Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199789 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Oktaviani
"Infeksi akibat cacing dapat mengakibatkan terjadinya anemia, gangguan gizi, pertumbuhan, dan kecerdasan yang dalam jangka panjang akan menurunkan kualitas sumber daya manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepadatan lalat dengan kejadian kecacingan dan untuk mengetahuan hubungan antara variabel risiko (jenis kelamin, umur, ketersediaan jamban, kebersihan kuku, kebiasaan memakai alas kaki, pendidikan orang tua, kondisi sosial ekonomi, kondisi lantai, sanitasi makanan). Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 97 orang yang diambil dari umur 7-15 tahun. Hasil pemeriksaan feses menunjukkan bahwa siswa yang positif infeksi kecacingan sebanyak 5 orang (5,2%) dan negatif sebanyak 92 orang (94,8%). Angka kepadatan lalat di wilayah Muara Angke masih tergolong tinggi. Berdasarkan hasil di atas diambil kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara kepadatan lalat, jenis kelamin, umur, ketersediaan jamban, kebersihan kuku, kebiasaan memakai alas kaki, pendidikan orang tua, kondisi sosial ekonomi, kondisi lantai dan sanitasi makanan.

Infection due to worms can lead to anemia, nutritional disorders, growth, and intelligence which in the long run will reduce the quality of human resources. This study aims to determine the relationship of density of flies to helminthiasis and to know the relationship between risk variables (gender, age, latrine availability, cleanliness of nails, footwear habits, parental education, socio-economic conditions, floor conditions, food sanitation). This study was an observational analytic study with a cross sectional approach with a total sample of 97 people taken from the age of 7-15 years. Based on the above results it was concluded that there was no relationship between fly density, gender, age, latrine availability, hygiene of nails, footwear habits, parental education, socio-economic conditions, floor conditions and food sanitation.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52577
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Fitry B.J.
"Infeksi soil transmitted helminths STH menyerap nutrisi hospes sehingga dapat mengakibatkan gangguan gizi dan anemia. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dampak pengobatan albendazol 400 mg selama tiga hari berturut-turut terhadap prevalensi anemia pada anak yang terinfeksi STH di Desa Perobatang, Sumba Barat Daya. Penelitian ini menggunakan desain pre and poststudy dan data diambil pada bulan Juli 2016 dan bulan Januari 2017. Semua anak yang berusia 1 ndash;15 tahun dijadikan subjek penelitian kemudian dilakukan pemeriksaan feses dengan metode kato katz dan pemeriksaan Hb menggunakan rapid test diagnostic strip. Selanjutnya subjek diberikan albendazol 400 mg selama tiga hari berturut-turut yang diminum di depan peneliti. Enam bulan setelah pretest dilakukan pemeriksaan ulang feses dan Hb post test untuk mengetahui apakah terjadi penurunan prevalensi STH dan peningkatan Hb. Dari 156 subjek yang diperiksa, prevalensi A. lumbricoides, T. trichiura dan cacing tambang adalah 65,4 ; 55,8 ; 14,7 , prevalensi anemia 71,2 . Setelah diberikan albendazol triple dose, pevalensi A. lumbricoides, T. trichiura dan cacing tambang menurun menjadi 32,1 ; 51,3 , dan 0 , prevalensi anemia turun menjadi 25 . Terdapat perbedaan bermakna pada prevalensi STH dan sebelum dan sesudah pemberian albendazol triple dose Mc Nemar, p=0,001 . Disimpulkan albendazol triple dose efektif menurunkan STH dan menurunkan anemia.

Soil transmitted helminths STH infections absorb hosts rsquo s nutrients and lead into nutritional disorder and anemia. The aim of the study was to determine the treatment effect of albendazole 400mg for three consecutive days on the prevalence of anemia in STH infected children in Perobatang Village, Southwest Sumba. Pre and post study design was used in this study and data was taken in July 2016 and January 2017. Children aged 1 15 years were subjected to this study, fecal samples were examined using kato katz method, and Hb tested using rapid test diagnostic strip. Subsequently, subjects were given 400mg albendazole for three consecutive days and witnessed by the researchers. Six months following the pretest, re examination of the stool and Hb post test was done to determine whether there is a decrease in STH prevalence and an increase of Hb. From the 156 subjects examined, the prevalence of A. lumbricoides, T. trichiura and hookworm were consecutively 65.4 , 55.8 , 14,7 , and the prevalence of anemia was 71,2 . After a triple dose of albendazole administration, A. lumbricoides, T. trichiura and hookworm decreased to 32.1 , 51.3 , and 0 , and the prevalence of anemia decreased to 25 . There was a significant difference in STH prevalence before and after the administration of triple dose albendazole Mc Nemar, p 0.001 . As a conclusion, triple dose of albendazole is effective in reducing STH infection and anemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suhartono
"ABSTRAK
Pembangunan Sumberdaya Manusia merupakan salah satu tujuan utama dari Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PIP II). Kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang ikut ditentukan oleh status kesehatan anak Indonesia saat ini. Infeksi Soil Transmitted Helminths (kecacingan), yang berpengaruh negatif terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak, masih tinggi angka kejadiannya, terutama pada anak usia sekolah dasar. Faktor-faktor yang diduga menyebabkan tingginya angka kejadian kecacingan ini adalah kondisi sanitasi lingkungan yang belum memadai, kebersihan diri yang buruk, tingkat pendidikan dan kondisi sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan, sikap dan perilaku hidup sehat yang belum membudaya, serta kondisi geografis yang sesuai untuk kehidupan dan perkembangbiakan cacing.
