Ditemukan 127180 dokumen yang sesuai dengan query
Ginting, Joyce Karina
"Tesis ini membahas mengenai pengalihan objek jaminan fidusia yang belum didaftarkan oleh pihak debitur tanpa sepengetahuan pihak kreditur sebagaimana yang ada dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1271 K/Pdt/2016. Permasalahan pada tesis ini adalah 1) Legalitas pengalihan objek jaminan fidusia yang belum didaftarkan tanpa persetujuan kreditur; 2) Perlindungan hukum bagi kreditur dalam hal debitur mengalihkan objek jaminan fidusia yang belum didaftarkan tanpa persetujuan kreditur. Metode penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi literatur. Menggunakan metode pendekatan kualitatif, yang mana menghasilkan bentuk hasil penelitian yaitu deskriptif analitis. Simpulan dari penulisan tesis ini adalah pengalihan objek jaminan fidusia yang belum didaftarkan tanpa persetujuan kreditur merupakan tindakan yang tidak dibenarkan menurut hukum (tidak sah) dan perlindungan hukum bagi kreditur dalam hal debitur mengalihkan objek Jaminan Fidusia yang belum didaftarkan tanpa persetujuan kreditur dapat dikenakan tanggung jawab perdata dan pidana bagi debitur tersebut. Saran dari penulis adalah perusahaan lembaga pembiayaan wajib menaati ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia terkait pelaksanaan perjanjian Jaminan Fidusia, seperti melakukan pendaftaran perjanjian Jaminan Fidusia melalui pembuatan akta Jaminan Fidusia oleh Notaris dan didaftarkan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk diterbitkan sertifikatnya.
This thesis discusses the transfer of unregistered fiduciary collateral objects by the debtor without the approval of the creditors as contained in the Decision of the Supreme Court Number 1271 K/Pdt/2016. Problems in this thesis are 1) Legality of the transfer of unregistered fiduciary collateral objects without the creditors approval; 2) Legal protection for creditors in the event that the debtor transfers unregistered fiduciary collateral objects without the creditors approval. This research method is a normative juridical study with the nature of descriptive research, using secondary data collected through literature studies. Using a qualitative approach, which produces a form of research results that is descriptive analytical. The conclusion from the writing of this thesis is that the transfer of unregistered fiduciary collateral objects without the creditors approval is an unlawful act. Legal protection for creditors in the event that the debtor transfers the object of the unregistered Fiduciary Guarantee without the creditors approval may be subject to civil and criminal liability for the debtor. The suggestion from the writer is that the financial institution company must obey the provisions contained in Fiduciary Guarantee Law related to the implementation of the Fiduciary Guarantee agreement, such as registering a Fiduciary Guarantee agreement through the making of a Fiduciary Deed by the Notary Public and being registered with the Ministry of Law and Human Rights of the Republic of Indonesia for its certificate."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54876
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Yuni Sofiyah
"Kepastian dan perlindungan hukum bagi kreditur dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia menjadi isu penting, terutama setelah lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 18/PUU-XVII/2019 dan Nomor: 2/PUU-XIX/2021. Putusan tersebut memberikan dampak signifikan terhadap mekanisme eksekusi jaminan fidusia di Indonesia, khususnya dalam menyeimbangkan hak-hak kreditur dan debitur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kedua putusan tersebut terhadap kepastian hukum dan perlindungan bagi kreditur dalam praktik eksekusi jaminan fidusia. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan, doktrin hukum, serta putusan pengadilan. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 18/PUU-XVII/2019, ditegaskan bahwa eksekusi jaminan fidusia oleh kreditur hanya dapat dilakukan apabila terdapat kesepakatan terkait wanprestasi antara kreditur dan debitur atau melalui penetapan pengadilan. Sementara itu, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 2/PUU-XIX/2021 memperkuat perlindungan terhadap debitur dengan memastikan adanya mekanisme keberatan dalam proses eksekusi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kedua putusan tersebut mengubah orientasi eksekusi jaminan fidusia dari yang sebelumnya berfokus pada kepentingan kreditur menjadi lebih berimbang dengan memperhatikan hak debitur. Namun, perubahan ini memunculkan tantangan berupa potensi keterlambatan dan peningkatan biaya eksekusi. Oleh karena itu, diperlukan penyusunan regulasi yang lebih komprehensif untuk memastikan kepastian hukum bagi kreditur sekaligus melindungi hak-hak debitur. Kesimpulannya, Putusan Mahkamah Konstitusi menghadirkan reformasi hukum yang penting dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Namun, harmonisasi regulasi tetap diperlukan untuk mewujudkan keseimbangan antara kepastian hukum bagi kreditur dan keadilan bagi debitur.
