Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199971 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nabila Nurul Aziziah
"Latar belakang: Periodontitis kronis merupakan jenis penyakit periodontal yang umum ditemukan pada orang dewasa, dengan prevalensi mencapai angka 74,1% di Indonesia menurut Riskesdas 2018. Tantangan utama pada perawatan periodontitis adalah waktu dan ketepatan dari diagnosis. Periodontitis kronis tidak menyebabkan timbulnya rasa sakit, sehingga pasien sering tidak mencari perawatan untuk penyakit tersebut. Menurut penelitian Grover et al. (2013), keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang datang untuk perawatan gigi dan mulut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, berkaitan dengan estetik, serta berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut. Melalui penelusuran berbagai penelitian, ditemukan berbagai macam keluhan utama pada pasien dengan periodontitis kronis dengan proporsi yang berbeda-beda, dan belum pernah dilakukan studi serupa di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deksriptif untuk distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang didapat dari data sekunder berupa 588 rekam medis RSKGM FKG UI dalam rentang tahun kunjungan 2016 - 2018. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat menggunakan SPSS untuk menggambarkan distribusi.
Hasil: Secara umum, keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang paling sering ditemukan adalah keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (39,8%), diikuti dengan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik (39,1%), dan keluhan utama yang berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut (0,9%). Ditemukan kelompok keluhan utama lainnya sebesar 20,2% yang sebagian besar meliputi rujukan (6,8%) dan sakit gigi (5,6%). Pada jenis kelamin laki-laki, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (20,2%), sedangkan pada jenis kelamin perempuan adalah keluhan yang berkaitan dengan estetik (21,6%). Pada kelompok usia remaja awal, lansia awal, dan lansia akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, dan pada kelompok usia remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik.
Kesimpulan: Terdapat gambaran distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Keluhan berkaitan dengan gejala penyakit periodontal paling sering ditemukan pada laki-laki, serta pada kelompok usia remaja awal dan lansia, sedangkan keluhan berkaitan dengan estetik paling sering ditemukan pada perempuan, serta pada kelompok usia remaja akhir dan dewasa. Keluhan berkaitan dengan kegawatdaruratan ditemukan di beberapa kelompok usia dan kedua jenis kelamin.

Background: Chronic periodontitis is one of the common periodontal diseases found on adults. The prevalence of chronic periodontitis in Indonesia is 74,1% according to Indonesian Health Survey 2018. The main challenge on treating chronic periodontitis is a proper time of diagnosis. Chronic periodontitis is a painless disease and is often undiagnosed until it has reached moderate to advanced stage, and many patients rarely seek care. A research by Grover et al. describes the common chief complaint in chronic periodontitis patients based on three major groups; periodontitis symptoms related, esthetic related, and dental emergency related. Other researches describe different distribution on patients’ chief complaints, and currently there are no similar research in Indonesia.
Objectives: To describe the distribution of chief complaints in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI.
Methods: A descriptive study using secondary data from 588 periodontal medical records of chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI throughout 2016 - 2018.
Result: The highest distribution of chief complaint found in patients with chronic periodontitis is periodontitis symptoms related (39,8%), followed by esthetic related (39,1%), and dental emergency (0,9%). Patients with other chief complaints (20,2%) found mainly came through referral (6,8%) and pain (5,6%). In male, the common chief complaint found is periodontitis symptoms related (20,2%), while in female is esthetic related (21,6%). According to age, periodontitis symptoms related complaints were mainly found in early adolescents and elderly, while esthetic related complaints were mainly found in late adolescents and adults.
