Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182551 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pane, Geta Junisyahana
"Latar Belakang: Hipotermia pasca bedah merupakan kejadian yang umum terjadi pada pasien pascabedah, khususnya geriatri yaitu sebesar 70%. Hipotermia memiliki dampak serius, antara lain gangguan koagulasi dan perdarahan, gangguan metabolisme obat, infeksi, iskemia miokardial, aritmia, hospitalisasi lama, dan peningkatan morbiditas serta mortalitas pascabedah. Di Indonesia, khususnya di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo memiliki karakteristik distribusi status fisik preoperasi, jumlah pemberian cairan, dan indeks massa tubuh yang berbeda dari negara lain.
Tujuan: Studi ini dilakukan untuk menganalisa hubungan status fisik preoperasi, jumlah pemberian cairan kristaloid intraoperasi, dan indeks massa tubuh terhadap hipotermia pascabedah pada pasien geriatri.
Metode: Penelitian menggunakan metode potong-lintang dengan uji observasional terhadap 108 subjek penelitian dari rekam medis sejak November 2018-Januari 2019. Subjek penelitian adalah pasien geriatri yang telah menjalani pembedahan dalam anestesi umum dengan/tanpa anestesi regional dan dirawat di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo. Kriteria eksklusi yaitu pasien tidak memiliki catatan rekam medis lengkap, meninggal pada saat operasi atau saat tiba di rumah sakit, dan sudah mengalami hipotermia sebelum pembedahan.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan proporsi hipotermia pascabedah pada pasien geriatri adalah 67,6%. Hasil penelitian antara hipotermia pascabedah dengan status fisik preoperasi, jumlah pemberian cairan kristaloid intraoperasi, dan indeks massa tubuh pada pasien geriatri yaitu nilai p = 0,997, p = 0,310, p = 0,413.
Kesimpulan: Hipotermia pascabedah pada pasien geriatri tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan status fisik preoperasi, jumlah pemberian cairan kristaloid intraoperasi, dan indeks massa tubuh pada pasien geriatri.

Background: Postoperative hypothermia is commonly found in postoperative patients, especially in geriatrics, which is 70%. Hypothermia also has serious effects, including coagulation and bleeding disorders, drug metabolism disorders, infections, myocardial ischemia, arrhythmias, prolonged hospitalization, and increased postoperative morbidity and mortality. In Indonesia, especially in Centre Cipto Mangunkusumo Hospital subjects characteristics, the distribution of preoperative physical status, amount of fluid administration, and body mass index are different from other countries.
Objective: This study was conducted to analyze the association between preoperative physical status, the amount of intraoperative crystalloid fluid administration, and body mass index for postoperative hypothermia in geriatric patients.
Methods: This was a cross-sectional observational study which included 108 research subjects and obtained from the medical records since November 2018-January 2019. Subjects were geriatric patients who under going surgery with general anesthesia with/without regional anesthesia in Centre dr. Cipto Mangunkusumo Hospital. Exclusion criteria were patient who did not have a complete medical record, died during surgery or when arrived at the hospital, and had history of hypothermia before surgery.
Results: In this study, the incidence of postoperative hypothermia among geriatric patients was 67.6%. The results of the study between postoperative hypothermia with preoperative physical status, the amount of intraoperative crystalloid fluid administration, and body mass index in geriatric patients were p = 0.997, p = 0.310, p = 0.413.
Conclusion: Postoperative hypothermia in geriatric patients did not have significant association with preoperative physical status, amount of intraoperative crystalloid fluid administration, and body mass index in geriatric patients.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febrina Alivia Wantania
"Latar Belakang: Hipotermia pascabedah seringkali terjadi pada pasien geriatri karena adanya penurunan fisiologi tubuh. Hipotermia pada pasien geriatri dapat berhubungan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas, lama rawat inap serta komplikasi pasca pembedahan yang lebih tinggi. Lingkungan kamar bedah di Indonesia, keterampilan operator dan ketersediaan obat anestesia berbeda dengan negara lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara jenis anestesia, jenis operasi, dan durasi operasi terhadap hipotermia pascabedah pada pasien geriatri di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional analitik retrospektif terhadap 95 pasien geriatri yang menjalani pembedahan dengan anestesia umum dan kombinasi anestesi umum regional di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo pada bulan November 2018 Januari 2019. Kriteria inklusi adalah pasien dengan usia lebih dari sama dengan 60 tahun dan menjalani prosedur bedah elektif. Kriteria eksklusi adalah pasien yang rekam medisnya tidak lengkap dan menjalani pembedahan dengan durasi kurang dari satu jam.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan prevalensi hipotermia pascabedah sebesar 63.15%. Hasil uji Fisher antara jenis anestesia dengan hipotermia pascabedah pada pasien geriatri menghasilkan nilai p sebesar 0.529. Hasil uji Chi Square antara jenis operasi dengan hipotermia pascabedah pada pasien geriatri menghasilkan nilai p sebesar 0.677. Hasil uji Chi Square antara durasi operasi dengan hipotermia pascabedah pada pasien geriatri menghasilkan nilai p sebesar 0.495.
Kesimpulan: Jenis anestesia, jenis operasi, dan durasi operasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan hipotermia pascabedah pada pasien geriatri.

