Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119448 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dita Harina Sawenda
"Penelitian ini membahas tentang manfaat pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa berdasarkan perspektif hukum keuangan publik. Penelitian ini mengangkat tiga permasalahan, yaitu Peran Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) dalam peningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, Manfaat pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) di masyarakat desa, dan Efektivitas pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) ditinjau dari hukum keuangan publik, studi kasus di Kecamatan Ploso Kabupaten Jombang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu normatif empiris yang bertumpu pada data sekunder dan dilanjutkan pada pengumpulan data primer melalui hasil wawancara dan disajikan dengan bentuk deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa peran Badan Usaha Milik Desa dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat desa dapat dilihat dari tujuan pendirian Badan Usaha Milik Desa yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan bernegara. Kemudian terkait dengan manfaat yang diberikan Badan Usaha Milik Desa kepada masyarakat adalah dilihat dari manfaat yang diberikan Badan Usaha Milik Desa sendiri dari awal berdirinya sampai sekarang kepada masyarakat berupa manfaat secara langsung yaitu pemberian bunga yang rendah dan kemudahan syarat menjadi anggota pada unit usaha simpan pinjam yang membuat bidang usaha ini disukai oleh masyarakat desa dari pada lembaga perekonomian lain di perdesaan. Selanjutnya dari segi efektivitas pengelolaannya dapat dilihat dari peningkatan pendapatan asli desa dan pengelolaan dana sudah berjalan sesuai dengan pembangunan perekonomian desa untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat desa.

This thesis discussed the benefits of establishing a Village Owned Enterprise (BUM Desa) in accelerating the realization of the welfare of the village community based on the perspective of public finance law. This research has raised three issues: the role of Village Owned Enterprises in improving the welfare of village communities, the benefits of establishing Village Owned Enterprises in village communities, and the effectiveness of managing Village Owned Enterprises based on case study in Ploso, Jombang. The method used in this research is normative-empirical, relying on secondary data and continued on primary data collection through interviews and is presented in the form of descriptive-analytical. The results showed that the role of Village Owned Enterprises in improving the welfare of rural communities can be seen from the purpose of establishing Village Owned Enterprise that has been mandated in the Law aimed at community welfare following the objectives of the state. Then related to the benefits provided by Village Owned Enterprises to the community is seen from the benefits provided by the Village Owned Enterprises themselves from its inception until now. The benefits are given in form of direct benefits namely low-interest rates and ease of conditions in getting membership of the savings and loan business units, in which it is favored by rural communities over other economic institutions in the countryside. Furthermore, the effectiveness of its management can be seen from the increase of village’s income and the funds’ management that has been running under the development of the village economy to help actualize the welfare of the village community."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michaell Yose Andersen
"Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Keberadaan BUM Desa tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Namun terdapat kekurangan atau kekosongan hukum dalam pengaturan tentang BUM Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tersebut yakni terkait dengan konstruksi yuridis dari BUM Desa sebagai suatu subyek hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dikarenakan dikarenakan penelitian ini mencoba untuk mengkaji norma hukum yang terdapat dalam peraturan-peraturan perundangan yang berlaku terkait dengan BUM Desa serta terkait dengan kepailitan badan usaha yaitu Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa: Pertama, BUM Desa merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum, namun dalam perkembangannya BUM Desa dapat menjadi badan usaha yang berbadan Hukum. Kedua, BUM Desa dapat diajukan Pailit berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepalitian dan PKPU.

