Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190386 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shesha Annisa Desrina
"ABSTRAK
Pengawasan obat di apotek merupakan bagian dari urusan pemerintahan konkuren yang dibagi antara Pemerintah Pusat, daerah Provinsi, dan daerah Kabupaten/Kota. Penyelenggaraan pemerintahan di daerah dilakukan dengan tiga asas yakni desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Dalam pembagian kewenangan pengawasan obat di apotek, adanya persinggungan antara kewenangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah yang berpotensi menghambat efektivitas pengawasan obat. Tulisan ini mengangkat permasalahan hubungan kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam pengawasan obat di apotek dan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan obat di apotek. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif melalui pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian disajikan dalam bentuk preskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengawasan obat di apotek seharusnya diselenggarakan dengan asas dekonsentrasi dengan tetap menempatkan kewenangan BPOM sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap obat di apotek. Oleh karena itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek perlu direvisi dengan menegaskan bahwa wewenang pengawasan obat merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, yakni BPOM. Sedangkan, Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengawasan terhadap izin apotek dan penyelenggaraan kegiatan di apotek yang tidak beririsan dengan kewenangan BPOM.

ABSTRACT
Drugs control in pharmacies is part of concurrent governmental affairs that are divided between the Central Government, the Provincial Region, and the Regency/City Region. The implementation of governance in the regions is carried out with three principles namely decentralization, deconcentration, and co-administration. In the distribution of drug control authority at the pharmacy, there is a conflict between the authority of the Central Government and the Regional Government which has the potential to hamper the effectiveness of drug control. This research raises the issue of the relationship between the authority of the Central Government and Local Governments in drug control in pharmacies and the efforts are made to improve the effectiveness of drug control in pharmacies. The research method used in this study is juridical-normative research through the statutory approach and the conceptual approach. The research results are presented in a prescriptive-analytical form. The results showed that drug control in pharmacies should be carried out with the principle of deconcentration while giving the authority of BPOM as an institution authorized to conduct drug control in pharmacies. Therefore, Regulation of the Minister of Health Number 73 Year 2016 concerning Pharmaceutical Service Standards in Pharmacy and Minister of Health Regulation Number 9 Year 2017 on Pharmacy needs to be revised by emphasizing that the authority of drug control is the authority of the Central Government, in this case is BPOM. Meanwhile, the Local Government has the authority to supervise the permit for pharmacies and supervise the activities in pharmacies that are not the authority of BPOM."
2020
T55063
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Widowati
"ABSTRAK
Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha pertambangan panas bumi diperlukan dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik good corporate governance dalam pengusahaan pertambangan panas bumi dan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan wewenang abuse of power Undang Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi telah membagi kewenangan pengusahaan panas bumi dan penerbitan Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi telah diserahkan kepada Pemerintah Pusat Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten Kota sesuai dengan kewenangannya yang disesuaikan dengan wilayah administrasi dimana potensi panas bumi tersebut berada Meskipun kewenangan pengusahaan panas bumi telah dibagi sampai dengan Pemerintah Daerah namun perlu diingat bahwa dimilikinya kewenangan dalam pengusahaan panas bumi juga mewajibkan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan pengawasan langsung dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan usaha pertambangan yang diterbitkannya tersebut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa Gubernur dalam kedudukannya sebagai wakil Pemerintah Pusat memiliki tugas dan wewenang pula untuk melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten kota Undang Undang Nomor 27 Tahun 2003 telah memberikan pula kewenangan kepada Menteri untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha pertambangan panas bumi yang dilakukan oleh Gubernur Bupati dan Walikota Namun sayangnya pembagian kewenangan tersebut tidak diikuti dengan pengaturan mengenai sanksi bagi pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewenangannya sesuai peraturan perundang undangan Hal yang demikian kiranya yang melatarbelakangi permasalahan terkait dengan pelaksanaan kewenangan pengelolaan sumber daya alam pada umumnya dan pengelolaan panas bumi pada khususnya kepada Pemerintah Daerah Kata kunci kewenangan panas bumi pembinaan dan pengawasan

ABSTRACT