Background: Postoperative hypothermia occurs in geriatric patients as their physiological functions have decreased. Hypothermia in geriatric patients can be associated with an increased risk of morbidity and mortality, length of stay and higher post surgical complications. The operating room environment in Indonesia, operator skills and supply of anesthetic drugs are different from other countries. The objective of this study was to analyze the relationship between types of anesthesia, types of surgery, and duration of surgery with post surgery hypothermia in geriatric patients at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Methods: This was a retrospective analytic cross sectional study for 95 geriatric patients undergoing surgery under general anesthesia and a combination of general regional anesthesia at RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo in November 2018 January 2019. The inclusion criteria was patients older than 60 years old and undergoing elective surgical procedures. Exclusion criteria was patients whose medical records were incomplete and undergoing surgery with a duration of less than an hour.
Results: It was found that the prevalence of postoperative hypothermia was 63.5%. Fishers test results between types of anesthesia with postoperative hypothermia in geriatric patients resulted in P value of 0.529. Chi Square test results between types of surgery with postoperative hypothermia in geriatric patients resulted in P value of 0.677. Chi Square test results between the duration of surgery with postoperative hypothermia in geriatric patients resulted in P value of 0.495.
Conclusion: The types of anesthesia, types of surgery, and duration of surgery did not have a significant association with postoperative hypothermia in geriatric patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Ainun
"Latar Belakang: Meningkatnya populasi geriatri membuat sindrom frailty akan banyak ditemui di praktik klinik sehari-hari. Fenotip frailty dikaitkan dengan rendahnya massa otot secara teori, namun masih terdapat perbedaan hasil di antara penelitian yang ada.
Tujuan: Mengetahui rerata indeks massa otot pada populasi geriatri di rawat jalan dan hubungannya dengan status frailty.
Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang terhadap pasien berusia ≥60 tahun di poliklinik Geriatri Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, periode waktu April-Juni 2018. Dilakukan pengambilan data antropometri, pengisian kuesioner Cardiovascular Health Study (CHS) dan pengukuran indeks massa otot dengan dual energy X-ray absoprtiometry (DXA). Parameter indeks massa otot diukur berdasarkan appendicular lean mass (ALM) yang disesuaikan dengan tinggi badan (ALM/TB2) dan indeks massa tubuh (ALM/IMT).
Hasil: Didapatkan proporsi subjek frail, pre-frail dan robust berdasarkan skor CHS berturut-turut adalah 29,17%, 58,33% dan 12,5%. Terdapat perbedaan rerata indeks massa otot dengan parameter ALM/TB2 antara pasien yang frail dan yang tidak (6,54 (1,01) Kg/m2 vs 7,03 (0,91) Kg/m2; p=0,01), namun tidak halnya dengan ALM/IMT (p=0,72). Tidak terdapat hubungan yang bermakna baik antara kejadian sindrom frailty dengan indeks massa otot ALM/TB2 (PR 2,03; 95% IK 0,80-5,15; p=0,13) maupun ALM/IMT (PR 5,09; 95% IK 0,45-58,06; p=0,2). Dari analisis multivariat faktor perancu didapatkan hubungan bermakna antara nutrisi (PR 3,67; 95% IK 1,59-8,49; p=0,02) dan status fungsional (PR 4,94; 95% IK 2,01-11,75; p=0,00) dengan kejadian sindrom frailty.
Simpulan: Indeks massa otot yang rendah saja tidak dapat dijadikan faktor prediktif terjadinya sindrom frailty, melainkan perlu digabungkan dengan parameter lain seperti kualitas atau fungsi otot, status fungsional dan nutrisi. Penggunaan indeks massa otot dengan parameter ALM/TB2 lebih disarankan.