Tujuan dari penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang prevalensi dan intensitas kecacingan pada murid di 51 SD di Kabupaten Karanganyar serta hubungannya dengan pengetahuan murid, perilaku murid, pendidikan ibu, pengetahuan orangtua, kondisi ekonomi, dan kondisi sanitasi lingkungan.
Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang (cross sectional) dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan hasil penelitian dalam rangka monitoring dan evaluasi Proyek "Kemitraan Indonesia untuk Perkembangan Anak" di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, tahun 1995. Sampel dari penelitian ini adalah 539 murid di 51 SD di Kabupaten Karanganyar, yang dipilih secara bertahap dengan menggunakan teknik simple random sampling dan systematic random sampling. Pemeriksaan adanya telur cacing di dalam tinja dilakukan dengan metoda Kato-Katz, sedangkan untuk variabel-variabel yang lain pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan pengamatan/pemeriksaan langsung pada obyek penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kecacingan pada murid di 51 SD di Kabupaten Karanganyar adalah 31,5 persen. Prevalensi pada masing-masing jenis cacing adalah infeksi cacing gelang 8,7 persen, infeksi cacing cambuk 15,6 persen, dan infeksi cacing tambang 17,6 persen. Intensitas infeksi yang terjadi sebagian besar termasuk kategori sangat ringan sampai ringan. Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa ada tiga variabel yang secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian kecacingan (semua jenis), yaitu pengetahuan murid, perilaku murid, dan kondisi ekonomi. Dan basil analisis multivariat didapatkan dua variabel yang secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian infeksi cacing gelang, yaitu pendidikan ibu dan kondisi sanitasi lingkungan. Sedangkan untuk cacing cambuk, hanya didapatkan satu variabel yang berhubungan dengan kejadian infeksi cacing cambuk, yaitu pengetahuan murid. Hasil analisis multivariat dengan regresi logistik multipel (backward elimination) menunjukkan bahwa ada empat variabel yang secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian infeksi cacing tambang, yaitu pengetahuan murid, perilaku murid, kondisi ekonomi, dan kondisi sanitasi lingkungan. Dengan analisis multivariat (Manova) didapatkan interaksi antara pendidikan ibu dan kondisi ekonomi berhubungan dengan intensitas infeksi cacing gelang, sedangkan intensitas infeksi cacing cambuk berhubungan dengan interaksi antara pendidikan ibu, kondisi ekonomi dan kondisi sanitasi lingkungan. Dengan uji Manava didapatkan dua variabel batas (yaitu pendidikan ibu dan kondisi sanitasi lingkungan) dan empat interaksi (yaitu pengetahuan murid dan perilaku murid; pendidikan ibu dan kondisi sanitasi lingkungan; kondisi ekonomi dan kondisi sanitasi lingkungan; dan pendidikan ibu, kondisi ekonomi dan kondisi sanitasi lingkungan) yang berhubungan dengan intensitas infeksi cacing tambang.
Dibandingkan dengan hasil penelitian-penelitian lain, pada penelitian ini didapatkan prevalensi cacing tambang yang relatif lebih tinggi. Upaya-upaya yang disarankan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain pemberian obat cacing yang adekuat, pendidikan kesehatan bagi ibu maupun murid SD, serta program perbaikan perumahan dan kondisi sanitasi lingkungan.

ABSTRACT
Human resources development is one of the main objectives of the Indonesian second long-term development (PJP II). The quality of human resources in the future is determined by health and nutrition status of the children at the present time. The prevalence of soil-transmitted helminthiasis (worm infection), which have adverse effects on child health and development, is high especially among primary school children. Factors which are associated with the high prevalence of worm infection are poor housing and environmental sanitation, low socio-economic and educational status, inadequate knowledge and practice, and unfavourable geographic condition.
The aim of this study is to get information on the prevalence and intensity of soil-transmitted helminthiasis and their relationship with the children's knowledge and practice, educational level of the mothers, the parents' knowledge and economic status, and housing and environmental sanitation.
The study was conducted in 51 elementary schools in Karanganyar District, Central Java in a cross sectional manner. Secondary data from "Mitra" Project (1995) was used. The total sample was 539 students aged from 8 to 13. The children's stool were examined by the Kato-Katz method. Other data was collected by using structured questionnaires.
