Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 70622 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daulay, Rizka Fahrina
"Setiap makhluk hidup memiliki hubungan dengan bagian keanggotaan lainnya yang memunculkan teori hierarki guna memberikan mekanisme yang efisien dalam memilah dan menggambarkan informasi semantik. Penelitian ini merupakan penelitian ranah semantik leksikal mengenai hierarki hubungan bagian-keseluruhan leksem plant dengan menggunakan linguistik korpus dalam memudahkan penyaringan data dan secara statistik melihat frekuensi kemunculan leksem plant bersanding dengan kolokasinya. Analisis dilakukan dengan menggunakan konsep konfigurasi leksikal Cruse (1986) dan konsep Pribbenow (2002) dalam membangun level hierarki. Untuk melihat hubungan meronimi setiap leksem yang merupakan bagian dari plant digunakan analisis konkordansi. Pemanfaatan Wikipedia Corpus guna menemukan frekuensi data dan kolokasi setiap bagian plant. Pada Wikipedia Corpus ditemukan ketiga unsur dominan pada bagian plant, yaitu root, stem, dan leaf. Ketiga unsur dominan tersebut dianalisis setiap bagiannya dengan berdasarkan penjelasan para ahli anatomi tumbuhan, yaitu Beck (2010), Bell (1991), Cutler et al. (2007), Dickison (2000), Maiti et al. (2012), Roberts (2002), dan Steeves & Sawhney (2017) hingga bagian yang terkecil dan menghasilkan temuan struktur hierarki hubungan bagian-keseluruhan leksem plant secara akurat dan dapat dipertanggung jawabkan. Luaran penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penelitian linguistik pada bidang semantik leksikal khususnya pada relasi paradigmatik dalam pembentukan hierarki dengan menggunakan linguistik korpus serta dibantu dengan penjelasan para ahli yang pada akhirnya menentukan pembentukan hierarki secara konkret dan terstruktur.

Every living thing has a relationship with other members of the membership that brings out the hierarchical theory to provide an efficient mechanism for sorting and describing semantic information. This research studies in lexical semantics field of hierarchical part-whole relation of plant lexeme by using the linguistic corpus in facilitating the screening of data and find out statistically the occurrence frequency of the plant lexeme together with its collocations. The analysis was carried out by using the concept of lexical configuration Cruse (1986) and the concept of Pribbenow (2002) in building hierarchical levels. To find out the meaning of meronymy relationship of each lexeme that is part of the plant used concordance analysis. By utilization of Wikipedia Corpus to find frequencies data and collocation of each part of the plant. In Wikipedia Corpus, there are three dominant elements found in the plant, they are root, stem, and leaf. The three dominant elements are analyzed in each part by also based on the explanation of plant anatomists, namely Beck (2010), Bell (1991), Cutler et al. (2007), Dickison (2000), Maiti et al. (2012), Roberts (2002), and Steeves & Sawhney (2017) from the common parts to the smallest parts and produce the findings of the hierarchical structure of the relationship between the entire plant lexeme accurately and accountably. The output of this study is expected to develop linguistic research in lexical semantics field, especially in paradigmatic relationships of the hierarchical formation using corpus linguistics and assisted by expert explanations which ultimately determine the formation of hierarchies in a concrete and structured manner."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T54318
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novia Magda Imanuella
