Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8639 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harto Juwono
Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jendral Kebudayaan, Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan, 2018
910.959 8 HAR t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Maulida Agustin
"ABSTRAK
Toponimi merupakan ilmu yang mempelajari tentang nama tempat. Salah satu nama tempat yang dapat dikaji adalah nama jalan. Nama jalan yang mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah daerahnya adalah nama jalan di Kabupaten Kediri. Hal itu dibuktikan dengan dimulainya pendataan nama jalan oleh pemerintah daerah di tahun 2017. Selain itu, nama jalan yang ada di Kabupaten Kediri pun bervariasi disebabkan kondisi geografis, sejarah Kediri, dan lingkungan masyarakat Kediri. Beberapa hal yang berkaitan dengan nama jalan di Kabupaten Kediri tersebut menarik untuk dikaji, terutama pada makna nama jalannya. Dengan demikian, penelitian ini difokuskan pada makna kategorial dan makna asosiatif pada nama jalan di Kabupaten Kediri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi makna kategorial dan makna asosiatif yang ada pada nama jalan tersebut. Data nama jalan diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Kediri. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat lima belas makna kategorial berdasarkan USAS dan lima makna asosiasi pada nama jalan di Kabupaten Kediri. Dilihat dari makna kategorial, sebagian besar nama jalan di Kediri merupakan nama diri. Tambahan pula, nama jalan di Kabupaten Kediri juga dapat diasosiasikan dengan kondisi geografi, identitas, sejarah, budaya berbahasa, serta doa dan harapan masyarakat Kediri. Sementara itu, temuan dari penelitian ini adalah makna Kategori Lainnya. Kategori tersebut merupakan bentuk kearifan lokal dari masyarakat Kediri karena nama jalan tersebut tidak memiliki padanan kata dalam bahasa lain.

ABSTRAK
Toponymy is a study about the name of place. One of place names that can be studied is street names. The streets names that began to get attention from the local government is street names in Kediri Regency. It is evidenced by starting to collect the streets names data by local government in 2017. In the other hand, the street names that existing in Kediri Regency also have variation due to the geographical conditions, Kediri history, and the environment of Kediri community. Several things related to the street names in Kediri Regency is interesting to be analyzed, especially on the meaning of the street names. Thus, this research is focused on categorical meanings and associative meanings of the street names in Kediri Regency. This research aims to identify the categorical meanings and associative meanings that exist in its street names. The street names data gained from Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Kediri. This research used qualitative research method. The results show that fifteen categorical meanings based on USAS and five associative meanings on the street names in Kediri Regency. Refer to categorical meaning, mostly the street names in Kediri Regency is personal names. In addition, street names in Kediri Regency also can be associated by geographical conditions, identity, history, language culture, also wish and expectation of Kediri community. Meanwhile, invention of this research is the meaning of Other Categories. The category is a form of local wisdom from the Kediri community because the street names does not have a word equivalent in another language."
2017
S69383
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Direktorat Jendral Sejarah dan Purbakala, 2010
R 959.822 TOP
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Erikha
"ABSTRACT
Linguistic landscape (LL) refers to a set of linguistic objects which signifies a public space (Ben-Rafael, Shohamy at al., 2006). This concept encompasses a number of topics such as social, political, cultural, and economic ones. Using the concept of LL, the author examined the names of the main streets (rajamarga) around the Yogyakarta Palace in terms of their function as the identifiers of place names (informational function) and as carriers of certain messages (symbolic function). In order to generate comprehensive results, the author used qualitative approach through the analysis of visual data (photographs) of street name plates. The findings reveal two functions of linguistic landscape which is established by street name plates. The first is informational function, namely to refer to geographical places and to the social space of the Javanese which are presented as a single ethnic group, while the orthographic use of hanacaraka asserts language boundary. The second is symbolic function, namely to convey a collection of meanings (according to the philosophy of Paraning Dumadi), to delineate Javanese as an ethnic group, to designate Javanese as the native language of the local people, to indicate a strong link between governmental powers and place naming practices, and even to serve economic purposes by attracting tourists to Yogyakarta."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
907 UI-PJKB 8:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aryni Ayu W.
"This study looks at the toponym of Jember in relation to its history and the Pendalungan sub-culture–a mixture between Javanese and Madurese culture.This sub-culture is found in the Horseshoe area of East Java.The data were drawn from library research, observation, and interviews with various people, such as the local authorities, academicians, historians, andexperts in culture. The result of this study indicates that the Jemberese can have cross-cultural competence that has a bargaining position if they could “engineer” their cultural diversity both historically and aesthetically. Being the characteristics of people living the Horse shoe area, Pendalunganis an interesting research object which is still an open discourse. The role of the public, historians, and the government is needed to preserve the Pendalungan in Jember without changing the steady cultural order."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2018
400 JANTRA 13:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Imam Wahyudi
"Pemberian nama-nama geografi pada suatu tempat atau wilayah di
permukaan bumi mi umumnya diberikan karena ciri khas atau
karakteristjk yang dimiliki wilayah atau daerah dengan daerah
yang bersarigkutan. Untuk masing-masing tempat atau daerah dengan
bahasa yang berbeda-beda akan rnemberikan suatu nama terhadap
objek geografi tersebut sesuai dengari bahasa yang bersangkutan.
