Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6258 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harrina Erlianti Rahardjo
"Background: urinary tract infection (UTI) is often treated in daily practice as overactive bladder (OAB) by giving anticholinergic, the recommended treatment options of OAB. However, anticholinergic application for UTI symptoms relief has never been investigated. To our knowledge, this study was the first randomized trial which investigate anticholinergic use for UTI treatment. This study aimed to evaluate whether additional anticholinergic is beneficial alongside an empiric antibiotic therapy in reducing symptoms and tolerable for females with uncomplicated UTI. Methods: this was a randomized double-blind controlled trial that included female aged >18 y.o with uncomplicated lower UTI. Patients were randomly assigned to either solifenacin succinate 5 mg (group 1) or placebo (group 2) in addition to empiric levofloxacin 500 mg treatment for 3 days. Those with structural and/or functional abnormalities of the urinary tract and allergic reaction history were excluded. We observed changes in overactive bladder symptom score (OABSS), patient perception of bladder condition (PPBC) score, patient-reported symptoms and adverse events. Results: a total of 126 patients, 63 for each group, initiated the trial with median age of 44 (19-67) y.o. There were no differences of age, OABSS, and PPBC score between the 2 groups at baseline. We found significant (p<0.05) reduction of OABSS and PPBC score in both groups at the end of therapy; however the amount of reduction were not different between groups. In group 1 we found 22.2% of patients complained of dry mouth and 25.4%, 4.7%, 3.2% of patients complained of nausea, somnolence and constipation respectively. In group 2 we found 20.0%, 21.7% and 3.3% patients who complained of dry mouth, nausea, and somnolence respectively. One patient in group 2 experienced allergic reaction and was dropped out. Conclusion: we found no significant difference in OABSS and PPBC score reduction by adding anticholinergic to antibiotic therapy for females with uncomplicated UTI. There was no serious adverse event recorded.

Latar belakang: infeksi saluran kemih (ISK) sering ditangani dalam praktek sehari-hari sebagai overactive bladder (OAB) dengan memberikan antikolinergik yaitu pilihan pengobatan yang direkomendasikan untuk OAB. Namun aplikasi antikolinergik untuk menghilangkan gejala ISK belum pernah diteliti. Sepengetahuan kami, penelitian ini merupakan uji klinis pertama yang menyelidiki penggunaan antikolinergik dalam pengobatan ISK. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi apakah terapi tambahan antikolinergik bersama antibiotik empiris bermanfaat mengurangi gejala dan aman bagi wanita dengan ISK non-komplikata. Metode: penelitian ini berupa uji acak terkendali tersamar ganda terhadap wanita berusia >18 tahun dengan ISK non-komplikata. Pasien diacak untuk menerima solifenacin succinate 5 mg (kelompok 1) atau plasebo (kelompok 2) sebagai tambahan terhadap terapi empiris levofloxacin 500 mg selama 3 hari. Pasien dengan kelainan struktural dan/atau fungsional, dan dengan riwayat reaksi alergi dieksklusi dari penelitian. Kami mengobservasi perubahan overactive bladder symptom score (OABSS), skor patient perception of bladder condition (PPBC), gejala lain yang dilaporkan pasien, serta efek samping yang dialami. Hasil: sebanyak 126 pasien, 63 untuk masing-masing kelompok, memulai penelitian ini dengan median usia 44 (19-67) tahun. Tidak didapatkan perbedaan usia, OABSS, dan skor PPBC di antara kedua kelompok pada awal penelitian. Kedua kelompok menunjukkan penurunan bermakna (p<0,05) OABSS dan skor PPBC di akhir terapi; namun besar penurunan di antara keduanya tidak berbeda. Pada kelompok 1 didapatkan 22,2% pasien mengeluhkan mulut kering, 3,2% konstipasi, 25,4% mual, dan 4,7% mengantuk. Pada kelompok 2 didapatkan 20,0% pasien mengeluhkan mulut kering, 21,7% mual, dan 3,3% mengantuk. Satu pasien pada kelompok 2 mengalami reaksi alergi sehingga dikeluarkan dari penelitian. Kesimpulan: tidak didapatkan perbedaan bermakna penurunan OABSS dan skor PPBC dengan menambahkan antikolinergik bersama antibiotik empiris pada wanita dengan ISK non-komplikata. Tidak ditemukan adanya efek samping serius pada studi ini."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nasya Khaerunnisa
"Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri yang timbul sebagai respon tubuh terhadap stimulasi sistem imun. Salah satu obat yang banyak digunakan untuk mengatasi penyakit tersebut adalah antibiotik. Namun, penggunaan antibiotik yang tidak bijak akan mengakibatkan resistensi.