Conclusion: There are different distributions of chief complaint in patients with chronic periodontitis according to gender and age. Periodontitis symptoms related complaints were mainly found in males, and found in early adolescents or elderly. Esthetic related complaints were mainly found in females, and found in late adolescents and adult. Dental emergency related complaints were found in various age group and both genders equally.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Karina Fitriananda
"Latar Belakang:  Penyakit periodontal merupakan penyakit gigi dan mulut kedua terbanyak diderita masyarakat Indonesia. Penyakit periodontal terdiri dari gingivitis dan periodontitis. Periodontitis adalah inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau kelompok mikroorganisme. Dalam mendiagnosis penyakit periodontitis pada umumnya diperlukan pemeriksaan radiografis untuk melakukan evaluasi perubahan tulang alveolar, terutama perubahan tinggi tulang alveolar yang merupakan salah satu tanda adanya penyakit periodontal. Data ini diperlukan bagi tatalaksana pasien yang meliputi diagnosis, rencana perawatan, prakiraan prognosis dan observasi. Radiograf periapikal adalah “gold standard” pada pemeriksaan radiografis konvensional kasus periodontitis. Tujuan: Memperoleh nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar pada pasien penderita periodontitis kronis rentang usia 25-40 tahun secara radiografis di RSKGM FKG UI. Metode: Pengukuran penurunan tinggi tulang alveolar pada 192 sampel radiograf periapikal digital usia 25-40 tahun di RSKGM FKG UI. Hasil: Nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar pada gigi insisif sentral rahang atas permukaan mesial sebesar 5.13 ± 0.58 dan pada permukaan distal sebesar 3.82 ± 0.4. Pada gigi insisif sentral rahang bawah, nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar permukaan mesial sebesar 7.98 ± 0.6 dan pada permukaan distal 6.85 ± 0.48. Pada gigi molar 1 rahang atas, diperoleh nilai rata-rata permukaan mesial sebesar 3.73 ± 0.37 dan pada permukaan distal 4.66 ± 0.55, sedangkan pada gigi molar 1 rahang bawah permukaan mesial diperoleh nilai rata-rata 3.74 ± 0.43 dan permukaan distal sebesar 3.08 ± 0.17. Kesimpulan: Nilai rata-rata penurunan tinggi tulang alveolar pada permukaan mesial gigi insisif sentral rahang bawah kasus penyakit periodontal adalah yang tertinggi dibanding kelompok lainnya.

Background: Periodontal disease is the second most common tooth and mouth disease suffered by Indonesian society. Periodontal disease consists of gingivitis and periodontitis. Periodontitis is defined as an inflammatory disease of supporting bone tissues of teeth caused by specific microorganisms or groups of specific microorganisms. In diagnosing periodontitis, in general we need radiograph examination to evaluate changes in alveolar bone, especially changes in alveolar height which indicates the periodontal disease. This data is necessary for the management of the patient including diagnosis, treatment plan, prognosis, and observation.  Periapical is a “gold standard” on conventional radiographic examination on periodontitis cases. Objective: To obtain the average value of decreased alveolar bone height in 25-40 years old patients with chronic periodontitis at RSKGM FKG UI radiographically. Method: Measurement of decreased alveolar bone height in 192 digital periapical radiograph samples aged 25-40 years in RSKGM FKG UI. Result: The mean value of decreased alveolar bone height of maxillary central incisors on the mesial surface was 5.13 ± 0.58 and on the distal surface was 3.82 ± 0.4. On mandibular central incisors, the mean value of decreased alveolar bone height on the mesial surface was 7.98 ± 0.6 and on the distal surface was 6.85 ± 0.48. On maxillary first molars, the mean value of decreased alveolar bone height on the mesial surface was 3.73 ± 0.37 and on the distal surface was 4.66 ± 0.55. Whereas, on mandibular first molar, the mean value of decreased alveolar bone height on mesial surface was 3.74 ± 0.43 and on the distal surface was 3.08 ± 0.17. Conclusion: The average decreased in alveolar bone height on mesial surface of mandibular central incisors is the highest among other groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Rahma Prihantini