Guidance and supervision of the implementation of the geothermal mining is necessary in order to realize good governance corporate governance in geothermal exploitation and to avoid abuse of power abuse of power Law No 27 Year 2003 on Geothermal has divided authority and publishing exploitation of geothermal Geothermal Mining Permit has been submitted to the Central Government Provincial Government and Regency City in accordance with the authority which is adapted to the administrative area where the geothermal potential located Although geothermal concession authority has been divided up by the regional government but keep in mind that it has the authority in geothermal exploitation also requires local governments to carry out direct supervision and is responsible for the implementation of the issuance of the mining business Law No 32 Year 2004 on Regional Government provides that the Governor in his capacity as representative of the Central Government also has the duty and authority to provide guidance and oversight for the regional administration of the district city Law No 27 of 2003 has also authorizes the Minister to direct and supervise the operation of the geothermal mining is done by the Governor the Regent and the Mayor But unfortunately the division of powers is not followed by sanctions for the regulation of local governments that do not run the appropriate authority legislation It is thus presumably the underlying problems associated with the implementation of natural resources management authority in general and in particular the management of geothermal energy to local government Keywords authority geothermal guidance and supervision"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam P.W.A. Wibowo
"Pengawasan terhadap sediaan farmasi adalah bagian dari tugas pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang sangat penting artinya bagi pembentukan sumber daya manusia Indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa, serta pembangunan nasional. Dalam konsideransnya, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Secara prinsip, terkait dengan sediaan farmasi skema pengaturannya dalam level Undang-Undang, telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Wewenang melakukan pengawasan sediaan farmasi di Indonesia meliputi pembentukan/penetapan regulasi, perijinan, pemeriksaan oleh petugas pengawas terhadap kegiatan membuat, mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan, monitoring dan evaluasi produk, dan tindakan administratif terhadap pelanggaran hukum serta penyidikan tindak pidana. Keberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang membagi urusan pemerintahan menjadi urusan pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang ketentuannya disharmoni dengan peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur pengawasan sediaan farmasi tersebut, menimbulkan permasalahan yang menghambat efektivitas pelaksanaan pengawasan sediaan farmasi.

The drugs (pharmaceutical preparation) regulation is part of the duty of the government to improve public health is very important for the development of human resources in Indonesia, increased resilience and competitiveness of the nation, as well as national development. In it's preamble, Act No. 36 of 2009 on Health states that health is a human right and one of the elements of well-being that must be realized in accordance with the ideals of the nation of Indonesia as referred to in Pancasila and the Constitution of 1945. In principle, related to pharmaceutical regulation in the scheme of Legislation, has stated in Law No. 36 Year 2009 on Health, Law No. 35 Year 2009 on Narcotics and Law No. 5 of 1997 on Psycotropics. That based on the Act, the authority to conduct regulation of drugs (pharmaceutical preparations) in Indonesia include the creation / establishment of regulations, licensing, inspection by the supervisory officers on activity, holding, storing, processing, promoting, and distributing, monitoring and evaluation of products, administrative action against violations of the law, and crime investigation. However, the validity of Act No. 32 of 2004 on Regional Government which decentralize functions between central government and local governance, and Government Regulation Number 38 of 2007 on Decentralization of Government Affair between the Government, Provincial Government, and District Government, disharmony with the provisions of legislation that specifically regulates the pharmaceutical control, raises issues that hinder the effectiveness of pharmaceutical regulation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwin Aqil Faiq
"Desentralisasi fiskal yang dibangun di Indonesia dari tahun ke tahun memiliki baik kelebihan maupun kekurangan. Pada peraturan existing, desentralisasi fiskal di Indonesia masih belum mampu menjawab salah satu tantangannya yaitu untuk mengoreksi ketimpangan fiskal vertikal. Berkenaan dengan itu, Pemerintah Indonesia pada tahun 2022 telah melegitimasi UU HKPD yang salah satu instrumen kebijakannya adalah kebijakan opsen pajak. Kebijakan ini akan diterapkan pada tahun 2025 yang mana akan menunggu peraturan turunan dan kesiapan administrasi daerah. Untuk itu, penelitian ini berfokus untuk mengkaji formulasi kebijakan opsen pajak pada UU HKPD dan melakukan benchmarking pada negara lain, seperti Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang. Adapun, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma interpretif. Kebijakan opsen pajak yang dibangun di Indonesia mencakup kebijakan opsen PKB, BBNKB, dan pajak MBLB. Hasil penelitian menunjukkan adanya berbagai perbedaan pendapat stakeholders pada saat formulasi kebijakan. Namun, kebijakan opsen pajak membawa manfaat, seperti memberikan kepastian penerimaan di daerah, PAD yang meningkat di kabupaten/kota, dan mendorong sinergitas antar level pemerintahan. Di sisi lain, opsen pajak MBLB digunakan untuk motif pengawasn izin tambang yang dikenakan pada level pemerintahan yang lebih tinggi. Meskipun demikian, hasil benchmarking dengan negara lain pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada negara yang memberikan opsen pada level pemerintahan yang lebih tinggi.