Penyakit Infeksi Saluran Kemih (ISK) di RSAB Harapan Kita merupakan salah satu infeksi utama maupun komorbid pada pasien anak yang tatalaksana pengobatannya menggunakan antibiotik. Namun, RSAB Harapan Kita belum menerapkan evaluasi kualitatif penggunaan antibiotik secara rutin. Tujuan dari tugas khusus ini adalah mengetahui ketepatan penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat inap dengan ISK dan mengetahui peran apoteker dalam mengevaluasi penggunaan antibiotik di RSAB Harapan Kita.
Penggunaan antibiotik di RSAB Harapan Kita dievaluasi berdasarkan diagram alir Gyssens meliputi indikasi antibiotik, spektrum, dosis dan interval antibiotik, lama pemberian antibiotik harga, efektivitas dan keamanan antibiotik.
Berdasarkan hasil evaluasi, penggunaan antibiotik pada pasien anak rawat inap dengan ISK di RSAB Harapan Kita masih ada yang tidak tepat. Peran apoteker dalam mengevaluasi penggunaan antibiotik di RSAB Harapan Kita yaitu evaluasi kuantitatif penggunaan antibiotik menggunakan metode ATC/DDD, sedangkan evaluasi kualitatif belum dilaksanakan sepenuhnya di RSAB Harapan Kita dan masih terbatas pada antibiotik profilaksis bedah yang dilakukan oleh tenaga kesehatan lain.

Infectious diseases are diseases caused by microorganisms such as bacteria that arise as the body's response to immune system stimulation (Ministry of Health RI, 2021). One of the drugs that are widely used to treat the disease is antibiotics. However, unwise use of antibiotics will result in resistance.
Urinary Tract Infection (UTI) at RSAB Harapan Kita is one of the main and comorbid infections in pediatric patients whose treatment uses antibiotics. However, RSAB Harapan Kita has not implemented a qualitative evaluation of routine antibiotic use. The purpose of this special task is to determine the accuracy of antibiotic use in hospitalized pediatric patients with UTIs and to know the role of pharmacists in evaluating the use of antibiotics at RSAB Harapan Kita.
The use of antibiotics at RSAB Harapan Kita is evaluated based on the Gyssens flow chart including antibiotic indications, spectrum, dose and interval of antibiotics, duration of antibiotic administration price, effectiveness and safety of antibiotics.