"Aplikasi Subgingiva antimikroba setelah Skeling dan Penghalusan Akar SPA mampu membunuh bakteri anaerob yang tersisa Penelitian ini bertujuan menganalisis efek klinis aplikasi subgingiva H2O2 3 setelah SPA pada periodontitis kronis poket le 6 mm 45 subjek periodontitis kronis poket le 6 mm diskor plak skor perdarahan kedalaman poket kehilangan perlekatan Satu sisi rahang diaplikasi subgingiva H2O2 3 dan kontrol pada kontralateral dievaluasi 4 minggu setelahnya Aplikasi subgingiva H2O2 3 secara statistik terbukti menurunkan skor perdarahan kedalaman poket kehilangan perlekatan pre dan post perawatan serta antar kedua kelompok periodontitis kronis poket le 6 mm Kata kunci Skor Perdarahan Poket Periodontal Kehilangan Perlekatan SPA Aplikasi subgingiva

Subgingival application with 3 H2O2 after scaling and root planing SRP is assumed to be kill the bacteria left behind after mechanical debridement The aim of this study was to analyze the clinical effects of subgingival application 3 H2O2 after SRP in the treatment of chronic periodontitis pocket depth le 6 mm Forty five patients chronic periodontitis pocket depth le 6 mm were scaled and root planed prior to baseline measurement BOP PPD CAL and evaluated on weeks 4 Subgingival application with 3 H2O2 produced a significant reduction in BOP PPD and CAL compared to the control Key words Gingival bleeding on probing probing pocket depth clinical attachment loss scaling and root planing subgingival application 3 H2O2 "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33114
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jocelin Tania Kusnadi
"Periodontitis merupakan salah satu penyakit gigi dan mulut yang umum diderita penduduk dunia. Klasifikasi penyakit periodontitis direvisi pada tahun 2017, menggabungkan periodontitis kronis dan periodontitis agresif menjadi periodontitis yang memiliki tiga dimensi untuk menjelaskan periodontitis. Data epidemiologi penyakit periodontitis menggunakan klasifikasi terbaru dapat digunakan sebagai informasi dalam menyusun rencana pencegahan dan penanganan penyakit periodontitis. Data tersebut masih belum ada di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui distribusi penyakit periodontitis menggunakan klasifikasi penyakit periodontal tahun 2017 di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Periode 2014-2017.
Metode: Penelitian deskriptif data sekunder dengan subjek 392 rekam medik.
Hasil: Penyakit periodontitis terbanyak menurut pembagian staging adalah stage 3 (52,2%) dan stage 4 (35,8%), menurut pembagian grading adalah grade A (60,4%), dan menurut distribusi dan perluasan adalah generalis (82,6%).
Kesimpulan: Klasifikasi terbaru periodontitis tahun 2017 memberikan detil yang lebih baik dalam menggambarkan kondisi rongga mulut pasien. Penyakit periodontitis terbanyak menurut klasifikasi tahun 2017 adalah stage 3 grade A generalis.

Periodontitis is one of the most common oral disease infected world citizen. Periodontitis classification was revised in 2017, which merge chronic periodontitis and aggressive periodontitis into periodontitis with three dimensions as descriptor. Epidemiology information of periodontitis can be used as information for prevention and treatment plan of periodontitis. In Indonesia, there is no data about the new classification.
Objective: Discover the distribution of periodontitis at Periodontal Clinic RSKGM FKG UI 2014-2017.
Methods: Descriptive study using 392 medical records as subjects.
Results: The most common periodontitis based on staging is stage 3 (52,2%) and stage 4 (35,8%), grade A (60,4) based on grading, and generalized (82,6%) based on distribution and extent.
Conclusion: The new periodontitis classification in 2017 gives better detail in describing patient oral cavitiy condition. The most common periodontitis based on 2017 classification is stage 3 grade A generalized.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florencia Natasya Putri Saraswati
"Latar Belakang: Rokok merupakan salah satu faktor risiko utama periodontitis dengan peningkatan resiko sebesar 2 hingga 8 kali lipat lebih tinggi terkait resiko kehilangan perlekatan klinis. Namun, belum ada penelitian mengenai distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis pada perokok terutama di Indonesia.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis dengan parameter kehilangan perlekatan klinis pada perokok.
