Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18412 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zain Badjeber
"Tanah kita yang hanya sepertiga dari luas wilayah indonesia yang dua pertiganya air laut akan di huni oleh penduduk yang cukup cepat pertumbuhannya. Sebagai bagian dari perekonomian nasional yang diatur dalam Bab XIV UUD NRI Tahun 1945, tanah harus dikelola untuk tercapainya kesejahteraan sosial, Warga Indonesia tetap harus menjadi tujuan utama dari setiap upaya di bidang ekonomi baik sebagai pelaku maupun objek dari pembangunan nasional. Salah satunya adalah menyelesaikan masalah pertanahan bagi tertib kehidupan di masa depan. Sesuai Pasal I Aturan Tambahan UUD NRI Tahun 1945, pengaturan kembali berbagai peraturan perundang undangan di bidang pertanahan dalam bentuk kodifikasi dan unifikasi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana yang telah diarahkan dalam ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 dan Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003. "
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 009 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R. Susanto
Jakarta: Pradnya Paramita, 1983
346.04 SUS h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Limbong, Bernhard
Jakarta: Margaretha Pustaka , 2012
346.043 LIM r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Haratua, Adelina
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem pemantauan dan evaluasi program reforma agraria oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara dan studi literatur. Dalam menganalisis peneliti menggunakan teori Gorgens dan Kusek mengenai sistem pemantauan dan evaluasi program. Berjalannya program reforma agraria dinilai lambat dikarenakan beberapa hambatan, sehingga penting untuk melihat sistem pemantauan dan evaluasi program reforma agraria. Hasil dari penelitian ini adalah masih belum berjalannya dua dari 12 komponen sistem pemantauan dan evaluasi. Dua komponen tersebut adalah struktur dan penjajaran organisasi atas kegiatan pamantauan dan evaluasi serta survei secara berkala. Sementara itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemantauan dan evaluasi program reforma agraria seperti sumber daya anggaran, teknologi, perubahan nomenklatur, dan partisipasi masyarakat.

ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sistem pemantauan dan evaluasi program reforma agraria oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara dan studi literatur. Dalam menganalisis peneliti menggunakan teori Gorgens dan Kusek mengenai sistem pemantauan dan evaluasi program. Berjalannya program reforma agraria dinilai lambat dikarenakan beberapa hambatan, sehingga penting untuk melihat sistem pemantauan dan evaluasi program reforma agraria. Hasil dari penelitian ini adalah masih belum berjalannya dua dari 12 komponen sistem pemantauan dan evaluasi. Dua komponen tersebut adalah struktur dan penjajaran organisasi atas kegiatan pamantauan dan evaluasi serta survei secara berkala. Sementara itu terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemantauan dan evaluasi program reforma agraria seperti sumber daya anggaran, teknologi, perubahan nomenklatur, dan partisipasi masyarakat."
2017
S68572
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Bakri
"buku ini membahas tentang hak menguasai tanah oleh negara"
Malang: Universitas Brawijaya Press, 2011
346.044 MUH h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djamal Aziz
"Selama ini tanah masih dilihat sebagai obyek bukan sebagai subyek. Sehingga sulit untuk menjadikan tanah sebagai upaya mewujudkan kemakmuran rakyat. Padahal Founding Fathers Republik Indonesia telah meletakkan dasar dasar pengelolaan pertanahan melalui UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria sebagai jawaban atas amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat (3), yang berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Oleh karena itu agar tanah dapat dikelola untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat, maka Reforma Agraria yang dilakukan secara komprehensif dan fundamental harussegera dilaksanakan oleh pemerintah."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2018
342 JKTN 009 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, 2001
BHUMI 1:1 (2015) (2)
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Eko Prayitno
"Reforma agraria yang dilaksanakan saat ini, masih difokuskan pada penataan struktur pemilikan dan penguasaan tanah, yang ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang mata pencaharian utamanya bergantung pada tanah, sedangkan perlindungan lingkungan hidup belum secara optimal dijadikan pertimbangan dan/atau tujuan dalam desain program dan kebijakannya. Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis bagaimana pelaksanaan reforma agraria di Indonesia dikaitkan dengan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup, kemudian berdasarkan analisis tersebut akan dirumuskan redesain reforma agraria dalam rangka menyeimbangkan kepentingan kesejahteraan dan perlindungan lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual, normatif, historis, dan komparatif untuk menjawab permasalahan yang diajukan. Hasil Penelitian ini menunjukkan, meskipun UUPA sudah mengakomodasi perlindungan lingkungan hidup, tetapi dalam pelaksanaannya masih difokuskan untuk kepentingan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, sedangkan perlindungan lingkungan hidup belum menjadi pertimbangan dan tujuan pelaksanaan reforma agraria. Secara dampak, reforma agraria memiliki dampak positif dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, terhadap perlindungan lingkungan hidup, reforma agraria dapat berpotensi merusak ekosistem hutan, jika tidak dilakukan secara cermat dan hati-hati. Hal ini mengingat, saat ini, objek reforma agraria bertumpu pada kawasan hutan, baik yang dilakukan melalui TORA maupun perhutanan sosial, mencapai 16,8 juta hektar atau 77,4% dari total 21,7 juta hektar. Untuk itu, untuk menyeimbangkan kepentingan kesejahteraan masyarakat dan perlindungan lingkungan hidup, reforma agraria harus diredesain dengan: (a) mengintegrasikan nilai-nilai dan semangat UUPA dan Pancasila dalam perencanaan kebijakan dan programnya; (b) mengintegrasikan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup sebagaimana mandat TAP MPR IX/2001 dan UUPPLH dalam perencanaan kebijakan dan programnya; (c) memperkuat penataan ruang dalam reforma agraria dengan mengaplikasikan LUCIS; (d) memperkuat kelembagaan reforma agraria yang dipimpin langsung oleh presiden; dan (e) mengintegrasikan pendanaan reforma agraria melalui BPDLH untuk sinergi dalam perlindungan lingkungan hidup, sekaligus menjamin keberlanjutan pendanaannya.