Legal certainty and protection for creditors in the execution of fiduciary guarantees have become significant issues, particularly following the Constitutional Court Decisions No. 18/PUU-XVII/2019 and No. 2/PUU-XIX/2021. These decisions have significantly impacted the mechanism for executing fiduciary guarantees in Indonesia, especially in balancing the rights of creditors and debtors. This study aims to analyse the influence of these decisions on legal certainty and creditor protection in fiduciary guarantee executions. This research employs a normative juridical approach, referencing statutory regulations, legal doctrines, and court rulings. Constitutional Court Decision No: 18/PUU-XVII/2019 stipulates that the execution of fiduciary guarantees by creditors can only be conducted if there is an agreement on default between the creditor and debtor or through a court ruling. Meanwhile, Constitutional Court Decision No: 2/PUU-XIX/2021 reinforces debtor protection by ensuring an objection mechanism during the execution process. The analysis reveals that these decisions have shifted the orientation of fiduciary guarantee executions from being creditor-centric to a more balanced approach that considers debtor rights. However, this shift introduces challenges, including potential delays and increased execution costs. Therefore, comprehensive regulatory reform is necessary to ensure legal certainty for creditors while protecting debtor rights. In conclusion, the Constitutional Court Decisions represent significant legal reforms in fiduciary guarantee executions. However, regulatory harmonization is still required to achieve a balance between legal certainty for creditors and fairness for debtors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Maria Valentina Hartini Lestiani Dewi
"Tesis ini membahas tentang perlindungan kepada kreditur terhadap perjanjian kredit antara debitur dan kreditur dengan jaminan hak tanggungan untuk mengamankan kreditur apabila debitur cidera janji. Tetapi pada kenyataannya meskipun telah mendapat dan memegang hak tanggungan belum tentu posisi kreditur sepenuhnya aman, sebab tidak selalu hak tanggungan tersebut dapat dieksekusi sehingga mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Penelitian ini adalah yuridis normatif dengan desain preskriptif. Analisis kasus dilakukan terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 396 K/Pdt/2009 yang menyatakan bahwa kreditur tidak dapat mengeksekusi hak tanggungan yang diberikan sebagai jaminan kepadanya. Hasil penelitian menyatakan bahwa kurangnya komitmen kreditur dalam melaksanakan prinsip kehati-hatian dapat mengakibatkan kerugian bagi kreditur, maka dari itu disarankan agar kreditur menjalankan semua tahapan dalam proses penilaian calon debitur sehingga kreditur mendapat perlindungan menyeluruh, dan notaris hanya bertanggung jawab sebatas kebenaran formal.