Metode: Penelitian observasi deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 138 rekam medik dengan subjek periodontitis kronis yang merokok di klinik integrasi RSKGM FKG UI periode 2010 sampai 2017.
Hasil: Subjek merupakan 56 perokok ringan, 45 perokok sedang, dan 37 perokok berat. Frekuensi periodontitis kronis tertinggi terjadi pada rahang bawah pada perokok ringan (54,4%), serupa pada perokok sedang (53,34%), serta perokok berat (51,48%). Posterior maksila mengalami periodontitis kronis tertinggi pada perokok ringan (31,21%), sedang (28,44%), dan berat (30,28%). Premolar mengalami periodontitis kronis tertinggi pada perokok ringan (30,24%), sedang (30,29%) dan berat (31,21%). Elemen gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi adalah gigi 33 pada perokok ringan (4,68%), gigi 43 pada perokok sedang (4,79%), dan pada perokok berat adalah gigi 34 (4,59%). Frekuensi kehilangan perlekatan klinis tertinggi pada perokok ringan adalah sisi mesial gigi 42 (1,44%), pada perokok sedang adalah sisi mesial gigi 41 (1,45%), dan pada perokok berat adalah sisi mesial gigi 43 (1,39%).
Kesimpulan: Periodontitis kronis pada perokok paling banyak terjadi pada rahang bawah, regio posterior maksila, dan kelompok gigi premolar. Elemen gigi dengan periodontitis kronis terbanyak terdapat pada gigi 33, gigi 43, dan gigi 34. Sisi dengan frekuensikehilangan perlekatan klinis tertinggi pada penderita periodontitis kronis adalah sisi mesial gigi 42, sisi mesial gigi 41, dan sisi mesial gigi 43.

Background: Cigarette smoking is one of the main risk factors for periodontitis with an increased risk of 2 to 8 times higher in clinical attachment loss. However, no study has examined the distribution of each element of tooth that has chronic periodontitis in smokers, especially in Indonesia.
Objective: Determine the distribution of affected teeth with chronic periodontitis in smoker with clinical attachment loss as a parameter.
Method: This retrospective descriptive observational study was conducted using 138 periodontal medical records of smokers chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI periode of 2010 to 2017.
Results: Subjects consisted of 56 light smokers, 45 moderate smokers, and 37 heavy smokers. The frequency of chronic periodontitis is higher in lower jaw teeth (54,4%), and similar to moderate smokers (53,34%), and heavy smokers (severe category) (51,48%). Posterior maxilla is the highest frequency in light smokers (31,21%), also in moderate smokers (28,44%), as well as in heavy smokers (30,28%). The premolar group (30,24%) has highest periodontitis in light smokers, as in moderate smokers (30,29%) and in heavy smokers (31,21%). The most frequent tooth affected by chronic periodontitis in light smokers is lower left canine (4,68%), while in moderate smokers is lower right canine (4,79%), and in heavy smokers is lower first premolar (4,59%). The highest frequency of clinical attachment loss in light smokers patient is the mesial surface of lower right lateral incisor (1,44%), in moderate smokers is the mesial surface of lower right central incisor (1,45%), and in heavy smokers is the mesial surface of lower right canine (1,39%).
