Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156846 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atie Tri Juniati
"ABSTRAK
Integrasi pola pengelolaan sumber daya air (PSDA) ke dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) sangat diperlukan untuk meminimalisir dampak perubahan pemanfaatan ruang dan mempertahankan daya dukung lingkungan hidup. Penelitian ini bermaksud mengintegrasikan pola pengelolaan sumber daya air ke rencana tata ruang wilayah. Permasalahan yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah cara menghitung ketersediaan dan kebutuhan air pada Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, yang diamanatkan dalam lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009. Cara menghitung ketersediaan air telah diuraikan dalam Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, namun, metode yang digunakan untuk menghitung ketersediaan air (KA) tersebut kurang tepat, karena menggunakan rumus rasional. Permasalahannya adalah bahwa, selama ini metode rasional dikembangkan untuk menghitung debit rencana saluran drainase untuk daerah kecil dengan waktu konsentrasi yang singkat. Metode rasional pada dasarnya adalah metode perhitungan debit puncak. Oleh karena itu, perlu dicari model lain yang banyak dikenal dan digunakan di Indonesia yang mampulaksana untuk untuk memperkirakan ketersediaan air dalam penyediaan air baku air minum sebuah kota. Berdasarkan permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah, untuk mewujudkan integrasi Pola PSDA ke RTRW melalui cara penghitungan potensi ketersediaan air di suatu wilayah pada Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah, yang terdapat dalam lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 17 tahun 2009. Melalui tinjauan pustaka tentang metode mengestimasi potensi KA, disimpulkan bahwa, metode yang paling mendasar untuk menghitung KA adalah metode neraca air (NA). Untuk itu kemudian ditetapkanlah kriteria pemilihan model NA, yang disesuaikan dengan kriteria mampu laksana. Kriteria mampu laksana, dalam arti, model estimasi potensi KA ini akan bisa digunakan oleh para perencana RTRW dengan mudah dan hasilnya bisa dipertanggung jawabkan. Melalui kajian pustaka dan hasil survei wawancara mendalam kepada para pengguna model, kemudian dipilihlah tiga model neraca air hidrologi yaitu model Mock, SCS-CN dan SWAT sebagai alternatif modul untuk estimasi KA. Kemudian dilakukan uji coba model. Uji coba model hidrologi ini dimaksudkan untuk memahami karakteristik model dan menentukan tingkat kesulitannya. Hasil uji coba model hidrologi untuk estimasi potensi ketersediaan air di DAS Cisadane hulu diperoleh kesimpulan bahwa pola hubungan yang erat antara hasil prediksi model dengan hasil observasi lapangan, dimana nilai koefisien determinasi (R2) model Rasional 0.66, dari model Mock 0.69, dari model SCS-CN0.62 dan dari model SWAT diperoleh nilai R2= 0.68. Artinya model hidrologi tersebut dapat digunakan untuk simulasi KA. Dalam penelitian ini kebutuhan air juga dihitung sesuai dengan kegiatan RTRW kota Bogor tahun 2014. Hasil perhitungan Daya dukung air untuk kota Bogor tahun 2004-2008 menunjukkan kondisi surplus.
Berdasarkan uji coba 3 (tiga) model hidrologi kemudian disusun instrumen penelitian (kuesioner) dengan variabel dan indikator kemampulaksanaan model hidrologi. Variabel yang akan diteliti adalah karakteristik model hidrologi, sedangkan model hidrologi yang akan diteliti adalah Rasional, Mock, SCS-CN dan SWAT. Indikator karakteristik model adalah a) kemudahan pencarian dan persiapan data untuk input model, b) kemudahan model menghitung komponen neraca air, c) kehandalan model dan d) kemudahan mendapatkan perangkat pendukung model serta e). kondisi sumber daya manusia (SDM). Instrumen disampaikan kepada pengguna model yaitu, a) staff sumber daya air Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, b) Konsultan keairan dan c) dosen teknik sipil keairan. Jawaban responden mengenai pencarian dan persiapan data untuk untuk input model adalah bahwa model SWAT dinyatakan paling mudah dengan nilai rata-rata tingkat kemudahan 1.93. Dalam menghitung neraca air, responden menyatakan bahwa SWAT paling mudah menghitung komponen neraca air, dengan nilai rata-rata tingkat kemudahan 1.88. Sedangkan dari indikator kehandalan model, Mock mendapat nilai tingkat kemudahan 2.0, paling mudah diantara 3 model lainnya. Artinya, menurut responden, kalibrasi dan validasi model Mock dinilai paling mudah. Sedangkan dalam hal kemudahan mendapatkan perangkat pendukung, responden menyatakan perangkat pendukung model SWAT adalah yang paling mudah diperoleh.
