Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 144892 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Grace Margaretha Anyelir
"Gangguan sendi temporomandibula (GSTM) adalah gangguan otot dan kelainan artikular dalam fungsi komponen otot dan / atau sistem artikular yang disertai dengan tanda dan gejala klinis yang sangat bervariasi. Adanya riwayat GSTM dapat menjadi pertimbangan dalam rencana perawatan ortodonti. Tidak semua menyadari bahwa mereka memiliki GSTM yang salah satunya disebabkan oleh maloklusi, sehingga mereka datang hanya ke klinik Ortodonti hanya untuk perbaikan maloklusi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui proporsi dan distribusi demografi pasien dengan GSTM termasuk maloklusi (hubungan rahang, overjet, overbite, hubungan molar dan kaninus) dan sudut parameter vertikal pada sefalometri lateral di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. (2) Mengetahui hubungan GSTM dengan maloklusi serta hubungan GSTM dengan sudut parameter skeletal. Studi deskriptif dengan desain penelitian potong lintang pada pasien tahun kunjungan 2013-2018 yang memiliki GSTM pada anamnesis dan/atau pemeriksaan fungsional. Digunakan analisis univariat menggunakan SPSS 23 untuk menggambarkan distribusi dan analisis korelasi untuk menggambarkan hubungan. Didapatkan 98 status pasien yang mengalami GSTM. Ditemukan lebih banyak pasien perempuan daripada laki-laki dengan usia rata-rata 24,8 tahun dan kebanyakan berprofesi sebagai karyawan swasta. Gejala GSTM yang paling sering ditemukan adalah deviasi pergerakan mandibula dan clicking. Terdapat hubungan antara GSTM dengan maloklusi skeletal kelas II dan hubungan kaninus kelas III.
Temporomandibular joint disorders (GSTM) are muscle disorders and articular abnormalities in the function of the components of the muscle and/or articular system accompanied by highly variable clinical signs and symptoms. The presence of a history of GSTM can be considered in the orthodontic treatment plan. Not all are aware that they have GSTM, one of which is caused by malocclusion, so they come only to the Orthodontic clinic only to repair the malocclusion. The aims of this study were (1) to determine the proportion and demographic distribution of patients with GSTM including malocclusion (jaw relationship, overjet, overbite, molar and canine relationship) and vertical angle parameters on lateral cephalometry at the orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI. (2) Knowing the relationship between GSTM and malocclusion and the relationship between GSTM and the parameter angle skeletal. Descriptive study with a cross-sectional design on patients in the 2013-2018 visit year who had GSTM on history and/or functional examination. Univariate analysis was used using SPSS 23 to describe the distribution and correlation analysis to describe the relationship. There were 98 patients who had GSTM status. There were more female than male patients with a mean age of 24.8 years and Most of them work as private employees. The most common symptoms of GSTM are deviation of mandibular movement and clicking. There is a relationship between GSTM with skeletal malocclusion class II and class III canine relationship."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grace Margaretha Anyelir
"Gangguan sendi temporomandibula (GSTM) adalah gangguan otot dan kelainan artikular dalam fungsi komponen otot dan/atau sistem artikular yang disertai dengan tanda dan gejala klinis yang sangat bervariasi. Adanya riwayat GSTM dapat menjadi pertimbangan dalam rencana perawatan ortodonti. Tidak semua menyadari bahwa mereka memiliki GSTM yang salah satunya disebabkan oleh maloklusi, sehingga mereka datang hanya ke klinik Ortodonti hanya untuk perbaikan maloklusi. Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengetahui proporsi dan distribusi
demografi pasien dengan GSTM termasuk maloklusi (hubungan rahang, overjet, overbite, hubungan molar dan kaninus) dan sudut parameter vertikal pada
sefalometri lateral di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. (2) Mengetahui hubungan GSTM dengan maloklusi serta hubungan GSTM dengan sudut parameter
skeletal. Studi deskriptif dengan desain penelitian potong lintang pada pasien tahun kunjungan 2013-2018 yang memiliki GSTM pada anamnesis dan/atau pemeriksaan fungsional. Digunakan analisis univariat menggunakan SPSS 23 untuk menggambarkan distribusi dan analisis korelasi untuk menggambarkan hubungan.
