Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15559 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Buchori
"Abstrak
Bantuan sosial Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Program Keluarga Harapan
pengembangan Desa Sejahtera Mandiri (DSM) merupakan program baru yang digulirkan
oleh Kementerian Sosial pada tahun 2016 di Kecamatan Jaten. Kementerian Sosial selaku
stakeholder utama menggulirkan program ini dalam upaya untuk memandirikan desa dalam
mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial. Pengguliran bantuan ini di Kecamatan Jaten
ternyata tidak dilepaskan adanya pengaruh pseudo goverment yang mempengaruhi
keoptimalan pelaksanaan pemberdayaan KUBE PKH untuk membentuk DSM di Kecamatan
Jaten. Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji fenomena pseudo goverment yang terjadi
pada pengguliran bantuan sosial KUBE PKH pengembangan DSM di Kecamatan Jaten.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Untuk
mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, focus
group discussion (FGD), dan studi dokumen. Data kemudian dideskripsikan, didialogkan
dengan teori, dan diinterpretasikan.
Temuan pada penelitian bahwa praktik pseudo goverment yang terjadi di Kecamatan
Jaten membawa pengaruh pada tujuan kemandirian dari KUBE maupun desa tidak terlaksana
secara maksimal. Proses tersebut juga membawa pengaruh pula terhadap praktik
pemberdayaan yang dilakukan oleh para pendamping KUBE, dimana mereka kesulitan untuk
mengatur anggota KUBE untuk mengembangkan aspek ekonomi, sosial, dan lembaganya.
Akibatnya kemandirian dari KUBE tersebut sulit diwujudkan. Walaupun demikian, tidak
semua KUBE yang berada di Kecamatan Jaten patuh dengan pseudo goverment. Ada di
antara mereka yang melakukan perlawanan secara kolektif dengan memperkuat modal-modal
yang dimilikinya. Perlawanan ini merupakan proses heterodoxa yang bertujuan untuk
menciptakan keberhasilan program yaitu memandirikan KUBE dan desa penerima bantuan.
Pola perlawanan kolektif yang dilakukan KUBE didukung oleh stakeholder utama dengan
memberikan penguatan modal-modal yang dimiliki dalam melaksanakan pemberdayaan
KUBE untuk mengembangkan menjadi DSM."
Yogyakarta: Balai Besar dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta, 2018
360 UI-MIPKS 42:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Kusmawati
"ABSTRAK
Masalah perumahan merupakan salah satu fenomena kemiskinan yang paling menonjol di wilayah perkotaan. Untuk mengatasi masalah ini, Departemen Sosial menetapkan kebijakan sosial melalui Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK). Program RSDK ditujukan bagi keluarga berumah tidak layak huni di daerah kumuh. Permasalahan yang diungkap dalam tesis ini adalah (1) bagaimanakah kondisi perumahan dan lingkungan pemukiman KBS termasuk di dalamnya sarana dan prasarana sosial yang ada, (2) bagaimanakah pemahaman KBS tentang pola hidup sehat, (3) bagaimanakah kemampuan KBS dalam memanfaatkan sarana sosial tersebut. Untuk mengetahui hal ini, maka dilakukan penelitian evaluatif terhadap pelaksanaan program RSDK. Program RSDK dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis program dalam pengembangan masyarakat. Selanjutnya program RSDK diterapkan melalui proses yang berkesinambungan dari satu tahap ke tahap berikutnya, dengan mempergunakan teknik-teknik pekerjaan sosial, karena diterapkan pada 5 RW yang merupakan satu kesatuan geografis.
Mengacu pada pemikiran Lippit (1958) tentang proses pengembangan masyarakat, maka pelaksanaan program RSDK dapat digambarkan sebagai berikut (a) tahap kontak antara warga masyarakat dengan lembaga/agen perubahan. Dalam program RSDK kontak yang terjadi adalah petugas pengembangan masyarakat mendatangi komunitas pada daerah yang menjadi sasarannya (b) tahap membentuk relasi perubahan, yaitu kegiatan Bimbingan Pengembangan Swadaya Sosial Masyarakat, yang berupa penyuluhan pengembangan motivasi perubahan (c) kegiatan kearah perubahan, yaitu proses pelaksanaan perbaikan perumahan dan lingkungan pemikiman (d) generalisasi dan stabilitasi perubahan. Generalisasi baru terlihat pada area dimana 24 KBS tinggal. Stabilisasi perubahan, yaitu perubahan tingkah laku/sikap hidup sehat, baru pada tahap awal (e) terminasi yang terjadi adalah terminasi program, sedangkan bimbingan perubahan nilai dan sikap diteruskan. Pelaksanaan program RSDK telah berhasil membantu perbaikan rumah sebanyak 23 orang dari 24 yang menjadi sasaran program. Peran petugas pengembangan masyarakat (PSK) adalah sebagai enabler yaitu petugas yang menerapkan alur pemikiran pelayanan sosial. Dalam mengadakan pendekatan dan bimbingan sosial PSK dibantu oleh kader sebagai PSM (Pekerja Sosial Masyarakat).