Based on the evaluation results, the use of antibiotics in inpatient pediatric patients with UTIs at RSAB Harapan Kita is still inappropriate. The role of pharmacists in evaluating the use of antibiotics at RSAB Harapan Kita is quantitative evaluation of antibiotic use using the ATC / DDD method, while qualitative evaluation has not been fully implemented at RSAB Harapan Kita and is still limited to surgical prophylactic antibiotics carried out by other health workers.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maruto Harjanggi
"Pengantar: Batu saluran kencing adalah salah satu penyebab yang paling sering dari nyeri kolik yang muncul pada layanan kesehatan primer. Penanganan dari kasus batu saluran kemih dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu operatif dan juga konservatif. Cystone adalah salah satu terapi tambahan yang dapat ditambahkan pada regimen penanganan konservatif untuk ukuran batu dan memudahkan pengeluaran batu saluran kemih. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keamanan dan efektivitas dari pemberian Cystone ini pasca tindakan ESWL. Metodologi : Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei 2014-November 2015, jumlah sampel yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah 81 sampel, 42 berada pada grup cystone dan 39 dalam grup placebo. Setelah dilakukan ESWL, satu grup diberikan tablet cystone 2 x 2 setiap hari selama 4 minggu, grup lain diberikan placebo. Penanganan lanjutan seperti KUB radiografi, CT urografi dan juga pemeriksaan USG dilakukan setelah mengkonsumsi obat-obatan ini.Hasil: Dari 84 sampel yang berpartisipasi dalam penelitian ini, karkteristik demografik dan baseline antara grup tatalaksana dan grup placebo mirip satu sama lain. Tidak ada perbedaan statistic yang signifikan antara besar batu sebelum dan sesudah konsumsi cystone baik pada grup cystone ataupun placebo. Satu kejadian efek samping yang serius dilaporkan pada grup cystone, tidak ada kejadian efek samping yang berat terlihat pada grup placebo. Diskusi: Penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa cystone ini secara signifikan dapat memperkecil besar batu ginjal dan mengubah komposisi batu ginjal. Hasil yang berbeda ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan besar batu ginjal baik pada riset ini maupun literature-literatur sebelumnya. Berdasarkan penelitian ini, kami tidak merekomendasikan penggunaan cystone sebagai terapi adjunctive- management conservative dari batu ginjal ini.

Introduction: Urinary stone is one of the most common cause of colicky pain in primary care. Management of urinary stone is divided into operative management and conservative management. Cystone is one of the traditional adjunctive therapy that may added to conservative management regiment to reduce kidney stone size and speed-up the stone passing. This study aims to see the efficacy and safety of Cystone after Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Methods : This clinical trial was conducted from May 2014-November 2015, the total sample for this research are 81 samples, 42 in cystone group and 39 in placebo group. After undergoing ESWL procedure, one group were given 2 x 2 cystone tables daily for 4 weeks, and the other were given placebo. Further examination such as KUB radiography, CT urography, USG examination were conducted after consumption of the drugs. Results : Among 84 subjects that participated in this research, demographic charcteristics and baseline disease were comparable. No statistically significant changes on the stone size in both cystone and placebo group. One serious adverse event appeared in cystone group compared to none in the placebo group. Discussion: Previous research showed that cystone made significant changes on the renal stone size and composition. This differing results may be caused by different stone sizes in both this research and previous literature. Based on this research’s result we do not recommend using cystone as an adjunctive conservative management of renal stone"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kunin, Calvin M.
Philadelphia: Lea & Febiger , 1974
616.6 KUN d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Insan Kharis
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang cukup sering terjadi, terutama pada pasien-pasien anak dan geriatri, wanita, serta pasien-pasien rawat inap di rumah sakit. Walaupun ISK seringkali dapat diterapi dengan antibiotik, diketahui terdapat masalah resistensi kuman ISK yang cukup tinggi terhadap antibiotik ampisilin, kotrimoksazol, dan kloramfenikol di Indonesia serta di negara-negara berkembang lainnya. Dalam penelitian ini, dilakukan uji disc-diffusion untuk mengidentifikasi efek antibakterial ekstrak etanol 70% daun Delonix regia terhadap pertumbuhan dua spesies bakteri Gram-negatif yang paling sering menyebabkan ISK, Escherichia coli dan Proteus mirabilis. Daun Delonix regia yang telah dikeringkan diekstrak dengan pelarut etanol 70%. Kemudian, ekstrak diencerkan empat kali dalam brain-heart infusion, menghasilkan ekstrak cair dengan kandungan 64 mg/mL, 32 mg/mL, 16 mg/mL, dan 8 mg/mL dan diteteskan ke atas disc kosong. Selanjutnya, zona hambat yang terbentuk pada biakan-biakan Escherichia coli dan Proteus mirabilis dihitung dengan jangka sorong. Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Tidak terbentuk zona hambat di sekitar disc yang mengandung ekstrak daun Delonix regia. Dua faktor utama yang kemungkinan mempengaruhi hasil penelitian adalah jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak yang digunakan. Selain itu, target molekular zat aktif yang diekspresikan oleh kedua spesies bakteri coba serta jenis produk Delonix regia yang digunakan mungkin turut berpengaruh pada hasil penelitian.