"Periode1901-1914 di Inggris sering disebut juga sebagai “era Edwardian”. Pada masa ini kesenjangan sosial antara masyarakat ekonomi kelas atas dengan masyarakat ekonomi kelas bawah sangat terlihat dengan jelas. Masyarakat kelas atas dapat menginvestasikan harta yang dimiliki untuk membeli tanah yang luas dan membangun rumah mewah, sementara masyarakat kelas bawah harus bekerja keras untuk bertahan hidup. Demi bertahan hidup, tercatat lebih dari satu juta masyarakat Inggris pada era Edwardian yang memilih untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah kaum kelas menengah sampai rumah kaum kelas atas. Untuk dapat memahami kelas-kelas sosial masyarakat Inggris pada era Edwardian, penelitian ini bertujuan untuk meneliti kehidupan orang-orang yang tinggal dalam satu rumah mewah bangsawan ada pada serial TV Inggris, Downton Abbey (2010), dapat merepresentasikan kelaskelas sosial yang ada pada sosial hirerarki Inggris pada tahun 1901-1914 di Inggris. Dengan menggunakan teori representasi oleh Hall (1997) dan juga konsep sinematografi dan mise-en-scene oleh Broadwell dan Thompson (2013), penelitian ini menemukan bahwa kelas-kelas sosial Inggris dapat direpresentasikan oleh keluarga dan pembantu rumah tangga yang tinggal pada rumah mewah bangsawan di era Edwardian. Kemudian, perbedaann antara arsitektur dan interior pada rumah mewah bangsawan yanv memisahkan ruang “atas” dan ruang “bawah” mengilustrasikan kesenjangan yang kuat antara kelas-kelas sosial pada era Edwardian. Terakhir, artikel ini menemukan bahwa rumah mewah bangsawan pada era Edwardian bukan hanya tempat bagi keluarga kelas atas untuk hidup, tetapi juga berfungsi sebagai simbol kekayaan dan kekuatan politik sang pemilik rumah. Dengan demikian, keadaan kelas-kelas sosial di Inggris pada tahun 1901-1914 dapat direpresentasikan melalui kehidupan orang-orang yang tinggal pada rumah mewah bangsan pada serial TV, Downton Abbey.

The years between 1901 and 1914 in Britain, or often called the “Edwardian era,” comprise the period which is characterized by the tremendous gap between the rich and poor. The upper-class were able to invest their money on land and build a luxurious country house (s) while the lower-class struggled just to stay alive. In order to survive, more than one million people in Edwardian era England chose to work as domestic servants in the upper-middle-class’ up to the upper-class’ homes. To discern the impact of social hierarchy towards Edwardian society, this research aims to examine the lives of people from different social classes within English country houses, and how the house itself can symbolize social status in the hierarchy. This analysis will focus on the way people from different levels of the social ladder manage to live within an Edwardian country house named “Downton,” depicted in the first season of British TV series, Downton Abbey (2010). Based on Hall’s (1997) theory of representation, and also Broadwell and Thompson’s (2013) concept of cinematography and mise-en-scene, this research has found that the condition of the English social classes can be observed through the way people live in an Edwardian country house. Moreover, the differences between architecture and interior design of country house’s “upstairs” and “downstairs” area illustrate the stark social gap between social classes in the Edwardian era. Lastly, this article has found that the English country house in the Edwardian era is not merely a place for rich people to live in, but also a symbol of the upper-social status and political power. Thus, the social condition in the 1901 to 1914 England can be observed through the way people live within a country house that depicted in the TV series, Downton Abbey."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sriyeti
"Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kesesuaian penerapan kurikulum bahasa Inggris 1994 dalam buku ajar bahasa Inggris untuk SMP. Di samping itu, tujuan penelitian ini juga untuk mengidentifikasi tingkat signifikansi kesesuaian penerapan Kurikulum Bahasa Inggris 1994 tersebut dalam Buku Ajar Bahasa Inggris untuk SMP.
Sumber data dalam penelitian ini diambil dari tiga buah buku ajar bahasa Inggris untuk SMP yang terdiri dari dua puluh lima tema, yaitu kelas satu terdiri dari delapan tema, kelas dua terdiri dari sembilan tema, dan kelas tiga terdiri dari delapan tema. Buku ajar tersebut dianalisis dengan menggunakan daftar pertanyaan. Dana pertanyaan tersebut diperoleh melalui sintesis kriteria yang dikemukakan oleh Cunningsworth (1984), Rivers (1981), Nurhadi (1995) dengan memperhatikan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum bahasa Inggris 1994.