Prosedur untuk mengases kemampulaksanaan model hidrologi dalam estimasi potensi ketersediaan air untuk RTRW menggunakan Indikator i) ketersediaan data, ii) kemampuan menghitung NA, iii) kehandalan model dan iv) kemudahan mendapatkan perangkat pendukung model serta v) kesiapan sumber daya manusia, sudah diujicobakan pada lokasi studi DAS Cisadane hulu, dan dengan responden para pengguna model hidrologi.

ABSTARCT
The integration of water resource management pattern with regional spatial plan is needed in minimizing the effect of adjustments of spatial use and in sustaining the carrying capacity of the environment. This study aims to integrate water resource management pattern with regional spatial plan. It addresses the problem in calculating water availability and water needs in the Guidance for Determining Environmental Carrying Capacity in Regional Spatial Planning, mandated in the Annex of Regulation of the Minister for Environment No 17/2009. The Guidance outlined a method of determining water availability which is based on rational modeling. The use of rational model as a foundation in this case is problematic since the rational model was developed to calculate discharge plans for drainage channels in small areas and in short time concentrations. The rational method is, in essence, a peak discharge calculation method. There is a need to find other model that is widely known and widely used in Indonesia capable of determining the water availability to supply standard drinking water of a city.
Based on the problem, the objective of this study is to integrate water resource management pattern with regional spatial planning through the calculation of water availability potential in a region in the Guidance for Determining Environmental Carrying Capacity in Regional Spatial Planning, found in the Annex of the Regulation of the Minister for Environment No. 17/2009. Through a literature review on the methods on estimating water availability potential, the water balance method is found to be the most fundamental method in water availability estimation. A set of criteria for water balance model selection is established based on a workability criteria. Workability criteria is determined based on the ease of use of the model and the validity of its results.
Through literature review and in-depth interview survey result of model users, three hydrological water balance models are selected as alternative models for water availability estimation. The three models are the Mock, SCS-CN, and SWAT. A series of test-run is done using the three models to understand their characteristics and determine their levels of ease of use. From the test-runs of the hydrological models in estimating water availability potential in Upper Cisadane River Basin Area, the study found a close relation between the result of model prediction and field observation, where determining coefficient value R2 of the rational model, Mock model, SCS-CN model and SWAT model are found to be 0.66, 0.69, 0.62, and 0.68, respectively. The numbers suggest that the hydrological models are fit for water availability simulation.
This research then calculate water needs based on regional spatial planning activities of Bogor City in 2014. The calculation result of water carrying capacity of Bogor City in the years 2004-2008 indicated a condition of surplus.
Based on the test-runs of the three hydrological model, a research instrument (questionnaire) is developed by using variables and workability indicators of hydrological models. The variables of interest are hydrological model characteristics, while the hydrological models of interest are the rational, Mock, SCS-CN, and SWAT models. The indicators for model characteristics are a) the ease of data collection and preparation for model inputs, b) the ease of water balance components calculations, c) model reliability, d) the ease of obtaining model support devices, and e) human resource conditions. These instruments are conveyed to model users as respondents: a) members of staff in the Ministry of Public Works and Spatial Planning, b) water consultants, and c) water engineers and academics. The result of respondent survey on the indicator of the ease of data collection and preparation for model input, SWAT is scored as the easiest to use with ease of use value of 1.93. On water balance calculation, the SWAT is scored as the easiest to use with a value of 1.88. On water reliability indicator based on the ease of model calibration and validation, the Mock scored as the easiest with a value of 2.0. On the ease of obtaining support device, the respondents choose SWAT as the easiest.