Background: Population ageing worldwide is rapidly accelerating along with development of frailty syndrome. A theoretical link between frailty and low lean mass has been established, and low lean mass as frailty predictor, but studies conducted show inconclusive result.
Objectives: To obtain appendicular lean mass values among geriatric outpatients and its association with frailty status.
Methods. Cross-sectional study conducted to elderly patients (≥60 years old) in the Geriatric Outpatient Clinic of Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital in April-June 2018. Each subject underwent anthropometric measurement, frailty evaluation using Cardiovascular Health Study (CHS) questionnaire dan lean mass measurement using dual energy X-ray absoprtiometry (DXA). Appendicular lean mass (ALM) measured was adjusted by height squared (ALM/ht2) and BMI (ALM/BMI)
Results: The proportion of frail, pre-frail and robust according to CHS were 29,17%, 58,33% and 12,5% respectively. We found significant difference in ALM/ht2 between frail dan non-frail subjects (6.54 (1.01) Kg/m2 vs. 7.03 (0,91) Kg/m2; p=0.01) but nonsignificant result for ALM/BMI (p=0.72). No association was found between frailty and muscle mass index of ALM/ht2 (PR 2.03; 95%CI 0.80-5.15; p=0.13) or ALM/BMI (PR 5.09; 95% CI 0.45-58.06; p=0.2). From multivariate analysis, there was significant association between nutritional status (PR 3,67; 95% CI 1,59-8,49; p=0,02), functional status (PR 4,94; 95% CI 2,01-11,75; p=0,00) and frailty.
Conclusion: Low lean mass alone cannot be used as predictive factor for frailty syndrome, further analysis using another parameter such muscle's quality or function, nutritional status and functional status are needed. This study supports ALM/ht2 as chosen muscle index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annemarie Chrysantia Melati
"Latar Belakang: Hipotermia intraoperatif pada pasien geriatri yang menjalani pembedahan merupakan hal yang cukup sering ditemukan. Hipotermia memiliki dampak negatif terhadap pasien yang menjalani pembedahan, antara lain meningkatnya lama pemulihan pascaanestesia, risiko infeksi luka operasi, dan komplikasi kardiovaskular. Pada penelitian ini menganalisa hubungan kejadian hipotermia intraoperatif pada pasien geriatri yang menjalani pembedahan dalam anestesia umum dengan lama rawat di rumah sakit, kekerapan kejadian infeksi luka operasi, dan komplikasi kardiovaskular pascabedah.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif terhadap 110 subjek penelitian selama November 2018-Januari 2019. Subjek penelitian adalah pasien geriatri yang berusia di atas 60 tahun yang menjalani pembedahan dalam anestesia umum dengan/tanpa anestesia regional. Kriteria penolakan adalah pasien dengan gangguan termoregulasi, gangguan tiroid, mengalami hipotermia pada saat kunjungan preoperatif dan demam dalam 1 minggu sebelum operasi, dan dalam terapi antipiretik rutin.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan proporsi kejadian hipotermia intraoperatif pada pasien geriatri adalah sebanyak 67,3%. Hipotermia intraoperatif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan lama rawat di rumah sakit (nilai p = 0,221). Hipotermia intraoperatif juga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kekerapan kejadian infeksi luka operasi (nilai p = 0,175) dan komplikasi kardiovaskular (nilai p = 0,175).
Simpulan: Hipotermia intraoperatif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan lama rawat di rumah sakit, kekerapan kejadian infeksi luka operasi dan komplikasi kardiovaskular.

