Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186243 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Evans Tofano Bobian
"Penyakit Arteri Perifer (PAP) merupakan obstruksi total atau parsial dari arteri perifer yang terutama disebabkan oleh proses aterosklerosis. Disfungsi endotel telah dikenal sebagai penanda dini dari aterosklerosis. Dari penelitian sebelumnya, diketahui polimorfisme Gly972Arg gen IRS-1 berhubungan dengan disfungsi endotel. Hingga saat ini belum ada penelitian yang menghubungkan secara langsung antara polimorfisme IRS-1 dengan penyakit arteri perifer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme Gly972Arg dengan nilai Ankle-Brachial Index (ABI) sebagai penanda penyakit arteri perifer. Studi observasional (potong lintang) ini dilakukan pada 104 subjek populasi Desa Gunung Sari Kecamatan Pamijahan. Dilakukan pemeriksaan lab untuk polimorfisme Gly972Arg gen IRS-1 dengan metode Taqman Assay. Data pemeriksaan ABI diambil dari data retrospektif di Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan, Jawa Barat yang diambil pada tahun 2017. Terdapat 104 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini, yaitu grup wildtype/CC (6,7%), heterozigot/CT (82,7%), dan homozigot mutan/TT (10,6%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara polimorfisme Gly972Arg gen IRS-1 dengan nilai ABI (p= 0,7). Setelah dilakukan penyesuaian terhadap merokok, hipertensi, diabetes melitus dan indeks massa tubuh, dapat disimpulkan bahwa hasil hubungan tidak bermakna antara polimorfisme Gly972Arg gen IRS-1 dengan ABI tidak dipengaruhi oleh faktor lain.

Peripheral Artery Disease (PAD) is defined as a total or partial obstruction of peripheral arteries, which mainly caused by an atherosclerotic process. Endothelial dysfunction is widely known as an early predictor of atherosclerosis. From previous studies, Gly972Arg polymorphism of IRS-1 gene is associated with endothelial dysfunction. To date, there is still very limited study about the association between Gly972Arg polymorphism of IRS-1 gene with Ankle-Brachial Index (ABI) as a marker of atherosclerosis in peripheral arteries. Therefore, we attempt to perform a study of association between Gly972Arg polymorphism of IRS-1 gene with ABI values. We performed a cross sectional study on 104 subjects from a rural population in Gunung Sari Village, Pamijahan District, West Java, Indonesia. Laboratory examinations for polymorphism detection uses Taqman Assay Method. Demographic, risk factors, and ABI data were obtained from a retrospective data in 2017. There were 104 subjects in this study. The prevalence of genotypes are as follows: Wildtype (6,7%), heterozygous carrier/CT (82,7%), and homozygous mutant/TT (10,6%). We found no significant association between Gly972Arg of IRS-1 gene with ABI values (p=0,7). After the adjustments for smoking, hypertension, diabetes, and body mass index, we concluded that none of those risk factors affected the results of our study."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyandini Wulandari
"ABSTRAK
Latar Belakang: Insulin receptor substrate-1 IRS-1 merupakan protein adaptor yang berada di sitoplasma dan memiliki peran penting dalam insulin signaling pathway. Adanya perubahan informasi genetik berupa polimorfisme pada gen IRS-1 diduga kuat berkontribusi terhadap kejadian resistensi insulin akibat terganggunya kaskade insulin signaling di sejumlah jaringan. Gangguan kaskade insulin signaling di pembuluh darah, terutama yang melibatkan PI3K menyebabkan penurunan sintesis NO yang selanjutnya akan berdampak terhadap kejadian disfungsi endotel. Polimorfisme gen IRS-1 berupa varian Gly972Arg menjadi predisposisi genetik terhadap kejadian disfungsi endotel dan penyakit kardiovaskuler.