Conclusion: Chronic periodontitis in smokers mostly occurs in the lower jaw, posterior maxilla region, and in the premolar group. Element of tooth most frequently affected by chronic periodontitis are lower left canine, lower right canine, and lower first premolar. The surface of the teeth with most clinical attachment loss are mesial surface of lower right lateral incisor teeth, the mesial side of lower right central incisor, and the mesial side of lower right canine.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Puspita Dewi
"Periodontitis adalah penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik, sehingga menghasilkan kerusakan pada jaringan periodontal. Kondisi sistemik dan peningkatan usia akan memengaruhi jaringan periodontal karena adanya perubahan sistem pertahanan imun dan inflamasi tubuh. Klasifikasi penyakit periodontal terus mengalami perkembangan. Klasifikasi yang masih digunakan saat ini adalah klasifikasi dari American Academy of Periodontology (AAP) tahun 1999. Setelah hampir dua puluh tahun klasifikasi AAP 1999 digunakan di dunia, ternyata dalam penggunaannya di klinik banyak terdapat berbagai kekurangan. Pada 2017, AAP mempublikasikan klasifikasi terbaru mengenai penyakit serta kondisi periodontal dan periimplan. Periodontitis diklasifikasikan berdasarkan stage dan grade. Penelitian mengenai distribusi periodontitis berdasarkan penyakit periodontal dengan klasifikasi AAP tahun 2017 belum dilakukan di Indonesia, terutama distribusi berdasarkan kondisi dan penyakit sistemik pasien serta hubungannya dengan usia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi periodontitis serta hubungannya dengan usia menurut klasifikasi penyakit periodontal berdasarkan AAP 2017 pada pasien dengan kondisi dan penyakit sistemik di RSKGM FKG UI. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analitik cross sectional untuk distribusi penyakit periodontal pada pasien dengan kondisi dan penyakit sistemik serta hubungannya dengan usia menurut klasifikasi penyakit periodontal berdasarkan AAP 2017 yang didapat dari 331 rekam medis RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2014-2019. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS dengan analisis univariat yang dilakukan untuk menggambarkan distribusi serta analisis bivariat Kendall untuk menggambarkan korelasi stage dan grade dengan usia. Berdasarkan hasil penelitian, persentase klasifikasi periodontitis tertinggi pada seluruh subjek penelitian adalah stage III grade C (39,9%), pada subjek dengan kondisi merokok adalah stage III grade C (52,7%), serta pada subjek penelitian dengan diabetes mellitus, hipertensi adalah stage III grade B, dengan persentase secara berurut 45,8% dan 45,7%. Pada pasien dengan kondisi dengan penyakit sistemik, peningkatan usia berbanding lurus dengan stage periodontitis dan berbanding terbalik dengan grade periodontitis. Kesimpulan yang bisa ditarik dari penelitian ini yakni klasifikasi AAP 2017 menjelaskan periodontitis lebih spesifik karena mempertimbangkan tingkat keparahan, riwayat progresi periodontitis, kemungkinan risiko progresi periodontitis di masa mendatang, serta penilaian risiko penyakit dapat mempengaruhi kondisi tubuh secara umum, klasifikasi ini dapat digunakan pada RSKGM FKG UI.

Periodontitis is an inflammatory disease caused by specific microorganisms, resulting in damage to the periodontal tissue. Systemic conditions and aging will affect the periodontal tissue due to changes in the immune defense system and inflammation of the body. Classification of periodontal disease continues to develop. The classification that is commonly used today is the classification from the American Academy of Periodontology (AAP) in 1999. After almost twenty years of AAP 1999 classification used worldwide, it turns out that there were many shortcomings in its use. In 2017, AAP published the latest classification of diseases and periodontal and periimplinary conditions. Periodontitis is classified by stage and grade. Research on the distribution of periodontitis based on periodontal disease with AAP classification in 2017 has not been conducted in Indonesia, especially distribution based on the condition and systemic disease of patients as well as its relationship with age. This study was conducted to determine the distribution of periodontitis and its relationship with age according to the classification of periodontal diseases based on AAP 2017 in patients