Didapatkan 98 status pasien yang mengalami GSTM. Ditemukan lebih banyak pasien perempuan daripada laki-laki dengan usia rata-rata 24,8 tahun dan
kebanyakan berprofesi sebagai karyawan swasta. Gejala GSTM yang paling sering ditemukan adalah deviasi pergerakan mandibula dan clicking. Terdapat hubungan antara GSTM dengan maloklusi skeletal kelas II dan hubungan kaninus kelas III.

Temporomandibular disorder (TMD) is a muscle disorder and articular abnormality in the functioning of the muscular components and/or articular system which is accompanied by very variable clinical signs and symptoms. A history of TMD can be considered in an orthodontic treatment plan. Not all are aware that they have TMD, one of which is caused by malocclusion, so they only come to the Orthodontics clinic only for treating malocclusion. The objectives of this study are
(1) To determine the proportion and demographic distribution of patients with GSTM including malocclusion (skeletal, overjet, overbite, molar and canine relations) and the angles of the vertical parameters in the lateral cephalometry at the orthodontic specialist clinic in Dental and Oral Hospital, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia. (2) To determine the relationship of TMD with malocclusion and the relationship of TMD with skeletal parameter angles. Descriptive study with
a cross-sectional study design in patients in the 2013-2018 visit who had TMD on history taking and/or functional examination. Univariate analysis using SPSS 23 is used to describe the distribution and correlation analysis to describe the relationship. Obtained 98 status of patients experiencing TMD. It found more female patients than men with an average age of 24.8 years and mostly work as private employees. The most common symptoms of TMD are deviation mandibular movement and clicking. There is a relationship between TMD with skeletal class II
malocclusion and class III canine relationship.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okeson, Jeffrey P
St. Louis, Mo.: Elsevier, 2013
617.643 OKE m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Antolis, Maureen
"Tujuan: Menganalisis pengaruh gangguan sendi temporomandibula terhadap aktivitas
otot mastikasi. Metode penelitian: Subjek merupakan pasien dengan tipe wajah
dolichofacial berusia 15 - 35 tahun yang belum melakukan perawatan ortodonti, yaitu 11
dengan gangguan sendi temporomandibula dan 11 tanpa gangguan sendi
temporomandibula sebagai kontrol. Pemeriksaan elektromiografi pada otot masseter dan
temporalis anterior dilakukan dengan menginstruksikan pasien menggigit cotton rolls
selama 5 detik. Perhitungan Root Mean Square dari pemeriksaan EMG masing-masing
otot dibandingkan dengan uji T tidak berpasangan dan uji korelasi Spearman. Hasil:
Terdapat perbedaan yang signifikan antara akticvitas otot kanan masseter, kiri masseter,
dan kanan temporalis anterior pada pasien maloklusi dengan dan tanpa gangguan sendi
temporomandibula yang memiliki tipe wajah dolichofacial. Terdapat korelasi negatif
antara otot mastikasi tersebut dengan gangguan sendi temporomandibula. Kesimpulan:
Pasien dolichofacial dengan gangguan sendi temporomandibula memiliki aktivitas otot
masseter dan otot temporalis anterior yang lebih lemah jika dibandingkan dengan pasien
tanpa gangguan sendi temporomandibula

Objectives: This study aimed to analyze the influence of temporomandibular joint
disorder (TMD) on surface electromyography activity in the masticatory muscles.