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme gen IRS-1 berupa varian Gly972Arg dengan kejadian disfungsi endotel yang dinilai dengan flow mediated dilation FMD .Metode: Suatu studi potong lintang dengan subjek penelitian adalah karyawan RSJPDHK yang telah menjalani penelitian IRS-1 di Divisi Litbang RSJPDHK. Didapatkan besar subjek penelitian adalah 81 orang. Data primer adalah hasil pemeriksaan FMD, sedangkan data sekunder diambil dari rekam medis. Genotyping IRS-1 rs1801278 diperiksa menggunakan alat Real Time PCR Applied Biosystem tipe ABI 7500 menggunakan metode Taq Man Assay dan pemeriksaan FMD dengan alat Aloka Prosound yang dilakukan di Divisi Vaskuler RSJPDHK.Hasil: Terdapat 81 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Subjek dibagi dalam 3 kelompok, yakni grup wildtype/CC 14 orang , heterozigot/CT 52 orang , dan homozigot mutan/TT 15 orang . Terdapat hubungan yang bermakna antara polimorfisme gen IRS-1 berupa varian Gly972Arg dengan disfungsi endotel p= 0,019 . Setelah dilakukan penyesuaian terhadap merokok, hipertensi, diabetes melitus dan sindroma metabolik terdapat kecenderungan meningkatnya risiko disfungsi endotel berdasarkan pola polimorfisme OR 12,8; IK 95 1,5-106; p 0,018 pada grup CT dan OR 18; IK 95 1,8-183,3; p 0,015 pada grup TT .Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara polimorfisme gen IRS-1 berupa varian Gly972Arg dengan disfungsi endotel yang dinilai menggunakan FMD. Kata kunci: Insulin receptor substrate-1, polimorfisme gen, varian Gly972Arg, disfungsi endotel, flow mediated dilation

ABSTRACT<>br>
Background Insulin receptor substrate 1 functions as one of the key downstream signaling molecules in the insulin receptor signaling pathways. Insulin has multiple physiological effects on the vascular tissues including regulation of the expression of endothelial nitric oxide synthase eNOS . This regulatory effect of insulin on endothelial function is mediated via the activation of the signaling pathway involving the insulin receptor insulin receptor substrate 1 IRS 1 phosphoinositide 3 kinase PI3K . Thus genetic changes in IRS 1 may potentially contribute toward the development of insulin resistance. Gly972Arg IRS 1 variant may contribute to the genetic predisposition to develop endothelial dysfunction and cardiovascular disease. However, little is known about the interaction between Gly972Arg IRS 1 variant and endothelial dysfunction in vivo.Objective To investigate the genetic polymorphism and its relationship with endothelial dysfunction measured by flow mediated dilation FMD .Methods 81 subjects were genotyped for the Gly972Arg IRS 1 polymorphism using Taq Man method. FMD was performed using Aloka Prosound at the Vascular clinic.Results 81 subjects were clustered into three groups CC 17,3 , CT 64,2 and TT 18,5 . There was a significant relationship between Gly972Arg IRS 1 variant and endothelial dysfunction measured by FMD p 0,019 . After adjustment of smoking status, hypertension, diabetes mellitus and metabolic syndrome, there was an increased risk between Gly972Arg IRS 1 variant with endothelial dysfunction OR 12,8 95 CI 1,5 to 106 p 0,018 in CT group and OR 18 95 CI 1,8 to 183,3 p 0,015 in TT group .Conclusion Gly972Arg IRS 1 variant may be a significant genetic determinant for endothelial dysfunction measured by FMD."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Mahathir Akip
"Latar belakang: Polimorfisme Gly972Arg pada gen IRS1 dapat mengganggu
fungsi normal endotel dan menyebabkan disfungsi endotel. TIMI flow pasca
prosedur IKPP dan jumlah pembuluh darah yang terlibat pada pasien IMA-EST
merupakan prediktor mortalitas dan morbiditas selama perawatan. Mekanisme
yang menyebabkan adanya perbedaan profil angiografi ini salah satunya
dipengaruhi oleh difungsi endotel di tingkat mikrovaskular dan makrovaskular.