Background: Intraoperative hypothermia among geriatric patients undergoing surgery is commonly found. Hypothermia is associated with negative impact postoperatively, such as increased surgical site infections, prolonged hospital stay, and increased cardiovascular complications. This study aimed to analyse the association between intraoperative hypothermia with length of stay, surgical site infection, and cardiovascular complication among geriatric patients undergoing surgery with general anesthesia.
Methods: This was a prospective cohort study for 110 research subjects from November 2018-January 2019. Research subjects were geriatric patients older than 60 years old undergoing surgery with general anesthesia with/without regional anesthesia. Exclusion criteria were patients with thermoregulation problem, thyroid problem, suffered from hypothermia or fever preoperatively, and with routine antipyretic medication.
Results: In this study, the incidence of intraoperative hypothermia among geriatric patients undergoing surgery with general anesthesia was 67,3%. Intraoperative hypothermia did not have significant association with length of stay (p-value = 0.221). Intraoperative hypothermia also did not have significant association with surgical site infection (p-value = 0.175) and cardiovascular complication (p-value = 0.175).
Conclusion: Intraoperative hypothermia did not have significant association with length of stay, surgical site infection, and cardiovascular complication.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunisa Aliya Amani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Indeks massa tubuh dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Pada penelitian sebelumnya didapatkan bahwa indeks massa tubuh yang memasuki kategori obesitas dapat memperburuk prognosis penyakit kanker payudara. Selain indeks massa tubuh, status reseptor hormonal juga menjadi hal yang penting untuk menentukan terapi kanker payudara. Namun, belum diketahui apakah terdapat hubungan antara perubahan indeks massa tubuh sebelum dan sesudah terapi dan status reseptor hormonal terhadap respon terapi kanker payudara yang dinilai dengan ada atau tidaknya residu.
Tujuan: Mengetahui pengaruh perubahan indeks massa tubuh dan status reseptor hormonal terhadap respon terapi kanker payudara yang dinilai dengan residu pasca terapi.
Metode: Sebanyak 111 data dari rekam medis pasien diambil dengan metode consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data indeks massa tubuh didapatkan melalui berat badan dan tinggi badan yang diukur sebelum dan sesudah terapi. Pengukuran dilakukan selama rangkaian pemberian kemoterapi. Jika tinggi badan yang didapatkan pada pengukuran sebelum dan sesudah terapi berbeda, maka akan diambil rata-rata. Sedangkan data status reseptor hormonal didapatkan dengan melihat laporan pemeriksaan immunohistokimia. Untuk melihat respon pasien terhadap terapi digunakan laporan hasil pemeriksaan pencitraan.
Hasil: Berdasarkan analisis bivariat yang dilakukan, didapatkan hubungan antara perubahan indeks massa tubuh terhadap residu kanker payudara pasca terapi (p 0,018; p<0,05). Dan tidak didapatkan hubungan antara status reseptor hormonal dengan residu kanker payudara pasca terapi (p 0,803; p>0,05) serta hubungan antara status reseptor hormonal dan perubahan indeks massa tubuh secara bersamaan (p 0,087; p>0,05).
Kesimpulan: Peningkatan indeks massa tubuh dapat meningkatkan risiko residu kanker payudara pasca terapi. Sedangkan, status reseptor hormonal tidak memiliki hubungan dengan residu kanker payudara pasca terapi. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hanif Rahim
"Salah satu komplikasi pascabedah yang sering dialami pasien geriatri adalah delirium. Insiden delirium pascabedah sangat beragam berkisar 3,6-28,3% dari seluruh pembedahan elektif. Delirium pascabedah berkaitan erat dengan komorbiditas, mortalitas dan peningkatan biaya serta lama perawatan di Rumah Sakit, oleh karena itu pencegahan terhadap kejadian delirum merupakan hal yang penting. Tekanan darah yang rendah dapat menyebabkan hipoperfusi area korteks dan subkorteks serebral. Keadaan ini diduga dapat menyebabkan terjadinya delirium. Adanya abnormalitas perfusi lobus frontal dan parietal otak juga diduga berhubungan erat dengan timbulnya delirium. Masih terdapat kontroversi terhadap pengaruh dari hipotensi intrabedah terhadap kejadian delirium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hipotensi intrabedah terhadap kejadian delirium pascabedah pada pasien geriatri.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian kohort prospektif terhadap 134 subjek penelitian selama Januari-April 2022 yang dialokasikan ke dalam kelompok dengan hipotensi (n=67) dan tanpa hipotensi (n=67) dikaji dari nilai tekanan darah, durasi hipotensi, dan pemberian topangan kardiovaskular. Penelitian menggunakan uji fungsi kognitif berupa CAM (Confusion Assesment Method) yang dilakukan 24 jam pascabedah.
Hasil : Pada penelitian ini didapatkan proporsi kejadian delirium pascabedah  dikaji dari nilai tekanan darah (Tekanan darah sistolik <90 mmHg dan Tekanan darah rerata <65 mmHg), durasi, dan pemberian topangan kardiovaskular bermakna secara statistik (p <0.05). Insidens kejadian delirium pascabedah pada pasien geriatri adalah 36.5%.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara hipotensi intrabedah terhadap kejadian delirium pascabedah pada pasien geriatri dikaji dari nilai tekanan darah, durasi, dan pemberian topangan kardiovaskular.

