Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105054 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Wayan Primanovenda Wijayaptri
"ABSTRAK
Kemampuan berkomunikasi merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam perkembangan penyandang autisme remaja. Informasi mengenai perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi pada penyandang autisme, serta riwayat intervensi komunikasi yang pernah diterima merupakan informasi yang penting sebelum menentukan dan melaksanakan intervensi lanjutan bagi para remaja autis. Penelitian mengenai hambatan komunikasi dan metode pembelajaran komunikasi pada penyandang autisme remaja belum banyak dilakukan. Studi ini bertujuan untuk memberikan gambaran kasus hambatan komunikasi pada penyandang autisme remaja. Selain itu, penelitian ini juga akan melihat usaha yang telah dilakukan oleh orangtua maupun sekolah dalam meningkatkan kemampuan komunikasi pada remaja autis. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan analisa dokumen. Proses pengambilan data dilakukan pada bulan September hingga Desember 2014. Subjek penelitian terdiri dari dua orang penyandang autisme remaja. Subjek pertama berusia 19 tahun dan berjenis kelamin perempuan. Subjek kedua berusia 16 tahun dan berjenis kelamin laki laki. Keduanya merupakan siswa dari sebuah sekolah lanjutan autis di Yogyakarta. Selain kedua orang subjek, peneliti juga melibatkan significant others, yaitu orang tua dan guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1. Kemampuan komunikasi penyandang autisme remaja yang menjadi subjek penelitian berada jauh di bawah usia kronologisnya, dan 2. Intervensi yang diberikan kepada subjek sejak masa kanak kanak hingga remaja berperan dalam mengembangkan kemampuan komunikasi subjek, namun belum dapat menuntaskan hambatan komunikasi yang dialami subjek. Hasil penelitian didiskusikan lebih lanjut."
Yogyakarta: Pusat Layanan Difabel (PLD), 2015
370 JDSI 2:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fabiola Priscilla Harlimsyah
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemajuan yang dicapai oleh seorang anak penyandang autisme ringan melalui penerapan terapi sensory integration selama tiga bulan. Selain itu, penulisan tugas akhir ini juga bertujuan untuk mengetahui hal-hal apa yang mendukung keberhasilan terapi. Penelitian ini melibatkan seorang anak penyandang autisme ringan yang diambil secara purposif dengan menggunakan pendekatan kualitatif berupa studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kemajuan dalam aspek komunikasi, interaksi, dan emosi pada diri subjek setelah menerapkan terapi sensory integration secara efektif selama tiga bulan. Hal ini disebabkan oleh pelaksanaan sesi terapi yang cukup rutin juga keterlibatan keluarga subjek untuk melakukan berbagai aktivitas dan pendekatan yang mendukung terapi. Berbagai aktivitas yang mendukung terapi seperti hiking, berkuda, dan renang dapat memberikan input-input sensorik yang dibutuhkan subjek. Pendekatan visual support yang diterapkan terhadap subjek memudahkannya untuk berkomunikasi melalui gambar. Interaksi antara subjek dengan Ibu juga lebih berkembang dengan penerapan prinsip floor Iime, meskipun belum diterapkan secara optimal. Selain beberapa faktor yang mendukung, terdapat juga beberapa kondisi yang dapat menghambat terapi, antara lain kondisi Kendala maupun kemajuan yang dialami oleh subjek dapat dipengaruhi oleh berbagai hal yang belum banyak tergali dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penelitian serupa hendaknya dapat dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama. Dengan demikian, kita dapat memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai kemajuan maupun informasi tambahan dari penerapan terapi sensory integration pada anak penyandang autis ringan."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karen Kusnadi
"Penyandang autisme dewasa memiliki berbagai kelebihan yang dapat membawa kontribusi positif bagi tempat kerja, seperti sifat detail, rapi, dan terstruktur. Meski demikian, penyandang autisme dewasa dapat memiliki keterbatasan dalam memproses pesan, sehingga memerlukan dukungan lawan bicara untuk melakukan sejumlah akomodasi komunikasi. Penelitian ini, yang mengambil studi kasus program mentorship kerja bagi penyandang autisme dewasa di Microsoft Indonesia, bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi strategi akomodasi komunikasi mentor Microsoft dengan mentee penyandang autisme, dan (2) Menganalisis motivasi di balik akomodasi komunikasi yang mentor Microsoft lakukan dalam berinteraksi dengan mentee penyandang autisme. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan paradigma post positivisme. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kombinasi strategi akomodasi komunikasi asymmetrical convergence, approximation, discourse management, interpretability, psychological accommodation, dan linguistic convergence yang para mentor gunakan mampu membuat proses komunikasi dengan mentee penyandang autisme lebih produktif. Beberapa bentuk akomodasi komunikasi nyata dari strategi-strategi tersebut antara lain (1) Mulai komunikasi dengan mengaitkan topik ke elemen emosional mentee, (2) Lempar pertanyaan terbuka dengan disertai contoh atau opsi, (3) Lakukan check-in dan panggil nama mentee secara berkala di tengah diskusi, (4) Ulangi pesan menggunakan diksi yang sama, dan (5) Berikan instruksi secara jelas dan runut – bisa berdasarkan prioritas, tenggat waktu, dan lain sebagainya.