This thesis deals with protection for creditor over a credit agreement between a creditor and a debtor with security taking the form of mortgage right to protect the creditor if debtor is in default. However in practice in spite of having obtained and having held the mortgage right the position of creditor is not necessarily safe (secure), because the mortgage right is not always executable as to cause loss to creditor. This research (study) is judicially normative in prescriptive design. Case analysis is done on the Verdict of the Supreme Court Number: 396 K/Pdt/2009 stating that creditor cannot execute the mortgage right granted for him/her/its security. The research result shows that because creditor looking commitment in prudence principle may cause a loss to creditor, and therefore it is recommended that creditor should take all phases (action) in the assessment process of prospective debtor so that creditor get an overall protection and notary public is only responsible to the extent of formal authenticity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T44000
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Sembiring, Rama Pradhana
"
ABSTRAKSalah satu kegiatan bank selain menyimpan dana dari masyarakat ialah menyalurkan dana kepada masyarakat, yaitu dengan cara pemberian kredit. Dalam pemberian kredit ini, bank tidak dapat sembarangan menerima calon debitur. Terlebih dahulu harus ada proses pengecekan, kemudian debitur harus memenuhi sejumlah syarat agar debitur dapat menerima kredit yang diberikan oleh Bank. Hal tersebut merupakan bagian dari penerapan prinsip kehati-hatian yang harus dijalankan oleh bank atau dikenal dengan prinsip 5?C. Kredit juga wajib disertai dengan jaminan. Seringkali ditemukan adanya masalah-masalah dalam pemberian kredit yaitu adanya wanprestasi dari penerima kredit dengan tidak membayar angsuran kredit atau memberikan jaminan yang tidak benar dalam pemberian kredit sehingga diperlukan analisa mengenai perlindungan hukum bank dalam pemberian kredit dan pengaturan dalam pemberian kredit. Penelitian ini menggunakan bentuk metode penelitian hukum normatif dengan melalui studi kasus berdasarkan putusan yang dikeluarkan pengadilan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaturan kredit di Indonesia dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan Peraturan Bank Indonesia dan perlindungan hukum bank dalam kasus terdapat pada perjanjian kredit beserta pengikatan jaminan kredit yang memberikan perlindungan hukum bagi bank.
ABSTRACTOne of the activities of banks besides saving of public funds is channeled funds to the public, by way of granting credit. In granting this loan, the banks can not arbitrarily accept borrowers. First there must be a checking process, then the debtor must meet a number of requirements for debtors may receive loans granted by the Bank. It is part of the application of the precautionary principle to be executed by the bank, known as 5'C Principle. Credit also must be accompanied by a guarantee. Often found any problems in the provision of credit that is the recipient of default of credit by not paying the loan installments or warranties untrue in lending so requires an analysis of the legal protection of bank lending and the setting in lending. This study uses a form of normative legal research methods through case studies based on the decision issued by the court. The conclusion of this study is a credit arrangement in Indonesia issued by Bank Indonesia Regulation of Bank Indonesia and the legal protection of the bank in case contained in the credit agreement and its binding credit guarantees that provide legal protection for banks"
2016
S63491
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Idham Muhammad Aulia
"Hak tanggungan merupakan salah satu jenis jaminan yang digunakan sebagai jaminan pada pemberian fasilitas kredit, yang ketentuannya dituangkan dalam perjanjian jaminan. Dalam hal ini, aset debitur yang digunakan sebagai jaminan adalah hak atas dan dapat berupa bangunan, tanaman, dan hasil karya yang sudah ada ataupun akan ada yang merupakan satu kesatuan pada tanah tersebut. Ketentuan mengenai bangunan, tanaman, dan hasil karya di atas tanah milik debitur harus dinyatakan dengan tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut. Dalam penelitian ini, penulis bertujuan untuk meninjau lebih lanjut mengenai bagaimana bentuk perlindungan dan upaya hukum bagi debitur dalam permasalahan terkait lelang eksekusi yang dilakukan oleh kreditur sebagai penjual dengan penetapan nilai limit yang tidak wajar atau rendah, sebab dengan adanya ketentuan mengenai nilai limit dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Nomor 122 Tahun 2023 dan ketentuan eksekusi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, bisa memberikan kedudukan yang seimbang dan adil dalam pelaksanaan lelang eksekusi.