The current agrarian reform is still focused on structuring land ownership, which is aimed to improve the standard of living of people whose main livelihoods depend on land, while environmental protection has not been optimally taken into consideration and/or objective in its design of programs and policies. This study aims to analyze the implementation of agrarian reform in Indonesia, and its impact on community welfare and environmental protection. Based on those analysis, this study will formulate agrarian reform redesign in order to balance the interests of community welfare and environmental protection. This study uses a conceptual, normative, historical, and comparative approach to answer the problems posed. The results of this study indicate that although the UUPA/Agrarian Act has accommodated environmental protection, but in its implementation is still focused on the interests of the economy and community welfare, while environmental protection has not become a consideration and/or objective of the agrarian reform. In terms of impact, agrarian reform has a positive impact in realizing community's welfare. However, with regard to environmental protection, agrarian reform can potentially damage forest ecosystems, if not carried out carefully. This is because, currently, the object of agrarian reform relies on forest areas, both through TORA and social forestry, reaching 16.8 million hectares or 77.4% of the total target of 21.7 million hectares. Therefore, to balance the interests of community welfare and environmental protection, agrarian reform must be redesigned by: (a) integrating the values and spirit of the UUPA and Pancasila in its policy and program; (b) integrating the principles of environmental protection as mandated by TAP MPR IX/2001 and UUPPLH in its policy and program; (c) strengthening spatial planning in agrarian reform by applying LUCIS; (d) strengthening agrarian reform institutions led directly by the president; and (e) integrating agrarian reform’ funding through BPDLH to synergies in environmental protection, as well as ensuring the sustainability of its funding."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Gafuraningtyas
"Dalam upaya mengatasi ketimpangan kepemilikan tanah, dilakukan program reforma agraria yang mencakup penataan aset dan penataan akses. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas program reforma agraria, diintegrasikan model penataan aset dan penataan akses di lokasi yang sama. Sebagai percontohan, implementasi Kampung Reforma Agraria (KRA) pertama diwujudkan di Desa Mekarsari, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang dengan membagikan tanah kepada 225 subjek. Namun, setelah lima tahun pelaksanaan reforma agraria berjalan, masih ada sejumlah subjek yang belum menempati lokasi KRA. Hal tersebut mengindikasikan adanya keengganan sebagian subjek untuk tinggal di lokasi yang sudah ditetapkan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis profil dan karakteristik tempat tinggal subjek Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang belum menempati tanah yang sudah diberikan di KRA dan pengaruh kedua hal tersebut terhadap preferensi spasial mereka terkait kebijakan Reforma Agraria. Dengan mewawancarai sejumlah 23 subjek TORA yang belum menempati lokasi TORA dalam kondisi belum melakukan peralihan hak atas tanahnya, diketahui bahwa sebesar 52,5% menyatakan ingin berpindah ke KRA sedangkan 47.5% sisanya tidak ingin menempati tanahnya di KRA. Berdasarkan analisis karakteristik fisik tempat tinggal subjek TORA, jarak fisik dari tempat tinggal subjek saat ini ke KRA dan tingkat kerawanan banjir tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap preferensi mereka. Preferensi spasial subjek untuk memilih antara tempat tinggalnya saat ini atau lokasi barunya di KRA cenderung dipengaruhi oleh karakteristik non fisik tempat tinggalnya dan juga status hukum tanahnya yang dimiliki saat ini. Subjek yang sudah memiliki tanah dan tinggal dengan satu KK dalam satu rumah cenderung memilih menetap di lokasi yang sudah ditempatinya sejak lama karena adanya keterikatan dengan tempat tinggalnya. Sedangkan subjek yang saat ini berstatus menumpang dan yang tinggal dengan lebih dari satu KK dalam satu rumah cenderung memilih untuk menempati tanahnya di KRA karena perasaan tidak nyaman akan keterbatasan kontrol terhadap ruang dalam huniannya.

An agrarian reform program encompassing asset and access arrangement was implemented to address the inequality in land ownership. Furthermore, asset and access arrangements are integrated in the same location to increase the effectiveness of the agrarian reform program. The first Kampung Reforma Agraria (KRA) implemented the pilot project in Mekarsari Village, Panimbang District, Pandeglang Regency, by distributing land to 225 subjects. However, after five years of implementing agrarian reform, some subjects still have not occupied KRA locations. This condition indicates the reluctance of some subjects to live in the designated location. This research aims to analyze the profile and characteristics of the residences of Land Objects of Agrarian Reform (TORA) subjects who have not yet occupied the land granted in the KRA and how these two factors influence their spatial preferences regarding agrarian reform policies. By interviewing 23 TORA subjects who had yet to occupy the TORA location and transfer their land rights, the results show that 52.5% wanted to move to KRA. In contrast, 47.5% did not want to occupy their land in KRA. Based on the analysis of the physical characteristics of TORA subjects' residences, the physical distance from the subjects' current residence to the KRA and the level of flood vulnerability did not exert a significant influence on their preferences. The non-physical characteristics of their residences, as well as the legal status of the land they currently own, appear to influence the spatial preferences of the subjects in choosing between their current residence and a new location in the KRA. Subjects who already own land and live with one family in one house tend to opt to settle in the location they have occupied for a long time due to their attachment to their current residence. In contrast, subjects with boarding status who live with more than one family member in one house tend to choose to occupy their land in the KRA, driven by their discomfort with the limited control over space in their current residence."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>