Penelitian mengenai hubungan antara polimorfisme Gly972Arg pada gen IRS1
dengan TIMI flow pasca prosedur dan jumlah keterlibatan pembuluh darah belum
pernah dilakukan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme
Gly972Arg pada IRS1 dengan TIMI flow pasca IKPP dan jumlah keterlibatan
pembuluh darah pada pasien IMA-EST.
Metode: Studi potong lintang pada 104 pasien IMA-EST RSJPDHK yang
menjalani IKPP yang masuk pada registri 2018. Pemeriksaan polimorfisme
Gly972Arg pada IRS1 dengan menggunakan metode Taqman.
Hasil: Terdapat 104 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini. Subjek dibagi
dalam 3 kelompok, yakni grup wildtype/CC (42,3%), heterozigot/CT (49,0%), dan
homozigot mutan/TT (8,7%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
kelompok mutan (TT) dengan TIMI flow pasca IKPP (OR 0,8; p = 1,000) dan
jumlah keterlibatan pembuluh darah (OR 0,3; p = 0,163).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara polimorfisme Gly972Arg gen IRS1
dengan TIMI flow pasca IKPP dan jumlah keterlibatan pembuluh darah pasien IMA
EST.

Background: Gly972Arg polymorphism of IRS1 gene can interfere with normal
endothelial function and cause endothelial dysfunction. TIMI flow after the primary
percutaneous intervention procedure and the number of coronary vessels involved
in STEMI patients are predictors that determine mortality and morbidity during
treatment. The mechanism that causes this difference in angiographic profile is
influenced by endothelial dysfunction at the microvascular and macrovascular
levels. Research on the relationship between Gly972Arg polymorphisms of IRS1
gene with TIMI flow post procedure and the amount of blood vessel involvement
has not been carried out.
Objective: We sought to define whether Gly972Arg polymorphisms of IRS1 gene
may affect TIMI flow after primary percutaneous intervention and number of
coronary vessel involved.
Methods: Cross-sectional study design of 104 STEMI patients who underwent
primary PCI at National Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital at year 2018.
Examination of Gly972Arg polymorphism on IRS1 is using the Taqman method
PCR.
Results: There were 104 of STEMI patients who underwent primary PCI and
recruited for the study. The subjects then divided into 3 categories, which are
wildtype/CC (42,3%), carrier/CT (49,0%) and mutant/TT (8,7%). There were no
significant relationship between the mutant group (TT) with TIMI flow after
primary PCI (OR 0.8; p = 1,000) and the number of coronary vessel involvement
(OR 0.3; p = 0.163).
Conclusion: There were no relationship between the Gly972Arg polymorphism of
IRS1 gene with TIMI flow after primary PCI and the number of coronary vessel
involvement of STEMI patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Margaretta Limawan
"ABSTRAK
Latar belakang. Diabetes mellitus DM merupakan salah satu penyakit kronis yang komplikasinya masih menjadi masalah besar di Indonesia. Salah satu komplikasi DM yang paling sering dan sering berakhir dengan kecacatan adalah kaki diabetik. Angka amputasi di Indonesia khususnya di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo RSCM masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara lain di Asia. Salah satu faktor predisposisi amputasi kaki diabetik adalah perfusi jaringan yang dapat diukur dengan ankle brachial index ABI . Studi sebelumnya menunjukkan hubungan signifikan antara ABI dengan kejadian amputasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan nilai ABI dengan besarnya risiko terjadinya amputasi minor dan mayor pada penderita kaki diabetic dalam populasi kami.Metode. Kami melakukan studi retrospektif pada 84 subjek dengan kaki diabetik yang diamputasi di RSCM selama periode 1 Januari 2013 sampai dengan 31 Desember 2014. Karakteristik subjek dan vaskular termasuk diantaranya ABI dianalisa secara statistik.Hasil. Kami dapatkan sepsis dengan adjusted OR 95 CI : 0,023 0,004 sampai 0,157 dan nilai ABI yang memiliki adjusted OR 95 CI : 2,89 1,33 sampai 6,29 merupakan variabel yang bermakna dengan kejadian amputasi pada pasien kaki diabetik.Kesimpulan. Subjek dengan nilai ABI 1,3 secara independen.