Urinary tract infections (UTIs) are common infections among children, geriatrics, women of all ages, and hospital inpatients. While UTIs can be successfully treated with antibiotics, it is currently known that there are high levels of antibiotic resistance to ampicillin, co-trimoxazole, and chloramphenicol among UTI pathogens in Indonesia and other developing countries. In this study, antimicrobial susceptibility testing using disc-diffusion method was performed to identify the antibacterial activity of 70% ethanolic extract of Delonix regia leaf against two common UTI pathogens, Escherichia coli and Proteus mirabilis. Dry Delonix regia leaves were extracted in 70% ethanolic solvent. It was then diluted four times in brain-heart infusion, giving four solutions with extract concentrations of 64 mg/mL, 32 mg/mL, 16 mg/mL, and 8 mg/mL. Afterward, the zones of inhibition formed on agar plates with Escherichia coli and Proteus mirabilis colonies were measured using vernier scale. This method was repeated three times. No evident zone of inhibition was formed around discs containing Delonix regia extract of all concentrations. Two main factors probably affecting the results of this study are extract solvent and concentrations used. Other factors, such as molecular targets expressed by both species of bacteria and products of Delonix regia likely play minor roles."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Susilowati
"Pendahuluan: Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan infeksi yang diakibatkan adanya mikroorganisme yang mencederai sistem perkemihan termasuk ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. ISK dapat terjadi pada perawat dan menjadi penyumbang terbesar kasus tenaga kesehatan yang mengalami ISK. Kebiasaan menahan BAK (BAK), kurang minum air putih, hygiene, penggunaan celana dalam bukan berbahan katun, dan bekerja long shift perawat dapat menyebabkan munculnya gejala ISK pada perawat. Tujuan: Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan gejala ISK pada perawat. Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 271 perawat yang berdinas di ruang rawat inap dan rawat jalan, diambil dengan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian kuesioner data sosiodemografi, dan kuesioner faktor-faktor yang memengaruhi gejala ISK. Analisis statistik dilakukan dengan uji chi square dan uji regresi logistik biner. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan pada 95% CI tidak ada hubungan usia (p=0,171), jenis kelamin (p=0,056), kebiasaan menahan BAK (p=0,077), kurang minum air putih (p=0,869), hygiene (p=0,780), penggunaan celana dalam bukan berbahan katun (p=0,224), bekerja long shift (p=0,178) dengan gejala ISK. Sedangkan variabel pendidikan ada hubungan dengan gejala ISK (0,018). Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling berpengaruh adalah pendidikan memiliki nilai signifikasi (p=0,008). Simpulan: Terdapat hubungan antara pendidikan dengan gejala ISK. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan meningkatkan kemampuan perawat dalam pencegahan terkait ISK.