The prevalence of all kinds of worm infection was 31,5 percent. The prevalence of ascariasis, trichuriasis, and hookworm was 8,7 percent, 15,6 percent, and I7,6 percent respectively. Most of the infection were at mild intensity. Multivariate analysis with backward elimination logistic multiple regression tests showed that the children's knowledge, children's practice, and the parents' economic status had significant association with worm infection. Mother's educational level and housing and environmental sanitation were significantly associated with ascariasis. Only children's knowledge was significantly associated with trichuriasis, while for hookworm infection children's knowledge, children's practice, parents' economic status, and housing and environmental sanitation were significant determinants. Multivariate analysis with Multi-way analysis of variance (Manova) showed that there was interaction between mother's educational level and parents' economic status which was significantly associated with the intensity of ascariasis. Interaction among mother's educational level, parents' economic status and housing and enviromental sanitation had significant relationship with the intensity of trichuriasis. Two main variables (i.e. mother's educational level and housing and environmental) and four interactions (i.e. children's knowledge and children's practice, mother's educational level and housing and environmental sanitation, parents? economic status and housing and environmental sanitation, and mother's educational level, economic status, and housing and environmental sanitation) were significantly associated with the intensity of hookworm infection.
The study showed that compare to the other studies' results, the prevalence of hookworm infection was relatively high. Adequate deworrning, health education, and improvement of housing and environmental sanitation were suggested to reduce hookworm infection among school children in Karanganyar District, Central Java.
ix + 123 pages: 31 tables, 14 schemas, 4 appendices
Reading: 53 (1983-1996).
"
Depok: Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Uli Rohati
"Diare merupakan penyebab utama kematian kedua di dunia setelah penyakit pneumonia. Penularan diare bisa dilakukan dengan cara transmisi fecal to oral. Penularan fecal to oral pada diare dilakukan dengan perantara siklus zoonotik telah menganggap serangga lalat sebagai agen mekanik potensial untuk penularan penyakit tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan keberadaan bakteri Eschericia coli pada lalat Musca domestica terhadap kejadian diare balita di pemukiman penduduk sekitar lokasi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional (PHPT) Muara Angke Jakarta Utara. Merupakan studi cross sectional pada 97 ibu/pengasuh balita, 97 sampel lalat Musca domestica. Uji chi square menunjukkan bahwa Eschericia coli pada lalat Musca domestica mempunyai hubungan yang signifikan (p=0.007) dan berisiko menyebabkan diare pada anak balita dengan OR : 3.822 (95% CI : 1.511 – 9.672). Variabel tingkat kepadatan lalat, imunisasi dan perilaku ibu/pengasuh balita membuang tinja merupakan variabel yang paling berpengaruh. Disarankan untuk melakukan tindakan penyehatan lingkungan dengan mengurangi kepadatan lalat di sekitar rumah dengan melenyapkan tempat-tempat pembiakan lalat baik secara fisik, biologi maupun kimia. Selain itu penyediaan sarana sanitasi yang layak dan peningkatan pengetahuan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Diarrhea Of Children Under Five Years Old (Toddler) In Population Settlements Around The Location Of Processing Of is the second leading cause of death in the world after pneumonia. Transmission of diarrhea can be done by means of fecal to oral transmission. Fecal to oral transmission of diarrhea carried out by intermediate zoonotic cycles has considered insect flies to be potential mechanical agents for transmission of the disease. This study aims to analyze the relationship between the presence of E. coli bacteria in Musca domestica flies on the incidence of toddler diarrhea in residential areas around the Traditional Fisheries Products Processing Site (PHPT) Muara Angke, North Jakarta. It was a cross sectional study on 97 mothers / caregivers of toddlers, 97 samples of Musca domestica flies. The chi square test showed that Escherichia coli in Musca domestica flies had a significant relationship (p = 0.007) and risked causing diarrhea in children under five years old with OR: 3,822 (95% CI: 1,511-9,672). Variables in the level of fly density, immunization and behavior of mothers/caregivers of toddlers dispose of feces are influential variables. It is recommended to take environmental sanitation measures by reducing the density of flies around the house by eliminating physical, biological and chemical fly breeding sites. In addition, the provision of proper sanitation facilities and increased public knowledge for clean and healthy life behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T52589
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Ninik Maris