Adults with autism have various strengths that can bring positive contributions to the workplace, such as being detailed, neat, and structured. However, adults with autism could have limitations in processing messages, so they need support from their conversation partners to make a number of communication accommodations. This study, which took the work mentorship program for adults with autism at Microsoft Indonesia as a case study, aims to (1) Identify the communication accommodation strategies of Microsoft mentors with mentees with autism, and (2) Analyze the motivation behind the communication accommodations that Microsoft mentors make in interacting with mentees with autism. This study is a descriptive qualitative study with a post-positivist paradigm. The results of the study revealed that the combination of communication accommodation strategies of asymmetrical convergence, approximation, discourse management, interpretability, psychological accommodation, and linguistic convergence that the mentors use can make the communication process with mentees with autism more productive. Some forms of real communication accommodation from these strategies include (1) Start communication by linking the topic to the mentee's emotional elements, (2) Throw open questions accompanied by examples or options, (3) Have periodical check in and call the mentee's name in the middle of the discussion, (4) Repeat messages using the same diction, and (5) Give clear and sequential instructions – can be based on priorities, deadlines, and so on."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evawani Ellisa
"Studi ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis terjadinya konflik antara kepala daerah yang dalam hal ini adalah Bupati Kampar dengan jajaran dibawahnya serta berbagai elemen masyarakat di Kabupaten Kampar. Kemudian juga untuk mengetahui bagaimana seorang kepala daerah melakukan fungsi komunikasi kepada jajaran pemerintahannya dan masyarakatnya. Selanjutnya studi ini juga mencari faktor yang mendorong atau memicu terjadinya konflik tersebut dilihat dari aspek komunikasi yang dilakukan Bupati Kampar.
Dalam penulisan tesis ini ada beberapa kerangka konsep yang dipergunakan untuk menganalisis konflik yang terjadi antara pimpinan daerah dengan berbagai elemen masyarakat, seperti komunikasi formal dan informal dalam suatu organisasi, komunikasi organisasi birokrasi, karena yang menjadi konsentrasi penelitian juga adalah organisasi pemerintahan yang bersifat birokrasi. Kernudian iklim komunikasi organisasi Serta komunikasi dan kepemimpinan dari suatu organisasi. Gaya kepemimpinan dau gaya bahasa yang digunakan oleh seorang pemimpin juga sangat penting dalam jalannya kegiatan organisasi. Demikian juga dengan kompetensi komunikasi dari pemimpin, tanpa memiliki kompetensi komunikasi yang baik seorang pemimpin tidak akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Pemimpin juga harus menjadi seorang komunikator yang efektif dalam organisasi. Dalam suatu konflik juga ada komunikasi diantara pihak-pihak yang berkonflik, dan komunikasi ini disebut dengan komunikasi politik.
Tesis ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripslkan temuan-temuan dari penelitian yang sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan sebelumnya Lokasi penelitian dilakukan di pemerintahan Kabupaten Kampar, Riau, karena permasalahan yang diteliti terjadi di daerah tersebut. Sedsngkan yang menjadi subyek penelitian atau yang disebut juga dengan informan adalah orang-orang yang mengetahui secara langsung konflik yang terjadi ataupun juga terlibat dalam permasalahan tersebut. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan wawancara mendalam dengan informan serta Studi kepustakaan. Adapun laporan penelitian ini disajikan secara naratif dengan mengungkapkan life story dari para informan.