Fiscal decentralization that has been developed in Indonesia over the years has grown in both strengths and weaknesses. In the existing regulations, fiscal decentralization in Indonesia is still unable to answer one of its challenges, which is to correct vertical fiscal imbalances. In this regard, the Government of Indonesia in 2022 has legitimized the HKPD Law, one of the policy instruments of which is the surtax policy. This policy will be implemented in 2025 which will require derivative regulations and regional administrative readiness. For this reason, this research focuses on examining the formulation of the surtax policy in the HKPD Law and benchmarking it with other countries, such as the United States, the Netherlands, and Japan. This research uses a qualitative approach with a interpretive paradigm. The surtax policy developed in Indonesia includes surtax on PKB, BBNKB, and MBLB. The results of this study concluded that there were various differences in stakeholder opinions during policy formulation. However, the surtax policy brings benefits, such as providing revenue certainty in the regions, increasing local revenue in districts/cities, and encouraging synergy between levels of government. On the other hand, the surtax on MBLB is used for the motive of monitoring mining licenses imposed on higher levels of government. However, the benchmarking results with other countries in this study show that no country imposes surtax at higher levels of government."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Iqbal Cakrabuana
"ABSTRACT
Negara Indonesia adalah  Negara yang menganut bentuk Negara Kesatuan (Unitary) berdasarkan UUD 1945. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah memberikan keweenangan pemerintah pusat mengawasi Peraturan Daerah secara Executive Review melalui pembatalan Peraturan Daerah tersebut. Seteleah terbitnya putusan MK No. 137/PUU-XIII/2015 dan  Putusan MK No. 56/PUU-XIV/2016, kewenangan tersebut dianggap Inkonstitusional. Bentuk dari penelitian ini adalah yuridis-normatif, penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti asas-asas, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Peneltian ini membahas kedudukan peraturan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, bentuk pengawasan pemerintah pusat  terhadap proses pembentukan dan jalanya peraturan daerah serta kewenangan pemerintah pusat terhadap pengawasan peraturan daerah  setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV/2016. Kedudukan Peraturan Daerah terhadap pengaturannya di daerah yaitu peraturan yang dapat dibentuk oleh daerah yang mengatur urusan pemerintahan konkuren sebagaimana ditentukan undang-undang yang mencakup terhadap wilayah daerahnya tersebut. Kewenangan Pemerintah Pusat Untuk Mengawasi Proses Pembentukan dan Jalanya Peraturan Daerah adalah secara pengawasan preventif dan pengawasan represif. Kewenangan Pemerintah Pusat Terhadap Peraturan Daerah Setelah Adanya Putusan MK No. 137/PUU-XIII/2015 dan Putusan MK No.56/PUU-XIV/2016 dibatasi menjadi hanya kewenangan Executive Preview dimana pemerintah hanya memiliki kewenangan pengawasan secara preventif.

ABSTRACT
The State of Indonesia is a State that adheres to the form of a Unitary State based on the 1945 Constitution. Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government gives the central government the responsibility to oversee Local Regulations in an Executive Review through the cancellation of the Local Regulation. After the issuance of the decision of the Constitutional Court No. 137 / PUU-XIII / 2015 and Court Decision No. 56 / PUU-XIV / 2016, the afore-mentioned authority is considered unconstitutional. The form of this research is juridical-normative, this research is carried out by examining the principles, both written and unwritten. This research discusses the position of local regulations in the implementation of regional government, forms of central government oversight of the process of forming and implementation of local regulations and central government authority on supervision of local regulations after the decision of the Constitutional Court No. 137 / PUU-XIII / 2015 and Constitutional Court No 56 / PUU-XIV / 2016. The position of the Local Regulation on its regulation in that specific region is a regulation that can be established by the region that regulates concurrent government affairs as stipulated by the law which covers the area of the region. The authority of the Central Government to Supervise the Process of Establishing and Spending Regional Regulations is in the form of preventive and repressive supervision. The authority of the Central Government against Regional Regulations after the decision of the Constitutional Court No. 137 / PUU-XIII / 2015 and the Decision of the Constitutional Court No.56 / PUU-XIV / 2016 was became limited to only the authority of Executive Preview where the government only has the authority to preventive supervision."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Guwanda
"Penyediaan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau. Disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mengubah tugas dan wewenang Pemerintah Daerah yang berakibat terhadap pelaksanaan tanggung jawab Pemerintah tersebut. Penelitian ini membahas kewenangan Pemerintah Daerah sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 serta bentuk pelaksanaan oleh Pemerintah Daerah untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang disempurnakan dengan perbandingan contoh Badan/Lembaga yang ada di negara lain.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perubahan kewenangan Pemerintah Daerah akibat pembagian urusan kewenangan konkuren yang dapat menghambat penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Maka dari itu, perlu ada bentuk pelaksanaan untuk melengkapi peran Pemerintah Daerah dalam penyediaan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bentuk pelaksanaan tersebut adalah dengan pembentukan dan/atau penunjukan Badan Pelaksana di tingkat Pusat dan Daerah. Tingkat Pusat dilakukan dengan melakukan penunjukan Perum Perumnas oleh Pemerintah Pusat dan di daerah dilakukan pembentukan atau penugasan Badan Pelaksana oleh pemerintah daerah dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah.