Untuk menjelaskan prosentase kesesuaian penerapan kurikulum bahasa Inggris 1994 dalam Buku Ajar Bahasa Inggris untuk SMP digunakan skala Likert. Selanjutnya, untuk mengidentifikasi tingkat signifikansi kesesuaian penerapan kurikulum bahasa Inggris 1994 dalam buku ajar bahasa Inggris untuk SMP digunakan Uji-beda T-test.
Proporsi tingkat kesesuaian berdasarkan uji deskriptif (skala lima) adalah 65%. Artinya, kurikulum bahasa Inggris 1994 yang sudah diterapkan dalam buku ajar bahasa Inggris untuk SMP kelas 1, 2, dan 3 adalah 65%.
Hasil Uji-beda dengan menggunakan T-test dengan taraf signifikansi 5% dan derajat kebebasan 9 menunjukkan bahwa T-hitung < T-tabel yaitu 0,370 < 2,262. Artinya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kurikulum bahasa Inggris 1994 dengan buku ajar bahasa Inggris untuk SMP.
Jadi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kurikulum bahasa Inggris 1994 cukup baik diterapkan dalam buku ajar bahasa Inggris untuk SMP.

The purpose of this research is to describe the compliance of English Language Textbook for Junior High Schools with the 1994 English Curriculum. In addition, this research aims at identifying the level of significance of the compliance of English Language Textbooks to the 1994 Curriculum.
Three Junior High School English Textbooks were used as the source of data for this research. These books comprised twenty-five different themes: eight themes in the first grade, nine themes in the second grade and eight themes in the third grade. These textbooks were analyzed using a checklist. This checklist was compiled by synthesizing criteria put forwards by Cunningsworth (1984), Rivers (1981), Nurhadi (1995) by looking the learning activities that there were in 1994 English Curriculum.
The Likert scale was used to measure the percentage of compliance with the 1994 English Language Curriculum; The Differential T-test was used to identify the significance of the implementation of the 1994 English Language Curriculum in English Language Textbooks for Junior High School.
The percentage of compliance based on the descriptive test (on a scale of five) is 65%. In other words, 65% of the 1994 English Language Curriculum has been implemented in English Language Textbooks for grade 1 through 3 of Junior High School.
The results of the T-test use a significant difference of compliance of 5% and a degree of difference of 9. This means that there is no significant difference between the 1994 English Language Curriculum and the English Language Textbooks for SMP.
Therefore based on the research findings it can be concluded that the 1994 English Language Curriculum for Junior High School has been implemented quite well in the English Language Textbooks for Junior High School.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T15337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riswani
"Interferensi fonologis terjadi ketika penutur mengidentifikasi sistem fonem bahasa pertama dan menerapkannya pada bahasa kedua (Weinreich, 2010). Penelitian ini menginvestigasi bagaimana interferensi fonologis terhadap Bahasa Inggris oleh penutur Bugis Sinjai karena adanya perbedaan kedua bahasa dan kekhasan sistem konsonantik Bahasa Bugis Sinjai. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan subjek penelitian terdiri atas 2 siswa SMA; 2, dan 2 guru SMA. Data penelitian berupa 150 kata yang diambil dari World English dan disusun ke dalam 25 kalimat yang dibaca oleh subjek penelitian sebanyak 3 kali.
Penelitian ini menggunakan metode analisis padan intralingual dengan membandingkan Bahasa Bugis Sinjai dan Bahasa Inggris, serta Bahasa Indonesia. Kajian ini menunjukkan adanya interferensi under-differentiation of phonemes and actual phone subtutions (Weinreich, 2010) yang dipengaruhi oleh Bahasa Bugis Sinjai dan Bahasa Indonesia. Konteks terjadinya interferensi berupa perubahan dan peghilangan bunyi konsonan ditemukan pada distribusi dan gugus konsonan dalam kata. Interferensi ini berdampak pada arti kata Bahasa Inggris.