AbstractBackground
hr>
ABSTRACT
. Diabetes mellitus is one of the chronic diseases in which the complication is still a major problem in Indonesia. One of the most frequent complications of diabetes mellitus and often ends up with a disability is diabetic foot. The number of amputation in Indonesia, especially in dr. Cipto Mangunkusumo Hospital RSCM is quite high compared to other countries in Asia. One of predisposing factors of diabetic foot amputation is the tissue perfusion that can be measured by the ankle brachial index ABI . All the studies carried out abroad and in RSCM show a significant relationship between ABI and the incidence of amputation. This study aims to determine the relationship of ABI score with the magnitude of minor and major amputation risks in patients with diabetic foot.Method. The retrospective study was conducted in 84 patients with diabetic foot that were amputated at the RSCM during the period of January 1, 2013 to December 31, 2014. Samples were taken consecutively. Statistical analysis is done to find out a relationship between predisposing factors with the incidence of minor and major amputations in patients with diabetic foot. Chi Square test or Fisher, as well as multivariate analysis using logistic regression is used. The significance if p was "
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nitia Almaida Asbarinsyah
"Latar belakang: Gangguan pada regulasi transportasi natrium di ginjal merupakan salah satu patofisiologi hipertensi yang penting. Transportasi natrium diregulasi oleh jalur natriuresis dan antinatriuresis, salah satunya adalah dopamin, yang bekerja melalui G protein-coupled receptors (GPCRs). GPCR pada ginjal diatur oleh gen GRK4. Adanya polimorfisme GRK4 A486V akan meningkatkan aktivitas gen tersebut dan menurunkan fungsi dari reseptor dopamin sehingga terjadi retensi natrium. Dari berbagai studi dengan melibatkan hewan dan manusia, didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara polimorfisme GRK4 A486V dengan hipertensi dan sifat sensitif garam. Stratifikasi risiko dan potensi preventif serta terapeutik menjadi alasan dilakukannya sejumlah studi pada gen GRK4 A486V ini. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang memperlihatkan frekuensi dan hubungan antara polimorfisme pada gen GRK4 A486V dengan hipertensi pada populasi di Indonesia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara polimorfisme A486V pada gen G Protein-Coupled Receptor Kinase 4 (GRK4) dengan hipertensi pada masyarakat rural di desa Gunung Sari, Bogor-Indonesia.
Metode: 412 subyek yang terdiri dari 211 subyek dengan hipertensi dan 201 subyek normotensif sebagai kontrol, menjalani pemeriksaan polimorfisme GRK4 A486V dengan menggunakan metode Taqman.
Hasil: Setelah disesuaikan dengan usia, indeks massa tubuh, lingkar pinggang, dan status diabetes mellitus, didapatkan hubungan yang bermakna antara polimorfisme GRK4 A486V dengan kejadian hipertensi (OR 1.7; 95 IK 1,1-2,7)
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara polimorfisme GRK4 A486V dengan kejadian hipertensi pada populasi desa Gunung Sari, Kabupaten Bogor, Indonesia

Background: Many studies have focused on the abnormal renal handling of natrium chloride in the pathogenesis of essential hypertension. Natrium transport is regulated by natriuretic and antinatriuretic pathways, one of them is dopamine, which exert their effects via G protein-coupled receptors (GPCRs). GPCRs in renal mainly regulated by GRK4 gene. GRK4 A486V polymorphism gene will increase it activity and down regulating dopamine receptor, and attenuate natrium retention. From many studies, GRK4 A486V polymorphism is associated with hypertension and salt sensitivity depending on ethnic and geographic region. Salt sensitivity is a trait in which blood pressure "changes parallel to changes in salt intake". It is counted as a risk factor for cardiovascular mortality and morbidity, independent of and as powerful as blood pressure. Risk stratification and therapeutic potential regarding salt sensitivity, have become the reasons of recent studies on this gene. No published study of GRK4 A486V polymorphism on hypertension is available in Indonesia.