Introduction: Urinary Tract Infection (UTI) is an infection caused by microorganisms injuring the urinary system including the kidneys, ureters, bladder and urethra. UTIs can occur in nurses and are the largest contributor to health workers experiencing UTIs. The habit of holding in urination (BAK), not drinking enough water, hygiene, using non-cotton underwear, and working nursing shifts can cause UTI symptoms in nurses. Objective: To analyze the factors associated with symptoms of UTI in nurses. Method: The research design is quantitative research with cross sectional study. The sampling technique is simple random sampling, involved 271 nurses who have been working in inpatient and outpatient wards. Data collection is carried out by filling out a sociodemographic data questionnaire and a questionnaire of factors that influence UTI symptoms. Statistical analysis was conducted using chi square and binary logistic regression test. Result: The results of the study showed that at 95% CI there was no association of age (p=0.171), gender (p=0.056), habit of holding urin (p=0.077), lack of drinking water (p=0.869), hygiene (p=0.780) , use of non-cotton underwear (p=0.224), working long shifts (p=0.178) with symptoms of UTI. Meanwhile, education appears to be associated with UTI symptoms (0.018). The results of the multivariate analysis show that the most influential factor is education, the interaction was significant (p=0.008). Conclusion: There is a relationship between education and UTI symptoms. It is hoped that this research can provide knowledge and improve nurses' abilities in preventing UTI."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulinnar Trisnawati
"Infeksi ini terjadi akibat penggunaan kateter urin menetap pada pasien yang dan merupakan salah satu infeksi
yang paling banyak di lingkungan perawatan kesehatan di dunia (CDC, 2017). Hal ini berkaitan dengan penggunaan kateter urin. Adapun bundle pencegahan infeksi saluran kemih memiliki pengaruh dalam mengurangi angka kejadian CAUTI. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran perilaku perawat dalam pencegahan infeksi saluran kemih dengan bundle ISK. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Data yang diambil dengan teknik simple random sampling terhadap 107 responden perawat di ruang perawatan intensif dewasa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pengetahuan, sikap, dan praktik perawat dalam kategori cukup baik. Rekomendasi terkait penelitian ini adalah perlunya pengembangan terhadap staf-staf keperawatan untuk meningkatkan perilaku dalam pencegahan infeksi saluran kemih pada pasien dengan kateter urin.

These infections result from the use of indwelling urinary catheters in patients and are one of the most prevalent infections in healthcare settings worldwide (CDC, 2017). This is related to the use of urinary catheters. The urinary tract infection prevention bundle has an influence in reducing the incidence of CAUTI. The purpose of this study was to look at the description of nurse behavior in preventing urinary tract infections with the UTI bundle. This research is a quantitative research with descriptive approach. Data were taken with simple random sampling technique to 107 nurse respondents in adult intensive care unit. The results showed that the average knowledge, attitudes, and practices of nurses were in the good enough category. Recommendations related to this study are the need for development of nursing staff to improve behavior in preventing urinary tract infections in patients with urinary catheters."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barry Arief Praba
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan kelainan yang sering ditemukan, diderita oleh laki-laki dan perempuan, dan memiliki manifestasi klinis yang berbeda-beda. ISK seringkali menimbulkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Agen-agen antimikroba yang memiliki kadar yang tinggi dalam jaringan dan urin, yang dapat dikonsumsi per oral, dan tidak nefrotoksik telah mengurangi secara signifikan perlunya hospitalisasi dalam penatalaksanaan infeksi. Instilasi aminoglikosida intravesika telah digunakan secara empiris sebagai terapi profilaksis untuk mengobati bakteriuria pada pasien dengan cedera medula spinalis yang menjalani kateterisasi intermiten secara bersih.
Sebuah studi klinis prospektif yang dilakukan di bangsal urologi RS Dr. Sardjito Yogyakarta, kami mempelajari pasien yang terpasang kateter uretra menetap. Pasien dibagi kedalam 2 kelompok. Pada kelompok pertama (28 pasien) dilakukan sekali pemberian instilasi Netilmicin 25 mg intravesika, pada kelompok kedua (28 pasien) tidak diberikan instilasi Netilmicin. Dilakukan urinalisis sesaat sebelum pemasangan kateter uretra dan 4 hari pasca pemasangan kateter. Dilakukan pemeriksaan urinalisis sebelum dan sesudah instilasi netilmisin. Data dan hasil dianalisis secara statistik deskriptif. Digunakan uji Chi square untuk membandingkan kedua kelompok. Penelitian ini menggunakan perangkat lunak SPSS 17.