"Kato-Katz sebagai teknik pemeriksaan infeksi kecacingan yang direkomendasikan WHO memiliki sensitivitas yang rendah pada intensitas infeksi yang ringan. Teknik flotasi mulai dikembangkan untuk mendapatkan teknik dengan sensitivitas yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuan memodifikasi teknik flotasi, yaitu mini-FLOTAC dengan mempertahankan satu tahap sentifugasi pada prosedur FLOTAC dan membandingkan sensitivitas teknik tersebut dengan teknik Kato-Katz. Penelitian ini dilakukan pada Juni 2015-Oktober 2015 di Laboratorium Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sensitivitas, nilai duga negatif, akurasi, dan rerata jumlah telur dihitung berdasarkan hasil temuan di mikroskop dan diolah dengan rumus standar. Data perbandingan antara kedua teknik dianalisis dengan menggunakan program SPSS 20.0 for windows dengan uji McNemar untuk analisis perbedaan dan uji Kappa untuk kesesuaian sensitivitas, serta uji Wilcoxon pada rerata jumlah telur ketiga jenis cacing.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sensivitas modifikasi mini-FLOTAC lebih tinggi dibandingkan Kato-Katz pada pemeriksaan Trichuris trichiura (94,7% vs 73,7%) dengan perbedaan signifikan (p=0,039), sedangkan pada Ascaris lumbricoides didapatkan sensitivitas setara (83,7% vs 85,7%) dan pada infeksi cacing tambang didapatkan sensitivitas yang lebih rendah (20% vs 90%) dengan perbedaan yang signifikan (p=0,039). Median jumlah telur Ascaris lumbricoides dan cacing tambang pada Kato-Katz secara signifikan lebih tinggi dibandingkan modifikasi mini-FLOTAC (p<0,0001 dan p=0,007, secara berurutan). Performa modifikasi mini-FLOTAC lebih tinggi dibandingkan Kato-Katz hanya pada infeksi Trichuris trichiura. Untuk mendapatkan alat screening yang ideal dalam satu metode untuk infeksi multipel dibutuhkan penelitian lebih lanjut.

Kato-Katz as a recommended technic by WHO has low sensitivity in low intensity of soil transmitted helminths (STH) infection. Flotation technic is developed for higher sensitivity technic. The purpose of this research is to modify mini-FLOTAC by adding one sentrifugation step in mini-FLOTAC procedure and then comparing the sensitivity between the technic and Kato-Katz. Data of modified mini-FLOTAC were collected from June 2015- October 2015 in the laboratory of Parasitology Department in Faculty of Medicine University of Indonesia. Sensitivity, negative predictive value, accuracy, and mean egg per gram were calculated based on microscopic examination and arranged in standard formula. The data of both modified mini-FLOTAC and Kato-Katz were analyzed using SPSS 20.0 for Windows. McNemar test were used to analyze the difference, Kappa test were used to analyze the agreement, and Wilcoxon test were used to analyze the difference of eggs per gram.
The result showed that sensitivity of modified mini-FLOTAC were significantly higher than Kato-Katz in Trichuris trichiura infection (94,7% vs 73,7%; p=0,039), but were comparable in Ascaris lumbricoides (83,7% vs 85,7%, respectively) and had significantly lower sensitivity in hookworm infection (20% vs 90%; p=0,039). Median of egg per gram for Ascaris lumbricoides and hookworm were significantly higher in Kato-Katz than modified mini-FLOTAC (p<0,0001 and p=0,007, respectively). The performance of modified mini-FLOTAC was higher than Kato-Katz in Trichuris trichiura infection. Further research is needed to find the ideal tool to screen multiple STH infection in a single diagnostic technic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlila
"Infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia balk di pedesaan maupun di daerah kumuh di perkotaan dengan prevalensi sekitar 60%-80% pada murid-murid SD dan 40%-60% untuk semua umur (Direktorat Jenderal PPM dan PLP, 1998). Walaupun tidak berakibat fatal, penyakit kecacingan berdampak cukup luas pada anak-anak antara lain malnutrisi, anemia, gangguan fungsi kognitif serta menurunkan prestasi belajar dan produktivitas pada pekerja.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor karakteristik anak, karakteristik ibu dan faktor kondisi sanitasi lingkungan terhadap infeksi kecacingan pada murid SDN RawaBadak Utara 23 dan 24, Jakarta Utara. Penelitian ini merupakan suatu studi epidemiologi " kasus kontrol " dengan jumlah sampel sebanyak 100 kasus dan 100 kontrol. Kasus adalah siswa yang menderita infeksi kecacingan, sedangkan kontrol adalah siswa yang tidak menderita kecacingan. Diagnosis untuk kasus dan kontrol dilakukan dengan cara pemeriksaan telur cacing pada tinja menggunakan metode Kato.
Hipotesis yang diajukan adalah adanya pengaruh faktor karakteristik anak, karakteristik ibu dan kondisi sanitasi lingkungan terhadap infeksi kecacingan.
Dari hasil analisis bivariat didapatkan hubungan yang bermakna antara variabel higiene perorangan, kebiasaan cuci tangan ,kebiasaan main yang kontak dengan tanah, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, kondisi ekonomi orang tua dan kepemilikan jamban serta sarana air bersih dengan infeksi kecacingan pada siswa pada tingkat kemaknaan P<0,05. Sedangkan dari hasil analisis multivariat diperoleh faktor yang secara bersama-sama mempengaruhi infeksi kecacingan pada anak adalah higiene perorangan, kebiasaan cuci tangan, pengetahuan ibu, interaksi kebiasaan cuci tangan dengan higiene perorangan dan interaksi antara kebiasaan cuci tangan dengan pengetahuan ibu.