with systemic conditions and diseases in the RSKGM FKG UI. This study uses descriptive analytic cross-sectional analysis for the distribution of periodontal disease and its correlation with aging in patients with systemic conditions and diseases based on AAP 2017 classification of periodontal diseases which obtained from 331 medical records of RSKGM FKG UI in the 2014-2019 visit. Data analysis in this study was carried out using SPSS with univariate analysis conducted to describe the distribution and bivariate analysis of Kendall to describe stage and grade correlation with age. Based on the results of the study, the highest percentage of periodontitis classification in all study subjects was stage III grade C (39.9%), in subjects with smoking conditions was stage III grade C (52.7%), and in research subjects with diabetes mellitus, hypertension is stage III grade B, with sequential percentages of 45.8% and 45.7%. In patients with systemic condition and disease, increases of age are directly proportional to stage periodontitis and inversely proportional to grade periodontitis. The conclusion that can be drawn from this research is that the 2017 AAP classification explains periodontitis more specifically because it considers the severity, history of periodontitis progression, possible risk of progression of periodontitis in the future, and assessment of disease risk can affect general body condition, this classification can be used in RSKGM FKG UI."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Widyastuti
"Latar Belakang: Informasi diagnostik tinggi tulang bukal atau lingual dari radiograf sangat penting untuk menegakkan diagnosis, rencana perawatan dan prognosis periodontitis. Destruksi tulang alveolar pada pasien periodontitis tidak hanya terjadi pada interproksimal melainkan juga mencakup permukaan bukal dan/atau lingual yang berada pada dimensi ketiga di radiograf konvensional. Destruksi yang terjadi di bukal dan/atau lingual tidak dapat terlihat secara langsung dari radiograf dua dimensi.
Tujuan: Untuk memperoleh signifikansi hasil evaluasi sisa tulang bukal atau lingual secara klinis dibandingkan dengan prakiraannya secara radiografis.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 68 rekam medis dan radiograf intraoral gigi molar satu atau dua rahang bawah dengan evaluasi kehilangan tulang 2 sampai 6 mm atau secara radiografis digolongkan moderate. Evaluasi secara klinis menggunakan data kehilangan perlekatan, dan secara radiografis dengan menghitung jarak dari CEJ (cementoenamel junction) ke defek tulang bukal dan/atau lingual. Analisis statistik dilakukan dengan uji Wilcoxon.
Hasil: Nilai rata-rata pengukuran secara klinis adalah 4,28±0,99 mm dan secara radiografis adalah 3,97±1,13 mm. Rentang perbedaan hasil evaluasi prakiraan radiografis dan klinis berkisar antara 0-1,9 mm dengan rata-rata perbedaan sebesar 0,31±0,50 mm.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara hasil evaluasi prakiraan sisa tulang bukal dan/atau lingual secara radiografis dibandingkan klinis, dengan kecendrungan tinggi tulang secara radiografs tidak separah kondisi klinisnya yaitu lebih rendah 0 – 1.9 mm.

Background: Radiographs provide diagnostic information of the buccal and lingual bone height that is essential in the diagnosis, treatment plan, and prognosis of periodontitis. Alveolar bone loss in periodontitis patients does not only occur at proximal areas but also involves the third dimensional aspects at the buccal and/or lingual two-dimensional radiographs.
Objective: To acquire the significancy of the remaining buccal or lingual bone height assessed clinically in comparison with the radiographc estimation.
Method: The cross sectional study was conducted on 68 medical records and intraoral radiographs of the lower first or second molar with moderate 2-6 mm alveolar bone loss. Clinical evaluation was performed using the loss of attachments data at the buccal and/or lingual surface, and the radiographic assessment was done by calculating the distance from CEJ (cementoenamel junction) to buccal and/or lingual bone defects. The datas were then analysed using the Wilcoxon test.
Results: The average value of clinical compared to radiographic measurement was 4.28±0.99 mm and 3.97±1.13 mm consecutively. The difference between the estimated radiographic and clinical evaluation results was varied between 0-1.9 mm with the average difference value of 0.31±0.50 mm.