Hasil penelitian menggambarkan bahwa terdapat beberapa kekurangan dalam pelaksanaan program RSDK, yaitu : (1) persiapan sosial (social preparation) kurang menyentuh kelompok sasaran. (2) kurang efektifnya kelompok kerja dalam proses perbaikan rumah. Untuk mengatasinya disarankan (a) penyampaian materi pada kegiatan penyuluhan, baik mengenai kebijakan sosial sebagai salah satu bentuk teknologi sosial maupun materi lainnya yang berkaitan dengan permasalahan daerah kumuh, perlu disampaikan kedalam bahasa yang lebih sederhana, tidak menggunakan istilah-istilah yang masih asing dan sulit dipahami oleh Keluarga Bina Sosial (b) untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas pengembangan masyarakat(PSK) dalam pelaksanaan kegiatan, perlu memperoleh informasi yang mutakhir tentang kebijakan sosial dan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan yang dapat menunjang pelaksanaan tugas di lapangan."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenesia Mayangsari
"Skripsi ini membahas tentang pelaksanaan IPWL mengenai program wajib lapor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 di Lembaga Komunitas “X” Kota Depok. Disahkannya program wajib lapor dan menggandeng lembaga-lembaga terpilih sebagai pelaksana IPWL, merupakan sebuah wujud upaya pemerintah dalam mengatasi tingginya kasus penyalahgunaan narkotika di Indonesia serta bertujuan memberikan wadah bagi pecandu narkotika memperoleh haknya untuk sembuh melalui rehabilitasi (dalam penelitian ini rehabilitasi sosial). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan IPWL yang diselenggarakan di Lembaga Komunitas “X” Depok. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan program wajib lapor di IPWL Lembaga Komunitas “X” Depok, melaksanakan tugas sebagai IPWL dengan SOP yang telah dibuat dan dikembangkannya sesuai pedoman Kementerian. Terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaannya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 yaitu tidak terdapat tenaga psikolog dan tenaga pekerja sosial secara langsung saat pelaksanaan, melainkan hanya pada saat rapat koordinasi dan workshop. IPWL Lembaga Komunitas “X” melaksanakan rehabilitasi sosial dengan metode “12 langkah” yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan juga dikemas kedalam kegiatan sharing feeling. Lembaga Komunitas “X memiliki sumberdaya yang memadai serta struktur organisasi yang jelas. Di sisi lain, terdapat hambatan dalam pencairan dana/gaji oleh pemerintah bagi para tenaga pelaksana tetap IPWL Lembaga Komunitas “X” Depok yang perlu menjadi perhatian khusus dan evaluasi bagi pemerintah. Kemudian jam buka operasional Lembaga Komunitas “X” sebagai IPWL terlalu siang yaitu pukul 10.00 WIB, menyebabkan klien rawat jalan yang berstatus pekerja khususnya bekerja dengan sistem shift, mengalami kendala untuk melakukan konseling rutin mingguan. Wajib menjadi poin penting bagi IPWL Lembaga Komunitas “X” Depok untuk memperbaiki kebijakannya dan lebih memperhatikan hak klien rawat jalan.