Provision of Houses for Low-Income Communities is the responsibility of the Central Government and Regional Governments so that people are able to live and inhabit decent and affordable homes. The enactment of Law Number 23 Year 2014 concerning Regional Government changed the duties and authority of the Regional Government which resulted in the implementation of the Government's responsibilities. This study discusses the authority of the Regional Government before and after the enactment of Law Number 23 Year 2014 and the form of implementation by the Regional Government to carry out its responsibilities. The research method used is a normative legal research method that is refined by comparing examples of agencies/institutions in other countries.
The results of this study indicate that there is a change in the authority of the Regional Government due to the distribution of concurrent authority functions that can hinder the provision of housing for Low-Income Communities. Therefore, there needs to be a form of implementation to complement the role of the Regional Government in providing housing for Low-Income Communities. The form of implementation is the establishment and/or appointment of Implementing Agency at the Central and Regional levels. The Central Level is carried out by the appointment of Perum Perumnas by the Central Government and in the regions the establishment or assignment of the Implementing Agency by the regional government in the form of Regional Owned Enterprises."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aris Sujarwati
"Penelitian ini membahas evaluasi program kerjasama pencegahan ppenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah. Salah satu faktor penting dalam pengelolaan program kerjasama tersebut adalah monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan program kerjasama. Evaluasi tersebut berfokus pada empat indikator yang relevan antara lain mencakup: a)Sumber Daya Manusia; b) Koordinasi; c) Insfrastruktur; d) Finansial. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif naratif dengan desain deskriptif.
Hasil penelitian menyarankan bahwa selama ini kecenderungan krjasama dilaksanakan dengan lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah yang telah eksis, oleh karena itu pelaksanaan kerjasama dengan komponen masyarakat terutama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pesantren-pesantren, dan sekolah-sekolah perlu ditingkatkan karena di lingkungan tersebut sangat potensi akan adanya bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dan Kerjasama yang telah disepakati seyogyanya tidak hanya pusat yang melaksanakan tetapi diinformasikan juga ke BNN Provinsi dan BNN Kab/Kota untuk ditindaklanjuti.

This research discusses about the evaluation of prevention programs cooperation Drug abuse and illegal trafficking conducted by the National Narcotics Agency(BNN) with government agencies and non-governmental organizations. Most important factorin the cooperation program management is monitoring andevaluation of the implementation of the cooperation program it self. The evaluation focused on four relevant indicators include the following of :a)Human Resources; b) Coordination; c) infrastructure; d) Financial. This research is aqualitative research design with a descriptive narrative.