Temuan-temuan penelitian mengungkapkan eskalasi konflik yang terjadi, faktor-faktor penyebab munculnya konflik, komunikasi organisasi yang ada di Pemerintahan Kabupaten Kampar baik itu komunikasi informal maupun informal. Dan juga temuan tentang gaya kepemimpinan Serta gaya komunikasi yang digunakan oleh pemimpin ketika berinteraksi dengan bawahan ataupun masyarakat luas di Kampar. Kompetensi komunikasi dari Bupati Kampar juga menjadi perharian dalam penelitian ini sebab hal ini juga menjadi pemicu munculnya konflik. Dan dalam tulisan ini juga dikemukakan komunikasi politik yang terjadi dalam konflik walaupun tidak begitu mendalam.
Bagian penutup berisikan tentang kesimpulan dari pembahasan sebelumnya. Pemicu konflik yang terjadi sebagian besar dipicu oleh gaya kepemimpinan dan gaya komunikasi dari Bupati Kampar, dan juga kompetensi komunikasi dari bupati tersebut. Pada bagian ini juga terdapat implikasi teoritis dan praktis Serta rekomendasi dari tulisan ini. Adapun yang menjadi rekomeudasi akademis dari tulisan ini adalah ditujukan kepada para akademisi yang tertarik dengan penelitian seperti ini dapat lebih mendalami komunikasi politik yang terjadi dan mencermati peran media massa dengan pemberitaannya sehingga konflik tersebut menjadi isu nasional. Sedangkan unluk para pemimpin di pemerintahan ataupun bentuk organisasi lainnya hendaknya disadari bahwa gaya kepemimpinan itu adalah hal yang perlu jadi perhatian khusus. Dan pemimpin juga hendaknya memperhatikan kornpetensi komunikasi yang dimilikinya. Kompetensi yang baik akan memudahkan pemimpin untuk memahami komunikasi yang dilakukannya pada lingkungan internal maupun eksternal organisasi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Savitri
"The focus of this study is application DIR Model from Greenspan and Wieder for autistic child to develop his functional emotional developmental capacities. When we want to intervention with autistic child, we consider 3 aspects are Developmental (focus on functional developmental level), Individual (sensory proiile and individual differences), and Relationship (means interact between children and parents). The rationale of this study is autism which pervasive developmental disorder so he has dysfunction in two main areas are sensory processing and social engagement. DIR Model can help autistic child to overcome sensory processing ditiiculties and communication and relating in social context. The purpose of this study is autistic child be able to share attention, engage with, and interact purpeselirl way which are basic skills from functional emotional developmental capacities.
This research is descriptive study case. Subject is 6,5 years old boy who has low functioning autistic disorder. Research duration for 3 months started from September tmtil December on 2006. Intervention was divided with 3 program were Sensory Integration Therapy, Diet Therapy and Floortime Tlierapy. Subject followed 8 sessions sensory integration therapy and joined with diet program to control his behavior. Sensory integration therapy was conducted by therapist and dict program was controlled by pediatrician. Third intervention started from December 14th until 20th. Researcher had two roles, first as a therapist playing with tloortime methods with subject and the second as an observer when subject and his mother were playing together. Recording data by audiovisual data taking and interviewing method as the process was taken place.