Village Owned Enterprises (BUM Desa) are business entities whose capital is wholly or partly owned by the village through direct investment originating from separated village assets aimed at the welfare of the community. The existence of BUM Desa is regulated in Law Number 6 of 2014 concerning Villages. However, there is a legal deficiency or vacuum in the regulation regarding BUM Desa in Law Number 6 of 2014 which is related to the juridical construction of BUM Desa as a legal subject in Indonesia. . This study uses a normative juridical research method because this research tries to examine the legal norms contained in the applicable laws and regulations related to BUM Desa and related to bankruptcy of business entities, namely Law Number 6 of 2014 concerning Villages and Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. The results of the research that has been carried out can be concluded that: First, BUM Desa is a business entity that is not a legal entity, but in its development BUM Desa can become a legal entity. Second, BUM Desa can be filed for bankruptcy based on Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations (Bankruptcy Law and PKPU.)"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latipah
"Perluasan lingkup keuangan negara berimplikasi pada sektor pemeriksaan keuangan negara, dalam hal ini terdapat inkonsistensi penerapan regulasi terhadap status hukum dari Anak Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (AP BUMN), dimana terdapat perlakuan hukum yang menjadikan Anak Perusahaan BUMN sebagai bagian dari keuangan negara. Secara hukum keuangan publik, AP BUMN merupakan badan hukum perdata tersendiri yang berbeda karakter hukumnya dengan BUMN dan keuangan negara. Dari segi pendirian, tata kelola, regulasi, dan risiko tidak ada kesamaan antara AP BUMN dan BUMN serta keuangan negara. Ketika Anak Perusahaan BUMN menjadi bagian dari keuangan negara tentu hal ini juga berimplikasi pada sektor pemeriksaan keuangan negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan satu satunya lembaga yang berwenang untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara.Tesis ini disusun berdasarkan penelitian yuridis normatif yang menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum primer dan kepustakaan sebagai bahan sekunder. Hasil dari tesis ini menunjukan dua temuan pertama, Badan Pemeriksa Keuangan tidak berwenang dalam memeriksa APdiata BUMN yang merupakan badan hukum perdata, hal ini dilihat dari peraturan perundangan dan konsep badan hukum. Adapun terhadap frasa “lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara” menimbulkan multitafsir, sehingga pemeriksaan yang dilakukan BPK tanpa adanya kepastian hukum merupakan tindakan melampaui wewenang sehingga pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK telah melampaui kewenangannya. Kedua, terkait standar pedoman pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK dimuat dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tidak memuat terkait pemeriksaan terhadap AP BUMN

The expansion of the scope of state finances has implications for the state financial audit sector, in this case there is an inconsistency in the application of regulations to the legal status of State-Owned Enterprises (BUMN) Subsidiaries, where there is legal treatment that makes BUMN Subsidiaries part of state finances. In public finance law, BUMN Subsidiaries is a separate civil legal entity that differs in its legal character from BUMN and state finances. In terms of establishment, governance, regulation, and risk, there are no similarities between BUMN Subsidiaries and BUMN as well as state finances. When a BUMN subsidiary becomes part of the state finances, of course, this also has implications for the state financial audit sector. The Supreme Audit Agency (BPK) is the only institution authorized to determine whether or not there is a state financial loss. This thesis is prepared based on normative juridical research that uses laws and regulations as the primary source of law and literature as secondary material. The results of this thesis show the first two findings, the Supreme Audit Agency is not authorized to examine the BUMN Subsidiaries which is a civil legal entity, this can be seen from the laws and regulations and the concept of a legal entity. As for the phrase "another institution or agency that manages state finances" gives rise to multiple interpretations, so that the examination carried out by the BPK without legal certainty is an act beyond its authority so that the examination carried out by the BPK has exceeded its authority. Second, related to the standard of audit guidelines carried out by BPK, contained in the Regulation of the Indonesian Supreme Audit Agency Number 1 of 2017 does not contain related to the examination of BUMN Subsidiaries."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irim Tiara Puri
"Salah satu potensi dampak positif dari penerapan Dana Desa di Indonesia adalah menciptakan kelembagaan ekonomi lokal yang diharapakan mampu mengembangkan kompetisi antar desa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kompetisi tersebut tercermin dari peningkatan jumlah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setiap tahunnya sejak menjadi salah satu program prioritas pemerintah dalam pembangunan desa. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti secara empiris apakah BUMDes yang disebut sebagai salah satu program penggerak perekonomian desa dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat desa dengan melihat perbedaan peningkatan perekonomian desa. Penelitian ini menggunakan data BUMDes dan Potensi Desa (Podes) tahun 2014 dan 2018, serta Alokasi Dana Desa sebagai proksi untuk kegiatan ekonomi di tingkat desa dengan menggunakan pendekatan model ekonometrika Propensity Score Matching dan Difference in Difference dengan model fixed effect. Hasilnya menunjukkan bahwa desa yang memiliki BUMDes memiliki dampak lebih besar daripada desa yang tidak memiliki BUMDes dalam meningkatkan perekonomian masyarakat desa.