This research is review about the implementation of IPWL on the ‘Compulsory Reporting Program’ based on Government Regulation Number 25 of 2011 in the “X” Community Institution in Depok. The existence of a “Compulsory Reporting Program” by the government in collaboration with attempt by the government to reduce the high number of cases of drug abuse in Indonesia, and aims to provide a forum forn narcotics addicts to get their right to recover through rehabilitation, in this research, is social rehabilitation. The purpose of this research is to analyze the implementation of ‘compulsory reporting’ held at “X” Community Institution as IPWL. This research is a qualitative research with a descriptive design. The result of this research, it was found that the implementation of the “Compulsory Report Program” in Community Institutions “X” runs IPWL using a Standard Operating Procedure that has been developed according to the guidelines given by the government. There are several differences in it’s application with government regulation number 25 of 2011. The difference is that there are no psychologists and social workers during the inplementation, but only gathering during coordination meetings and workshops. The Community Institution “X” carries out sosial rehabilitation using the “12 steps” method which is applied in daily and also packaged into “Sharing Feeling” activities, there are has adequate resource and a clear organizational structure. However, there were still barriers to disbursement of funds (salary/incentive) by the government for the implementers of ‘Compulsory Reporting Program’, it must be a concern and evaluation for the government. Another barriers is, the Community Institution “X” has operating hours at 10.00 am. This causes difficulties for outpatient clients who are workers and have a shift system in their work to come for counseling with coucelor at IPWL of “X” Community Institution. Must be an important point for IPWL to improve their policies about the operating hours, and pay more attention to the rights of outpatient clients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Rachmad Hidayat
"Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian program latihan kalistenik bersama latihan aerobik terhadap pengendalian kadar glukosa darah, kekuatan otot serta kapasitas aerobik pada individu pra lanjut usia dengan DM tipe 2.
Metode: 30 subyek 'penelitian (26 Iaki-taki dan 4 perempuan) penderita DM tipe 2 tanpa komplikasi, berusia 44-54 tahun, dengan berat badan berlebih dan obesitas, mengikuti program latihan aerobik (jalan cepat) dan latihan kalistenik selanza 8 minggu. Subyek dibagi dalam 2 kelompok yaitu 15 orang melakukan latihan jalan cepat dan kalistenik (kelompok ICA) dan 15 orang lainnya melakukan Iatihan jalan cepat saja (kelompok A). Frekuensi latihan jsmani adalah 3 kali per minggu (selang 1 hari). Intensitas latihan jalan cepat adalah sedang (60-80 % Heart Rate Reserve), durasi 30 menit. Latihan kalistenik dilakukan sebanyak 2 set kalistenik, setiap set terdiri dari 8 macam gerakan Iatihan kekuatan otot yang mewakili otot-otot besar tubuh. Repetisi setiap gerakan latihan adalah 15 kali. Latihan jasmani dilakukan di tempat latihan bersama dan di rumah masing-masing subyek penelitian. Nilai HbAlc, kadar glukosa darah puasa (GDP), kekuatan otot serta kapasitas aerobik diperiksa sebelum dan setelah program latihan jasmani.
Hasil: NiIai HbAlc dan GDP sebelum dan setelah latihan jasmani berbeda bermakna pada masing-masing kelompok (p < 0,05). Besarnya perubahan kadar HbAI c dan GDP antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p 0,454). Kekuatan otot kelompok KA sebelum dan setelah latihan jasmani berbeda bermakna (p < 0,05), Kapasitas aerobik sebelum dan setelah latihan jasmani berbeda bermakna pada masing-masing kelompok (p < 0,05). Besarnya perubahan kapasitas aerobik antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna (p 0,780). Korelasi antara perbaikan kadar HbAlc dan GDP dengan perbaikan kekuatan otot dan kapasitas aerobik pada kedua kelompok setelah program latihan jasmani 8 minggu adalah lemah.
Kesimpulan: Pemberian program Iatihan kalistenik bersamaan dengan program lalihan aerobik jalan cepat selama 8 minggu pada individu pra Ianjut usia dengan DM tipe 2 tanpa komplikasi, berat badan lebihlobesitas I memberikan basil pengendalian kadar glukosa darah dan kapasitas aerobik yang tidak berbeda dengan melakukan latihan aerobik jalan cepat saja, namun meningkatkan kekuatan ototnya. Latihan kalistenik bersama aerobik dan latihan aerobik saja selama 8 minggu memperlihatkan korelasi lemah antara parameter pengendalian kadar glukosa darah dengan kapasitas aerobik dan kekuatan otot.

Purpose: The aim of this study was to examine the influence of callisthenics exercise simultaneously with aerobic exercise in controlling blood glucose level, muscle strength and aerobic capacity in older adult with type 2 Diabetes Mellitus (type 2 DM).