Objective: This study sought to determine the association of GRK4 A486V gene polymorphism and hypertension in rural population of Gunung Sari Village, Bogor-Indonesia.
Methods: 412 subjects containing of 211 hypertensive subjects and 201 normotensive subjects as a control group, underwent GRK4 A486V polymorphism examination using Taqman method.
Results: After adjustment of age, body mass index, waist circumference, and diabetes mellitus, there was an association between GRK4 A486V polymorphism with hypertension (OR 1,7; 95 CI 1,1-2,7)
Conclusion: There is an association between GRK4 A486V gene polymorphism and hypertension in rural population of Gunung Sari Village, Bogor-Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ruhaya Fitrina
"Latar Belakang: Ankle Brachial Index (ABI) merupakan pemeriksaan noninvasif sederhana dan akurat untuk penyaring dan diagnostik Penyakit Arteri Perifer (PAP). Nilai ABI abnormal merupakan prediktor penting terjadi aterosklerosis sistemik yang menjadi penyebab stroke dan penyakit kardiovaskuler. Nilai ABI rendah berhubungan dengan telah tezjadi aterosklerosis sistemik atau PAP. Setelah lima tahun kemudian 25-35% penderita PAP akan mendenita stroke atau infark miokard. Faktor risiko stroke iskemik yang berhubungan dengan proses aterosklerosis adalah hipertensi, dislipidemia, homosisteinemia, merokok, infeksi dan hiperglikemia.
Tujuan: Mengetahui gambaran nilai ankle brachial index pada penderita stroke iskemik di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Metode: Penelitian ini dilakukan menggunakan disain potong lintang deskriptif analitik pada 73 penderita stroke iskemik. Kemudian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan neurologi rutin, pemeriksaan kadar total kolesterol darah, trigliserida, LDL, HDL, GDS, dan dilakukan pemeriksaan ABI. Pasien yang tidak memiliki CT scan / MRI kepala tidak masuk dalam penelitian.
Hasil: Dari 73 subyek penelitian didapatkan sebaran umur terbanyak pada kelompok umur 55-64 tahun (42,5%) dan sebagian besar subyek (78.1%) memiliki hipertensi. Proporsi nilai ABI abnormal pada penderita stroke iskemik adalah 26,0 %. Faktor risiko yang bermakna Secara Statistik dengan analisis bivariat adalah kadar total kolesterol darah p=0,039 dan umur p=0,034. Seclangkan hasil analisis multivariate menunjukkan bahwa kelompok umur merupakan faktor risiko independen yang bermakna terhadap nilai ABI abnormal dengan p-value 0,023 (OR 2,556; IK 95% 1,136-5,752).
Kesimpulan: Penderita stroke iskemik berumur lebih dari 55 tahun merupakan faktor risiko yang berhubungan terhadap kejadian nilai ABI abnormal. Sedangkan hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan nilai ABI abnormal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T21316
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Rizkian Asir
"Latar belakang: Diabetes melitus merupakan faktor risiko penting terjadinya
aterosklerosis, aterosklerosis merupakan penyakit sistemik yang bisa terjadi di seluruh
pembuluh darah baik pada mikrovaskular maupun makrovaskular. Adanya bukti
iskemia akibat stenosis yang disebabkan aterosklerosis pada salah satu pembuluh darah,
mengharuskan kita lebih waspada akan adanya proses aterosklerosis di tempat lain.
NPD di kaki terjadi akibat komplikasi diabetes pada mikrovaskular yang akhirnya
mengakibatkan kerusakan pada persarafan di kaki. Maka perlu mewaspadai proses
ateroslerosis di tempat lain, baik pada pembuluh arteri makro maupun mikrovaskular di
kaki. Pemeriksaan non invasif untuk melihat adanya ganguan makrovaskular di kaki
menggunakan ABI dan TBI sedangkan untuk gangguan mikrovaskular dengan TcPO2.