Mengingat variabel yang mempengaruhi infeksi kecacingan pada anak sangat berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat yang berkaitan dengan pengetahuan kesehatan, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan higiene perorangan pada murid dengan cara penyuluhan kesehatan disertai dengan pemeriksaan kebersihan diri murid secara berkala di sekolah. Juga dilakukan upaya peningkatan kebersihan lingkungan dengan cara diadakan kerja bakti secara rutin dan lomba kebersihan antar RT/RW.
Daftar bacaan : 50 (1979-2000)

Factors Which Influence Soil Transmitted Helminth Infection among Primary School Children in North Rawabadak 23 & 24, North Jakarta, 2002Soil transmitted helminths infection is still public health problems in Indonesia especially in rural areas and in slum areas of big cities with prevalence of about 60%-80% among primary school childrens and 40%-60% at all ages (Directorate General of PPM &PLP, 1998). Although harmless, helminth infection could have serious impact to children such as malnutrition, anemia, defect in cognitive function, decreasing of learning achievement and decreasing of productivity of workers.
In general the aimed of this study is to detect the impact of children's characteristic factor, mother's characteristic factor and environment sanitation towards helminth infection among students from state primary school of North RawaBadak 23 & 24, North Jakarta. This research is the case control epidemiologist study with 100 cases and 100 controls. Case is a student who is infected by soil transmitted helminth, and control is a student who is not infected. The diagnose for cases and controls is done by examining worm's eggs in feces using Kato method. The assumed hypothesis is the existence of children's characteristic influence, mother's characteristic influence and environment's sanitation condition to helminth infection.
From bivariat analysis resulting significant relation among personal hygiene variable, hand washing habit, playing habit with soil contact, mother's education level, mother's knowledge, parent's economical condition and possession of latrine and source of clean water with helminth infection among students with level of significant P < 0,05.
While from multivariate analysis resulting factors that altogether influence helminth infection e.i : personal hygiene, hand washing habit, mother's knowledge, interaction between hand washing habit and personal hygiene, and interaction between hand washing habit and mother's knowledge.
Based on the variables that influence helminth infection in children are closely related to clean and healthy life style related with knowledge about health, efforts to increase personal hygiene are necessary through health education and individual cleanliness control at school. Efforts are also done to improve the environment's cleanliness by cleanliness competitions among Rukun Tetangga's or Rukun Warp's.
References : 50 (1979 - 2000)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T5159
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lieska Prasetya S.D
"Infeksi cacing perut (soil transmitted helminthiasis ) merupakan masalah yang endemik di Indonesia. Survey oleh Depkes dan berbagai Fakultas Kedokteran di Indonesia menemukan prevalensi asksriasis 70% -- 90%, t ri khuriesis 80 - 95% dan cacing tambang 30% -59%. Pemeriksaan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 1986 di sebuah sekolah di Jakarta Timur menemukan prevalensi 82.5%.
Melihat keadaan tersebut di atas, maka sejak tahun 1987 Forum Koordinasi Program Integrasi Pelayanan Kesehatan Keluarga dan Keluarga Berencana mulai melaksanakan Program Pemberantasan Cacingan di sekolah-sekolah dasar DKI Jakarta. Melalui program ini dilakukan berbagai bentuk penyuluhan kepada murid, guru dan orangtua murid, pemeriksaan laboratorium dua kali setahun dan pengobatan secara selektif.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui ada tidaknya perbedaan perilaku orangtua murid, dalam hal ini menyangkut pengetahuan, sikap, dan praktek antara orangtua murid yang mendapat program dengan yang tidak mendapat program dalam pemberantasan cacingan, di kelurahan Pisangan Baru Jakarta Timur.
Untuk mengetahui hal tersebut, maka responden penelitian ini terdiri dari dua kelompok, yaitu kelompok yang mendapat program (Perlakuan) di Kelurahan Pisangan Baru dan kelompok yang tidak mendapat program (Kontrol) di Kelurahan Jatinegara Kaum. Mereka adalah orang tua murid kelas VI. Murid kelas VI diambil .karena mereka telah mengikuti program sejak kelas I.
Jenis penelitian ini adalah pra eksperimen, dengan kategori static group comparison, yang bertujuan membandingkan dua kelompok subjek seperti yang telah disebutkan di atas. Sampel diambil secara random sampling.
Sumber data pada penelitian ini adalah data primer, dengan menggunakan instrumen kuesioner. Pengambilan data oleh peneliti dibantu 8 orang mahasiswa Keperawatan Depkes R.I.
