Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178245 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Choirunisa Lisdiyani
"Skripsi ini membahas tanggung jawab hukum apotek dan toko obat dalam penyerahan obat dengan menganalisis perbandingan Putusan No. 104/Pid.B/2015/ PN.pgp dan Putusan No. 153/Pid.Sus/2014/PN.Kbr. Apotek dan toko obat merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah Apoteker pada apotek dan Tenaga Teknis Kefarmasian pada toko obat. Baik Apoteker ataupun Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjalankan pelayanan penyerahan obat kadang kala tidak menjalankan kewenangannya sebagaimana aturan yang ada. Dengan menggunakan metode penulisan berbentuk Yuridis Normatif dan tipe penelitian deskriptif, skripsi ini menjabarkan analisis mengenai tanggung jawab hukum apotek dan toko obat dalam penyerahan obat berdasarkan Putusan Pengadilan No. 104/Pid.B/2015/PN.pgp dan Putusan No. 153/Pid.Sus/2014/PN.Kbr. Kesimpulannya, terhadap apotek dan toko obat yang melakukan pelanggaran penyerahan obat dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana. Representasi dari apotek adalah Apoteker, sedangkan representasi dari toko obat adalah Tenaga Teknis Kefarmasian. Peneliti menyarankan agar Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (B-POM) lebih aktif dalam hal pengawasan apotek dan toko obat, terutama dalam hal penyerahan obat kepada pasien dan penerbitan izin usaha pada toko obat.
This essay discusses the legal responsibilities of pharmacy and drug store in drugs delivery by analyzing the comparison of Judgment No. 104/Pid.B/2015/PN.pgp and Judgment No. 153/Pid.Sus/2014/PN.Kbr. Pharmacy and drug store are pharmaceutical service facilities where pharmacy practices are carried out by health workers. Health workers in question are Pharmacists at the pharmacy and Pharmaceutical Technical Staff at the drug store. Both Pharmacists and Pharmaceutical Technical Staff who carry out drug delivery services sometimes do not carry out their authority according to existing rules. By using Normative Juridical writing methods and descriptive research types, this essay lays out an analysis of the legal responsibilities of pharmacy and drug store in drug delivery based on Juedgment Number 104/Pid.B/2015/PN.pgp and Judgment No. 153/Pid.Sus/2014/ PN.Kbr. In conclusion, pharmacy and drug store violating the drug delivery may be subject to administrative sanctions and criminal sanctions. Representatives from pharmacy are Pharmacists, while representations from drug store are Pharmaceutical Technical Staff. Researchers suggests that the Ministry of Health through the Department of Health and the Food and Drug Monitoring Agency (B-POM) be more active in terms of supervision of pharmacy and drug store, especially in terms of drug delivery to patients and issuance of business licenses at drug store."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choirunisa Lisdiyani
"Skripsi ini membahas tanggung jawab hukum apotek dan toko obat dalam penyerahan obat dengan menganalisis perbandingan Putusan No. 104/Pid.B/2015/PN.pgp dan Putusan No. 153/Pid.Sus/2014/PN.Kbr. Apotek dan toko obat merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukannya praktik kefarmasian oleh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah Apoteker pada apotek dan Tenaga Teknis Kefarmasian pada toko obat. Baik Apoteker ataupun Tenaga Teknis Kefarmasian yang menjalankan pelayanan penyerahan obat kadang kala tidak menjalankan kewenangannya sebagaimana aturan yang ada. Dengan menggunakan metode penulisan berbentuk Yuridis Normatif dan tipe penelitian deskriptif, skripsi ini menjabarkan analisis mengenai tanggung jawab hukum apotek dan toko obat dalam penyerahan obat berdasarkan Putusan Pengadilan No. 104/Pid.B/2015/PN.pgp dan Putusan No. 153/Pid.Sus/2014/PN.Kbr. Kesimpulannya, terhadap apotek dan toko obat yang melakukan pelanggaran penyerahan obat dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi pidana. Representasi dari apotek adalah Apoteker, sedangkan representasi dari toko obat adalah Tenaga Teknis Kefarmasian. Peneliti menyarankan agar Kementerian Kesehatan melalui Dinas Kesehatan dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (B-POM) lebih aktif dalam hal pengawasan apotek dan toko obat, terutama dalam hal penyerahan obat kepada pasien dan penerbitan izin usaha pada toko obat.