Penelitian ini dilakukan untuk dapat menilai hubungan derajat neuropati perifer diabetik
yang dinilai dengan TCSS dengan proses ateroskerosis dipembuluh darah kaki, baik
yang makrovaskular dengan ABI dan TBI maupun mikrovaskular TcPo2 pada pasien
DM tipe 2.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada pasien DM tipe 2 dengan NPD
dengan nilai TCSS >5 di Poliklinik Pelayanan Jantung Terpadu, poliklinik Endokrin
dan Metabolik dan Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam Umum RSCM. Data diperoleh dari
wawancara, rekam medik, pemeriksaan ABI, TBI dan TcPO2. Variabel penelitian
berupa derajat neuropati perifer, ABI, TBI dan TcPO2. Analisis bivariat terhadap
masing-masing variable dengan menggunakan uji Spearman.
Hasil: Sebanyak 36 subjek yang memenuhi kriteria pemilihan diikutkan dalam
penelitian, rerata usia 62 tahun dengan 20 (55,6%) di antaranya perempuan dan median
lama diabetes 12 tahun. Berdasarkan analisa bivariat dengan uji spearman penelitian ini
mendapatkan korelasi negatif yang bermakna secara statistik dengan koefisien korelasi
sedang antara derajat neuropati perifer diabetik yang dinilai dengan TCSS dengan ABI
(r = -0,475, p = 0,003) dan TBI (r = -0,421, p = 0,010). Dan pada pemeriksaan TcPO2
juga di dapatkan korelasi negatif yang bermakna secara statistik dengan koefisien
korelasi sedang ( r = -0,399, p = 0,016)
Simpulan : Terdapat korelasi negatif yang bermaksa secara statistik antara derajat
neuropati perifer diabetik dengan ABI, TBI dan TcPO2.

Background: Diabetes mellitus is important risk factor of atherosclerosis.
Atherosclerosis is systemic disease that can occur in all blood vessels both
microvascular and macrovascular. There is evidence of ischemia due to stenosis caused
by atherosclerosis in one blood vessel, which requires us to be more aware with the
process of atherosclerosis in other places. Diabetic peripheral neuropathy (DPN) in the
lower extremity results from complications of diabetes in the microvascular which can
damage nerve in the lower extremity. Then it is necessary to be aware of the process of
aterosclerosis elsewhere, both in the macro and microvascular arteries in the lower
extremity. Non-invasive examination to look macrovascular disorders in the lower
extremity are using ankle brachial index (ABI) and toe brachial index (TBI) while for
microvascular disorders with TcPO2. This study was conducted to assess the
association of the degree of diabetic peripheral neuropathy assessed by toronto clinical
scoring system (TCSS) with the process of atherosclerosis in the blood vessels of the
lower extremity, both macrovascular with ABI and TBI as well as microvascular TcPo2
in Patients with type 2 diabetes mellitus (DM)
Methods: Cross-sectional study was carried out in patients with type 2 DM with DPN
with TCSS values> 5 in the Integrated Cardiac Polyclinic, Endocrine and Metabolic
Polyclinic, and Internal Medicine Polyclinics at RSCM. The Data were obtained from
interviews, medical records, ABI, TBI and TcPO2 examinations. The research variables
are the degree of peripheral neuropathy, ABI, TBI and TcPO2. Bivariate analysis of
each variable was used the Spearman test.
Results: Total of 36 subjects who met the selection criteria were included in the study,
the average age was 62 years with 20 (55.6%) of whom were women and the median
duration of diabetes was 12 years. Based on bivariate analysis with the Spearman test,
this study found a statistically significant negative correlation with moderate correlation
coefficient between the degree of diabetic peripheral neuropathy assessed by TCSS with
ABI (r = -0.475, p = 0.003) and TBI (r = -0.421, p = 0.010) . The TcPO2 examination
also found a statistically significant negative correlation with moderate correlation
coefficient (r = -0.399, p = 0.016)
Conclusion : There is a statistically significant negative correlation between the degree of diabetic peripheral neuropathy with ABI, TBI and TcPO2 examinations.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Livy Bonita Pratisthita
"Latar Belakang. Prevalensi sindrom metabolik (SM) semakin meningkat di daerah rural
Indonesia. Kunci patogenesis SM adalah resistensi insulin yang dapat didiagnosis dengan
Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance (HOMA-IR) dan Indeks
Triglyceride/Glucose (TyG). Hingga saat ini, belum ada nilai titik potong optimal untuk
indeks tersebut di Indonesia.