One of the postoperative complications that are often experienced by geriatric patients is delirium. The incidence of postoperative delirium varies widely, ranging from 3.6 to 28.3% of all elective surgeries. Postoperative delirium is closely related to comorbidities, mortality and increased costs and length of hospital stay, therefore prevention of delirium is important. Low blood pressure can cause hypoperfusion of the cerebral cortex and subcortical areas. This situation is thought to cause delirium. The presence of perfusion abnormalities of the frontal and parietal lobes of the brain is also thought to be closely related to the onset of delirium. There is still controversy about the effect of intraoperative hypotension on the incidence of delirium. This study aims to determine the relationship between intraoperative hypotension and the incidence of postoperative delirium in geriatric patients.
Methods : This study is a prospective cohort study of 134 study subjects during January-April 2022 who were allocated to groups with hypotension (n=67) and without hypotension (n=67) assessed from the value of blood pressure, duration of hypotension, and cardiovascular support. The study used a cognitive function test in the form of CAM (Confusion Assessment Method) which was carried out 24 hours after surgery.
Results : In this study, the proportion of postoperative delirium incidence was assessed from the value of blood pressure (systolic blood pressure <90 mmHg and mean blood pressure <65 mmHg), duration, and the provision of cardiovascular support was statistically significant (p <0.05). The incidence of postoperative delirium in geriatric patients is 36.5%.
Conclusion : There is a relationship between intraoperative hypotension and the incidence of postoperative delirium in geriatric patients assessed from the value of blood pressure, duration, and the provision of cardiovascular support.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fachreza Aulia Trinanda
"ABSTRAK
Psoriasis merupakan kelainan kulit yang diakibatkan oleh disregulasi sistem imun yang berdampak sangat besar terhadap kualitas hidup pasien. Sindrom metabolik, di antaranya termasuk obesitas dan hipertensi, diduga memiliki hubungan yang kuat dengan psoriasis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh IMT dan tekanan darah dengan tingkat keparahan psoriasis yang diukur dengan skor Psoriasis Area and Severity Index PASI . Penelitan dilakukan di Unit Rekam Medis Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo RSCM dan melibatkan 63 pasien psoriasis yang berobat di RSCM pada tahun 2015 dan 2016. Dari 63 pasien yang ikut serta dalam penelitian ini, tingkat keparahan psoriasis terbagi 18 orang untuk kategori ringan dan 45 orang untuk kategori sedang berat. Terdapat 35 pasien yang dikategorikan obese dan 16 pasien yang dikategorikan mengalami hipertensi. Analisis statistik yang dilakukan pada penelitian ini yaitu berupa uji Chi-Square menunjukkan beberapa hubungan statistik yang signifikan yaitu hubungan antara tingkat keparahan psoriasis dengan IMT p=0,025 dan tekanan darah p=0,026 . Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara obesitas dan hipertensi dengan tingkat keparahan psoriasis.