The procedure to assess the usability of hydrological model in estimating water availability potential for regional spatial planning using five indicators of i) data availability, ii) water balance calculation capability, iii) model reliability, iv) ease of obtaining model support devices, and v) human resources readiness is already tested in Upper Cisadane river basin and underwent a survey of hydrological model users as respondents"
2020
D2696
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kurniawan
"Tujuan dari penelitian ini adalah mengaplikasikan metode perhitungan daya dukung sumber daya air untuk kasus daerah perkotaan padat penduduk dan daerah pedesaan. Metode daya dukung sumber daya air yang digunakan adalah metode rasional dan metode kesetimbangan air. Status daya dukung sumber daya air ditentukkan dengan membandingkan ketersediaan dan kebutuhan sumber daya air.
Hasil penelitian menunjukan bahwa status daya dukung sumber daya air berdasarkan kedua metode tersebut menunjukan status defisit pada daerah perkotaan, namun surplus pada daerah perdesaan. Dalam skala yang lebih kecil status ini bervariasi secara spasial. Verivikasi di lapangan menunjukan status daya dukung sumber daya air bertolak belakang dengan hasil perhitungan dengan kedua metode. Daerah perdesaan yang surplus ternyata di lapangan mengalami defisit, dan juga sebaliknya pada daerah perkotaan.

The purpose of this research is to apply the method of calculation capacity of water resources for cases urban areas high populated and rural areas. This research used rational method and water balance method. Status of capacity of water resources determained by comparing the availability and commodity of water resoources.
The results of the study showed that status of capacity of water resources base on both method showed status the deficit in the urban areas, but there was a surplus for rural areas. On a smaller scale this status varying in spatial. Field verification shown status capacity water resources in contrast with the calculation on with both method. Rural areas that surplus it appeared in the field suffered a deficit, and also in urban areas.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2016
S62014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Erikson Roy Pratama
"ABSTRAK
Kecamatan Cibinong dapat definiskan sebagai kawasan perkotaan dan juga menjadi ibu kota Kabupaten Bogor. Kawasan ini berada di wilayah middle stream (DAS Ciliwung & DAS Cikeas) dan bagian dari Daerah Tangkapan Air (DTA) Bogor sekitarnya. Proses pengkotaan yang terjadi di Kecamatan Cibinong berdampak pada permasalahan penyediaan air. Perlu kajian terhadap status daya dukung air (DDA) di kawasan Perkotaan Cibinong untuk menunjukan gambaran keberlanjutan keberadaan air di kawasan Perkotaan Cibinong di masa depan. Dalam studi ini menekankan pada faktor yang mempengaruhi status DDA. Faktor tersebut meliputi ketersediaan air (supply) yang dilihat perubahan tutupan lahan DTA, dan prediksi curah hujan, serta analisis prediksi kebutuhan air perkotaan (demand) yang didasarkan pada proyeksi penduduk. Metode yang digunakan pada studi ini adalah kuantitatif yang dibantu dengan aplikasi Arc GIS, dan Idrisi Selva. Dari hasil yang didapatkan bahwa terdapat pengaruh tutupan lahan terbangun terhadap ketersediaan air maupun pengaruhnya terhadap DDA di kawasan perkotaan. Pengaruh tersebut menyebabkan penurunan ketersediaan air dan berdasarkan prediksi kenaikan ketersedian air cenderung mengalami tren penurunan. Akibatnya status DDA di kawasan perkotaan Cibinong pada rentang tahun 2030-2035 mengalami status overshoot. Maka diperlukan usulan bentuk intervensi untuk mengantisipasi status DDA tersebut. Selain itu didapatkan hasil lain yang menunjukan bahwa pemerintah daerah dalam hal ini rencana tata ruang, belum sama sekali mengakomodir program yang mendukung penyediaan air perkotaan jangka panjang. Diharapkan dengan adanya kajian ini dapat dipergunakan sebagai acuan dalam pengembangan dan pengelolaan air di perkotaan Cibinong melalui gambaran status daya dukung air yang dilihat dari hubungan ketersediaan dengan kebutuhan berdasarkan prediksi masa depan.