Metode. Sebanyak 1300 subjek orang dewasa berusia 18-60 tahun dari studi Sugarspin di
Nangapanda, Flores, Indonesia dibagi menjadi dua grup berdasarkan jenis kelamin.
Penentuan nilai titik potong HOMA-IR dan Indeks TyG pada setiap grup dilakukan dengan
kalkulasi persentil 75 (p75) dan 90 (p90) pada populasi sehat dan dengan metode receiver
operating characteristics (ROC) pada populasi SM dan non-SM. Korelasi antara HOMAIR
dan Indeks TyG dinilai dengan korelasi Spearman pada subjek laki-laki dan perempuan.
Hasil. Berdasarkan kedua metode, titik potong HOMA-IR dan Indeks TyG berbeda-beda
antara laki-laki dan perempuan. Nilai titik potong HOMA-IR berdasarkan persentil pada
laki-laki sehat adalah 0,9 (p75) dan 1,242 (p90); sedangkan pada perempuan adalah 1,208
(p75) dan 1,656 (p90). Berdasarkan ROC, titik potong HOMA-IR antara populasi SM dan
non-SM pada laki-laki adalah 1,185 dan pada perempuan adalah 1,505. Nilai titik potong
Indeks TyG pada laki-laki sehat adalah 8,590 (p75) dan 8,702 (p90); sedangkan pada
perempuan adalah 8,448 (p75) dan 8,617 (p90). Berdasarkan ROC, titik potong Indeks TyG
adalah 8,905 untuk laki-laki dan 8,695 untuk perempuan. Koefisien korelasi HOMA-IR
dan Indeks TyG ialah 0,39 pada laki-laki dan 0,36 pada perempuan.
Kesimpulan. Nilai titik potong HOMA-IR untuk resistensi insulin pada laki-laki adalah
0,9 (p75), 1,242 (p90), dan 1,185 (ROC); pada perempuan adalah 1,208 (p75), 1,656 (p90),
dan 1,505 (ROC). Nilai titik potong Indeks TyG pada laki-laki adalah 8,59 (p75), 8,702
(p90), dan 8,905 (ROC); pada perempuan adalah 8,448 (p75), 8,617 (p90), dan 8,695
(ROC). Didapatkan hasil korelasi yang lemah antara HOMA-IR dan Indeks TyG.

Background. Metabolic Syndrome (MS) prevalence is increasing in Indonesia's rural area.
The key pathogenetic mechanism of MS is insulin resistance which can be diagnosed by
Homeostasis Model Assessment of Insulin Resistance (HOMA-IR) and
Triglyceride/Glucose (TyG) Index. There are no predefined cut-offs for these indexes in
Indonesia.
Methods. As many as 1300 adults aged 18-60 years from Sugarspin study in Nangapanda,
Flores, Indonesia were divided into different groups based on sex. We determined the cutoff
points of HOMA-IR and TyG Index in each group by calculation of the 75th (p75) and
90th percentiles (p90) in healthy subjects and by receiver operating characteristics (ROC)
analysis of MS and non-MS subjects. Correlation between HOMA-IR and TyG Index was
performed in both sexes by Spearman's correlation.
Results. Using both methods, HOMA-IR and TyG Index cut-offs were different between
males and females. The HOMA-IR cut-offs for healthy males were 0.9 (p75) and 1.242
(p90); for healthy females were 1.208 (p75) and 1.656 (p90). By ROC, the HOMA-IR cutoff
for males was 1.185 and for females was 1.505. The TyG Index cut-offs for healthy
males were 8.590 (p75) and 8.702 (p90); for healthy females were 8.448 (p75) and 8.617
(p90). The TyG Index ROC cut-offs were 8.905 for males and 8.695 for females. The
correlation coefficients between HOMA-IR and TyG Index were 0.39 for males and 0.36
for females.