Methods: Thirty subjects (26 men, 4 women) with type 2 DM but without complication, age between 44-54 years old, have obesity or overweight, underwent the aerobic exercise program (brisk walking) and callisthenics exercise program for 8 weeks. Subjects devided into 2 groups, 15 subjects performed both brisk walking and callisthenics (group I CA), while the other 15 conducted only brisk walking (group A). The frequency of the exercise was set on 3 times per week on non consecutive days. The intensity of the brisk walking exercise was set on moderate intensity (60-80% HRR) with 30 min duration. The callisthenics exercise performed as 2 sets of 15 repetitions in 8 core muscle exercise (represent the whole large muscle group of the body). The exercise was performed in the subjects' home and once a week together in an exercise room. Glycosilated haemoglobin (HbAlc), fasting plasma glucose (FPG), muscle strength and aerobic capacity was evaluated before and after exercise program.
Results: HbAlc and FPG before and after exercise program were different significantly within each groups (p<0,05). The level of reduction of HbAlc and FPG between 2 groups was not significantly different (p 0,454). The muscle strength of group KA was increased significantly after exercise program (p<0,05). The aerobic capacity before and after exercise program was different significantly within each groups (p<0,05). The level of increase of aerobic capacity between 2 groups was not significantly different (p 0,780). The correlation between HbAlc and FPG to muscle strength and aerobic capacity after 8 weeks exercise program in both 2 groups was weak and not significant.
Condusion: The addition of callisthenics exercise program simultaneously with aerobic exercise program for 8 weeks to the older adult with type 2 DM reduced HbAlc and FPG and increased the aerobic capacity that were not different compare to only conducting aerobic exercise program, but increased muscle strength The correlation between the improvement in glycemic control and aerobic capacity and muscle strength after 8 weeks exercise program were weak.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18003
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumampouw, Nathanael Elnadus Johanes
"Faktor psikologis dan kondisi kesehatan seseorang saling terkait (Di Matteo & Martin, 2002; Sarafino, 2002). Hal ini menjadi sesuatu yang penting pada penderita stroke. Defisit yang dialami pasta stroke dapat menjadi sesuatu yang permanen jika tidak melakukan usaha atau mendapatkan bantuan apapun untuk pulih. Pemulihan pada penderita stroke merupakan proses yang panjang dan membutuhkan usaha dan energi (Sarafino, 2002).
Penderita stroke membutuhkan keseimbangan antara harapan dengan kenyataan yang dialami terkait dengan kondisinya pasca stroke (Sarafino, 2002). Pada penderita stroke, harapan merupakan prediktor yang bermakna pada depresi dan hendaya psikososial (Farran, Herth & Popovich, 1995). Menurut Snyder (1994), terdapat 2 dimensi dalam definisi psikologis harapan, yaitu: waypower dan willpower. Willpower merupakan suatu kekuatan pendorong yang mengarahkan seseorang ke arah pencapaian tujuan sedangkan waypower merefleksikan rencana mental atau alur yang mengarahkan seseorang ke pencapaian tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk melihat harapan seseorang pasca stroke di fase rehabilitasi. Untuk menjawab permasalahan penelitian, penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif pada 40 subyek yang berada di fase rehabilitasi pasca stroke.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara harapan subyek secara umum dan harapan subyek mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Berdasarkan dimensi yang ada, yaitu: willpower dan waypower, menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam dimensi willpower secara umum dan willpower mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Willpower subyek tampak lebih bazar dalam hal pemulihan kondisi pasca stroke daripada dalam hal kehidupan subyek secara umum. Dalam hal waypower, tidak ada perbedaan yang bermakna antara waypower secara umum dengan waypower mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Jika dilakukan perbandingan antara waypower dan willpower dalam harapan secara umum maupun harapan mengenai pemulihan kondisi pasca stroke, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara dimensi waypower dan willpower pada harapan secara umum. Mayoritas subyek memiliki harapan secara umum maupun mengenai pemulihan kondisi pasca stroke. Harapan secara umum yang memadai pada subyek tampak dipengaruhi oleh kemampuan subyek dalam mengembangkan tujuan konkret pada kurun waktu 1 - 3 tahun ke depan.