Cibinong Subdistrict can be defined as an urban area that has a function as the capital of Bogor Regency. This area is in the middle stream Ciliwung & Cikeas watershed and part of Bogor Catchment Area. Urban Development has impact on water problems experienced.. There needs to be a study of the status of water carrying capacity in the Cibinong urban area to showing a picture of the sustainability of water availability in the future. Point of this research is factors that affect the status of water carrying capacity such as water supply seen from the catchment area, the rainfall plan, and analyzing water needs from estimates population projection (demand). For water catchment areas based on predictions of trends in land cover change. The method used in this research is quantitative and assisted by GIS Arc, and Idrisi Selva applications. The results of this research obtained about the status of water carrying capacity in the Cibinong urban area in 2030-2035 is overshoot. Therefore an intervention is needed to anticipate status of water carrying, first intervention is control development based on value of water carrying capacity, second intervention is use Water Sensitive Urban Design (WSUD) approach with rainwater harvesting techniques (rain barrels), and the last intervention is improved management of surface water (small lake). Other results obtained which show local government in the case spatial plan has not yet accommodated programs that support long-term urban water supply. It is hoped that this study can be used as a reference in water development and management in urban Cibinong through an overview of the status of water carrying capacity as seen from the relationship of availability to needs based on future predictions."
2019
T53957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Salma Fadhila
"Puskesmas merupakan salah satu bentuk unit pelayanan kesehatan. Persediaan obatobatan di puskesmas butuh pengelolaan, pengawasan dan pengendalian yang baik. Hal ini bertujuan untuk melindungi persediaan obat-obatan dari resiko kehilangan ataupun kerusakan. Ketersediaan obat di puskesmas penting karena persediaan obat adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan puskesmas. evaluasi ketersediaan item obat dan Inventory Turn Over Ratio sebagai bentuk pengendalian stok obat dalam pelayananan kefarmasian. Tingkat ketersediaan item obat di Puskesmas Cakung terdapat 31 item obat dengan ketersediaan <1 bulan (stok kosong), 48 item obat dengan ketersediaan 2-11 bulan (stok kurang), 115 item obat dengan ketersediaan 12-18 bulan (stok aman), dan 61 item obat dengan ketersediaan > 18 bulan. Inventory Turn Over Ratio (ITOR) obat di Puskesmas Cakung terdapat 21 obat dengan nilai perputaran yang baik / sesuai standar, 154 obat dengan perputaran yang rendah, dan 44 obat dengan perputaran yang tinggi.

Puskesmas is a form of health service unit. The supply of medicines at community health centers requires good management, supervision and control. This aims to protect medicine supplies from the risk of loss or damage. The availability of medicines at community health centers is important because drug supplies are one of the factors that influence the quality of health center services. evaluate the availability of drug items and Inventory Turn Over Ratio as a form of drug stock control in pharmaceutical services. The level of availability of drug items at the Cakung Community Health Center is 31 drug items with availability < 1 month (out of stock), 48 drug items with availability 2-11 months (low stock), 115 drug items with availability 12-18 months (safe stock), and 61 drug items with availability > 18 months. Inventory Turn Over Ratio (ITOR) for drugs at the Cakung Community Health Center there are 21 drugs with good turnover values / according to standards, 154 drugs with low turnover, and 44 drugs with high turnover."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afif
"Perubahan iklim merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dewasa ini. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim adalah turunnya daya tahan tubuh. Turunnya daya tahan tubuh disebabkan karena abnormalitas pada sel darah putih yang menandakan adanya respons infeksi dan perubahan pola infeksi penyakit. Propolis merupakan salah satu senyawa resin yang dikumpulkan dari tanaman oleh lebah dan memiliki berbagai manfaat. Salah satu pengaruhnya adalah propolis memiliki efek imunomodulator terhadap tubuh. Dalam pemanfaatannya, propolis memiliki rasa dan bau yang kuat. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyamarkan sifat fisik propolis adalah dengan mengubahnya menjadi mikrokapsul dengan spray drying. Pemanfaatan mikrokapsul ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah pemanfaatan dengan cara fortifikasi pangan. Salah satu sediaan pangan yang telah difortifikasi dengan produk turunan lebah adalah biskuit. Pada penelitian ini, akan diketahui kadar senyawa bioaktif dari propolis, mengetahui senyawa penanda aktivitas imunomodulator, toksisitas dan pengaruh mikrokapsul propolis terhadap daya tahan tubuh in vivo, membuat sediaan pangan berupa biskuit yang difortifikasi propolis dan nilai gizinya, serta memodelkan scale up produksi biskuit dan mengetahui parameter ekonominya. Penelitian ini diawali dengan pengukuran senyawa fenol, flavonoid, dan antioksidan dari propolis mikrokapsul. Selanjutnya dilakukan pengujian toksisitas dan imunomodulator secara in vivo. Selain itu akan dilakukan pembacaan senyawa dengan alat LC/MS-MS. Setelah didapatkan dosis optimal, maka akan dilakukan produksi biskuit yang difortifikasi dengan propolis mikrokapsul dan dilakukan pengujian nilai gizinya. Tahapan terakhir adalah simulasi scale up produksi biskuit dan mengetahui parameter keekonomiannya dengan SuperPro Designer. Hasil dari penelitian ini adalah kandungan senyawa bioaktif propolis mikrokapsul fenol sebesar 3137,1±40,964 mg/kg, flavonoid sebesar 2714,103±38,728 mg/kg, dan antioksidan memiliki nilai IC50 sebesar 1209,89 ±20,2985 mg/kg. Berikutnya, terdapat empat senyawa pembacaan LC/MS-MS yang menjadi potensi penanda imunomodulator. Hasil berikutnya adalah propolis mikrokapsul mampu mempertahankan parameter hematologi dan differensial leukosit dan tidak ada pengaruh terhadap jumlah sel darah yang ada. Dalam scale up produksi didapatkan nilai modal adalah USD297.000,000/year, NPV memiliki nilai USD96.000, IRR adalah 17,89%, dam waktu payback selama 6,04 tahun.