Mortgage is one type of collateral used as security for the provision of credit facilities, the provisions of which are set out in a security agreement. In this case, the debtor's assets used as collateral are rights to and can be in the form of existing or future buildings, plants, and works that form an integral part of the land. The provisions regarding buildings, plants, and works on the debtor's land must be expressly stated in the Deed of Granting Mortgage. In this study, the author aims to further review how the form of protection and legal remedies for debtors in problems related to execution auctions conducted by creditors as sellers with the determination of unreasonable or low limit values, because with the provisions regarding the limit value in the Minister of Finance Regulation concerning Auction Implementation Guidelines Number 122 of 2023 and the provisions of execution in Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, can provide a balanced and fair position in the implementation of execution auctions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sadam Permana
"Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) merupakan suatu masa dimana pihak debitor dan kreditor diberi kesempatan untuk melakukan musyawarah tata cara pembayaran utang. Adapun dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, debitor tetap memiliki kewenangan untuk dapat melakukan pengurusan terhadap harta kekayaan yang dimiliki. PKPU merupakan mekanisme yang ditempuh untuk menghindari ancaman harta kekayaan debitor yang akan dilikuidasi. Adapun kasus yang diangkat dalam penulisan ini adalah kasus PKPU pada PT. Gunung Raja Paksi, Tbk. sebagai debitor yang diajukan oleh PT. Naga Bestindo Utama sebagai kreditor. Kreditor dalam kasus tersebut mengajukan PKPU dikarenakan debitor yang tidak melakukan pembayaran utanng terhadap debitor. Namun pada nyatanya, PT. Naga Bestindo Utama seagai kreditor melakukan penutupan rekening sehingga PT. Gunung Raja Paksi, Tbk tidak dapat melakukan pembayaran utang yang dimiliki. Majelis hakim dalam Putusan PKPU Nomor 432/PDT. SUS-PKPU/202/PN Niaga.Jkt.Pst mengabulkan permohonan untuk PT. Gunung Raja Paksi, Tbk berada dalam keadaan PKPU, meskipun memiliki kemampuan dalam melakukan pembayaran utang yang dimiliki. Metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis-normatif yang bersumber pada bahan pustaka hukum. Dalam penulisan ini, ditemukan beberapa solusi terhadap perlindungan hukum PT. Gunung Raja Paksi, Tbk. yang mampu melakukan pembayaran utang yang dimiliki. Pengaturan mengenai PKPU di Indonesia memberikan mekanisme pencabutan terhadap proses PKPU yang ditempuh oleh debitor, sepanjang dapat dibuktikan bahwa harta yang dimiliki oleh debitor memungkinkan untuk membayar utang yang dimiliki kepada para kreditor. Adapun pencabutan terhadap PKPU diatur dalam Pasal 259 UUK-PKPU. Dalam tulisan ini akan dibahas dengan lebih mendetail dan menyeluruh mengenai permasalahan yang dibahas di atas.
Postponement of Debt Payment Obligations is a period where debtors and creditors are given the opportunity to deliberate on debt payment procedures. As for the Postponement of Debt Payment Obligations process, debtors still have the authority to be able to manage their assets. PKPU is a mechanism taken to avoid the threat of the debtor's assets being liquidated. The case raised in this paper is a PKPU case at PT Gunung Raja Paksi, Tbk. As a debtor filed by PT Naga Bestindo Utama as a creditor. The creditor in the case filed for PKPU because the debtor did not make debt payments to the debtor. But in fact, PT Naga Bestindo Utama as a creditor closed the bank account so that PT Gunung Raja Paksi, Tbk could not make payments on its debts. The panel of judges in PKPU Commercial Court Verdict Number 432/PDT. SUS-PKPU/202/PN Niaga.Jkt.Pst granted the application for PT Gunung Raja Paksi, Tbk to be in PKPU, even though it has the ability to make debt payments. The method that will be used in this writing is the juridical- normative research method which is sourced from legal literature. In this writing, several solutions were found for the legal protection of PT Gunung Raja Paksi, Tbk. The PKPU regulation in Indonesia provides a mechanism for revocation of the PKPU process pursued by the debtor, as long as it can be proven that the assets owned by the debtor make it possible to pay the debts owed to the creditors. The revocation of PKPU is regulated in Article 259 UUK-PKPU. This paper will discuss in more detail and thoroughly about the issues discussed above."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sigit Rosidi
"Tesis ini membahas berbagai aspek terkait penetapan nilai limit lelang eksekusi, perlindungan hukum kreditur dalam perjanjian kredit macet, perlindungan hukum lelang eksekusi yang nilainya tidak mencukupi pelunasan, penyelesaian sengketa melalui restrukturisasi kredit, dan penanganan bantahan perbuatan melawan hukum (PMH). Selanjutnya, penelitian ini menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 68/Pdt.G/2017/PN Clp sampai dengan tingkat peninjauan kembali pada Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 426 PK/Pdt/2021 mengenai permasalahan penetapan nilai limit dan perlindungan hukum terhadap kreditur pemegang jaminan hak tanggungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal dengan tipe eksplanatoris analitis. Hasil penelitian didapatkan bahwa penjual memiliki kewenangan untuk menetapkan nilai limitnya berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang kemudian ditetapkan berdasarkan penaksiran oleh penaksir. Kemudian, kreditur selaku pemegang jaminan hak tanggungan saat terjadinya wanprestasi kredit macet memiliki kewenangan untuk melakukan penjualan barang tersebut melalui metode pelelangan umum selaras dengan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan berhak dilindungi haknya dalam mengambil pelunasan atas wanprestasi yang dilakukan oleh debitur. Selanjutnya, dalam suatu kasus lelang yang harga lelangnya tidak mencukupi pelunasan piutang, maka kreditur berhak mengajukan gugatan atas sisa utang yang dimiliki oleh debitur sesuai dengan ketentuan yang terrdapat dalam Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUHPerdata.