The main result from this research is l) sensory integration therapy help subject to start shared attention and regulate any kind of sensory information; 2) dict therapy also has positive effect to his digestive system and help the mother to manage feeding habit; 3). Floortime therapy can develop functional emotional capacities in 3 areas: shared attention, engagement, and purposeful emotional interaction; 4) Sensory integration therapy can improve subject?s sensory reactivity so he more is alert with environment and help him manage his behavior calmly; 5) to develop functional communication capacities, jlooriime session is useful strategy. The reason is Ileortime can enrich the subject behavior when relating with therapist. The sensitivity to the subject sensory preferences made the engagement come easily. Play activities still focused on sensory-motor play. This findings means sensory integration therapy and dict therapy both are important to make basic skill for subject. Floortime is a basic tool to make the subject want to relate intentionaly with others in fun context."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
TA34071
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Kurnaini
"Penelitian ini ditujukan untuk menjawah pertanyaan mengenai apakah pelaksanaan program terapi perilaku dengan metoda /Ipplied Behavior- Analysis (ABA) efektif meningkatkan kemampuan anak yang menderita gangguan autisme. Autisme adalah sualu gangguan pervasif yang tcrjadi di dalam masa perkembangan yang ditandai dengan adanya hendaya dalam bidang komunikasi, intcraksi sosial, kognitif, motorik, dan poly perilaku stercotipik dimana gejala-gejala tersebut muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Aspek perilaku pada anak penyandang autisme seringkali menghambat terealisasinya potensi anak. Karma itulah maka penanganan pada anak penyandang autisme seringkali dipusatkan pada terapi perilaku. Terapi perilaku bertujuan dasar membentuk perilaku yang lehih dapat diterima di lingkungan sosial dan mengurangi perilaku yang bermasalah (lovaas, 1981). Salah satu terapi perilaku yang sangal popular adalah Applied Behavior Analyisi (ABA) yang telah diteliti terbukti dapat membantu mcmbentuk perilaku yang dapat diterirna oleh Iingkungan sosial pada anak peyandang autisme. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang mcndalam mengenai efektivitas pclaksanaan program terapi perilaku dengan menggunakan metoda Applied Behcmiour Analysis (ABA) disertai panduan materi yang meugacu pada keterampilan dasar latihan pada anak penyandang autisme oleh Maurice (1996) yang disesuaikan pada kemampuan dan perkembangan subyck yang telah menjalani terapi perilaku dengan metoda ABA selama satu setengah tahun. Karma itu pendekatan penelitian yang dipilih adalah pendekatan kualitatif. Metoda pengumpulan data yang digunakan dalam penclitian ini adalah metoda wawancara mendalam terhadap of ang ua dan terapis serta observasi terhadap anak. Dad hasil penelitian dipcroleh basil bahwa terdapat peningkatan antara kondisi sebelum subyck mendapatkan terapi perilaku dengan metoda ABA dan kondisi subyck setelah mendapatkan terapi perilaku dengan metoda ABA.
Selain itu didapatkan hasil bahwa terdapat peningkatan pada 3 aspek kemampuan yang diobscrvasi sclama 12 sesi pertemuan. Hasilnya adalah pada kemampuan meniru/imilasi subyek dapat melakukan gerakan menuang, memotong, mengetuk, putar tangan, berdiri, berputar, tepuk tangan, dan buka mulut. Pada kemampuan pra akademik, subyek dapat menyusun tujuh potongan bentuk menjadi gambar Benda utuh, subyek dapat mengenal ukuran bcsar dan ukuran kecil pada bendabenda idcntik yang sudah dikenalnya, dan subyek dapat menyusun 6 balok dengan susunan yang bervariatif Pada kemampuan bahasa reseptif, subyek dapat mengidentifikasi kursi, meja, lemari, pintu, TV, dan jendela, subyek dapat mengenali mama, papa, dan kiki (kakak pertama) melalui foto, dan subyek dapat mengenali anggota tubuh seperti tangan, kaki, mata, dan mulut."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18639
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani Kartawan
"ABSTRAK
Menjalin hubungan yang matang dengan teman sebaya, balk laki-laki maupun perempuan, merupakan salah satu tugas perkembangan individu remaja (Havighurst, dalam Rice, 1999). Namun remaja penyandang Gangguan Spektrum Autisme (GSA) masih mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, berkomunikasi dan berperilaku yang sesuai, sehingga menghadapi hambatan dalam pergaulannya, bahkan tidak dapat diterima di lingkungan sosialnya (Mesibov & Handlan, 1997). Padahai saat itu minat sosial mereka berkembang pesat dan kemampuan sosialnya juga terus berkembang (Ando & Yoshimura; Mesibov; Mesibov & Schaffer; Schopler & Mesibov, dalam Mesobov & Handlan, 1997). Oleh karena itu mereka seringkali merasa tidak bahagia (unhappiness) saat menyadari bahwa dirinya berbeda dengan teman-teman seusianya yang tidak autistik (Wing, dalam Mesibov & Handlan, 1997). Tak terpenuhinya kebutuhan mereka akan pertemanan dapat mengarahkan pada depresi dan bunuh diri (Stanton, 2001).