ABSTRACT
Climate change is one of the problems faced today. One of the impacts arising from climate change is a decrease in endurance. The decreased immune system caused by abnormalities in white blood cells that indicate an infection response and changes in the pattern of infectious disease. Propolis is one of the resin compounds collected from plants by bees and has various benefits. One effect is propolis has an immunomodulatory effect on the body. In its use, propolis has a strong taste and smell. One method that can be used to disguise the physical properties of propolis is to convert it into microcapsules by spray drying. Utilization of microcapsules can be done in various ways, one of which is utilization by food fortification. One of the food preparations that have been fortified with bee-derived products is biscuits. In this study, it will be known levels of bioactive compounds from propolis, knowing the markers of immunomodulatory activity, toxicity and the effect of propolis microcapsules on immunity in vivo, making food preparations in the form of biscuits fortified with propolis and its nutritional value, and modelling the scale-up of biscuit production and knowing economic parameters. This research begins with the measurement of phenol compounds, flavonoids, and antioxidants from propolis microcapsules. Furthermore, in vivo toxicity and immunomodulatory testing is performed. Also, the compound will be read by utilizing of LC / MS-MS. After obtaining the optimal dose, biscuits fortified with propolis microcapsules will be produced and the nutritional value tested. The final stage is simulating the scale-up of biscuit production and knowing the economic parameters with SuperPro Designer. The results of this study are the content of the phenol microcapsules propolis bioactive compound amounted to 3,137.1 ± 40.964 mg/kg, flavonoids amounted to 2,714.103 ± 38.728 mg/kg, and antioxidants had an IC50 value of 1,209.89 ± 20.2985 mg/kg. Next, there are four LC / MS-MS reading compounds that are potential markers for immunomodulators. The next result is that the microcapsule propolis can maintain the haematological and differential parameters of leukocytes and there is no effect on the number of existing blood cells. In the scale-up of production, the capital value is USD297,000,000 / year, NPV has a value of USD96,000, IRR is 17.89%, and the payback time is 6.04 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudistiro
"Wilayah pegunungan menyediakan banyak layanan ekosistem untuk daerah sekitarnya dan dataran rendah. Wilayah Gunung Patuha terletak di Kabupaten Bandung, tepatnya di Kabupaten Ciwidey, Kabupaten Rancabali dan Kabupaten Pasirjambu. Salah satu jasa ekosistem yang ada di Gunung Patuha adalah Layanan Penyediaan Air. Pertumbuhan populasi yang intensif menyebabkan kebutuhan air meningkat secara drastis. Hasil air dari ekosistem atau daerah aliran sungai dapat diperkirakan dengan menggunakan model hidrologi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hasil air, baik besaran dan distribusi spasialnya, dari daerah tangkapan air Gunung Patuha. Hasil air dari daerah penelitian dihitung menggunakan model hasil air di InVEST (Penilaian Terpadu Jasa Ekosistem dan Pengorbanan), yang didasarkan pada pendekatan neraca air. Hasil menunjukkan bahwa volume hasil air di Gunung Patuha untuk 2018 adalah sekitar 1,202 juta m3 per tahun. Sub DAS Cipandak adalah penghasil air terbesar (117,5 juta m3 per tahun), diikuti oleh Sub DAS Cioleh-oleh (113,3 juta m3). Hasil air di lokasi penelitian memiliki nilai antara 21.429 hingga 31.857 m3/ha/tahun. Secara spasial, Sub-Daerah Aliran Sungai dengan volume hasil air yang tinggi ditemukan di sebelah tenggara Gunung Patuha, yang merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian lebih dari 1500 mdpl dan curah hujan rata-rata 2500 hingga 3300 mm per tahun. Daerah hasil air juga menunjukkan pola yang sama dengan bentuk daerah curah hujan.