Meskipun Bahasa Bugis Sinjai merupakan bahasa sehari-hari, pengaruh Bahasa Indonesia ditemukan lebih besar dibandingkan Bahasa Bugis Sinjai. Hal ini menunjukkan pengaruh bahasa kedua, juga bahasa nasional, lebih dominan daripada bahasa ibu dalam pemerolehan bahasa asing. Pengaruh ortografi dalam merealisasikan bunyi kata Bahasa Inggris oleh penutur Bugis Sinjai juga ditemukan di dalam penelitian ini.

Phonological interference is when a speaker identifies the first language phoneme system and applies it to the second language (Weinreich, 2010). This study investigates on how phonological interference to English by Bugis Sinjai speaker due to the difference between Bugis Sinjai language and English, and also the uniqueness of Bugis Sinjai consonants system. The study is qualitative and the subjects of study consist of 2 students of senior high school, 2 students of university, and 2 teachers. The data of this study are 150 words taken from World English which are arranged into 25 sentences and read by the research subjects 3 times.
This study uses an intralingual equivalent analysis method by comparing Bugis Sinjai Language and English, as well as Indonesian. The results of the study show that there is change of phonemes falling under-differentiation of phonemes and actual phone subtutions (Weinreich, 2010) influenced by both Bugis Sinjai and Indonesian languages. The contexts of interference are the change and omission of phonemes at the phonemes distribution and cluster. The interference has effect to the meaning of English words.
Even though Bugis Sinjai language is used daily, Indonesian has bigger effect in the realization of English words by the speaker of Bugis Sinjai. It means that the second and national language is more dominant than local language in learning foreign language. We also found that there is orthographic effect in pronouncing English words by Bugis Sinjai speakers.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T55130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Sholachul Fazry
"ABSTRACT
Tulisan ini menganalisis peran pemerintah Singapura dalam membuat regulasi bahasa Inggris melalui kampanye SGEM. Adanya kebijakan yang bermotif pragmatis menyebabkan adanya peregulasian bahasa Inggris di Singapura yang bersifat top-down dan memanfaatkan regulasi bahasa ini sebagai polarisasi masyarakat dan penguat instrument kebijakan ekonomi. Penulis menganalisis kasus ini menggunakan teori nanny state dan proses dalam language engineering dalam konteks khusus di Asia Tenggara. Teori tersebut mengidentifikasi adanya faktor-faktor yang mempengaruhi sikap pemerintah Singapura dalam meregulasi SGEM pada tatanan formal maupun non-formal. Hal tersebut terlihat dari adanya pembuatan bahan-bahan pembelajaran, pelatihan tersentralistik serta sikap pemerintah terhadap media yang menjadi penghalang agenda politiknya dan sekaligus menggunakannya untuk membentuk legitimasi pengaruh pemerintah. Beberapa langkah spesifik yang diambil pemerintah dalam upaya mensukseskan program tersebut memperjelas model kepemimpinan yang ada dalam membantu Kampanye SGEM.

ABSTRACT
This writing attempts to analyze the role of Singaporean government in regulating English language through Speak Good English Movement Campaign. The existing policy which motivated by pragmatic means causing the existence of English language regulation with top down model in nature, thus utilizes its language regulation as a polarization for its citizens and strengthening its economic policy instrument. This case is analyzed by nanny state theory and looking at certain processes of language engineering in Southeast Asia context. The theory identifies triggering factors that defines the Singaporean government stance in regulating SGEM through formal and non formal means. Such actions amended by producing learning materials, centralized learning and the government stance on the media, which being its obstacle of their political agenda but also utilized to legitimate governments power. Certain specific paths taken by the government in order to ease the program has its obvious hints on the existing leadership model paralleling the SGEM Campaign. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Udi Samanhudi
"Upaya pengembangan pembelajaran menulis dalam bahasa Inggris di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari peran beragam hasil penelitian kualitatif yang dilakukan oleh guru maupun paraktisi dalam bidang ini. Penelitian kualitatif yang dilakukan tersebut lazimnya ditujukan untuk mengeksplorasi beragam problematika maupun solusi atas permasalahan dalam kegiatan pembelajaran bahasa Inggris. Penelitian ini ditujukan untuk menguji peran dan kontribusi penelitian kualitatif dalam bidang pembelajaran bahasa Inggris di Indonesiakhususnya dalam pembelajaran menulis yang selama ini ditengarai masih menghadapi banyak tantangan. Hasil analisis menunjukan bahwa penelitian kualitatif sangat tepat diterapkan dalam konteks pembelajaran bahasa Ineeris di Indonesia karena mampu mengekplorasi, menggambarkan, menawarkan solusi atas beragam permasalahan yang ada serta berperan dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran bahasa Ingggris khususnya pada keterampilan menulis."