ABSTRACT
Psoriasis is a skin disorder caused by immune disregulation which impacts the quality of life of the patient. Metabolic syndrome, which includes obesity and hypertension, was suspected to have a strong association with psoriasis. The purpose of this research is to find out the association between Body Mass Index BMI and blood pressure to psoriasis severity which was measured using the Psoriasis Area and Severity Index PASI score. The research was done at the Medical Record Unit of dr. Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM and includes participation of 63 psoriasis patient who was seeking medical care at year 2015 and 2016. Of all 63 patients participated in this research, the psoriasis severity was divided into 18 patients in mild category and 45 patients in moderate to severe category. There are 35 patients who are categorized as obese and 16 patients that are categorized in hypertensive. Statistical analysis that was done in this research shows some statistically significant association between psoriasis severity and BMI p 0,025 and blood pressure p 0,026 . This concludes that there are significant associations between obesity and hypertension to psoriasis severity. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Najila Ramadhina
"

Latar belakang: Menarke merupakan salah satu peristiwa dalam pubertas. Usia menarke remaja perempuan di Indonesia mengalami tren penurunan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi usia menarke, seperti Indeks Massa Tubuh (IMT), aktivitas fisik, kondisi sosioekonomi, dan genetik. Penelitian terkini menyebutkan bahwa paparan polusi dapat mempengaruhi usia menarke.

Metode: Desain penelitian yang dilakukan adalah cross-sectional untuk melihat hubungan usia menarke remaja putri di Kota Jakarta Timur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT), aktivitas fisik, dan paparan polusi. Penelitian dilakukan di 3 Sekolah Dasar (SD) dan 2 Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Jakarta Timur pada siswi berusia 9-15 tahun. Penelitian dilakukan menggunakan kuesioner yang tervalidasi.

Hasil: Rerata usia menarke adalah 11,4 ± 1,04 tahun. Terdapat hubungan bermakna antara usia menarke dengan Indeks Massa Tubuh (p=0,042). Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia menarke dengan aktivitas fisik (p=0,163). Tidak terdapat hubungan bermakna antara usia menarke dengan paparan polusi (p=0,632).

Kesimpulan: Usia menarke berhubungan signifikan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Namun, tidak ada hubungan signifikan antara usia menarke dengan aktivitas fisik dan paparan polusi.


Introduction: Menarche is a part of puberty. Age at menarche in Indonesian adolescents shows a declining trend. Studies found that age at menarche correlates with Body Mass Index (BMI), physical activity, socioeconomic status, and genetics. Recent publications show that pollution exposure correlates with age at menarche.

Method: The study design is cross-sectional to investigate the correlation between age at menarche and Body Mass Index, physical activity, and pollution exposure. This study was conducted on girls aged 9-15 years in 3 primary schools and 2 secondary schools in East Jakarta. This study used a validated questionnaire.

Result: Mean age at menarche was 11,4 ± 1,04 years. There is a significant correlation between age at menarche and Body Mass Index (p=0,042). There is no significant correlation between age at menarche and physical activity (p=0,163). There is also no significant correlation between age at menarche and exposure to pollution (p=0,632).

Conclusion: Age at menarche correlates with Body Mass Index (BMI). However, age at menarche does not correlate with physical activity and exposure to pollution

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizkah Afifah Oktaviani
"Penerapan sistem pendidikan jarak jauh sebagai upaya pencegahan pandemi Covid-19 menjadi penyebab perubahan pola aktivitas mahasiswa. Mahasiswa cenderung lebih banyak menghabiskan waktunya di depan gawai untuk menjalani rangkaian perkuliahan. Aktivitas fisik rendah dan tingginya aktivitas duduk menyebabkan perubahan pada indeks massa tubuh. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh mahasiswa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel 234 mahasiswa. Penelitian ini menggunakan analisis bivariat uji chi square. Aktivitas fisik diukur menggunakan kuesioner IPAQ-SF (International Physical Activity Questionnaire Short Form) dan indeks massa tubuh ditentukan secara tidak langsung melalui kuesioner berat badan dan tinggi badan yang diisi secara mandiri. Hasil penelitian menunjukan aktivitas duduk rerata mahasiswa selama menjalani pendidikan jarak jauh 7,4 jam/hari. Sebagian besar mahasiswa memiliki aktivitas fisik rendah dan aktivitas fisik sedang sebesar 47,4% dan 44,9%. Hanya 7,7% mahasiswa yang mempunyai aktivitas fisik tinggi. Mayoritas Mahasiswa UI memiliki indeks massa tubuh normal 56,8%, namun tingkat kegemukan dan obesitas mahasiswa juga tinggi, masing-masing sebesar 15,8% dan 13,7%. Didapatkan ada hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan indeks massa tubuh mahasiswa selama pelaksanaan pendidikan jarak jauh (p value 0,024 < 0,05). Dari hasil penelitian, peneliti merekomendasikan mahasiswa untuk meningkatkan aktivitas fisiknya dan memperhatikan indeks massa tubuh yang ideal selama pelaksanaan perkuliahan daring.