Kota Jakarta merupakari wilayah yang memiliki banyak tempat dengan
toponhrni atau nama-nama geografi dari bahasa yang bermacammacam.
Begitu juga dengan toponimi yang berasal dari bahasa
Sunda, cukup banyak dijumpai dalam wilayah DKI Jakarta.
Dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan dicari
jawabnya adalah, bagairnanakah gambaran mengenai batas-batas yang
mempengaruhi penggunaan nama-nama geografi (toponimi), terutama
yang berbahasa Sunda di Jakarta.
Sehubungan dengari masalah tersebut, maka langkah-langkah yang
dilakukan adalah mencari sejarah later belakang pertumbuhan kota
Jakarta berupa peta lama daerah Batavia tahun 1627 dan peta 1992
dengan maksud memberikan gambaran perubahan dalarn toponimi berbahasa
Sunda. Kemudian, dicari persebaran nama-nama tersebut dengan
acuan kamus bahasa Sunda-Indonesia. Untuk mengetahui region toponimi,
dibuat garis yang merupakan generalisasi dari letak toponimi
berbahasa yang Sunda yang mendominasi di wilayah Jakarta.
Langkah selanjutnya adalah menganalisis pola persebaran toponimi
berbahasa Sunda. Analisis ml dilakukan dengan cara mengamati
batas-batas region toponimi berbahasa Sunda dengan batas-batas
region toponimi bahasa non Sunda.
Dari hasil analisis diperoleh hasil penelitian berikut
1.Toponimi atau nama-nama tempat dengan nama geografi berbahasa
Sunda penyebarannya sernakin bariyak ke Selatan. Hal mi dapat
dilihat dari peta penyebaran toponimi berbahasa Sunda (kurang
lebih 15 km dari Pasar Ikan ke arah kota Bogor.
2.Tempat-tempat dengan nama geografi yang berasal dari bahasa
Sunda yang ada di wilayah DKI Jakarta sekarang urnumnya diawali
dengan kata Ci.
3.Batas region toponimi berbahasa Sunda berada di sekitar batas
tanah partikelir terutama dibagian selatan Jakarta (disekitar
daerah Cipinang).
4.Ada tiga indikator yang mempengaruhi toponirni di wilayah
Jakarta yaitu perigaruh etnis Sunda, pengaruh pernenintahan
kolonial Belanda, dan pengaruh dibukanya tanah-tanah
partikelir. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalina Shomami
"ABSTRAK
Nama suatu tempat dapat berubah dari masa ke masa karena penamaannya bergantung pada pertimbangan manusia yang mendiami tempat tersebut. Penamaan sebuah tempat dapat menggambarkan suatu harapan masyarakat setempat, peristiwa sejarah peradaban, dan identitas masyarakat yang hidup pada tempat tersebut Rais, 2008 . Sebelum berubah menjadi nama yang digunakan saat ini, dahulu Cilacap bernama Tlatjap yang memiliki artian tanah yang menjorok kelaut. Kemudian nama ini berubah penulisannya menjadi Cilacap yang masih digunakan hingga saat ini. Secara etimologis, awalan Ci- yang memiliki arti lsquo;air rsquo; dan kata tlatjap atau lacap yang berarti lsquo;tanah yang menjorok ke laut rsquo; dalam bahasa Sunda. Selain bahasa Sunda, terdapat pula kata cacab lsquo;mencebur di air rsquo; dalam bahasa Jawa. Hal ini kemudian menjadi indikasi adanya pengaruh kebudayaan Sunda dan/atau Jawa. Penelitian ini membatasi pemaknaan berdasarkan makna semantis yaitu; makna kategorial, makna asosiatif, dan makna emotif Nystr m, 2016 . Sebanyak dua puluh nama desa digunakan sebagai percontoh yang mana desa-desa ini merupakan wilayah tutur bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Temuan makna penamaan pada penelitian ini berkaitan dengan bentang alam, hasil bumi, sejarah, tokoh, dan harapan masyarakat. Penelitian ini membuktikan bahwa nama bukan hanya berfungsi sebagai rujukan, melainkan berkaitan dengan berbagai makna yang dapat memengaruhi perkembangan suatu tempat.