Serang: Kantor Bahasa Banten, 2017
400 BEBASAN 4:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Zico Juniar Abdi
"Pandangan Whorfian bahwa bahasa memengaruhi pikiran masih menunjukkan hasil pro dan kontra. Penelitian eksperimental ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bahasa terhadap pikiran melalui persepsi kejadian. Variabel bebas pertama pada penelitian ini adalah bahasa dengan variasi kelompok bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Variabel bebas kedua, yaitu tipe kejadian diberikan dalam bentuk penyajian pasangan gambar dengan variasi kejadian yang sama aktor berbeda atau aktor yang sama dengan kejadian yang berbeda. Partisipan diminta untuk membuat penilaian berdasarkan kemiripan pasangan tipe kejadianyang diberikan.
Peneliti menggunakan alat ukur dan manipulasi yang diadaptasi dari penelitian Boroditsky 2001. Instruksi diberikan dalam bahasa Indonesia untuk kelompok bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk kelompok bahasa Inggris. Secara keseluruhan, hasil dari penelitian menunjukkan nilai rata-rata yang lebih tinggi secara signifikan pada gambar different tense same actor DTSA pada kelompok bahasa Inggris dibanding kelompok bahasa Indonesia. Nilai rata-rata kelompok same tense different actor STDA bahasa Inggris tidak lebih rendah secara signifikan kelompok bahasa Indonesia. Dalam penelitian ini tidak didapatkan efek interaksi yang signifikan antar kelompok bahasa dengan persepsi kejadian.

Whorfian view that language influences the thought still shows the results of pros and cons. This experimental study was conducted to examine the effect of language on thought through the event perception. The first independent variables in this study were languages with variations of Indonesian and English language groups. The second independent variable, is the type of event is given in the formof a paired image representation with variations of the same event of different actors or the same actors with different event. Participants were asked to make anassessment based on the similarity of the pair of type of events.
The researchers used a measuring and manipulating tool adapted from Boroditsky 2001. Instructions are given in Indonesian for Indonesian groups and English for English groups. Overall, the results of the study showed significantly higher meanvalues on different tense same actors DTSA images in English groups than Indonesian groups. The average value of the same tense different actor STDA English group was not significantly lower in the Indonesian language group. In this research there is no significant interaction effect between language groups with event perception.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67597
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harimurti Kridalaksana, 1939-
Yogyakarta: Kanisius, 1988
499.251 HAR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harimurti Kridalaksana, 1939-
"Perpaduan leksem merupakan masalah yang sangat penting dalam bahasa Indonesia. Dipandang dari sudut praktis, tampak bahwa dalam bidang ini kreativitas dalam bahasa menunjukkan peranannya, karena dengan makin kom_pleksnya kehidupan masyarakat bahasa Indonesia memerlukan ungkapan-ungkapan baru untuk menggambarkan pelbagai konsep yang terus-menerus bermunculan. Pengungkapan konsep dengan perpaduan leksem jauh lebih umum dan lebih mudah daripada dengan penciptaan leksem tunggal yang baru sama sekali. Penciptaan leksem tunggal menuntut daya kreativitas yang tinggi, dan bila bahasawan sanggup memuncul_kan leksem tersebut, is masih harus menembus benteng konvensi yang tinggi dan tebal supaya ciptaannya itu dapat dipahami, dan diterima oleh masyarakat bahasa. Perhatikan, misalnya, kata anda yang terpakai sejak tahun 1957 dan yang memang benar telah memperkaya kosakata bahasa Indonesia, tetapi belum menyederhanakan sistem tutur sapa sebagaimana dimaksud oleh pengusulnya. l) Kebalikannya dengan perpaduan leksem yang dipergunakan untuk mengungkapkan konsep-konsep baru: bahasawan tinggal menggali potensi yang ada dengan pelbagai cara memperkenalkannya ke tengah masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D1814