This research suggest, atthistrend, during cooperation implemented by government agencies and non-governmental agencies that have existed, such as the implementation component of the community, especially cooperation with Governmental Organization(NGO), boarding schools, and the schools need to be improved. This is because in such environments is a potential for Drugab use and illegal trafficking. Agreed cooperation should not only be implementedb y the central government but also to be informed to BNN Province an dRegency/City to follow up.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Velayo
"ABSTRAK
Dokter dan apoteker merupakan salah dua dari tenaga kesehatan yang saling bersinergi dalam memberikan pelayanan kesehatan, dimana dokter melakukan penanganan medikal sementara apoteker yang akan menindaklanjuti produk (resep) dari dokter tersebut, yakni dispensing. Namun demikian, tidak sedikit dokter melakukan pemberian obat secara langsung (dispensing) kepada pasien. Tumpang tindih praktik dispensing yang dilakukan antara dokter (tenaga medis) dengan apoteker (tenaga kefarmasian) tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum, sehingga perlu diketahui bagaimana sebenarnya regulasi yang mengatur mengenai kewenangan antara dokter dengan apoteker terkait praktik dispensing. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif, yakni dengan meneliti terhadap bahan primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengaturan mengenai praktik dispensing yang merupakan lingkup bagian kefarmasian, telah memiliki regulasi yang jelas, baik mengenai pihak yang berwenang melakukan pekerjaan di bidang kefarmasian, mengenai apa saja yang termasuk bidang kefarmasian dan mengenai larangan serta sanksi bagi yang tidak berwenang namun melakukannya. Namun demikian, praktik dispensing tersebut tetap terbuka bagi dokter dalam keadaan dan situasi tertentu. Oleh karena itu, peran aktif masyarakat dan upaya dari masing-masing profesi untuk menghormati kewenangan antar profesi sangat diperlukan supaya hukum yang ada dapat ditegakkan sehingga tercapai kepastian hukum.

ABSTRACT
Doctor and pharmacist are part of health labour that synergy in giving health service, in which doctor do the medical treatment while pharmacist will work based on the doctor`s prescribing, which is called dispensing. However, not few doctor do the dispensing straightforward to the patient by themselves. The overlap practice of dispensing which is done by doctor (medical labour) with pharmacists (pharmacy labour) causing law uncertainty, so it is important to know about how actually the regulation that regulate about authority between doctor and pharmacist in dispensing practice. Using the methodology of the normative legal research conducted a study of the primary material, secondary, tertiary. This research found out that regulation of dispensing practice which is part of pharmacy, has well regulated, that regulate the subject who has authority in doing pharmacy`s work, regulate about what is include in pharmacy section and regulate about the prohibition and sanction for subject who don`t have authority in doing work in pharmacy section but still do it. However, dispensing practice is still applicable for doctor in some condition and situation that has been regulated. Therefore, society`s active role and each profession effort to honour authority between those two professions are really needed so that regulation can be enforced and will be result on law certainty."
2016
S64853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lely Puspita Andri
"Perencanaan, pengadaan dan pengendalian obat adalah hal penting dalam pelayanan farmasi di rumah sakit khususnya di era Jaminan Kesehatan Nasional. Pengendalian persediaan obat yang efektif menjadi prioritas pihak manajemen rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas fungsi pengendalian persediaan obat dengan metode ABC Indeks Kritis terhadap obat formularium di rumah sakit Dr. Mintoharjo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan data potong lintang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel input pada penerapan formularium belum optimal, kepatuhan dokter dalam peresepan belum mencapai 100%, faktor anggaran yang terbatas mendorong upaya efisiensi, serta belum berjalannya sistem informasi rumah sakit (SIMRS) menambah kendala pada proses pengendalian obat. Variabel proses menunjukkan bahwa perencanaan obat dan perencanaan pengadaan belum berjalan dengan baik. Variabel output menunjukkan setelah dilakukan analisa ABC Indeks kritis pada sampel sejumlah 108 item obat yang merupakan gabungan kelompok A nilai pakai dan nilai investasi ditemukan bahwa pada persediaan obat menurut formularium rumah sakit adalah kelompok A 29 item (26,85%), kelompok B 78 item (72,22%) dan kelompok C 1 item (0,93%). Penghitungan EOQ, SS dan ROP sebagai metode pengendalian persediaan obat merupakan usaha dalam menjaga jumlah stok yang efisien. Dengan demikian dapat diketahui jumlah ekonomis yang akan dipesan, berapa stok aman selama masa tunggu dan kapan harus dipesan kembali dapat diketahui pada proses pengadaannya.