Conclusion. The HOMA-IR cut-offs for males were 0.9 (p75), 1.242 (p90), and 1.185
(ROC); for females were 1.208 (p75), 1.656 (p90), and 1.505 (ROC). The TyG Index cutoffs
for males were 8.590 (p75), 8.702 (p90), and 8.905 (ROC); for females were 8.448
(p75), 8.617 (p90), and 8.695 (ROC). The correlation between HOMA-IR and TyG Index
was weak.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saleh Harris
"Diabetes melitus dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang menyebabkan hendaya, salah satunya adalah ulkus kaki diabetikum (UKD). Kadar vitamin D diketahui berhubungan dengan penyembuhan luka dan resistensi insulin. Penelitian potong lintang ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara kadar vitamin D serum dan derajat keparahan UKD. Tiga puluh pasien UKD dengan nilai ankle brachial index normal dikelompokkan sesuai derajat keparahannya sesuai klasifikasi Wagner diikutkan dalam studi ini. Kadar vitamin D serum diperiksa menggunakan metode immunoassay. Hubungan antara kedua variabel dianalisis. Pasien terdiri dari 18 orang laki-laki (60%) dan 12 orang perempuan (40%) dengan rerata usia 57 tahun. Rerata kadar vitamin D serum adalah 10,58 ng/mL. Korelasi kuat ditemukan antara kadar vitamin D serum dan derajat keparahan UKD (p<0,001, r=0,901). Pemeriksaan penyaring kadar vitamin D serum pada pasien UKD menunjukkan hasil yang rendah dan berkorelasi kuat dengan derajat keparahan UKD

Diabetes mellitus can cause various disabilitating complications including diabetic foot ulcer (DFU). Vitamin D levels are known to be correlated with wound healing and insulin resistance. This cross-sectional study aimed to determine the correlation between serum level of vitamin D and the severity degree of DFU. Thirty DFU patients with normal ankle brachial index, grouped into degrees according to the Wagner classification, were included in this study. Their serum level of vitamin D were examined using the chemiluminescent immunoassay method. Correlation between these two variables was analyzed. Patients were 18 males (60%) and 12 females (40%) with an average age of 57 years. The average serum level of vitamin D was 10.58 ng/mL. Strong correlation was found between serum level of vitamin D and the severity of DFU (p<0.001, r=0.901). Serum level of vitamin D screening in DFU patients were low and were strongly correlated with the degree of DFU."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55522
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tetra Saktika Adinugraha
"Swedish massage merupakan teknik masase berfokus pada relaksasi dan meningkatkan sirkulasi darah dengan melibatkan otot. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh Swedish massage terhadap nilai ankle brakial index pada pasien diabetes tipe 2. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment dengan kelompok kontrol, pemilihan sampel secara purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan signifikan sebelum dan sesudah diberikan masase selama 3 minggu pada nilai ABI kanan (p = 0.015) dan ABI kiri (p = 0.045) antara kelompok kontrol dengan intervensi. Penelitian ini menyarankan perawat melakukan masase di layanan klinik untuk meningkatkan nilai ABI pada pasien diabetes melitus tipe 2.

Swedish massage is a massage technique involving the muscles which focuses on promoting relaxation and blood circulation. This research aimed to investigate the effects of Swedish massage on Ankle Brachial Index (ABI) in type 2 diabetes mellitus patients. This study was quasi experimental with a control group and employed purposive sampling. There was a significant difference of intervention group and control on the right side of ABI (p = 0.015) and on the left side of ABI (p = 0.045) in three weeks of massage. This study suggests that nurse should perform massage in clinical practice to increase the ABI score for type 2 diabetes mellitus patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
T32971
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>