Conclusion: There was a significant difference between the estimated evaluation results of the remaining buccal and/or lingual alveolar bone height evaluated clinically compared to the radiographic estimation, with a tendency that the estimated height of the radiographic assessment was not as severe as its clinical condition by 0-1.9 mm.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Anneta Artha Lidwina Malau
"Latar Belakang: Kista periapikal atau dapat disebut juga dengan kista radikular atau kista periodontal apikal merupakan lesi yang umum ditemui pada praktik kedokteran gigi. Kista periapikal merupakan kista odontogenik yang terjadi akibat adanya inflamasi, dengan dinding lesi yang berasal dari residu epitel odontogenik rests of Malassez pada ligamen periodontal. Tingginya prevalensi kista periapikal dibandingkan dengan kista odontogenik lainnya dan belum adanya penelitian terbaru mengenai distribusi dan frekuensi kista periapikal berdasarkan usia, jenis kelamin, elemen gigi, posisi, kondisi gigi, dan perawatannya di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia melatar belakangi penelitian ini. Tujuan: Mengetahui distribusi dan frekuensi kista periapikal di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia periode Januari 2018 – Desember 2019. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif restrospektif menggunakan data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 4.163 rekam medik pasien bedah mulut di RSKGM FKG UI periode 2018-2019, terdapat 23 pasien dengan kista periapikal. Kesimpulan: Frekuensi distribusi kista periapikal terbanyak adalah pada kelompok usia 21-30 tahun (39,1%), lebih banyak ditemukan pada pasien perempuan (69,6%), gigi insisif lateral rahang atas adalah gigi terlibat dengan frekuensi distribusi terbanyak (33,3%), lokasi paling banyak adalah pada apikal gigi terlibat (77,8%), kondisi gigi terlibat yang paling sering ditemukan adalah nekrosis pulpa (63,0%), dan perawatan saluran akar adalah perawatan yang paling sering dilakukan (22,2%).

Background: Periapical cyst or often known as radicular cyst or apical periodontal cyst is a lesion often found in dental practice. Periapical cyst is an odontogenic cyst of inflammatory origin with an epithelial wall originating from the epithelial rests of Malassez found in the periodontal ligament. Its high prevalence compared to other types of odontogenic cyst and the absence of recent study of its distribution and frecuency based on age, gender, tooth element, position, condition of involved teeth, and treatment of choice render the need of further study about it. Objective: This study aims to determine the distribution and frecuency of periapical cyst in Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut Faculty of Dentistry University of Indonesia 2018-2019 period. Methods: Retrospective descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: 23 patients with periapical cysts were found from the total of 4,163 medical records of patients receiving treatments at the Oral and Maxillofacial Surgery Department at RSKGM FKG UI in 2018-2019 period. Conclusion: The frequency and distribution of periapical cyst is mostly found in the third decade of life (39,1%), found more in female patients (69,6%), more often involved maxillary lateral incisive (33,3%), position of the cysts are mostly found at the apical of involved teeth (77,8%), the involved teeth condition are more often pulp necrosis (63,0%), and endodontic treatment is the more chosen treatment (22,2%)."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonang Basuki Suroyudho
"GroEL merupakan faktor virulensi Prevotella intermedia (Pi), khususnya pada patogenesis infeksi oral. Namun, kualitas dan kuantitas ekspresi mRNA GroEL Pi (EMGP) pada infeksi periodontal (SPK) dan periimplan sehat (SIGS) belum diketahui. Penelitian ini menganalisis intensitas EMGP isolat plak pada dua subjek kondisi oral tersebut. Pi pada plak dari dua subjek tersebut dideteksi dan disemikuantifikasi secara PCR, berdasarkan hasil kultur (6 dan 11 hari). Hasil menunjukkan EMGP dari dua sumber klinis terdeteksi dengan kualitas setara dan kuantitas EMGP pada SPK lebih tinggi daripada SIGS serta EMGP kultur 11 hari lebih tinggi daripada kultur 6 hari, walaupun tidak berbeda bermakna (p>0,05).