Tujuan dari panelitian ini adalah mengeksplorasi mengenai belief dan desire serta perilaku pertemanan pada remaja penyandang GSA. Belief dan desire merupakan mental states yang memiliki kaftan dengan perilaku (Flavell; McCormick; Wellman dalam Santrock 2004; Baron-Cohen & Sweetenham, 1997; Howiin, Baron-Cohen & Hadwin, 1999). Sedangkan perilaku sosial manusia dipengaruhi kemampuan untuk memikirkan dan memahami mental states orang lain (Shatz, dalam Lewis & Mitchell, 1994),
Masalah utama pada penelitian ini adalah: bagaimanakah belief desire dan perilaku pertemanan pada remaja penyandang GSA? Untuk menjawabnya, peneliti melakukan pendekatan studi kasus intrinsik, dengan menggali informasi lebih dalam melalui wawancara dan observasi.
Subyek Penelitian (SP) adalah seorang remaja penyandang GSA yang bersekolah di sekolah regular. Partisipan penelitian ada 4 orang, termasuk SP.
Analisa data dilakukan dengan transcribing dan coding basil wawancara dengan SP, ibunya, teman dan gurunya.

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pertemanan SP sebagai remaja penyandang GSA memiliki ciri unik. SP sudah mampu menjalin pertemanan di sekolah. Namun belief, desire dan perilaku pertemanan SP masih terbatas pada pertemanan sesama jenis kelamin, bersifat egosentris, kurang mengandung aspek reciprocal (timbal-balik), kurang karakter intimacy dan menunjukkan masih adanya minat yang terbatas.

Peneliti juga menernukan adanya belief-desire-perilaku yang tidak koheren dalam pertemanan SP. Beliefnya mengenai ketidakharusan mengerjakan tugas bersama-sama dengan teman tidak sesuai dengan perilakunya; beliefnya mengenai gaya pakaian yang sama di kalangan remaja yang berteman koheren dengan desirenya namun tidak tercermin dalam perilakunya; beliefnya mengenai berbagi pikiran tidak selaras dengan desire-nya, namun belief tersebut koheren dengan perilakunya."
2007
T17823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Levina
"Rentang gangguan bahasa pada anak penyandang aulisme cukup luas, mulai dari yang perkembangan kemampuan bahasanya sama sekali lidak berkembang sampai pada ekstrim yang lain, di mana perkembangan kemampuan bahasanya baik, lala bahasa dan pengucapan jugs baik (Wing & Gould, dalam Jordan & Powell, 1995), Anak penyandang autisme yang mengalami hambatan dalam bahasa ekspresif dan bahasa reseptif akan sulit untuk menyampaikan isi pikirannya maupun memahami kata-kata yang diterimanva. Anak penyandang aulisme yang mengalami hambalan pada area bahasa reseptif,, dapat mendengar kata-kata tetapi mereka lidak selalu memahami arti kata seperti pada anak-anak normal lainnva.
Kemampuan bahasa reseptif anak penyandang aulisme dapat ditingkatkan dengan menggunakan program Applied Behavior Analysis (ABA). Dalam program ABA, materi dasar untuk melalih kemampuan bahasa reseptif adalah kemampuan untuk memperhatikan, kemampuan untuk meniru atau melakukan imitasi, kemampuan memasangkan, kemampuan mengidentifikasi (Maurice. 1996). Setiap sesi pengajaran terdiri dari beberapa siklus dan setiap siklus terdiri dari beberapa kali trial (Puspita, 2003) . Setiap trial memiliki awal dan akhir yang jelas (Leaf & McEachin, 1999). Sebuah trial terdiri dari satu unit pengajaran yang terdiri dari komponen-komponen presenlasi dari discrirninative stimulus atau instruksi guru, respon anak , dan konsekuensi (reinforcement). Selain itu terdapat jeda waktu (interlrial interval) sebelum terapis menyajikan stimulus berikulnya (Sympson. 2005). Penilaian dilakukan setiap 10 kali anak melakukan trial untuk memudahkan menghitung persentase keberhasilan. Anak dikalakan lulus bila mampu minimal 80% benar dari keseluruhan total trial. Setiap pertemuan berdurasi 90 menit.