Ketiga variabel yang diteliti ( Pengetahuan, Sikap, Praktek) diuji dengan menggunakan uji X2 dan uji-T. Hasilnya memperlihatkan variabel pengetahuan dan variabel praktek menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol dalam pemberantasan cacingan (P{0.05). Artinya ada pengaruh program terhadap pengetahuan dan praktek responder. Responden perlakuan pengetahuannya lebih baik daripada responden kontrol. Sedangkan variabel sikap menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara perlakuan dengan kontrol (p>0.05). Artinya responden perlakuan tidak lebih baik sikapnya daripada responden kontrol.
Pengetahuan dengan sikap dan pengetahuan dengan praktek pada masing-masing kelompok ternyata berhubungan secara bermakna (p<0.05). Akan tetapi antara sikap dengan praktek pada kedua kelompok tereebut tidak mempunyai hubungan yang bermakna ( p>P.05).
Disimpulkan, bahwa secara keseluruhan terbukti ada perbedaan bermakna pada pengetahuan dan praktek responden yang mendapat program dengan yang tidak mendapat program dalam pemberantasan cacingan. Hal tersebut menunjukkan suatu keberhasilan pengelola program. Namun tentang sikap, kedua responden menunjukkan sikap yang sama. Hal ini tampaknya disebabkan oleh instrumen pengukuran sikap yang kurang tajam dan memerlukan penyempurnaan lebih lanjut.
Akhirnya, disarankan agar program pemberantasan cacingan terns diperluas, karena ternyata cukup berhasil dalam meningkatkan pengetahuan dan praktek responden, namun penyelenggara perlu meningkatkan pula beberapa aspek penyelenggaraannya guna lebih menunjang kelancaran penyelenggaraan program tersebut. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inayah Budiasti Sutiko
"Tujuan : Untuk mengetahui status besi anak usia sekolah dan faktor yang berhubungan serta hubungan status besi dengan daya konsentrasi belajar.
Tempat : Sekolah Dasar Pekayon 18 dan Jasmin, Kecamatan Cibubur, Jakarta Timur.
Bahan dan cara : Penelitian desain cross sectional, pada 92 orang subyek yang dipilih secara purposive. Data yang dikumpulkan meliputi data umum subyek dan responden/ibu subyek, status gizi, asupan makan, serta pemeriksaan laboratorium darah dan tinja. Setelah status besi ditetapkan berdasarkan kadar hemoglobin dan feritin plasma, subyek dibagi secara acak sederhana (sub sampel) menjadi status besi normal dan defisiensi besi kemudian terhadap ke dua kelompok dilakukan pemeriksaan daya konsentrasi belajar. Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan dua variabel adalah uji Kolmogorov-Smirnov dengan dua variabel dan uji eksak Fisher.
Hasil : Prevalensi anemia ditemukan sebesar 14,1% dan defisiensi besi 14,2%, sebanyak 1,1% di antaranya menderita anemia defisiensi besi. Dari penilaian food frequency amount didapatkan 85,9% subyek mempunyai asupan besi yang tergolong kurang dan 79,3% subyek asupan energinya termasuk kriteria kurang. Data pola makan menunjukkan 50% subyek termasuk dalam kriteria kurang. Penilaian terhadap status gizi mendapatkan 7,5% subyek mempunyai bentuk tubuh pendek dan 2,2% subyek tergolong kurus. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna (p > 0,05) antara daya konsentrasi belajar dengan status besi pada subyek penelitian dan ditemukan pula hubungan yang tidak bermakna (p>0,05) antara sebagian besar variabel yang diteliti.
Simpulan: Pada penelitian ini didapatkan prevalensi anemia 14,1% dan defisiensi besi 14,2%, sejumlah 1,1% subyek di antaranya menderita anemia defisiensi besi. Tidak ditemukan hubungan bermakna (p > 0,05) antara status besi dengan daya konsentrasi belajar.

Iron Status of Children of Two Elementary Schools and Its Related Factors in Cibubur District, East Jakarta: Relationship between Iron Status and Capacity of Learning ConcentrationObjective: To know the iron status of school-age children and its related factors and the relationship between iron status and capacity of learning concentration.
Location: Pekayon 18 and Jasmin Elementary Schools, Cibubur District, East Jakarta.
Material and Method: A cross-sectional study has been carried out on 92 subjects? selected using purposive sampling method. Data collected consist of socio-economic status, nutritional status, dietary intake, and laboratory examinations for hemoglobin, plasma ferritin and stool egg count. Iron status was determined by hemoglobin concentration and plasma ferritin level. Subjects were divided into normal and iron deficiency based on these laboratory findings, and capacity of learning concentration was examined on both groups. Statistical analysis was performed by Kosmogorov-Smirnov and Fisher exact test for the relationship between variables.