Methods: Dolichofacial patients (n = 22) aged 15 to 35 years were examined: 11 with
TMD and 11 control subjects without TMD. A standardized surface electromyography
recording was performed on the masticatory muscle during 5 s of maximum voluntary
clenching on cotton rolls. The root mean square value of each muscle was calculated and
analyzed for differences using an unpaired Student’s t-test. Spearman’s correlation
coefficients (r) were calculated for the determination of correlations between TMD and
root mean square values. Results: Surface electromyography revealed significant
differences in the right temporal, right and left masseter during maximum voluntary
clenching. Both sides of the masseter and right temporal also showed a negative
correlation with TMD. During maximum voluntary clenching, TMD patients had
relatively lower elevator muscle activity. Conclusions: Electromyographic activities in
the masseter muscles were lower in dolichofacial patients with TMD than non-TMD
controls. Surface electromyography of masticatory muscles may assist the clinical
assessment of TMD patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Valerie Kartini
"Latar Belakang: Maloklusi adalah ketidakteraturan kesejajaran gigi dan/atau hubungan lengkung gigi dengan gigi yang tidak normal yang diakibatkan oleh berbagai faktor dan dapat menyebabkan ketidakpuasan estetika sampai masalah pada segi fungsional. Pasien dengan maloklusi memerlukan perawatan ortodonti salah satunya untuk memperbaiki maloklusi. Inklinasi dan angulasi gigi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan ortodonti yang stabil dan optimal. Tujuan: Mengetahui gambaran sudut inklinasi dan angulasi gigi anterior pada pasien maloklusi skeletal kelas I pasca perawatan ortodonti cekat di klinik spesialis ortodonti RSKGM FKG UI. Metode: Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang (cross-sectional) menggunakan sampel berupa data sekunder rekam medik. Hasil: Dari 96 rekam medik pasien maloklusi kelas I yang telah selesai mendapatkan perawatan ortodonti cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, didapatkan rerata sudut U1-SN sebesar 105,60° ± 5,80°, rerata sudut U1-PP sebesar 114,55° ± 6,21°, rerata sudut L1-MP sebesar 93,63° ± 7,94°, dan rerata sudut IMPA adalah sebesar 96,40° ± 7,96°. Rerata angulasi gigi 11 sebesar 89,03° ± 3,26°, rerata angulasi gigi 21 sebesar 90,35° ± 3,07°, rerata angulasi gigi 31 sebesar 89,28° ± 4,33°, dan rerata angulasi gigi 41 sebesar 90,61° ± 5,04°. Kesimpulan: Berdasarkan penelitian tentang Gambaran Inklinasi dan Angulasi Gigi Anterior pada Pasien Maloklusi Kelas I Pasca Perawatan Ortodonti Cekat di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI, rerata sudut inklinasi gigi anterior pasien termasuk dalam kisaran nilai normal, kecuali pada sudut IMPA. Rerata sudut angulasi gigi anterior pasien relatif tegak dan paralel.

Background: Malocclusion is the irregularity of teeth and is considered as oral health problem resulting from various etiological factors causing esthetic dissatisfaction to functional impartment. Patients with malocclusion require orthodontic treatment to correct the malocclusion. Inclination and angulation of teeth are one of the factors that influence the success of stable and optimal orthodontic treatment. Objective: This study aims to describe the inclination and angulation of anterior teeth on class I malocclusion patients after fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI. Methods: Cross-sectional descriptive study is done using the secondary data found in the patient’s medical record. Results: From 96 medical records of class I malocclusion patients who have completed fixed orthodontic treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the mean U1-SN angle is 105.60° ± 5.80°, the mean U1-PP angle is 114.55°. ± 6.21°, the mean angle of L1-MP is 93.63° ± 7.94°, and the mean angle of IMPA is 96.40° ± 7.96°. The mean angulation of tooth 11 is 89.03° ± 3.26°, mean angulation of tooth 21 is 90.35° ± 3.07°, mean angulation of tooth 31 is 89.28° ± 4.33°, and mean angulation of tooth 41 is of 90.61° ± 5.04°. Conclusion: Based on research on the Inclination and Angulation of Anterior Teeth on Class I Malocclusion Patients after Fixed Orthodontic Treatment at the Orthodontic Specialist Clinic of RSKGM FKG UI, the inclination of anterior teeth is within the normal range, except at the IMPA angle. The angulation of anterior teeth is relatively upright and parallel."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Su
"Latar Belakang: SARS-CoV-2 menyebabkan pandemi COVID-19 yang telah menyebar di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pandemi membuat masyarakat umum menderita masalah psikologis, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan dapat terjadi sebagai akibat dari pembatasan sosial serta paparan media yang berlebihan. Kecemasan sendiri merupakan salah satu
Tujuan: Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek dan menganalisis hubungan antara faktor sosiodemografi (usia dan jenis kelamin) dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dan gangguan sendi temporomandibula di masa
Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang pada 421 masyarakat Jabodetabek. Partisipan mengisi kuesioner Coronavirus Anxiety Scale bahasa Indonesia untuk mengukur kecemasan terhadap SARS-CoV-2 serta Indeks Diagnostik Temporomandibular Disorder untuk mengukur gangguan sendi temporomandibula. Pengambilan data dilakukan secara daring melalui google form pada bulan November 2021 hingga Desember 2021.