Secara khusus, harapan subyek yang cukup memadai mengenai pemulihan kondisi pasta stroke dipengaruhi oleh tujuan yang dimiliki subyek akan kemajuan kondisi fisik yang diharapkannya. Mayoritas subyek diperoleh peneliti dari klinik, tempat rehabilitasi medik dan klub stroke. Hal ini merupakan indikasi adanya tujuan yang dimiliki oleh subyek untuk mencapai kemajuan/pemulihan serta mempertahankan kemajuan yang telah dicapai. Terkait dengan efek psikologis yang dialami, subyek cenderung mampu beradaptasi dengan efek stroke yang dialaminya. Mayoritas subyek merasa mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri meskipun mengalami keterbatasan fisik sebagai efek dari stroke yang dialami."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17872
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridho Kunto Prabowo
"ABSTRAK
Praktik residensi keperawatan medikal bedah merupakan rangkaian pendidikan magister keperawatan yang dilaksanakan dalam tatanan pelayanan kesehatan. Keperawatan medikal bedah berfokus pada penerapan ilmu dan tehnologi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien dewasa yang mengalami perubahan fisik dengan atau tanpa gangguan struktural. Praktik residensi keperawatan dilaksanakan di RSPJN Harapan Kita, kegiatan residensi terdiri dari pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler menggunakan pendekatan teori Virginia Henderson. Penerapan evidence based nursing (EBN) menggunakan terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi bedah jantung, dan proyek inovasi rehabilitasi jantung fase 1 pada pasien SKA. Hasil akhir dari proses residensi ini menunjukkan bahwa pendekatan teori Virginia Henderson relevan dan dapat diterapkan pada pasien dengan gangguan sistem kardiovaskuler. EBN terapi Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) dapat diterapkan diruang pre operasi bedah jantung karena secara signifikan dapat menurunkan kecemasan. Hasil proyek inovasi rehabilitasi jantung fase 1 dapat diterapkan pada pasien SKA karena SPO mudah dipahami dan mudah untuk dilakukan. Rehabilitasi jantung fase 1 pada pasien SKA dapat mempertahankan fungsi jantung secara optimal.

ABSTRACT
The residency program in medical nursing is a series of nursing master education programs carried out in the order of nursing services. Medical surgical nursing focuses on concepts and basic medical and surgical principles in the application of nursing science and technology to meet the needs of adult patients who experience physical changes with or without structural disorders. The practice of nursing residence was carried out at Harapan kita Heart and Vascular Hospital Jakarta, residency activities consist of giving nursing care to patients with cardiovascular disorders using the theoretical approach of Virginia Henderson. An evidence based nursing (EBN) application uses the therapy of Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) to reduce the anxiety of patients preoperative cardiac surgery, and an innovative phase 1 cardiac rehabilitation project in SKA patients. The final results of this residency process show that Virginia Henderson's theoretical approach is relevant and can be applied to patients with cardiovascular system disorders. EBN Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) therapy can be applied in the preoperative room because it can significantly reduce anxiety. The results of phase 1 cardiac rehabilitation innovation projects can be applied to SKA patients because SPO is easy to understand and easy to do. Phase 1 cardiac rehabilitation in SKA patients can maintain heart function optimally."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Miskadi
"ABSTRAK
Lapas Narkotika adalah Lapas khusus bagi narapidana kasus narkoba. Narapidana narkoba tidak hanya sebagai pelaku kejahatan tetapi juga sebagai korban, sehingga mengalami ketegantungan. Karena itu, narapidana narkoba perlu mendapatkan pembinaan khusus. Mereka tidak hanya mendapatkan pembinaan bidang kepribadian dan kemandirian yang umum di Lapas, tetapi juga pembinaan rehabilitasi yaitu pemulihan kondisi fisik, mental-psikologis, dan sosial.
Motivasi narapidana untuk mengikuti program rehabilitasi merupakan salah satu faktor penting bagi keberhasilan proses rehabilitasi. Proses meningkatkan motivasi narapidana untuk mengikuti program rehabilitasi, dilakukan melalui program motivasional enhancement group counseling. Program ini sebagai penunjang dan satu kesatuan dengan program rehabilitasi yang telah ada di Lapas. Selain itu, program ini juga berperan dalam mengatasi ketimpangan jumlah dan kapabilitas petugas dengan narapidana.