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eni Maghfiroh
"Penelitian ini menjelaskan proses pembentukan kata majemuk dalam bahasa Jawa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kata majemuk berdasarkan komponen pembentuknya. Kata majemuk adalah kata mandiri yang terdiri atas dua buah unsur atau lebih yang bentuknya berbeda. Oleh sebab itu, terdapat frasa dan kata majemuk yang sulit dibedakan. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah novel Pinatri Ing Teleng Ati karya Tiwiek SA (2015). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Kata majemuk diklasifikasikan atas tujuh kelompok (Sudaryanto, 1991). Penelitian ini berfokus pada penghadiran makna baru yang berambu-rambukan makna bentuk dasar. Data berupa kata majemuk yang berambu-rambukan makna bentuk dasar lebih banyak ditemukan di dalam novel dibandingkan kata majemuk lainnya. Data kata majemuk kemudian dikategorikan berdasarkan komponen pembentuknya menurut Poedjosoedarmo (1984). Setelah terbagi dalam subkelas kata, kata majemuk dianalisis berdasarkan hubungan komponen pembentuk kata majemuk dengan frasa maupun klausa. Selanjutnya, kata majemuk dianalisis perbedaan urutan kelas kata komponen pembentuk dan makna leksikalnya dengan frasa maupun klausa menurut Wedhawati (2006). Temuan dari penelitian ini adalah kata majemuk memiliki makna baru, dan makna baru tersebut masih memperlihatkan pertalian dengan makna komponen pembentuknya. Berbeda halnya dengan frasa dan klausa, hasil pembentukannya berdasarkan makna leksikal komponen pembentuknya. Selain itu, ditemukan pola verba-nomina pada kata majemuk yang polanya berbeda dengan frasa maupun klausa. Pada frasa dan klausa umumnya membentuk pola nomina-verba. Terakhir, ditemukan kata majemuk dengan pola adjektiva-verba yang berbeda dengan aturan frasa maupun klausa bahasa Jawa. Perbedaan tersebut menjadikan kata majemuk memiliki ciri khas yang berbeda dari frasa dan klausa.

This study describes the process of forming compound words in Javanese. This study aims to analyze compound words based on their constituent components. Compound words are independent words that consist of two or more elements that have different forms. Therefore, there are phrases and compound words that are difficult to distinguish. The data source used in this study is the novel Pinatri Ing Teleng Ati by Tiwiek SA (2015). This study used the descriptive qualitative method. Compound words are classified into seven groups (Sudaryanto, 1991). This research focuses on presenting a new meaning that is mixed with the meaning of the basic form. Data in the form of compound words that have mixed meanings in the basic form are found more commonly in the novel than in other compound words. Compound word data is then categorized based on its constituent components according to Poedjosoedarmo (1984). After dividing into word subclasses, compound words are analyzed based on the relationship between the components forming compound words with phrases and clauses. Furthermore, compound words are analyzed for differences in the word class order of the forming components and their lexical meanings with phrases and clauses according to Wedhawati (2006). The findings from this study are that compound words have new meanings, and these new meanings still show a connection with the meanings of their constituent components. Unlike the case with phrases and clauses, their formation results are based on the lexical meaning of the constituent components. In addition, verb-noun patterns were found in compound words that differed from phrases and clauses. Phrases and clauses generally form noun-verb patterns. Finally, compound words with adjective-verb patterns differ from the rules of Javanese phrases and clauses. These differences make compound words have different characteristics from phrases and clauses."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>