One of the potential positive impacts of implementing the Village Fund in Indonesia is creating local economic institutions that are expected to be able to develop competition between villages in an effort to improve the welfare of their communities. The competition is reflected in the increasing number of Village-Owned Enterprises (BUMDes) every year since becoming one of the government's priority programs in village development. This study aims to find empirical evidence whether BUMDes, which is referred to as one of the village economic drive programs, can affect the welfare of rural communities by looking at differences in the improvement of the village economy. This study uses BUMDes and Village Potential data (Podes) in 2014 and 2018, and the Village Fund Allocation as a proxy for economic activities at the village level using the econometric model approach of Propensity Score Matching and Difference in Difference with the fixed effect model. The results show that villages that have BUMDes have a greater impact than villages that do not have BUMDes in improving the economy of village communities."
Depok: Universitas Indonesia, 2020
T54774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vicky Dian Pratama Sari
"Tesis ini mengkaji kebijakan pengembangan BUM Desa di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi periode tahun 2015-2018. Penelitian ini mengangkat tiga permasalahan utama yaitu (1) Bagaimana konten kebijakan pengembangan BUM Desa, (2) Bagaimana implementasi kebijakan pengembangan BUM Desa, (3) Bagaimana dampak kebijakan pengembangan BUM Desa. Teori yang digunakan sebagai pisau analisis yaitu teori konten Fischer, teori implementasi Van Mater & Van Horn, dan teori dampak Anderson, serta menggunakan kerangka evaluasi Dale sebagai metode untuk mengupas tiga permasalahan di atas. Sementara pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, data sekunder dan dianalisis dengan teknik analisis komparatif konstan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) isi kebijakan pengembangan BUM Desa telah termuat dalam Rencana Kerja Pemerintah, RENSTRA dan RENJA Kementerian, namun program pengembangan BUM Desa belum bermuara pada grand design pola pengembangan keberlanjutan BUM Desa. (2) proses implementasi kebijakan pengembangan BUM Desa didukung oleh badan pelaksana dan regulasi, namun masih membutuhkan perbaikan sinergi unit kerja dan kolaborasi program dalam penentuan standart dan tujuan, politik kebijakan, komunikasi antar unit kerja, sikap pelaksana (unit kerja) dan dukungan sumber daya. (3) terdapat dampak positif kepada kelompok sasaran maupun non sasaran yaitu munculnya produk-produk unggulan Desa, tumbuhnya geliat ekonomi Desa serta bertambahnya aset BUM Desa. Namun disisi lain perkembangan beberapa BUM Desa cenderung mengalami stagnasi akibat ketergantungan pada bantuan pemerintah. Adapun saran peneliti sebagai rekomendasi, pertama, dibutuhkan rancangan grand design/masterplan nasional pengembangan dan penguatan BUM Desa sebagai upaya untuk menyempurnakan konten kebijakan yang ada saat ini. Kedua, memperkuat sinergi antar unit kerja dan kolaborasi program agar implementasi program dapat berjalan lebih optimal. Ketiga, diperlukan pendampingan dan pengawasan secara berkala dan berkesinambungan agar dapat mendorong manfaat positif dari program. 