Hasil Penelitian: Uji Chi-Square menunjukkan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 tidak memiliki hubungan bermakna dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek (p=0.151). Uji Chi-Square juga menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara usia dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 (p=1) serta jenis kelamin dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 (p=0.719). Uji Chi-Square menunjukkan hubungan yang bermakna antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula (p=0.008), namun tidak pada hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan sendi temporomandibula (p=0.137).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. Tidak terdapat hubungan antara faktor sosiodemografi (usia dan jenis kelamin) dengan kecemasan terhadap SARS-CoV-2 di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. Terdapat hubungan antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula, namun tidak antara jenis kelamin dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek.

Background: SARS-CoV-2 causes the COVID-19 pandemic which has spread throughout the world, including Indonesia. The pandemic makes the general public suffer from psychological problems, one of which is anxiety. Anxiety can occur as a result of social impact as well as excessive media exposure. Anxiety is one of many risk factors for temporomandibular joint disorders.
Objective: This study aims to analyze the association between anxiety levels against SARS-CoV-2 and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population and analyzing the association between sociodemographic factors (age and gender) and anxiety levels against SARS-CoV-2 as well as temporomandibular joint disorders in the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population.
Methods: Cross-sectional study was conducted to 421 Jabodetabek population. Participant filled out the Indonesian Coronavirus Anxiety Scale questionnaire to assess the anxiety levels against SARS-CoV-2 and the Indeks Diagnostik Temporomandibular Disorder to assess the temporomandibular joint disorder. Data were collected online via google form in November 2021 until December 2021.
Result: The Chi-Square test showed that the anxiety levels against SARS-CoV-2 did not have a significant association with temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population (p=0.151). The Chi-Square test also showed a non-significant association between age and anxiety levels against SARS-CoV-2 (p=1) as well as gender and anxiety levels against SARS-CoV-2 (p=0.719). The Chi-Square test showed a significant association between age and temporomandibular joint disorders (p=0.008), but not on the association between gender and temporomandibular joint disorders (p=0.137).
Conclusion: There was no association found between anxiety levels against SARS-CoV-2 and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek Population. There was no association found between sociodemographic factors (age and gender) and anxiety levels against SARS-CoV-2 during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population. There was an association found between age and temporomandibular joint disorders, however no association was found between gender and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jannatul Firdaus
"Latar Belakang: Dental Aesthetic Index DAI merupakan indeks untuk melihat kebutuhan perawatan ortodonti dengan menilai komponen klinis dan estetik. Indeks ini memberikan penjelasan secara objektif mengenai kebutuhan perawatan ortodonti melalui 10 komponen penilaian.
Tujuan: Mengetahui gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010 ndash; 2014.
Bahan dan Metode: Digunakan 52 pasang model studi awal pasien ortodonti. Dilakukan penilaian DAI dengan melibatkan 10 komponen. Hasil penilaian berupa skor dibagi menjadi 4 kategori. Kategori 1 yaitu tidak/sedikit dibutuhkan perawatan, kategori 2 yaitu dapat dilakukan perawatan sesuai pilihan pasien, kategori 3 yaitu sangat membutuhkan perawatan, dan kategori 4 yaitu harus dilakukan perawatan.