This research analyzes various aspects related to determining the limit value for execution auctions, legal protection for creditors in non-performing loan, legal protection for execution auctions whose value is insufficient for repayment, dispute resolution through credit restructuring, and handling objections to unlawful acts. Furthermore, this research analyzes the Cilacap District Court Decision Number 68/Pdt.G/2017/PN Clp until the review of the Supreme Court Decision of the Republic of Indonesia Number 426 PK/Pdt/2021 regarding the issue of determining limit values and legal protection for creditors holding collateral mortgage right. This research was used doctrinal legal research with an analytical explanatory type. The result shows that the creditor has the authority to determine the limit value based on Minister of Finance Regulation Number 27 of 2016 on Guidelines on the Implementation of Auctions which determined based on an assessment by the appraiser. Then, the creditor as the holder of mortgage rights in terms of non-performing loan has the authority to sell the goods through a public auction in line with the provisions on Law Number 4 of 1996 on the Land and Property Rights related to the land and have the right to be protected in taking repayment of defaults committed by the debtor. Furthermore, in an auction case where the auction price is not sufficient to pay off the debt, the creditor has the right to file a lawsuit for the remaining debt owned by the debtor in accordance with the provisions contained in Article 1131 jo. Article 1132 of Indonesian Civil Code."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Astrid Rahma Ayu
"Penelitian ini membahas mengenai Metode Argumentasi yang Digunakan oleh Hakim Dalam Penyelesaian Kasus Penentuan Boedel Pailit Terhadap Tanah dan Bangunan yang Telah Diikat Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebelum Developer Pailit (Putusan Mahkamah Agung Nomor 644 K/Pdt.Sus-Pailit/2017). Pada kasus tersebut, Majelis Hakim dalam putusannya mengabulkan gugatan para kreditor untuk mengeluarkan tanah/bangunan yang masih diikat dalam PPJB kedalam Boedel Pailit. PPJB ialah perjanjian yang dibuat oleh pihak penjual dan pembeli sebagai bentuk kesepakatan awal sebelum dibuatnya AJB. Metode yang dipergunakan ialah dengan melaksanakan dan wujud yuridis normatif, data yang dipakai yaitu sekunder dengan kemudahan untuk dibaca ataupun dipahami, kemudian teori yang mendukung ialah dengan membahas hal tersebut, kemudian simpulan serta yang menjadi saran dari Penentuan Boedel Pailit Terhadap Tanah dan Bangunan yang Telah Diikat PPJB Sebelum Developer Pailit dan Penerapan Metode Argumentasi oleh Mahkamah Agung Dalam Putusan 644 K/Pdt.Sus-Pailit/2017 Terkait Penentuan Boedel Pailit tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah objek PPJB yakni tanah/bangunan tersebut seharusnya masih merupakan milik debitur pailit sehingga kurator berwenang untuk memasukkannya ke dalam boedel pailit namun Hakim dalam putusannya mengabulkan gugatan penggugat untuk mengeluarkan obyek PPJB tersebut dari Boedel Pailit dengan mengesampingkan aturan hukum khusus yang berlaku dan menggunakan aturan hukum yang lebih umum yakni yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), sehingga Hakim dalam hal ini telah menggunakan metode argumentasi analogi dalam memutus perkara.