Mountaineous region provides a lot of ecosystem services for surrounding area and lowland area. Patuha Mountain Region located in Bandung District, exactly in Ciwidey Sub-District, Rancabali Sub-District and Pasirjambu Sub-District. One of ecosystem services that exist in Patuha Mountain Region is Water Provisioning Services. Intensive population growth causing the need of water increase drasticly. The water yield from an ecosystem or watershed can be estimated using a hydrological model. This study aimed to obtain information about the water yield, both the magnitude and their spatial distribution, from the catchment areas of Patuha Mountain. The water yield from the study area was calculated using the water yield model in InVEST (the Integrated Valuation of Ecosystem Services and Tradeoffs), which based on the water balance approach. The results indicated that the volume of water yield in Patuha Mountain for 2018 is approximately 1.202 million m3 per year. Cipandak subwatershed is the largest water producer (117.5 million m3 per year), followed by Cioleh-oleh subwatershed (113.3 million m3). The water yield at the study site has a value between 21,429 to 31,857 m3/ha/year. Spatially, Sub-Watersheds with a high volume of Water yield are found in the southeast of Patuha Mountain, which is a mountainous area with an elevation of more than 1500 masl and rainfall averaging 2500 to 3300 mm per year. The water yield area also shows the same pattern with the shape of the rainfall area.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Analissa Huwaina
"Air bersih yang dilayani oleh perusahaan air bersih perpipaan khususnya wilayah permukiman nelayan pesisir Jakarta Utara masih terbatas. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak terlayani air bersih memilih mengandalkan air tanah sebagai sumber air. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kebutuhan air bersih berdasarkan perilaku, menganalisis kondisi fisik lingkungan, prasarana jaringan, menganalisis daya dukung air, dan menyusun skenario penyediaan air bersih. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan penyebaran kuesioner, dan analisis kondisi lingkungan serta daya dukung air. Analisis penelitian ini dengan metode matematis, deskriptif dan spasial. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian besar kelurga di permukiman nelayan menggunakan empat sumber air, dengan besar pengeluaran lebih dari 3% untuk membeli air. Sumber air bersih yang ada saat ini, status daya dukung saat ini sampai 2030 terlampaui. Analisis penelitian juga menghasilkan empat skenario penyediaan air hingga tahun 2030 untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

Clean water served by piped water companies, especially in the coastal fishing settlements of North Jakarta, is still limited. This causes people not served clean water to rely on groundwater as a water source. This study aims to analyze the need for clean water based on behavior, the physical condition of the environment, network infrastructure, carrying capacity of water, and develop scenarios for providing clean water. Research data was collected by distributing questionnaires and analyzing environmental conditions and water carrying capacity. Analysis of this research using mathematical, descriptive, and spatial methods. The results show that most families in fishing settlements use four water sources, with a large expenditure of more than 3% to buy water. The current source of clean water, the current carrying capacity status until 2030, is exceeded. The research analysis also resulted in four water supply scenarios until 2030 to meet the need for clean water."
Depok: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This book is designed to provide practical guidance for overcoming formulation challenges toward the end goal of improving drug therapies with poorly water-soluble drugs. Also, knowledge of the advanced analytical, formulation, and process technologies as well as specific regulatory considerations related to the formulation of these compounds is increasing in value. "
New York: Springer, 2012
e20401511
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Herjuna Rahman
"Air hujan dapat dinilai merugikan bagi suatu lingkungan perkotaan dalam tingkat yang besar, tetapi juga dapat bernilai bermanfaat, jika dikelola dengan baik untuk meningkatkan pemanfaatan kembali air oleh alam, dengan tujuan jangka panjang yaitu untuk dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang hidup pada daerah yang mengalami hujan tersebut. Oleh karena itu, program ?Water Balance Model? (WBM) yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah British Colombia, Kanada, digunakan untuk membandingkan antara volume air antara air hujan (total rainfall) dengan limpasannya (discharge) , begitu juga dengan jumlah infiltrasi yang dapat dihasilkannya, yang dapat ditingkatkan oleh penerapan teknologi Surface Enhancements dan Source Controls dari aplikasi Manajemen Air Hujan Perkotaan (Urban Rainwater Management).