Planning, procurement and management of drugs are key aspects in the pharmacy service in Dr. Mintoharjo Naval Hospital, especially so in the era of Jaminan Kesehatan Nasional. Effective management of drug inventory is a priority for the hospital. The purpose of this study was to determine the effectiveness function of drug inventory control for Dr Mintoharjo hospital using the ABC Critical Index method. This qualitative research is using a cross sectional data. The results of the research reveal that the input variables in the hospital formulary application is not optimal, the doctor's compliance in prescribing has not reached 100%, limited budget requires efficiency, and the inoperative of hospital management information system caused further obstacles for drug control. Process variables indicate the ineffective process of drug planning and procurement planning. With the analysis of ABC critical index on the sample of 108 items of drugs comprised of group A use value and investment value, the results indicate stock of Forsal MTH A group is 29 items (26.85%), group B is 78 items (72, 22%) and group C is 1 item (0.93%). EOQ, SS and ROP calculations are methods of controlling Forsal MTH drug inventory in an attempt to maintain an efficient amount of stock, giving suggestions of the optimal order amount, necessary safe stock for the waiting period, and reordering time in the process of procurement."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Eviansyah
"PCSK9 atau Proprotein Convertase Subtilisin Kexin 9 merupakan protein manusia yang memiliki peran dalam regulasi lipid dengan meningkatkan konsentrasi LDL dalam tubuh. Terjadinya kenaikan lipid dalam tubuh melebihi kadar normal dapat menyebabkan penyakit dalam tubuh. Saat ini telah terdapat beberapa obat untuk mengobati penyakit karena kelebihan kadar lipid tetapi masih sangat terbatas obat yang bekerja untuk menghambat aktivitas dari PCSK9 sebagai salah satu cara pengobatan. Pencarian obat untuk menghambat PCSK9 dapat dilakukan melalui penggunaan kembali obat dengan menggunakan pemodelan farmakofor. Pada penelitian ini digunakan senyawa training set dan test set PCSK9 dari beberapa dokumen paten dan senyawa decoy set dari DUDE. Senyawa test set dan decoy set digunakan untuk memvalidasi model yang terbentuk. Senyawa training set digunakan untuk membentuk model farmakofor dengan menggunakan perangkat lunak LigandScout. Hasil dari pembentukan, validasi dan optimasi diperoleh model farmakofor terbaik hasil modifikasi feature weight +0.1, memiliki 1 fitur gugus aromatis, 1 fitur hidrofobik, 1 fitur gugus akseptor ikatan hidrogen, dan 1 fitur gugus donor ikatan hidrogen, dengan nilai AUC100% sebesar 0,93; nilai EF1% dan EF5% sebesar 34,0 dan 6,00; nilai sensitivitas sebesar 1; dan nilai spesifisitas sebesar 0,857. Model farmakofor terpilih dijadikan sebagai kueri penapisan virtual database obat FDA-approved dari BindingDB dengan hasil penapisan didapatkan 12 senyawa hasil pemeringkatan terbaik berdasarkan nilai pharmacophore fit score tertinggi yaitu gefitinib, clozapine, carbamazepine, phenylephrine hydrochloride, phenelzine sulfate, bupropion hydrobromide, guanfacine hydrochloride, zaleplon, dapagliflozine, methamphetamine hydrochloride, amoxicillin, lorcaserine hydrochloride. 12 senyawa hasil pemeringkatan dari penelitian adalah senyawa kandidat obat inhibitor PCSK9.

PCSK9 or Proprotein Convertase Subtilisin Kexin 9 is a human protein that has a role in lipid regulation by increasing the concentration of LDL in the body. The occurrence of an increase in lipids in the body beyond normal levels can cause disease. Currently, there are several drugs to treat disease due to excess lipid levels, but there are still limited drugs that work to inhibit the activity of PCSK9 as a treatment method. The search for drugs to inhibit PCSK9 can be done through drug repurposing using pharmacophore modeling. In this research, the training and PCSK9 test set from several patent documents and the decoy set compound from DUDE used. A test and decoy set compound were used to validate the generated pharmacophore model. The training set compound was use to generated a pharmacophore model using the LigandScout. The results of generation, validation, and optimization of the pharmacophore model obtained the best pharmacophore model modified by feature weight +0.1, which has four feature (1AR, 1H, 1HBA, 1HBD). The value of AUC 100% 0,93; EF1% and EF5% value are 34,0 and 6,00; sensitivity and specificity values are 1 and 0,857. The selected pharmacophore model was used as a virtual screening query for the FDA-approved drug database from BindingDB. The result of the screening obtained 12 compounds with the best ranking based on the highest Pharmacophore fit score, that is gefitinib, clozapine, carbamazepine, phenylephrine hydrochloride, phenelzine sulfate, bupropion hydrobromide, guanfacine hydrochloride, zaleplon, dapagliflozin, methamphetamine hydrochloride, amoxicillin, lorcaserine hydrochloride."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>