This thesis examined the BUM Desa development policy in the Ministry of Village, Development of Disadvantaged Regions and Transmigration for the period of 2015-2018. This study raised three main problems, namely (1) How was the content of BUM Desa development policy, (2) How was the implementation of BUM Desa development policy, (3) How was the impact of BUM Desa development policy. The theory used as an analysis knife, namely Fischer's content theory, implementation theory of Van Mater & Van Horn, and Andersons impact theory, and used Dale evaluation framework as a method to explore the three problems above. While data collection used in-depth interview techniques, observations, secondary data and analyzed by constant comparative analysis techniques. The results of this study indicated that (1) the contents of the BUM Desa development policy are contained in the Government Work Plan, RENSTRA and RENJA of the Ministry, but the BUM Desa development program has not yet led to the grand design of BUM Desas sustainable development pattern. (2) the process of implementing the BUM Desa development policy was supported by implementing agencies and regulations, but still requires the improvement of synergy from working unit and program collaboration in setting standards and objectives, policy politics, communication between working units, implementing attitudes (working units) and resource support . (3) there was a positive impact on the target and non-target groups, namely the emergence of superior Village products, the growth of the stretching economy of the village and the increase in assets of BUM Desa. However, on the other hand the development of several BUM Desa tends to stagnate due to dependence on government assistance. As for researchers recommendations. First, it is necessary to design a national grand design/master plan for the development and strengthening BUM Desa as an effort to improve the content of existing policies. Second, strengthen synergy between work units and program collaboration so that program implementation can run more optimally. Third, regular and continuous assistance and supervision are needed to encourage positive benefits from the program."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widhya Mahendra Putra
"ABSTRAK
Berlakunya PP No. 72 Tahun 2016 yang memuat aturan penyertaan modal negara kepada BUMN persero tanpa melalui mekanisme APBN menimbulkan permasalahan dalam konsep pengelolaan keuangan negara. Ruang lingkup keuangan negara yang sangat luas dalam UU No. 17 Tahun 2003, menempatkan persetujuan DPR sebagai unsur yang sangat penting. Sebagaimana dipahami oleh kalangan anggota legislatif, mekanisme PMN kepada BUMN persero merupakan bagian keuangan negara yang memerlukan persetujuan DPR. Sedangkan, dalam lingkungan hukum keuangan publik, keuangan BUMN dianggap sebagai keuangan otonom badan hukum privat, sehingga ada hal-hal tertentu baik pemerintah maupun DPR tidak dapat ikut campur dalam pengelolaannya. Penelitian ini diharapkan memberikan kajian hukum yang komprehensif mengenai kriteria dalam menentukan PMN yang dilakukan dengan atau tanpa persetujuan DPR sesuai doktrin hukum keuangan publik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menganalisis kebijakan dari sisi hukum. Selain itu, penelitian ini menggunakan tipologi bersifat perskriptif dan jenis data sekunder. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil, mengenai jenis-jenis tindakan atas PMN meliputi tindakan kepemerintahan yang memerlukan persetujuan DPR dan tindakan korporasi. Jenis tindakan tersebut digunakan untuk mengklasifikasikan jenis mekanisme PMN kepada BUMN persero. Jenis PMN untuk pendirian dan penambahan PMN termasuk dalam jenis tindakan kepemerintahan, sedangkan pengurangan PMN seperti pengalihan aset dan restrukturisasi termasuk tindakan korporasi kecuali privatisasi. Doktrin badan hukum maupun teori transformasi menunjukkan bahwa mekanisme PMN dalam PP No. 72 Tahun 2016 tidak bermasalah. Untuk itu, Pemerintah dan DPR hendaknya menentukan batas-batas persetujuan DPR terhadap PMN yang didasarkan pada klasifikasi jenis dan tindakan atas PMN kepada BUMN persero dan sejalan dengan doktrin hukum keuangan publik.