This essay discusses the legal responsibilities of pharmacy and drug store in drugs delivery by analyzing the comparison of Judgment No. 104/Pid.B/2015/PN.pgp and Judgment No. 153/Pid.Sus/2014/PN.Kbr. Pharmacy and drug store are pharmaceutical service facilities where pharmacy practices are carried out by health workers. Health workers in question are Pharmacists at the pharmacy and Pharmaceutical Technical Staff at the drug store. Both Pharmacists and Pharmaceutical Technical Staff who carry out drug delivery services sometimes do not carry out their authority according to existing rules. By using Normative Juridical writing methods and descriptive research types, this essay lays out an analysis of the legal responsibilities of pharmacy and drug store in drug delivery based on Juedgment Number 104/Pid.B/2015/PN.pgp and Judgment No. 153/Pid.Sus/2014/ PN.Kbr. In conclusion, pharmacy and drug store violating the drug delivery may be subject to administrative sanctions and criminal sanctions. Representatives from pharmacy are Pharmacists, while representations from drug store are Pharmaceutical Technical Staff. Researchers suggests that the Ministry of Health through the Department of Health and the Food and Drug Monitoring Agency (B-POM) be more active in terms of supervision of pharmacy and drug store, especially in terms of drug delivery to patients and issuance of business licenses at drug store."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vincent Velayo
"ABSTRAK
Dokter dan apoteker merupakan salah dua dari tenaga kesehatan yang saling bersinergi dalam memberikan pelayanan kesehatan, dimana dokter melakukan penanganan medikal sementara apoteker yang akan menindaklanjuti produk (resep) dari dokter tersebut, yakni dispensing. Namun demikian, tidak sedikit dokter melakukan pemberian obat secara langsung (dispensing) kepada pasien. Tumpang tindih praktik dispensing yang dilakukan antara dokter (tenaga medis) dengan apoteker (tenaga kefarmasian) tersebut menyebabkan ketidakpastian hukum, sehingga perlu diketahui bagaimana sebenarnya regulasi yang mengatur mengenai kewenangan antara dokter dengan apoteker terkait praktik dispensing. Adapun metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif, yakni dengan meneliti terhadap bahan primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menemukan bahwa pengaturan mengenai praktik dispensing yang merupakan lingkup bagian kefarmasian, telah memiliki regulasi yang jelas, baik mengenai pihak yang berwenang melakukan pekerjaan di bidang kefarmasian, mengenai apa saja yang termasuk bidang kefarmasian dan mengenai larangan serta sanksi bagi yang tidak berwenang namun melakukannya. Namun demikian, praktik dispensing tersebut tetap terbuka bagi dokter dalam keadaan dan situasi tertentu. Oleh karena itu, peran aktif masyarakat dan upaya dari masing-masing profesi untuk menghormati kewenangan antar profesi sangat diperlukan supaya hukum yang ada dapat ditegakkan sehingga tercapai kepastian hukum.

ABSTRACT
Doctor and pharmacist are part of health labour that synergy in giving health service, in which doctor do the medical treatment while pharmacist will work based on the doctor`s prescribing, which is called dispensing. However, not few doctor do the dispensing straightforward to the patient by themselves. The overlap practice of dispensing which is done by doctor (medical labour) with pharmacists (pharmacy labour) causing law uncertainty, so it is important to know about how actually the regulation that regulate about authority between doctor and pharmacist in dispensing practice. Using the methodology of the normative legal research conducted a study of the primary material, secondary, tertiary. This research found out that regulation of dispensing practice which is part of pharmacy, has well regulated, that regulate the subject who has authority in doing pharmacy`s work, regulate about what is include in pharmacy section and regulate about the prohibition and sanction for subject who don`t have authority in doing work in pharmacy section but still do it. However, dispensing practice is still applicable for doctor in some condition and situation that has been regulated. Therefore, society`s active role and each profession effort to honour authority between those two professions are really needed so that regulation can be enforced and will be result on law certainty."