ABSTRACT
Place names may change over time because naming reflects human perceptions and preferences. The naming of places can describe a local community rsquo s expectations, historical events, and the identity of communities that live there Rais, 2008 . Before taking its current name, Cilacap was named Tlatjap meaning lsquo promontory land that juts out into the sea rsquo . Later the name was spelled Cilacap which version is used up to this day. Etymologically, the affix Ci means lsquo water rsquo and the Sundanese word tlatjap or lacap means lsquo lands that juts out into the sea rsquo . In addition to this, there is also Javanese cacab meaning lsquo jump into the water rsquo . This later became the indication of Sundanese and or Javanese cultural influences in the Cilacap naming. This research restricts itself to naming based on semantic meaning ie categorical meanings, associative meanings, and emotive meanings Nystr m, 2016 . A total of twenty villages were surveyed in an area where Sundanese and Javanese spoken are spoken. The findings show that name meanings are related to the landscape, crops, history, figures, and community expectations. The implications of the research are likely to be of interest to those requiring data on place naming, and also those interested in the relation between human activity, development and culture."
2018
T49428
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hetti Waluati Triana
"Several pieces of research on the toponym of place names in Indonesia have been carried out but focus on place names on the island of Java. The limited documentation of place names makes the study of toponymy in Sumatra a must. This article aims to map the thematization of place naming on the West Coast of Sumatra Island. The research was conducted in a qualitative descriptive manner with a corpus linguistic approach. Data was collected by means of documentation, interviews, and focus group discussions. Data were analyzed by following work procedures by Miles and Huberman (2013), involving data condensation, data display, verification drawing, and Sudaryat's toponymy categorization (2009). The results showed that the toponym of place names on the West Coast of Sumatra Island reflects the relationship between humans and their natural environment. This relationship is manifested through the thematization of place names, namely: embodiment, social, and culture. The embodiment aspect includes the sub-themes of water background, topographical background, and natural environment background. The social aspects include the sub-themes of residential background, economic activity background, and building background. The cultural aspects include sub-themes of myths, folklore, and legends passed down through oral traditions."
Madura: Institut Agama Islam Negeri Madura, 2022
890 JBS 16:1 (2022)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Haryanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas kenaikan dan perluasan sumber-sumber retribusi, menghitung besar potensi retribusi terminal, mengidentifikasi faktor-faktor makro ekonomi yang mempengaruhi penerimaan retribusi terminal, memprediksi jumlah variabel-variabel yang mempengaruhi penerimaan retribusi dan akhirnya menentukan strategi yang tepat dalam rangka peningkatan penerimaan retribusi.
Pendekatan penelitian ini pada dasarnya adalah pendekatan kuantitatf dengan data-data sekunder sehingga dapat ditentukan model potensi pada masing-masing pos yang termasuk di dalam retribusi dan analisis kinerja. Dari analisis tersebut akhirnya dapat diketahui daya guna (efisiensi) dan hasil guna (efektifitas) retribusi terminal. Selanjutnya pendekatan ekonometrik ditujukan untuk mengidentifikasi varibel-variabel makro ekonomi yang mempengaruhi penerimaan retribusi terminal. Dengan menggunakan model tersebut akan dilakukan peramalan (forecast) terhadap penerimaan retribusi di tahun-tahun mendatang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tahun penelitian (1995/1996-1999/2000) kontribusi retribusi daerah terhadap PAD rata-rata 28,40%. Angka ini hampir lama dengan kontribusi retribusi terminal terhadap retribusi daerah yaitu sebesar 28,12%. Sehubungan dengan target yang ditetapkan terhadap pungutan retribusi terminal selama tahun tersebut secara keseluruhan terealisasi.
Hasil guna (efektifitas) penerimaan retribusi terminal mencapai tingkat optimum pada tahun anggaran 1997/98 yakni sebesar 94,76% sedangkan daya guna (efisiensi) tercapai tingkat paling efisien pada tahun anggaran 1999/00 yakni sebesar 3,02%.
Dari penelitian ini ditemukan model bahwa penerimaan retribusi terminal dipengaruhi oleh variabel PDRB dan jumlah kendaraan yang beroperasi serta krisis ekonami sebagai variabel dummy. Setelah terlebih dahulu dilakukan tahapan-tahapan uji statistik dan ekonometrik, model tersebut memenuhi syarat sebagai model linier dan variabel di dalam model berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan retribusi. Dengan model tersebut penelitian ini meramalkan bahwa penerimaan retribusi dan jumlah kendaraan berkecenderungan meningkat, sedangkan jumlah kendaraan diprediksi berkecenderungan menurun sampai tahun 2004."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T2404
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>