Dilakukan analisis pada urinalisis kedua kelompok yang diambil 4 hari pasca instilasi netilmisin 25 mg. Pasien-pasien yang diteliti, median usia adalah 59 tahun (min 29; maks 81 tahun). Pada kelompok pertama, 22 pasien (78,5 %) tetap tidak terdapat ISK, 6 pasien (21,5 %) menderita ISK. Pada kelompok kedua kami dapatkan 4 pasien (14,3) tetap tanpa ISK, 24 pasien (85,7 %) menderita ISK. Perbedaan pada kedua kelompok berbeda secara statistik (p=0,0001). Instilasi netilmisin intravesika efektif untuk manajemen infeksi saluran kemih pada pasien-pasien dengan kateter menetap.

Urinary tract infections (UTIs) are common, affect men and women of all ages, and vary dramatically in their presentation and sequelae. They are a common cause of morbidity and can lead to significant mortality. New antimicrobial agents that achieve high urinary and tissue levels, that can be administered orally, and that are not nephrotoxic have significantly reduced the need for hospitalization for severe infection. Shorter-course therapy and prophylactic antimicrobial agents have reduced the morbidity and cost associated with recurrent cystitis in women. Intravesical instillation of aminoglycoside has been used empirically as prophylaxis and to treat bacilluria in spinal-cord-injured patients undergoing clean intermittent catheterization.
In a prospective clinical trial performed in the urologic ward of Dr. Sardjito Hospital, yogyakarta, Indonesia, we studied 56 patients who has indwelling urethral catheter more than 4 days. Patients were divided into two groups. In group 1 (28 patients) one-time intravesical instillation of Netilmicin 25 mg was administred, and in group 2 (28 patients) none were given any treatment. Urinalysis was evaluated before and after instillation of Netilmicin. Statistical data and results were studied using descriptive statistics as median (minimum and maximum). To compare the response to treatment, Chi-Square test was used in two groups. Consequently, the data were analyzed using the SPSS 17 software.
Urinalysis were evaluated in two groups 4 days after intravesical instillation of 50 mg netilmicin. The patients we studied, the median age 59 years old (min. 29; max. 81). In the first group we found 22 (78,5 %) patients still without UTI, 6 (21,5 %) patients with UTI, in the second group we found 4 (14,3 %) still without UTI, 24 (85,7 %) patients with UTI. The difference was statistically significant (p=0.0001). Intravesical instillation of netilmicin on patients with indwelliing urethral catheter were effective on preventing catheter-related UTI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58563
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Billy, Matthew
"Infeksi Saluran Kemih (ISK) disebabkan oleh mikroorganisme dengan atau tanpa gejala berupa sakit saat berkemih, urgensi, dan peningkatan frekuensi berkemih. Pada ISK tanpa gejala, diagnosis ditegakkan melalui kultur urin dengan jumlah koloni mikroorganisme 105 colony forming unit (cfu)/mL. ISK terutama disebabkan oleh bakteri, sehingga terapi awal yang diberikan secara empirik untuk ISK adalah antibiotik. Ampisilin dulu pernah digunakan sebagai terapi empirik untuk ISK, tetapi tidak lagi digunakan karena angka resistensinya yang tinggi. Secara teoritis, resistensi tersebut dibawa oleh plasmid dan akan hilang dalam populasi bakteri apabila tidak pernah digunakan. Penelitian ini bertujuan melihat apakah ampisilin berpotensi menjadi sensitif kembali dengan pola resistensi yang relatif sama dibandingkan dengan siprofloksasin sebagai pembanding untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab ISK secara in vitro. Studi ini menggunakan metode potong lintang dengan pengambilan sampel urin di puskesmas-puskesmas di Jakarta yang diuji pola resistensi terhadap kedua antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik ampisilin dan siprofloksasin secara berurutan adalah 89,5% dan 10,5% dan perbedaan tersebut tersebut bermakna melalui uji Chi-square dengan nilai p < 0,001. Dengan tingginya angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap ampisilin, maka ampisilin belum dapat digunakan kembali sebagai terapi ISK terutama untuk penyebab ISK oleh bakteri Gram negatif. Untuk bakteri Gram positif, ampisilin masih mungkin untuk dipakai kembali sebagai pengobatan ISK, tetapi masih perlu diteliti lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar.