The credit agreement for banking and non-banking Financial Institutions requires the existence of a guarantee that must be met in order to be able to make aloan. A credit agreement with a fiduciary guarantee is a policy taken to adapt to the development of the business world and the needs of the community. One of the thingsthat will be discussed in this thesis is the transfer of the object of fiduciary security without the approval of the creditor through a case study taken from the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia. In this case, the debtor must have good faith to maintain the collateral properly. Article 23 of Law Number 42 of 1999concerning Fiduciary Guarantees, debtors are prohibited from transferring, mortgaging or leasing to other parties the objects that are used as objects of fiduciarysecurity if there is no prior approval from the creditor. This research is a normative juridical research, in which data collection techniques are obtained from the libraryand analyzed based on applicable laws. The results of this study are after an analysis of Decision Number: 60/Pid.B/2020/Pn.Bjn concluded that in the Judge's Consideration of Court Decision Number: 60/Pid.B/2020/Pn.Bjn, the panel of judges accepted andgranted Exception from PT. AF Surabaya which states that Mr. R is legally proven to have committed a criminal act of a fiduciary provider who transferred the object of afiduciary guarantee which was carried out without prior written consent from the fiduciary recipient. This means that if there are parties who commit crimes like this, this can be considered by the judge in making a decision."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Desty Sari Wardani
"Emotionally Transmitted Debt (ETD) menggambarkan situasi ketika anggota keluarga debitur bertindak sebagai penjamin kredit, yang mana keterlibatannya didorong bukan karena motif ekonomi yang memberikan manfaat kepadanya, melainkan karena adanya keterikatan emosional yang ia miliki dengan debitur. Fenomena ini menempatkan penjamin sebagai pihak yang dimanfaatkan secara tidak adil oleh debitur maupun kreditur, namun hukum belum memberikan perlindungan terhadap pihak penjamin dalam fenomena ETD. Metode penelitian berupa yuridis normatif dengan tipologi deskriptif analitis. Hasil penelitian yang pertama, pengaturan perlindungan hukum terhadap penjamin dalam kasus ETD di Indonesia dimuat dalam KUHPerdata, UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dan POJK Nomor 42/POJK.03/2017. Akan tetapi peraturan tersebut belum lengkap sehingga belum memberikan perlindungan perlindungan terhadap penjamin dalam fenomena ETD. Kedua, usulan norma pengaturan perlindungan terhadap penjamin akibat fenomena ETD untuk masa yang akan datang dengan menyisipkan norma pada prinsip kehati-hatian 5 C’s POJK Nomor 42/POJK.03/2017 yaitu bank wajib memastikan bahwa penjamin diberi informasi mengenai akibat hukum dari perjanjian jaminan, penjamin dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya dalam perjanjian jaminan apabila penjamin dapat membuktikan kreditur tidak menginformasikan kepada penjamin yang memiliki keterikatan emosional dengan debitur resiko yang ada dibalik ditandatanganinya perjanjian jaminan dan penjamin dapat melepaskan diri dari tanggung jawabnya untuk membayar utang debitur utama apabila penjamin dapat membuktikan bahwa kemampuannya untuk mengambil keputusan secara bebas dan bertanggungjawab telah cacat, penjamin dapat membuktikan terdapat penyalahgunaan keadaan, unconsionability, paksaan, kekhilafan, penipuan, atau perbuatan melawan hukum lainnya yang dilakukan oleh debitur dan atau kreditur.