GroEL is Prevotella intermedia (Pi) virulence factor, especially in oral infection pathogenecity. Nevertheless, quality and quantity of mRNA GroEL Pi expression (MGPE) in periodontal infection (CP) and healthy periimplant (HDI) aren't well-studied. This research analyzed MGPE intensity within plaque-isolates in those oral-conditions subjects. Pi from subjects is detected and semiquantified by PCR, regarding to culture-time (6 and 11 days-old). Data shown that MGPE from two subjects are detected within the same quality and MGPE quantity in CP is higher than in HDI, furthermore MGPE quantity of 11 days-old culture is higher than 6 days-old culture, even it's not significant (p>0,05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S44772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salzabilla Wahyu Putri
"Latar Belakang: Periodontitis adalah penyakit yang memengaruhi jaringan pendukung gigi seperti kerusakan tulang alveolar, dan diderita oleh sebagian besar populasi manusia di dunia. Periodontitis terbagi menjadi periodontitis terlokalisasi dan periodontitis menyeluruh. Dalam menentukan diagnosis penyakit periodontitis diperlukan pemeriksaan radiografis untuk mengevaluasi perubahan tinggi tulang, terutama pada tulang alveolar. Radiograf panoramik dapat digunakan dalam pemeriksaan full-mouth dengan paparan radiasi yang lebih sedikit.
Tujuan: Memperoleh nilai rata-rata persentase sisa tinggi tulang alveolar gigi molar mandibular pasien periodontitis menyeluruh usia 26-50 tahun pada radiograf panoramik.
Metode: Pengukuran persentase sisa tinggi tulang alveolar pada 45 sampel radiograf panoramik konvensional dan digital usia 26-50 tahun di RSKGM FKG UI.
Hasil: Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada pasien penyakit periodontitis menyeluruh dengan rentang usia 26-50 tahun sebesar 75,2% ± 10,2%. Persentase sisa tinggi tulang alveolar pada gigi molar 1 rahang bawah sebesar 72,2% ± 8,4% di permukaan mesial dan 76,4% ± 8,0% di permukaan distal, serta pada gigi molar 2 rahang bawah sebesar 76,8% ± 8,5% di permukaan mesial dan 76,5% ± 12% di permukaan distal. Rata-rata persentase permukaan mesial sebesar 73,9% dan persentase sisa tulang distal sebesar 76,5%.
Kesimpulan: Persentase kehilangan tulang pada permukaan mesial gigi molar 1 dan 2 penderita periodontitis sedang/parah pada usia 26-50 tahun lebih tinggi daripada permukaan distal.

Background: Periodontitis is a disease that affects the supporting tissue of the teeth such as alveolar bone decay and affects most of human population in the world. Periodontitis is classified into localized periodontitis and generalized periodontitis. In diagnosing periodontitis disease, radiographic examination is needed to evaluate the changes in bone height, especially in alveolar bone. Panoramic radiograph can be used in full-mouth examination with less radiation exposure.
Objective: To obtain average percentage of remaining alveolar bone of mandibular molars in generalized periodontitis patients aged 26-50 years on panoramic radiograph.
Methods: Measuring the percentage of remaining alveolar bone in 45 conventional and digital panoramic radiograph samples aged 26-50 years at RSKGM FKG UI.
Result: The percentage of remaining alveolar bone in patients with generalized periodontitis aged 26-50 years was 75.2% ± 10.2%. The percentage of remaining alveolar present in mandibular 1st molar was 72.2% ± 8.4% on the mesial surface and 76.4% ± 8.0% on distal surface, and in mandibular 2nd molar it was 76.4% ± 8.0% on mesial surface and 76.5 ± 12% on distal surface. The average percentage on mesial surface was 73.9% and the percentage of the remaining distal bone was 76.5%.
Conclusion: The percentage of bone loss on mesial surface of 1st and 2nd molars in patients with moderate/severe periodontitis aged 26-50 years was higher than on the distal surface.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>