Hasil: Diperoleh gambaran kebutuhan perawatan ortodonti yaitu kategori 3 36,5 , kategori 4 32,7 , kategori 2 25 , dan dan kategori 1 5,8 . Gambaran permasalahan yang banyak ditemukan yaitu ketidakteraturan gigi anterior RB 96,2 dan RA 94,2 , overjet tidak normal 81 , dan hubungan molar tidak normal 76,9.
Kesimpulan: Gambaran kebutuhan perawatan ortodonti berdasarkan DAI pada pasien di Klinik Spesialis Ortodonti RSKGM FKG UI tahun 2010-2014 sebagian besar sangat membutuhkan perawatan 36,5 . Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang datang sebagian besar adalah membutuhkan perawatan dan sesuai dengan hasil penilaian DAI pada penelitian ini.

Background: Dental Aesthetic Index is an index to see the orthodontic treatment need by assessing clinical and aesthetic component. This index objectively explains the orthodontic treatment needs based on 10 components of assessment.
Purpose: To identify the description of orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI in 2010 2014.
Materials and Method: 52 pairs of pre treatment orthodontic study models were used. The assessment was based on DAI by involving 10 components. Assessment results in scores and categorized into 4 category. Category 1 is no slight treatment need, category 2 is elective treatment need, category 3 is highly desirable of treatment need, and category 4 is mandatory treatment need.
Result: The description of orthodontic treatment need are, category 3 36,5 , category 4 32,7 , category 2 25 , and category 1 5,8 . The description of problems that were found are mandibular anterior irregularity 96,2 , maxillary anterior irregularity 94,2 , abnormal anterior overjet 81 , and abnormal molar relationship 76,9.
Conclusion: The orthodontic treatment need based on DAI on patients from orthodontic specialist clinic of RSKGM FKG UI are mostly patients who need treatment as highly desirable 36,5 . This result shows that the patients who came were mostly patients who need the treatment, and in accordance with the result of DAI assessment in this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Agus Wirawan
"ABSTRAK
Pada saat menyanyi, setiap penyanyi memiliki kebiasaan atau ciri tertentu, misalnya
duduk, memiringkan kepala ke satu sisi, dll yang dapat disebabkan karena rasa
nyaman atau karena ada gangguan. Kebiasaan atau ciri menyanyi yang disebabkan
adanya gangguan dapat mengakibatkan perubahan pada postur kranioservikal
sehingga terjadi hiperaktifitas otot-otot mastikasi yang dapat merupakan salah satu
etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Gangguan sendi
temporomandibula atau temporomandibular disorder (TMD) merupakan hal yang
sering dijumpai di masyarakat. Etiologi TMD bersifat multifaktorial antara lain postur
kranioservikal yang kurang baik, gangguan otot, dll. Penelitian ini bertujuan
menganalisis hubungan antara postur kranioservikal dan durasi menyanyi pada
penyanyi terhadap terjadinya TMD. Desain penelitian adalah analitik observasional
case-control terhadap 40 penyanyi yang mengalami keluhan TMD. Diagnosis TMD
ditegakkan dengan Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders
(RDC), sedangkan analisis postur kranioservikal digunakan radiografi sefalometri
untuk memperoleh sudut NSL/OPT. Dengani RDC, 24 penyanyi termasuk dalam
kategori TMD, dan 16 penyanyi non TMD. Hasil penelitian menunjukkan tidak
terdapat perbedaan postur kranioservikal antara penyanyi dengan TMD dan non
TMD dengan nilai p = 0,084. Namun terdapat hubungan yang bermakna antara
durasi menyanyi dan TMD pada penyanyi dengan nilai p = 0,000. Semakin panjang
durasi menyanyi dalam satu hari, semakin besar kemungkinan penyanyi mengalami
gangguan sendi temporomandibula.

ABSTRACT
While singing, every singer has a different style, like singing while sitting, singing
while tilting head to one side, etc. These behaviors, whether caused by habit or
discomfort, may change craniocervical posture, which then may trigger mastication
muscles hyperactivity. This is one possible etiology for temporomandibular disorder.