Setelah melakukan proses intervensi selama 3 minggu, terdapat peningkatan kemampuan subjek untuk memahami imitasi gerakan motorik kasar, Dalam hal perilaku imitasi gerakan mengangkal tangan telah melampaui kriteria keberhasilan. Perilaku imitasi gerakan tepuk tangan dan tepuk meja belum melampaui kriteria keberhasilan lelapi juga menunjukkan adanya peningkatan. Selama periode intervensi, subjek belum sepenuhnya mencapai kriteria keberhasilan gerakan imitasi motorik kasar dan halus. Dengan demikian tidak memungkinkan untuk melakukan intervensi kemampuan memasangkan dan kemampuan mengidentifikasi sebelum subjek menguasai gerakan imitasi karena untuk melatilh kemampuan reseptif lainnya, subjek harus menguasai kemampuan imitasi terlebih dahulu."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hernanda Anindita
"Dalam DSM-IV (APA, 1994) dikemukakan bahwa autisme adalah suatu gangguan perkembangan perilaku yang ditandai oleh kerusakan pada kemampuan komunikasi dan interaksi sosial serta pola-pola minat, aktivitas dan perilaku yang terbatas, diulang-ulang dan stereotipi. Untuk dapat didiagnosa autisme, seorang anak harus memiliki ketiga kriteria di atas namun memang ada kriteria yang menonjol diantara ketiganya. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kekurangan tersebut, intervensi yang diberikan harus sedekat mungkin dengan kebutuhan anak. Secara umum, program ini bertujuan untuk memperbaiki kemampuan komunikasi anak dimana perbaikan dilakukan dengan cara membantu anak untuk dapat melakukan kontak mata dengan lawan bicara. Dengan anak dapat melakukan kontak mata dalam kurun waktu tertentu, diharapkan ia dapat diajarkan berbagai hal lain seperti mengajarkan bagaimana mendiskriminasi benda-benda di sekitarnya. R telah berhasil menjalankan program intervensi yang diberikan, ditandai dengan ia dapat melakukan kontak mata dengan lawan bicara selama kurun waktu tertentu. Di sisi lain, dalam melakukan diskriminasi benda, R belum dapat mendiskriminasi benda lebih dari dua karena adanya faktor eksternal yang mempengaruhi kelancaran intervensi. Kesimpulan yang dapat diambil adalah terapi Applied Behavior Analysis (ABA) dapat diterapkan dalam melatih R untuk melakukan kontak mata dan diskriminasi benda. Meskipun demikian, masih ada beberapa kelemahan dalam program ini yang perlu diperbaiki dalam penerapan intervensi applied behavior analysis selanjutnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T38111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ranaa Arfahunnisaa
"Penelitian ini membahas mengenai pengaruh adanya praktik ableism pada penyandang disabilitas netra terhadap terhambatnya pemenuhan hak politik penyandang disabilitas netra pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017. Hambatan yang dihadapi pemilih penyandang disabilitas netra tetap terjadi meskipun Undang-Undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang mengedepankan perspektif disabilitas telah disahkan dan telah turut memperkuat regulasi penyelenggaran Pilgub DKI Jakarta 2017. Penelitian ini berusaha menganalisis penyebab tidak terfasilitasinya secara penuh penyandang disabilitas netra tersebut melalui analisis menggunakan Critical Disability Theory (CDT). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan mengumpulkan data primer lewat wawancara mendalam kepada informan terkait serta menggunakan data sekunder dari tinjauan literatur yang relevan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasil temuan menunjukkan bahwa terjadi ableism yang berasal dari lingkungan eksternal seperti pengetahuan petugas KPPS di TPS sehingga kebutuhan penyandang disabilitas netra sebagai pemilih menjadi terpinggirkan. Selain itu, ableism juga datang dari internal keluarga disabilitas yang menghambat tahap pendataan penyandang disabilitas netra sebagai calon pemilih. Hal ini menyebabkan semakin terhambatnya pemenuhan hak penyandang disabilitas netra pada penyelenggaraan Pilgub DKI Jakarta 2017.

The focus of this research is to analyze the impact of ableism on visual disabilities and the obstacles to fulfilling their political rights in DKI Jakarta Gubernatorial Election 2017. Obstacles faced by voters with visual disabilities persist even though The Persons with Disability Act which prioritizes the disability perspective has been passed in 2016 and has strengthened the election regulations. This study attempts to analyzes the causes of not being fully facilitated voters with visual disabilities through Critical Disability Theory (CDT). The research uses qualitative research methods by collecting primary data through in-depth interviews with relevant informants and using secondary data from literature reviews to answer research question. The findings show that ableism occurs from the external factors such as the lack of understanding of KPPS officers at the polling stations so the needs of visual disabilities as voters are marginalized. Apart from that, ableism also comes within disabled families which hinders the data collection stage. These causes further obstacles to fulfilling the political rights of visual disabilities during the 2017 DKI Jakarta Gubernatorial Election."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>