Emotionally Transmitted Debt (ETD) describes the situation when a debtor's family member acts as a guarantor, whose involvement is driven not because of economic motives that provide benefits or awareness of responsibility as a guarantor, but rather because of the emotional attachment between the guarantor and the debtor. The ETD risks the guarantor to be unfairly exploited by both debtors and creditors, yet the law does not provide protection for the guarantor. The research method for this thesis is normative juridical with descriptive analytical typology. The results, first that the legal protection for guarantors in ETD cases in Indonesia contained in the Civil Code, Act No. 10 of 1998 concerning amendments to Act No. 7 of 1992 concerning Banking, Act No. 23 of 1999 concerning Bank Indonesia, Act No. 4 of 1996 concerning Mortgage Rights, and POJK No. 42/POJK.03/2017. However, these regulations do not yet provide protection for guarantors in the ETD phenomenon. Second, proposed norms for protection of guarantors due to the ETD phenomenon for the future, inserting norms on the precautionary principle 5 C's POJK Number 42/POJK.03/2017, that banks are obliged to ensure that guarantors are given information regarding the legal consequences of guarantee contract, The guarantor can escape from his responsibility in the guarantee contract if the guarantor can prove that the creditor did not inform the guarantor who has an emotional attachment to the debtor of the risks behind the signing of the guarantee contract and the guarantor can escape from his responsibility to pay the main debtor's debt if the guarantor can prove that his ability to make decisions freely and responsibly is defective, the guarantor can prove that there is undue influence, unconscionability, coercion, fraud, or other tort committed by the principal debtor and/or creditor."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Zanatin Pratami Deputri
"Penelitian ini membahas mengenai pembuatan perjanjian pengikatan jual beli yang tidak sesuai peruntukkannya untuk mengikat penjual dan pembeli. Perjanjian pengikatan jual beli yang dilakukan para pihak sebagai jaminan atas perjanjian pokok utang piutang yang dibuat oleh para pihak. Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya harus tidak berpihak dalam pembuatan akta autentik. Hal ini disebabkan notaris memiliki kewajiban untuk bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum. Perjanjian pengikatan jual beli yang dilakukan para pihak dibatalkan oleh Pengadilan Negeri Kabupaten Bantul Nomor 5/Pdt.G/2023/PN Btl. Penelitian ini menggunakan pendekatan doktrinal dengan tipologi perspektif. Debitur mengalami kerugian karena kehilangan hak atas tanah akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan kreditur. Kreditur melakukan peralihan hak atas tanah secara melawan hukum. Perlindungan hukum terhadap salah satu pihak yang dirugikan adalah pembuatan perjanjian menggunakan asas itikad baik bagi para pihak. Setiap orang yang membuat perjanjian harus menggunakan itikad baik untuk melindungi masing-masing kepentingan para pihak. Penerapan asas itikad baik dalam perjanjian diharapkan para pihak dapat menjalankan perjanjian sesuai dengan kesepakatannya. Notaris yang melakukan pembuatan akta haru mematuhi kewajiban notaris dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris bahwa notaris harus bertindak jujur, seksama, amanah, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan para pihak. Hal ini penting dilakukan agar pembuatan akta tidak memihak salah satu pihak melainkan melindungi pihak.
This study discusses the making of a sale and purchase agreement that is not in accordance with its intended purpose to bind the seller and buyer. The sale and purchase agreement made by the parties as collateral for the principal debt agreement made by the parties. The sale and purchase agreement made by the parties was canceled by the Bantul Regency District Court Number 5 / Pdt.G / 2023 / PN Btl. This study uses a doctrinal approach with a typology of perspective. The debtor suffered a loss due to loss of land rights due to unlawful acts committed by the creditor. The creditor transferred land rights unlawfully. Legal protection for one of the injured parties is the making of an agreement using the principle of good faith for the parties. Everyone who makes an agreement must use good faith to protect the interests of each party. The application of the principle of good faith in the agreement is expected that the parties can carry out the agreement in accordance with their agreement. Notaries who make deeds must comply with the notary's obligations in Article 16 paragraph (1) of Law Number 30 of 2004 as amended by Law Number 2 of 2014 concerning the Position of Notary that notaries must act honestly, carefully, trustworthy, impartially, and protect the interests of the parties. This is important to do so that the making of the deed does not favor one party but rather protects the party."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library