatan sebesar Rp 4.362,-; KIA Rp 3.366,-; KB Rp 13.141,-; Pengobatan Gigi Rp 7.658,- dan P2M Rp 3.709,-.
Berdasarkan jumlah anggota gakin yang berkunjung ke Puskesmas Kedung Badak Tahun 2002 maka diperoleh estimasi biaya yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan adalah berkisar antara Rp 16.410.716; sampai dengan Rp 32.942.791,- .
Estimasi yang telah dihitung ternyata masih jauh diatas alokasi dana JPSBK yang ditetapkan Pemda Kota Bogor Tabun 2002 sebesar Rp 6.852.000,00.
Dengan basil tersebut disarankan kepada Puskesmas untuk mengusulkan biaya pelayanan kesehatan bagi gakin berdasarkan perhitungan komponen biaya operasional saja sebesar Rp 16.410.716,-dan kepada Dinas Kesehatan Kota Bogor disarankan agar melakukan perhitungan di beberapa Puskesmas sebagai pembanding dengan menambahkan biaya pelayanan luar gedung sebelum digeneralisasil diberlakukan ke seluruh Puskesmas.
Daftar bacaan : 26 ( 1986 - 2002 )

Health development is responsibility of all components of nation; responsibility of government that cannot be omitted is the obligation in providing program fund for health service designated to poor family.
In the City of Bogor as of end 2002 there was about 20,958 poor households, which is the total number still higher than prior to economic crisis in 1997.
Fund provided by government through social safety net in health sector to cover health service for poor families will be finish at the end of 2003, so as an anticipation it is need to negotiate to local government whereas in the era of decentralization, local government has right to decide its own resources.
As the first step, a cost analysis of health center of Kedung Badak at Bogor City has been undertaken; which is expected to provide total amount of fund at this health center.
Health services that have been computed are medical service, maternal and child health, family planning, dental care, and communicable disease control. Meanwhile the cost computation is divided into 5 scenarios which taken into consideration at first one is investment cost, wages, honorarium, and operational, the second one is cost without investment, the third one is cost without wages and honorarium, the forth one is cost without wages, and the fifth one is based on operational cost.
Furthermore, estimation of need of health service for poor family was undertaken based on target that computed during 2002.
This research is an operational research using cross sectional design. Data collection was using secondary data as of 2002, while cost analysis is using double distribution method.
The result of research shows that the total cost of health service at Health Center Kedung Badak is Rp 387.009.912,-. Cost of medicine provides the biggest share for total cost such as Rp 189.581,945 (49.0%) and followed by wages and honorarium cost for about Rp 147.050.297 (38%).
Among 5 types of services that have been computed shows that cost for medicine is the highest total cost about Rp 157.1 09,423 whereas medicine cost component provide the biggest contribution.
Unit cost which including component of investment, wages, honorarium, and operational cost is as follow: medical service Rp 5.436, MCH Rp 9.834, family planning Rp 37.028, dental care Rp 16.270 and CDC Rp 5.721.
Meanwhile, unit cost computation that is based on operational cost shows that cost for medical service Rp 4,362, MCH Rp 3,366, family planning Rp 13.141, dental care Rp 7.658, and CDC Rp 2.709
Based on total number of poor family who are visiting health center Kedung Badak as of 2002 has resulted an estimation cost needed for health services such are from Rp 16.410.716 up to Rp 32.942.791.
This total estimation cost is higher than allocation of social safety net Fund for health sector determined by government Bogor City in 2002 at Rp 6.852,000,
Based on that result, it suggested to health center to propose budget for health service for poor family based on computation of operational cost at Rp 16.4 1 0.716 and to District Health Office of Bogor it is suggested to make computation in several health center as a comparison with adding outside building service cost before generalized/implemented to all health center.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mieska Despitasari
"Peningkatan kinerja pelayanan KIA tidak disertai dengan penurunan AKI dan AKB di Indonesia. Terjadi peningkatan AKI dan AKB di Kota Bogor pada tahun tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor manajerial kinerja pelayanan KIA Puskesmas Cipaku dan Pasir Mulya, menggunakan metode studi kasus dengan kerangka berpikir EFQM. Lima belas orang bidan diwawancarai sebagai informan kunci. Informan pelengkap berjumlah 30 orang (pimpinan, petugas promkes, kader dan pasien). Observasi dan telaah dokumen juga dilakukan sebagai triangulasi. Pola kepemimpinan yang berbeda memberikan
nuansa manajerial yang berbeda bagi kedua puskesmas. Faktor kontekstual yang menjadi pembeda adalah budaya masyarakat.
Improvement in MCH service performance was not followed by a reduction in MMR and IMR in Indonesia. In 2013, MMR and IMR at Bogor City were increased. The objective of this study was to determine the managerial performance of MCH services at Cipaku and Pasir Mulya Public Health Centre, implementing the case study method in EFQM framework. Fifteen midwives were interviewed as key informants. The complementary informants were 30 people (leaders, Promkes officers, cadres and the patient). Observation and document analysis were also conducted as triangulation. Differences in leadership style also provide a different managerial nuances for each Public Health Centre. Contextual factor that distinguished both of Public Health Centre is the culture of the community."
Universitas Indonesia, 2015
T43596
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>