ABSTRACT
The implementation of Government Regulation No. 72 of 2016 which contains the rule of State Capital Participation (SCP) for State-Owned Enterprises (SOEs) without going through State Budget mechanism raises problems in the concept of state finance management. The broad scope of state finance in the Law No. 17 of 2003 places The House of Representatives' (DPR) approval as an important element. As understood by members of parliament, the SCP mechanism towards SOEs is a part of state finances that requires DPR's approval. Whereas, within public finance law, SOEs finance is considered an autonomous financial private legal entity, so there are certain things in its management that cannot be interfered by both the Government and the Parliament. This research is expected to provide a comprehensive legal study regarding the criteria in determining SCP conducted with or without the approval of DPR according to the doctrine of public finance law. This study employs a normative juridical method by analyzing policy from legal point of view. In addition, this study uses typological descriptive and secondary data. Based on the research, the obtained result includes the types of actions against SCP including governmental actions that require DPR's approval and corporate actions. This type of action is used to classify the type of SCP mechanism towards SOEs. According to this research, governmental actions include SCP for the establishment and addition of SCPs while SCP reductions, such as asset transfers and restructuring, are classified as corporate actions except privatization. Both legal entity doctrine and transformation theory show that the SCP mechanism in Government Regulation No. 72 of 2016 does not indicate problem. For this reason, the Government and DPR should determine the limits of the DPR's approval for SCP based on the classification of types and actions of the SCP towards SOEs and in line with the doctrine of public finance law."
2019
T54829
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathia Nurul Haq
"Tesis ini membahas tentang proses pembentukan BUM Desa Segara Giri di Desa Sanur Kauh yang memiliki konteks adat yang kuat. Wilayahnya mencakup pelemahan adat Intaran ditinggali oleh komunitas adat Sanur yang sudah memiliki sistem pembangunan yang mapan. Pakraman Intaran juga sudah membentuk BUMDas Intaran sebelum BUM Desa Segara Giri terbentuk. Konteks ini menjadikan proses pembentukan BUM Desa di Sanur Kauh sangat dinamis dengan diwarnai oleh kesamaan identitas pelakunya sebagai sesama anggota komunitas adat Sanur. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses itu terdiri atas lima tahapan, yakni musyawarah desa, sungkem pada otoritas adat, kesepakatan pembagian bidang usaha, implementasi usaha dan pembagian keuntungan. Analisis temuan penelitian mengungkap bahwa proses ini merupakan proses pembangunan lokal yang didasari oleh nilai lokal yang dimiliki oleh anggota komunitas. Meskipun BUM Desa merupakan konsep pembangunan nasional, namun pelaku pembangunan di level desa yang semuanya merupakan bagian dari komunitas adat Sanur menerjemahkannya dalam nilai-nilai adat setempat yang berdasarkan pada tri hita karana. Hal ini juga mengindikasikan adanya kesamaan identitas pelaku pembangunan yang membuat dualisme berjalan dengan baik di Desa Sanur Kauh.

Tesis discussed about development process of BUM Desa segara Giri in Sanur Kauh Village whom had strong customary context. In its territory of Sanur Kauh, locals also recognized customary village named Pakraman Intaran. Indigenous peoples of pakraman Intaran also part of customary law community of Sanur that has developed social development planning based on local values in terms of Tri Hita karana. Pakraman Intaran has already had their own BUM Desa named BUMDas Intaran 3 years before the development of BUM Desa Segara Giri started. This context of development process brought dynamics in early stages of BUM Desa Segara Giri. The results if this research concluded that the process went in five stages started in early 2016 with village forum held by Sanur Kauh Village, head of BUM Desa Segara Giri went to seek permission from customary authorities after this forum concluded that establishment of their own BUM Desa needed. Result of their meetings were an agreement to not running business on field already taken by customary authorities. This agrement adressed on business implementation of BUM Desa Segara Giri. Research also discovered of their sharing profit scheme to each authorities. These findings analyzed came to conclusion that the process of developing BUM Desa Segara Giri was part of local development held in local values with local process. Development actors of these process shared the same social identity as part of local customs. With this single identity they were conquered the threats of being divided with dualism."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Gerry
"Dalam rangka mencapai tujuan bernegara untuk mencapai kesejahteraan umum, Pemerintah menggunakan instrument fiskal untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan memenuhi prinsip keadilan bagi rakyat. Instrumen fiskal dimaksud antara lain melalui pengelolaan investasi Pemerintah pusat yang bertujuan untuk mendapatkan manfaat ekonomi, manfaat sosial dan manfaat lainnya yang berguna untuk kemakmuran rakyat dan juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Adapun dalam tatanan pengelolaan investasi, Pemerintah perlu memberdayakan semua sumberdaya yang potensial dan memiliki expertise dalam melaksanakan investasi seperti Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan badan hukum lainnya berupa Lembaga sui generis sebagai badan hukum publik atau bahkan yang berbentuk sovereign wealth fund. Dalam konsepsi hukum keuangan publik yang tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum keuangan negara, Menteri Keuangan sebagai Bendahara Umum Negara berwenang untuk menatausahakan investasi Pemerintah berupa investasi jangka Panjang non permanen yang dilaksanakan dalam bentuk saham, surat berharga, dan investasi langsung. Penunjukan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan badan hukum lainnya sebagai agen investasi Pemerintah pusat sangatlah krusial mengingat institusi-institusi privat dan publik tersebut memiliki sumberdaya yang sangat potensial dalam melaksanakan investasi Pemerintah yang diharapkan akan memberikan kontribusi atau manfaat ekonomi, sosial dan manfaat lainnya yang bukan hanya sekedar mencari keuntungan tapi juga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara optimal dan berkesinambungan.