Prinsip-prinsip dasar motivational enhancement adalah terapi melalui suatu pendekatan konseling yang berpusat pada narapidana untuk memulai perubahan perilaku dengan menolong narapidana untuk memecahkan masalah melalui peningkatan motivasi internal dan memandu menyusun langkah-langkah perubahan. Sementara itu, group counseling (konseling kelompok) memelihara pertumbuhan orientasi yang berfokus pada proses penemuan sumber-sumber kekuatan internal. Kelompok menyediakan empati dan dukungan yang dibutuhkan untuk menciptakan suasana (atmosfer) kepercayaan untuk memulai sharing dan ekplorasi mengenai perubahan perilaku tersebut
Motivational enhancement group counseling untuk meningkatkan motivasi narapidana mengikuti program rehabilitasi diharapkan berhasil membimbing narapidana agar dapat menyusun langkah-langkah perubahan untuk sembuh dari ketergantungan narkoba dan tidak kembali menyalahgunakannya (relapse), sehingga tidak kembali menjadi narapidana (residivis)."
2007
T 17813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Sulaeman
"Masalah penyalahgunaan Napza merupakan persoalan yang banyak mendapat sorotan berbagai pihak, hal ini diantaranya disebabkan banyaknya remaja sebagai generasi penerus menjadi korban. Salah satu faktor yang menyebabkan remaja melakukan penyalahgunaan Napza adalah karena pengaruh negatif kelompok teman sebaya. Pengaruh kelompok teman sebaya bisa juga berdampak positif yaitu dengan mengarahkan pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen dalam proses pemulihan. Oleh karena itu permasalahan pokok dari penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien residers pada remaja penyalahguna Napza dalam menunjang proses pemulihan.
Bedasarkan pokok permasalahan tersebut kemudian dilakukan studi kasus terhadap 4 empat orang remaja klien/residen pada Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi Badan Narkotika Nasional. Tujuannya adalah untuk: (1) Menggambarkan pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen pada remaja penyalahguna Napza dalam membantu merubah perilaku. (2) Menggambarkan pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen pada remaja penyalahguna Napza dalam membantu memecahkan masalah.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yaitu untuk menggambarkan pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen dalam menunjang proses pemulihan. Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan informan didasarkan pada pertimbangan tujuan penelitian. Informan penelitian ini terbagi dua kelompok. Kelompok pertama yaitu empat orang remaja penyalahguna Napza yang menjadi klien di Balai Kasih Sayang Pamardi Siwi dan kelompok kedua yaitu tiga orang petugas atau konselor pada Balai tersebut.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah indepth interview, observasi dan studi dokumentasi, sedangkan analisa data yang digunakan adalah sesuai dengan pendekatan kualitatif meliputi langkah-langkah mereduksi data, mengorganisasi data, dan menginterpretasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) pengaruh kelompok sebaya sesama klien/residen dalam proses pemulihan remaja penyalahguna Napza sangat besar dan positif bagi perubahan perilaku, yaitu dari perilaku yang negatif sebagai akibat dari penyalahgunaan Napza seperti tidak disiplin, kurang tanggung jawab, malas dan manipulatif kepada perilaku positif seperti disiplin; bertanggung jawab terhadap diri, orang lain dan pekerjaan; jujur mengakui kesalahan, berani mengungkapan perasaan serta masalah secara terbuka. (2) pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen juga sangat besar dalam membantu residen memecahkan masalah. Mereka dapat melihat masalah dari pandangan dan pengalaman orang lain, serta dapat pula membimbing mereka dalam merumuskan rencana ke depan setelah keluar dari rehabilitasi. Dalam kaitan kedua hal itu setiap residen aktif berpartisipasi, memberikan kontribusi berupa saling memberikan perhatian, teguran mulai yang ringan sampai teguran keras, dorongan atau motivasi, hubungan dan kerja sama, nasihat, saling berbagi (sharing) dan menjadi panutan (role model).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengaruh kelompok teman sebaya sesama klien/residen dapat berdampak positif, menyediakan solusi bagi upaya pemulihan terhadap remaja penyalahguna Napza yaitu membantu merubah perilaku dan memecahkan masalah. Qleh karena itu disarankan Pertama, Departemen Sosial dalam upaya rehabilitasi dapat mengembangkan pedoman, juklak, juknis dan melakukan pelatihan bagi pelatih tingkat nasional tentang cara-cara pengelolaan kelompok teman sebaya bagi rehabilitasi korban Napza. Kedua, para petugas rehabilitasi korban penyalahgunaan Napza, diharapkan dapat mengoptimalkan peran kelompok teman sebaya sesama klien/residen dalam upaya pemulihan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Damayanti
"Penelitian dilakukan dengan adanya pertimbangan dan pemikiran tentang perlunya meningkatkan perhatian kepada masalah-masalah yang dihadapi oleh penyandang cacat sebagai kelompok yang kurang beruntung serta berbagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan melakukan pembinaan kepada penyandang cacat dengan cara melibatkan masyarakat dan melaksanakan pembinaan tersebut di dalam masyarakat. Kegiatan seperti ini dilandasi dengan konsep-konsep pembangunan masyarakat dengan menggunakan suatu strategi yang disebut strategi pemberdayaan berbasiskan masyarakat. Stategi pemberdayaan berbasiskan masyarakat ini kemudian melandasi suatu program pembinaan penyandang cacat yang dititik beratkan pada upaya-upaya rehabilitasi penyandang cacat yang dilaksanakan didalam masyarakat.
Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh gambaran secara lengkap mengenai pelaksanan progam RBM dan tingkat keberdayaan penyandang cacat sebagai sasaran dari program tersebut, yang dalam pelaksanaannya dilakukan dengan beberapa teknik pengumpulan data yang kemudian diolah dan diinterpretasikan secara deksriptif analitis. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai program dan tingkat keberdayaan penyandang cacat serta memberikan rekomendasi-rekomendasi bagi kegiatan-kegiatan program RBM khususnya dan kegiatan upaya kesejahteraan bagi penyandang cacat pada umumnya.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan konsep-konsep dan asumsi yang mendukung berkaitan dengan; konsep mengenai pembangunan masyarakat, rehabilitasi, pemberdayaan, dan kecacatan. Dengan demikian dapat terlihat bahwa penelitian yang dilakukan terhadap objek penelitian memiliki landasan dan kajian teoritis.
Berdasarkan latar belakang permasalahan serta konsep-konsep yang menjadi landasan penelitian ini, maka dilakukan kegiatan observasi dan pengumpulan data dilapangan yang kemudian disajikan dalam bentuk gambaran umum mengenai lokasi penelitian dan mekanisme atau pelaksanaan program rehabilitasi bersumbedaya masyarakat (RBM) di Kotamadya DT II Bandung, sebagai landasan untuk dilakukan pengolahan dan analisa data lebih lanjut.
Berdasarkan perolehan data dan pengolahannya maka dilakukan interpetasi dan pembahasan mengenai gambaran tingkat keberdayaan penyandang cacat beserta berbagai faktor yang mendukung dan menghambatnya, serta gambaran tingkat keberdayaan yang dapat dicapai oleh sasaran dari penelitian dalam hal ini penyandang cacat.
Sebagai penutup laporan ini dilakukan evaluasi dan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan analisa dan interpretasi terhadap data yang diperoleh dengan berbagai tinjauan konsep dan praktek dari objek penelitian ini, serta rekomendasi-rekomendasi yang dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi pelaksanaan kegiatan program selanjutnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Landung Esariti
"Salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu mewujudkan kota-kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkeadilan. Sebagai upaya mencapai tujuan tersebut, maka tujuan studi ini melihat sejauh mana implementasi strategi pengarusutamaan gender yang meliputi akses, manfaat, kontrol, dan partisipasi yang setara antara perempuan dan laki-laki dilakukan dalam kegiatan peningkatan kualitas hunian program BSPS. Hal ini penting, mengingat kualitas rumah layak huni merupakan salah satu indikator dari pengurangan kemiskinan perkotaan. Analisis menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan teknik skoring dan pembobotan, melalui penyebaran kuesioner pada 33 rumah tangga penerima bantuan di Kecamatan Semarang Utara, Semarang. Validasi terhadap upaya peningkatan kualitas hunian dilakukan melalui observasi terhadap kondisi fisik masing-masing ruma, sebelum dan sesudah menerima bantuan. Hasil studi menunjukkan dua aspek yang unggul secara nilai yaitu manfaat sebesar 74,74 dan kontrol sebesar 67,17. Walaupun demikian, aspek kontrol memiliki pengaruh yang kuat pada rumah tangga penerima bantuan yaitu meningkatnya kapasitas individu. Hasil analisis penerapan program BSPS merekomendasikan bahwa strategi pengarusutamaan gender berhasil diterapkan pada beberapa aspek, khususnya peningkatan pada aspek akses dan partisipasi. Output studi juga menunjukkan adanya peran penting fasilitator lapangan untuk mempercepat proses peningkatan kapasitas individu."
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
728 JUPKIM 15:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>