Results: Anemia was found in 14.1% subjects, and 14.2% of subjects had iron deficiency in which 1.1% of them had iron deficiency anemia. Inadequate iron and energy intake was found in 85.9 and 79.3% of subjects respectively, and 50% of subjects had poor eating pattern. Nutritional status assessment showed that 7.6% of subjects had short stature (stunted) and 2.2% were wasted. There was no significant relationship (p>0.05) between iron status and the capacity of learning concentration and between most variables.
Conclusion: The prevalence of anemia in this study was 14.1%, and iron deficiency was found in 14.2% of subjects, in which 1.1% of them had iron deficiency anemia. There was no significant relationship (p>0.05) between iron status and the capacity of learning concentration.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T8444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Zuraidah
"Prevalensi anemia gizi pada anak Sekolah Dasar (SD) yang sampai sekarang masih tinggi (sekitar 30 %), merupakan sasaran prioritas ketiga dalam penanggulangan anemia.
Dampak buruk yang diakibatkan oleh anemia gizi, khususnya bagi anak sekolah akan dapat menurunkan konsentrasi dan prestasi belajar, malas, lemah, pasif, apatis dan sering terkena penyakit sehingga akhimya perkembangan dan pertumbuhannya akan terganggu.
Dalam upaya peningkatan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia yang sehat, produktif dan mempunyai inteligensia yang tinggi, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Departemen Kesehatan RI telah melaksanakan program Pemberian Makanan Tambahan bagi anak Sekolah Dasar (PMT-AS) dan tablet besi khususnya pada desa tertinggal di Indonesia.
Dalam penelitian ini, digunakan data sekunder yang dikumpulkan pada pelaksanaan program PMT-AS dan tablet besi terhadap 189 orang anak SD yang berasal dari 5 SD pada 5 Kabupaten di Propinsi Jawa Barat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pemberian Makanan Tambahan dan tablet besi terhadap perubahan status anemi gizi anak sekolah. Untuk itu, desain penelitian yang digunakan adalah Praeksperimental dengan perlakuan ulang, dengan intervensi berupa makanan tambahan yang terdiri dari 200 - 300 kalori dengan 10 - 12 gram protein yang dibenkan selama 4 (empat bulan), serta tablet besi dosis 120 mg sebanyak 90 buah tablet yang diberikan yang diberikan setiap hari selama 3(tiga bulan).
Variabel yang diteliti adalah status anemia gizi setelah intervensi (dependen) dan variabel independen adalah : status anemia gizi sebelum intervensi, status gizi , umur, jenis kelamin, pengetahuan gizi, sikap gizi serta perilaku gizi.
Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan prevalensi anemia gizi dan 87.3 % menjadi 21.2 % setelah diberikan intervensi. Sedangkan dari hasil analisis statistik secara multivariat diketahui bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap status anemia gizi setelah diberikan intervensi, berturut-turut adalah status anemia gizi awal, status gizi serta perilaku gizi anak.
Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan agar dalam pelaksanaan program penanggulangan anemia pada anak SD khususnya di desa tertinggal Propinsi Jawa Barat agar seluruh anak SD dibenkan tablet besi (blanket program), sedangkan secara individual perlu untuk mempnoritaskan anak yang menderita anemia serta mempunyai status gizi kurang yang kemungkinan besar tidak hanya terdapat di IDT. Disarankan pula agar dalam memberikan intervensi untuk penanggulangan anemia, untuk selalu dapat mengetahui kadar Hb anak dengan tepat sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi.

Effect of Iron Suplementation on Nutritional Anemia Status of Elementary School Children Recieving Suplementary School Feeding Package and Iron Tablets in Less Developed Villages, West Java 1995Up to now, the prevalence of nutritional anemia in school children is still high (± 30 %) and even though the third priority in nutritional anemia program.
Nutritional anemia has negative impact especially to school children. It will cause laziness, fatigue, less active, apathetic, and also decreasing learning capacity due to shortened attention span. So those would lower educational achievement, beside that anemic children are easily get sick which will affect their growth.
Healthy, productive and intelligent people are the goal of human resources development. The government especially Nutrition Development of the Ministry of Health conducts a supplementary school feeding and iron tablets. The target group is elementary school children of less developed villages in Indonesia.
This study used evaluative data on 189 children who received supplementary school feeding and Iron tablets in 5 elementary school in 5 districts in West Java which were collected In 1995. The objectives of the study are to find out the effect of supplementary feeding and iron tablets on the anemia status of children who received the package.
Study design was a pre-experimental designs which supplementary feeding and an iron tablet was given as intervention. The package consists of 200 - 300 calories and 10 - 12 gram protein per day were given for 4 months and 120 mg iron tablets was given daily for 3 months (90 tablets).
Nutrition anemia status alter intervention was the dependent variable while the independent variables were nutritional anemia status before intervention, nutritional status before intervention, age, sex, nutritional knowledge, attitude and practice on nutrition before intervention.