Kaidah hukum keuangan publik yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai investasi Pemerintah menjadi sangat penting dalam menjembatani pelaksanan investasi dari sudut pandang hukum privat yang dipedomani oleh BUMN dan BUMD dan pelaksanaan investasi dari sudut pandang hukum publik yang sektoral yang dipedomani oleh badan hukum lainnya.

In order to achieve the goal of the state to achieve general welfare, the Government uses fiscal instruments to achieve sustainable economic growth and fulfill the principle of justice for the people. The fiscal instruments referred to include, among others, the management of central government investments aimed at obtaining economic benefits, social benefits and other benefits that are useful for the prosperity of the people and also to support national economic growth. In terms of investment management, the Government needs to empower all potential resources and have expertise in carrying out investments such as State-Owned Enterprises, Regional-Owned Enterprises and other legal entities in the form of Sui Generis Institutions as public legal entities or even in the form of sovereign wealth funds.
In the legal conception of public finance as contained in various laws and regulations in the field of state finance law, the Minister of Finance as the State General Treasurer is authorized to administer Government investment in the form of long-term non-permanent investments carried out in the form of shares, securities, and direct investments. The appointment of State-Owned Enterprises, Regional-Owned Enterprises and other legal entities as investment agents for the Central Government is very crucial considering that these private and public institutions have very potential resources in carrying out Government investments which are expected to contribute or provide economic, social and economic benefits. others who are not only looking for profit but can also encourage optimal and sustainable national economic growth.
The legal rules of public finance contained in the laws and regulations governing government investment are very important in bridging the implementation of investment from a private law perspective guided by BUMN and BUMD and investment implementation from a sectoral public law point of view guided by other legal entities.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sisca Pratiwi
"Pasal 87 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa menyatakan bahwa Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa. Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat.  Keberadaan BUM Desa tersebut memiliki kekurangan atau kekosongan hukum dalam pengaturannya yakni terkait dengan konstruksi yuridis dari BUM Desa sebagai suatu subjek hukum di Indonesia. Padahal konstruksi yuridis badan usaha sebagai suatu subjek hukum sangatlah penting karena berpengaruh dalam kewenangan, hak dan kewajibannya, bertindaknya serta menentukan siapa yang berwenang untuk dapat menjadi pemohon atau mengajukan permohonan kepailitan Badan Usaha Milik Desa saat terjadi kepailitan.
Penelitian menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan penelitian ini dilakukan untuk menjawab dua masalah pokok, yaitu bagaimana konstruksi yuridis Badan Usaha Milik Desa sebagai subjek hukum di Indonesia dalam hal ini dapat diketahui bentuk badan usaha dari BUM Desa ataukah badan usaha berbadan hukum atau badan usaha tidak berbadan hukum. Kemudian hasil tersebut menentukan kewenangan pengajuan permohonan kepailitan oleh BUM Desa.
Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa Badan Usaha Milik Desa tidak memenuhi kedua unsur badan usaha berbadan hukum dan badan usaha tidak berbadan hukum. Demi kepastian hukum, Penulis berkesimpulan bahwa BUM Desa seharusnya berbadan hukum sehingga kewenangan pengajuan permohonan kepailitan dapat dilakukan oleh Kepala Desa mewakilkan BUM Desa sebagai subjek hukum atau Debitor Pailit. Saran Penulis diperlukan Peraturan Menteri Desa yang mengatur terkait dengan perolehan status badan hukum dari BUM Desa.
Kata Kunci: BUM Desa, Badan Usaha, Permohonan Kepailitan
Article 87 of the Regulation Number 6 Year 2014 concerning Villages states that Villages can establish Village Owned-company called BUM Desa. Village-owned company is a legal entity in which either parts of whole of its capital, is owned by village stated in direct inclusion. The existence of the BUM Desa has a lack in its regulation which is related to the juridical construction of BUM Desa as a legal subject in Indonesia. Whereas the legal construction of a business entity as a legal subject is very important because it influences its authority, rights and obligations, acts as well as determines who is authorized to be the petitioner or submits a request for bankruptcy in a village owned-company during a bankruptcy.
This research used normative juridical research methods and was conducted to answer two main problems, how the juridical construction of Village owned-company as legal subjects in Indonesia, in this case, it can be seen the form of business entity from BUM Desa or whether it is a legal entity or a non-legal entity. Then these results determine the authority to submit bankruptcy requests by BUM Desa.
The results of the research that have been concluded that the Village-Owned Company do not fit for both elements of a legal entity and a non-legal entity. The author concludes that BUM Desa should be a legal entity so that the authority to submit bankruptcy applications can be carried out by the Village Head representing the Village Owned-Company as the Bankrupt Debtor. Authors' recommendation is needed a Village Minister Regulation that regulates the acquisition of legal entity status for BUM Desa.
Keywords: Village owned-company, Business Entity, Bankruptcy Petition"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Yosephine
"Skripsi ini membahas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa bila dianalisis berdasarkan peraturan perundang-undangan, mulai dari peraturan tertinggi hingga peraturan terendah. Skripsi ini mengkaji Badan Usaha Milik Desa apakah lebih tepat bila dikategorikan sebagai badan usaha berbadan hukum atau badan usaha non badan hukum. Skripsi ini juga menjabarkan implikasi atas ketidakjelasan kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa dalam prakteknya dengan menampilkan permasalahan yang timbul pada Badan Usaha Milik Desa Panggung Lestari, kabupaten Bantul, provinsi Yogyakarta. Berdasarkan kajian yuridis yang telah dilakukan, pengakuan Badan Usaha Milik Desa sebagai badan usaha berbadan hukum atau badan usaha non badan hukum tidak ada, sedangkan sangat penting adanya pengakuan yang jelas dan tegas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa mengingat badan usaha ini akan melakukan berbagai macam kegiatan usaha demi kepentingan dan kemajuan desa itu sendiri. Ketidakjelasan kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa juga mengakibatkan badan usaha ini kesulitan dalam menjalin kerjasama usaha dengan pihak ketiga. Oleh karena itu, skripsi ini mendorong perlunya ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara tegas mengenai kedudukan hukum Badan Usaha Milik Desa.

The focus of this study is analyze about legal status of village owned enterprises based on the law. This study also analyze that village owned enterprises is business entity or legal entity. This study also details the implication of obscurity of legal status of village owned enterprises practically by indicating the problems that happens in Panggung Lestari Village Owned Enterprises in Bantul, Yogyakarta. Based on the juridical studies that has been done, recognition of village owned enterprises as business entity or legal entity is nothing, while too important to have the clear recognition about legal status of village owned enterprises because this entity would make every kind of business activities for the sake of that village. The obscurity of village owned enterprises caused this entity have difficulties in established business cooperation with third parties. Therefore, this study encouraged to have the clear regulation that would provide about legal status of village owned enterprises.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>