2016
S64853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Windy Januari Gunari
"Skripsi ini membahas tentang tanggung jawab hukum dokter terkait penyerahan narkotika kepada pasien yang membutuhkan berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Menteri Kesehatan yang berlaku serta membahas analisis putusan No. 958/Pid.Sus/2016/PN SBY. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif dan tipe penelitian yang termasuk ke dalam penelitian deskriptif. Kesimpulan dari penelitian ini adalah telah diaturnya penyerahan narkotika oleh dokter dalam Undang-Undang dan Peraturan Menteri Kesehatan serta terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh dokter Harryanto dalam putusan No. 958/Pid.Sus/2016/PN SBY. Agar tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari seharusnya Kementerian Kesehatan melakukan sosialisasi kepada para dokter mengenai peraturan yang ada terkait penyerahan obat narkotika kepada pasien serta terjalinnya kerjasama antara BNN dan Kementerian Kesehatan dalam pengawasan tindak penyerahan obat narkotika oleh dokter.

This thesis discusses about the regulation and the delivery of narcotic drugs by doctor also analysis of the Verdict Number 958 Pid.Sus 2016 PN SBY. The writer uses juridical normative research methods and the type of this study is descriptive. Conclusion over these are doctors may delivering narcotic drugs towards the patients, under certain circumstances in accordance with the Law and Regulation of The Minister of Health also the defendant on this Verdict making digression. Thus, it needs cooperation between BNN and Ministry of Health in overseeing the act of delivering narcotics by doctors towards patients.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Hukum kesehatan merupakan cabang ilmu yang masih tergolong muda di Indonesia. Hukum kesehatan yang baru berkembang ini berbanding terbalik dengan banyaknya sorotan terhadap hukum kesehatan, khususnya kepada dokter spesialis anestesi dalam melakukan tindakan operasi. Seorang dokter spesialis anestesi melakukan peran yang sangat penting di kamar operasi, tidak hanya membuat pasien tertidur, tetapi juga harus membuat keputusan untuk melindungi dan menjaga fungsi-fungsi vital dari organ pasien sehingga dapat berjalan dengan baik. Dokter spesialis anestesi juga bertugas untuk mendiagnosa dan menangani masalah yang mungkin timbul selama operasi atau pada masa pemulihan dalam perspektif keselamatan pasien secara umum. Dalam melaksanakan tugasnya dokter spesialis anestesi harus berpedoman terhadap standar dan prosedur, karena dalam melakukan anestesi diharuskan untuk tidak melakukan kesalahan maupun kelalaian. Penulisan ini membahas tentang tinjauan tanggung jawab dokter spesialis anestesi dalam tindakan operasi. Luasnya aspek hukum yang terdapat dalam hubungan dokter dan pasien membuat penulis membatasi pembahasan penulisan ini hanya mengenai aspek hukum kesehatan.
;Health law is considered a new branch of law in Indonesia. The developing health law are inversely proportional to vast attention given to health law, especially to anesthetic specialist?s in surgical operation. Anesthetic specialist?s do important role in operation room, not only make patient sleep, but also take a decision to keep and protect the function of organ patient and also have a duty to diagnose and manage a problem that maybe will any during surgical operation or period dignification in perspective safety patient in general. Anesthetic specialist?s must orientation with standart and procedure, because when anesthesia doing, doctor?s shouldn?t do negligence or fault. The purpose of this writing is to knowing the responsibility of anesthetic specialist?s in surgical operation. The wide range of legal aspect in relationship within doctor and patient, require the writer to limit the writing of this paper only in term of health law.
, Health law is considered a new branch of law in Indonesia. The developing health law are inversely proportional to vast attention given to health law, especially to anesthetic specialist’s in surgical operation. Anesthetic specialist’s do important role in operation room, not only make patient sleep, but also take a decision to keep and protect the function of organ patient and also have a duty to diagnose and manage a problem that maybe will any during surgical operation or period dignification in perspective safety patient in general. Anesthetic specialist’s must orientation with standart and procedure, because when anesthesia doing, doctor’s shouldn’t do negligence or fault. The purpose of this writing is to knowing the responsibility of anesthetic specialist’s in surgical operation. The wide range of legal aspect in relationship within doctor and patient, require the writer to limit the writing of this paper only in term of health law.