The result showed that after the intervention, the nutritional anemia status pevalence was decreased from 87.3 % to 21.2 %. Multivariate analysis showed that nutritional anemia status, nutritional status, and practices of nutrition before intervention were the variables that influence anemia status after intervention.
At macro level it is suggested that the implementation of similar program should be covered all school children (blanket program) of less developed villages. While at individually level, it is suggested that priority should be given only to children who suffered from anemia and under nutrition not only in the less developed villages area.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayhana
"Prevalensi anemia anak di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, sebanyak 28,1%. Angka ini meningkat dari sebelumnya di tahun 2007 hanya sebesar 27,7%. Lalu meningkat lagi di tahun 2018 pada riskesdas menunjukan angka 38,5%. Hasil penelitian Zuffo et al., 2016); Prieto-Patron et al., 2018; Li et al., 2019; Woldie, Kebede and Tariku, 2015; Konstantyner, Roma Oliveira and De Aguiar Carrazedo Taddei, 2012 menunjukan bahwa kelompok yang lebih berisiko menderita anemia adalah usia 0-23 bulan. Penelitian di Bali tahun 2019 juga menunjukan hasil yang sama bahwa sebanyak 71% anak berusia dibawah dua tahun menderita anemia, sedangkan hanaya 9% anak usia diatas dua tahun yang menderita anemia. Untuk itu penelitian ini perlu dilakukan agar dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia baduta di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi kejadian anemia baduta di Indonesia dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia baduta di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Riskesdas tahun 2018. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah responden sebanyak 832 anak. Penelitian ini juga melakukan uji multivariat yaitu regresi logistic, untuk mengetahui faktor dominan kejadian anemia pada baduta di Indonesia. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa prevalensi anemia baduta mencapai 54,9%. Pada penelitian ini usia baduta 0-11 bulan [OR 1,770 (1,33-2,34)], status gizi wasting [OR 1,626 (1,03-2,55)], status gizi underweight [OR 1,556 (1,05-2,33)], pendidikan ibu rendah [OR 2,512 (1,39-4,54)], pendidikan ibu menengah [OR 1,893(1,07-3,32)], dan wilayah rumah tinggal perdesaan [OR 1,386 (1,05-1,82)] ditemukan beruhubungan signifikan dengan kejadian anemia baduta. Variabel paling dominan yang ditemukan adalah usia baduta. Oleh karena itu, disarankan bagi dinas kesehatan di Indonesia untuk menanggulangi anemia diharapkan posyandu dan puskesmas dapat sedini mungkin mendeteksi anemia pada anak, yakni pada rentang usia 3-5 bulan, atau setidaknya sesuai dengan rekomendasi skrining pertama anemia yakni, pada usia maksimal 9-12 bulan. Juga, diharapkan dapat menyediakan suplementasi yang cukup dan memadai baik untuk baduta maupun ibu hamil.

The prevalence of anemia in children in Indonesia, based on data from Indonesia Based Health Research in 2013, was 28.1%. This figure increased from the previous year in 2007 which was only 27.7%. Then it increased again in 2018 showing the figure of 38.5%. Research results Zuffo et al., 2016); Prieto-Patron et al., 2018; Li et al., 2019; Woldie, Kebede and Tariku, 2015; Konstantyner, Roma Oliveira and De Aguiar Carrazedo Taddei, 2012 showed that the group at higher risk for anemia was aged 0-23 months. Research in Bali in 2019 also showed the same results that as many as 71% of children under two years of age suffer from anemia, while only 9% of children aged over two years suffer from anemia. For this reason, this research needs to be carried out in order to know the factors associated with the incidence of anemia in under-two in Indonesia. The purpose of this study was to determine the prevalence of anemia in under-two in Indonesia and the factors associated with the incidence of anemia in under-two in Indonesia. This study uses secondary data from Indonesia Based Health Research 2018. The research design used is cross-sectional with a total of 832 children as respondents. This study also conducted a multivariate test, namely logistic regression, to determine the dominant factor in the incidence of anemia in children under two in Indonesia. Based on the results of the analysis, it is known that the prevalence of anemia in under-two reaches 54.9%. In this study, children aged 0-11 months [OR 1.770 (1.33-2.34)], nutritional status wasting [OR 1.626 (1.03-2.55)], nutritional status underweight [OR 1.556 (1.05 -2.33)], low maternal education [OR 2.512 (1.39-4.54)], secondary maternal education [OR 1.893(1.07-3.32)], and rural area of ​​residence [OR 1.386 (1.05-1.82)] was found to be significantly associated with the incidence of anemia in under-two. The most dominant variable found was the children age. Therefore, it is recommended for health offices in Indonesia to overcome anemia, it is hoped that posyandu and puskesmas can detect anemia in children as early as possible, namely in the age range of 3-5 months, or at least according to the recommendation for the first screening for anemia, namely, at a maximum age of 9-12 month. Also, it is expected to provide adequate and adequate supplementation for both children and pregnant women."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>