Tujuan dari studi ini adalah untuk menguji kemampuan program WBM, yang hanya dapat diakses dari situs www.waterbalance.ca, dengan mengikuti semua tahapan yang diperlukan oleh program tersebut. Sebelum program WBM ini dapat diuji, diperlukan terlebih dahulu untuk mencari berbagai macam data yang dibutuhkan untuk dapat mengoperasikan program dengan benar, seperti antara lain data hujan, topografi, jenis tanah, penggunaan lahan (tipe & luas), dan penutup permukaan lahan, untuk dapat mewakili daerah yang akan ditinjau tersebut, dalam hal ini daerah perwakilan untuk Sub-DAS Sugutamu.
Data-data lain yang diperlukan adalah juga data mengenai teknologi source controls dan surface enhancements, dari teknologi Best Management Practice (BMP) yang mendukung konsep Low-Impact Development (LID), yang sudah tersedia oleh program WBM ini. Setelah pengumpulan semua data tersebut, program dapat digunakan dengan memasukkan semua data yang sudah diperoleh kedalam program WBM melalui situs program, dan melihat hasil yang keluar setelah program dijalankan, untuk selanjutnya dapat dianalisa. Hasil yang diperoleh dari seluruh perhitungan di dalam program akan berupa beberapa macam grafik.
Ada dua macam grafik yang dihasilkan tersebut, yaitu grafik Exceedance Summary, yaitu grafik yang menunjukkan jumlah limpasan yang terjadi dalam suatu jenjang waktu tertentu, dan juga Volume Sumamry, yaitu grafik yang memperlihatkan perbandingan antara volume limpasan total (Total Discharge) , dengan kehilangan total (Total Losses) , infiltrasi DAS (Catchment Infiltration) , dan infiltrasi dari teknologi source control (Source Control Infiltration) . Oleh karena program WBM ini masih di dalam masa percobaan, maka semua hasil yang diperoleh hanya berupa suatu hasil rekayasa saja untuk menguji kemampuan yang dimiliki oleh program WBM tersebut.

Rainwater can be considered harmful for an urban environment in excess amounts, but can also become valuable, if well managed to enhance the natural restoration of water within the environment, with the long-term objective for the restored water to be used by the local community living within the area of this rainfall. Therefore, the ?Water Balance Model? (WBM) program which was developed by the Local Government of British Colombia, Canada, is used to compare the volume of water between total rainfall and its discharge, along with the total infiltration which it can produce, which can be enhanced by applying Surface Enhancement and Source Control technology through the application of Urban Rainwater Management.
The main objective of this study is to test the abilities of the WBM program, which can only be accessed through ?Water Balance Model? website, which is www.waterbalance.ca, by following the specific steps needed by the program itself. Before the WBM program can be tested, several types of data is needed to properly operate this program, such as rainfall data, topographic data, soil type data, land use data (type & area), and surface type data, which can represent the area in which is to be observed, in this case the representation area of the Sugutamu Sub-River Basin.
Other data which is needed include data regarding source control and surface enhancement technology, from Best Management Practice (BMP) technology which supports the Low-Impact Development concept, which is already provided by the WBM program. After gathering all of the data, the program can be used by inputing all the required data into the WBM program through the program website, and seeing the results which are produced after the program is run, to be used for further analysis. The results which are produced from all calculations in the program are in the form of several different types of graphs.
There are two different types of graphs which are produced, which are the Exceedance Summary graph, which shows the amount of runoff which occurs in a certain time frame, as well as the Volume Sumamry graph, which shows the comparison between volumes of the Total Discharge, with the Total Losses, Catchment Infiltration, and Source Control Infiltration. Because the WBM program is still under testing, therefore all the results produced are only engineered results, to test the abilities of this WBM program.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S35328
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>