]"
Universitas Indonesia, 2016
S61980
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soerjono Soekanto
Bandung: Remadja Karya, 1987
344.041 SOE p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Rismalita Ayuginanjar
"ABSTRACT
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan terutama kepada ibu dan anak. Para bidan yang menjalankan praktik kebidanan secara mandiri kadang kala tidak menjalankan kewenangannya sebagaimana aturan yang ada. Salah satu contohnya adalah dalam penyerahan obat. Dalam hal penyerahan obat, termasuk obat Dextromethorphan yang dibahas dalam penulisan ini. Dengan menggunakan metode penulisan berbentuk Yuridis-Normatif dan tipe penelitian deskriptif, skripsi ini menjabarkan analisis mengenai tanggung jawab hukum bidan dalam penyerahan obat berdasarkan Putusan Pengadilan Nomor: 03/Pid.Sus/2012/PN.Pml. Dapat disimpulkan bahwa bidan tidak diperbolehkan menyerahkan obat karena bidan bukan tenaga kefarmasian yang berwenang untuk menyerahkan obat terutama obat Dextromethorphan. Peneliti menyarankan agar Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan lebih aktif untuk melakukan pengawasan terhadap bidan yang menjalankan praktik secara mandiri.

ABSTRACT
Midwives are health workers who provide health services especially to mothers and children. Those midwives who carry out independent midwife practices often exercise their competency not based on existing rules. One example is during medicine dispensation, including Dextromethorphan which will be discussed in this paper. By using a juridical-normative method of writing, this paper explains an analysis of midwives legal responsibilities in medicine dispensation based on Court Ruling Number: 03/Pid.Sus/2012/PN.Pml. It can be concluded that midwives are not permitted to dispense medicine because midwives are not pharmacists who is authorized to dispense medicine, especially Dextromethorphan. It is suggested that the Ministry of Health and Public Health Department the be more active in conducting supervision of midwives who carry out independent practices."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raihan
"Suntik filler merupakan salah satu perawatan kecantikan non bedah yang memasukkan sejenis cairan atau zat ke dalam kulit dengan menggunakan jarum dan bertujuan untuk menyamarkan akibat penuaan atau mempercantik penampilan seseorang. Pemulihan tindakan suntik filler tidak memerlukan waktu yang cukup lama jika dibandingkan dengan bedah plastik estetika, membuat lonjakan terhadap penggunaan suntik filler oleh berbagai kalangan terus meningkat setiap tahunnya. Pastinya tindakan ini memiliki risiko dan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi. Maraknya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh dokter akibat tidak adanya pemberian persetujuan tindakan kedokteran dalam melakukan tindakan medis perlu dibahas lebih lanjut. Oleh karena itu, setiap tindakan kedokteran harus memberikan persetujuan tindakan kedokteran dengan terlebih dahulu dokter menjelaskan kepada pasiennya secara rinci dan lengkap, karena persetujuan tindakan medis termasuk ke dalam bagian etik profesi kedokteran. Hal ini bertujuan mencegah pelanggaran yang dilakukan oleh dokter sebagaimana penelitian ini yang tidak memberikan persetujuan tindakan medis secara tertulis dalam memberikan tindakan suntik filler berdasarkan Putusan Nomor 1441/Pid/Sus/2019/PN Mks. Bentuk penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan bahan data sekunder sebagai pendukung. Data ini diperoleh dari studi dokumen maupun wawancara yang dilakukan dengan narasumber. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, pemberian persetujuan tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya dengan melakukan suntik filler untuk kecantikan belum diterapkan secara maksimal sesuai dengan hukum kesehatan.