Urinary tract infection (UTI) is caused by microorganism with or without clinical symptoms such as dysuria, urgency, and increase frequency of urination. For asymptomatic UTI, diagnosis was supported by urine culture marked by more than 105 colony forming unit (cfu)/mL. UTI is mainly caused by bacteria; therefore, initial empirical therapy of UTI is using antibiotic. Once, ampcillin has been used as empirical therapy for UTI; however, it is no longer used as empirical therapy because of its high number of resistance. Theoretically, the resistance is carried by plasmid which will be lost in bacteria population if it has never been used. The objective of this study is to find whether ampicillin has potency to be sensitive again with the same resistance pattern as ciprofloxacin as reference for inhibiting growth of bacteria causing UTI. Method of this study is cross-sectional study with urine samples collection at Puskesmas in Jakarta which were tested its resistance pattern to both of antibiotics. Result of this study showed that resistance number of bacteria causing UTI to ampicillin and ciprofloxacin and are 89,5% and 10,5% respectively and this difference is significant based on Chi-square test with a p value of < 0,001. Ampicillin’s resistance is high so that ampicillin still can not be used again as therapy of UTI particularly against Gram negative bacteria. For Gram-positive bacteria, ampicillin is still likely to be reused as a treatment for UTI, but still need to be investigated further with a larger number of samples."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Indra Sanjaya
"Sepsis adalah gejala klinis akibat infeksi disertai respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi atau letargi. Sepsis neonatorum adalah sepsis yang teijadi pads neonates, dan pada biakan darah didapatkan basil positif. Pada sepsis neonatorum sering disertai infeksi saluran kemih (ISK). ISK ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan memperberat sepsis. Untuk menegakkan diagnosis ISK sebagai standar adalah hitting koloni kuman pada biakan urin. Pewarnaan Gram urin merupakan pemeriksaan yang cepat, dapat rnengetahui morfologi dan jumlah kuman dalam hari pertama, serta dapat mendeteksi adanya ISK. Dengan melihat basil pewarnaan Gram urin maka pemberian terapi antibiotika secara empiris dapat lebih terarah. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkam metode yang cepat dan mudah untuk mendeteksi ISK pada sepsis neonatorum. Penelitian ini juga bertujuan mendapatkan data proporsi ISK, pola kuman penyebab ISK dan antibiogramnya pada sepsis neonatorum.
Subjek penelitian adalah 100 bayi secara klinis menderita sepsis neonatorum yang dirawat di bangsal Perinatologi dan NICU Bagian IKA RSCM. Bahan berupa darah vena dan urin kateterisasi, diperiksa di Bagian Patologi Klinik RSCM. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pewamaan Gram urin langsung dan urin sitospin, biakan min, dan biakan darah. Dinilai tingkat sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan Gram urin terhadap biakan urin.
Pada penelitian ini didapatkan proporsi ISK pada sepsis neonatorum sebesar 8%. Pola kuman penyebab ISK terbanyak pada sepsis neonatorum adalah Pseudomonas sp dan Staphylococcus epidermidis. Tes sensitivitas antibiotika Pseudomonas sp resisten terhadap antibiotika yang diujikan. Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotik Ampicillinsulbactam, Vancomycin, Meropenem, Imipenem, dan Oxacillin. Pada penelitian ini didapatkan tingkat sensitivitas pewarnaan Gram urin langsung 75% dan spesifisitas 100%, sedangkan pewarnaan Gram urin sitospin didapatkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 98,9%. Pada kurva receiver operator curve (ROC) didapatkan sensitivitas dan spesitifitas terbaik pewamaan Gram urin sitospin untuk diagnosis ISK bila cut off point > 3 kuman per lapangan pandang imersi (pembesarkan 1000x). Pewarnaan Gram urin sitospin merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk mendiagnosis ISK pada sepsis neonatorum secara rutin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>