The implementation of the distance education system as an effort to prevent the Covid-19 pandemic has caused changes in student activity patterns. Students tend to spend more time in front of the device to undergo a series of lectures. Low physical activity and high sitting activity cause changes in body mass index. The purpose of this study was to determine the relationship between physical activity and student body mass index. This study used a cross sectional and data were collected from 234 university students. This study uses bivariate analysis of chi square. Physical activity was measured using the IPAQ-SF (International Physical Activity Questionnaire Short Form) and Body Mass Index was determined indirectly through a weight and height questionnaire that was filled out independently. The findings showed that the average sitting activity of students during distance learning was 7.4 hours/day. Most students have low physical activity and moderate physical activity by 47.4% and 44.9%, respectively. Only 7.7% of students have high physical activity. The majority of UI Students have a normal body mass index of 56.8%, but the overweight and obesity rates of students are also high, at 15.8% and 13.7%, respectively. It was found that there was a significant relationship between physical activity and student body mass index during the implementation of distance education (p value 0.024 <0.05). According to the findings, researchers recommend students to increase their physical activity and pay attention to the ideal body mass index during the implementation of online lectures."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taris Radifan
"ABSTRAK
Latar Belakang: Obesitas dan berat badan berlebih merupakan salah satu kondisi kesehatan yang menjadi masalah di Indonesia. Berdasarkan survey Riskesdas pada tahun 2018, sebesar 21,8% orang dewasa mengalami obesitas. Salah satu faktor yang berpengaruh ialah kurangnya aktivitas fisik, namun belum ada penelitian di Indonesia yang dapat menilai hubungan aktivitas fisik dengan peningkatan berat badan serta indeks massa tubuh pada mahasiswa tahun pertama.
Tujuan: Studi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik dengan perubahan berat badan dan indeks massa tubuh pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Data perubahan indeks massa tubuh (IMT) didapatkan melalui dua kali pengukuran pada awal dan akhir tahun ajaran. Data awal merupakan data sekunder dari Klinik Makara pada awal tahun ajaran dan data akhir didapatkan melalui pengukuran yang dilakukan di RIK UI pada bulan Mei 2019. Untuk data aktivitas fisik didapatkan melalui pengisian kuisioner Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) pada pengambilan data akhir. Selanjutnya, dilakukan uji chi-square untuk menilai hubungan antara aktivitas fisik dengan kenaikan IMT.
Hasil: Berdasarkan hasil analisis indeks massa tubuh pada awal dan akhir penelitian, tidak ditemukan adanya perubahan yang signifikan pada indeks massa tubuh subjek (p>0,05). Pada analisis tingkat aktivitas fisik didapatkan bahwa sekitar 27% subjek tidak melakukan aktivitas fisik sesuai dengan rekomendasi WHO, namun tidak ditemukan hubungan antara aktivitas fisik dengan perubahan indeks massa tubuh (p>0,05).
Kesimpulan: Tidak terjadi peningkatan indeks massa tubuh yang signifikan pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan perubahan indeks massa tubuh pada mahasiswa tahun pertama Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

ABSTRACT
Background: Obesity and overweight is one of the medical conditions that is still a problem in Indonesia. According to Riskesdas survey in 2018, 21,8% of adults above 18 years old are obese. One of the factor that is thought to be significant in these increases is insufficient physical activity. Howerver, there is no study about the relationship between physical activity and the increase in body mass index and body weight in Indonesian college freshmen.
Objective: The objective of this study is to find the correlation between physical activity and the change in body weight and body mass index in freshmen of Faculty of Medicine Universitas Indonesia.
Methods: The data about change in body mass index is obtained by taking measurements at the start and the end of the academic year. The initial data is a secondary data from Klinik Makara and the second data is a primary data obtained by taking measurement in May 2019 at UI Health Cluster. The data about physical activity is obtained using the Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) during the second measurement. Then, chi-square test is done to find the relationship among determinants and outcome.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>