Filler injections are one of the non-surgical beauty treatments that involve injecting a substance or fluid into the skin using a needle, with the aim of minimizing signs of aging or enhancing a person's appearance. As opposed to aesthetic plastic surgery, filler injections have a shorter recovery period, which has resulted in an annual rise in the number of individuals who use them. However, it is important to acknowledge that such procedures carry risks and potential complications. The prevalence of violations committed by doctors due to the lack of informed consent in medical procedures needs to be further discussed. Therefore, it is necessary for every medical procedure to obtain the patient's informed consent, wherein the doctor provides a detailed and comprehensive explanation beforehand, as obtaining informed consent is an ethical requirement in the medical profession. This is aimed at preventing violations committed by doctors, such as the case discussed in this research, where written informed consent was not obtained for administering filler injections based on Court Decision Number 1441/Pid/Sus/2019/PN Mks. This research employs a normative juridical approach with secondary data as supporting evidence. The data was obtained from document studies and interviews conducted with pertinent sources, and it was then analyzed using qualitative analysis methods. Based on the findings of this research, it is evident that the practice of obtaining informed consent from patients for filler injections in aesthetic procedures has not been maximally implemented in accordance with health laws."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Shendy Pratama
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab Kantor Kesehatan Pelabuhan dalam melakukan pengawasan atas penggunaan narkotika pada awak pesawat dengan fokus studi di Bandar Udara Halim Perdana Kusuma. Skripsi ini juga membahas tentang bagaimana implementasi pengaturan pelayanan kesehatan yang berjalan di Indonesia. Berdasarkan analisa penulis tentang pengawasan penggunaan narkotika pada awak pesawat dalam pelaksanaannya masih menemui kendala-kendala yang masih harus dibenahi oleh Pemerintah Indonesia. Kendala-kendala tersebut menurut penulis dapat diatasi apabila adanya peraturan tegas dari Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan dalam rangka menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang prima bagi ruang lingkup Bandar Udara serta Keamanan Penerbangan di Indonesia.

ABSTRACT
This thesis discusses the responsibilities of the Airport Health Office in conducting the supervision on the use of narcotics on flight crews with the focus of study at Halim Perdana Kusuma Airport. This thesis also discusses how the implementation of health services arrangement that runs in Indonesia. Based on the author 39 s analysis on the supervision on the use on the use of narcotics flight crew, in its implementation, still encountered obstacles that still need to be fixed by the Government of Indonesia. These constraints, according to the author, can be overcome if there is a strict regulation from the Government of Indonesia, especially the Ministry of Health and the Ministry of Transportation in order to provide excellent health services for the scope of Airports and Aviation Security in Indonesia."
2017
S68484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadila Sandy Dethia
"ABSTRAK
Internet adalah salah satu hasil pengembangan teknologi yang penggunanya
berasal dari semua Negara dan dari berbagai kalangan usia. Melihat
perkembangan internet yang begitu pesat, banyak pelaku usaha yang
memperdagangkan dagangannya secara online, termasuk memperdagangkan
sediaan farmasi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode
pengumpulan data studi dokumen dan wawancara. Meskipun di Indonesia belum
terdapat peraturan yang secara eksplisit mengatur mengenai perdagangan sediaan
farmasi secara online, pada penelitian ini penulis menggunakan peraturanperaturan
terkait sediaan farmasi seperti Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Dari penelitian
yang penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa perdagangan sediaan farmasi
secara online melawan ketentuan-ketentuan terkait produksi, penyaluran dan
pelayanan sediaan farmasi. Skripsi ini membahas pula bagaimana peran apoteker
sebagai pekerja kefarmasian terhadap peredaran sediaan farmasi secara online.

ABSTRACT
Internet is one of the many results of technology development throughout the year
that is used by everyone across the world from all ages. The rapid development of
the internet itself encourages entrepreneurs to expand their business through the
internet, and the pharmacy trading is not an exception. This research uses the
method of qualitative research that includes collecting literatures and doing
interviews. Although there is no explicit law regarding the regulations of online
pharmacy trading in Indonesia, in this research, a couple laws that are related to
pharmacy are used such as government regulation number 72 year 1998 about
pharmacy and medical device?s safekeeping. Based on this research, it assumed
that online pharmacy trading has violated the laws related to the production,
distribution, and the service of medicine. The role of pharmacist as pharmacy
workers towards online pharmacy trading will also be discussed."
2017
S65863
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>