Temporomandibular Disorder (TMD) is a common disorder caused by a variety of
factors such as bad craniocervical posture, or muscle disorder, etc. The purpose of
this study was to analyze the relationships among TMD, craniocervical posture, and
duration of singing. This observational case-control study was done with 40 singers
with TMD symptoms. TMD was diagnosed based on Research Diagnostic Criteria for
Temporomandibular Disorders (RDC). Radiographic cephalometry was taken for
craniocervical posture analysis of NSL/OPT angle. By RDC, the singers were
classified to 24 singers with TMD and 16 singers without TMD. This study found no
difference for craniocervical posture in singers with TMD and without TMD (p =
0,084). However, there was a significant relationship between duration of singing
and TMD (p = 0,000). The longer the duration of singing in a day, the bigger the
likelihood to develop TMD."
2013
T34998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunny Indriani Kurnia
"[ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kebiasaan mengunyah dan asimetri vertikal kondilus pada pasien TMD. Dilakukan penelitian potong lintang di klinik Prostodonsia RSKGM FKG UI menggunakan data sekunder dari empat puluh rekam medik dan gambaran radiografik pasien TMD. Tracing gambaran radiografi panoramik dilakukan untuk menilai asimetri vertikal kondilus pada subjek menggunakan Indeks Asimetri Habets dan Simetri Indeks Kjellberg.Hasil penilaian asimetri vertikal kondilus kemudian dihubungkan dengan kebiasaan mengunyah, Indeks Helkimo, dan DC/TMD. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kebiasaan mengunyah dan asimetri vertikal kondilus pada pasien TMD.

ABSTRACT
This study was performed to analize the relationship betweenchewing preferences and condylar asymmetry in patients with TMD. A cross-sectional study at Prosthodontic Clinic, Faculty of Dentistry, University of Indonesia using secondary data obtain from forty TMD patients's medical record and panoramic radiograph was conducted. The panoramic radiograph were traced on tracing paper to evaluate condylar asymmetry using Asymmetry Index of Habets and Symmetry Index of Kjellberg. The evaluation of condylar asymetry were then related to chewing preference, Helkimo?s Index, and DC/TMD.There was no relationship found between chewing preference and condylar asymmetry in patients with TMD. , This study was performed to analize the relationship betweenchewing preferences and condylar asymmetry in patients with TMD. A cross-sectional study at Prosthodontic Clinic, Faculty of Dentistry, University of Indonesia using secondary data obtain from forty TMD patients’s medical record and panoramic radiograph was conducted. The panoramic radiograph were traced on tracing paper to evaluate condylar asymmetry using Asymmetry Index of Habets and Symmetry Index of Kjellberg. The evaluation of condylar asymetry were then related to chewing preference, Helkimo’s Index, and DC/TMD.There was no relationship found between chewing preference and condylar asymmetry in patients with TMD. ]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Madina F. KH.
"Latar Belakang: Temporomandibular disorders (TMD) memiliki prevalensi yang bervariasi antara 45% hingga 88% di berbagai tempat di dunia. Beberapa gejalanya berupa sakit dan kesulitan membuka mulut. Gejala ini dapat mengganggu pola makan dan pada akhirnya mengganggu status nutrisi individu penderita TMD. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada individu dengan dan tanpa TMD. Metode: Penelitian dengan desain cross-sectional dilakukan dengan partisipan 100 orang penduduk Desa Klecoregonang, Pati, Jawa Tengah. Variabel yang diteliti yaitu status TMD, IMT, asupan nutrisi, usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi. Pengambilan data dilakukan sepanjang bulan November 2020. Partisipan diwawancarai untuk mengisi kuesioner ID-TMD sebagai alat skrining TMD dan kuesioner food frequency questionnaire (FFQ) untuk mengukur asupan nutrisi. Partisipan juga diukur tinggi dan berat badannya untuk menghitung IMT. Selain itu, data usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, dan jumlah pengeluaran per bulan juga dicatat sebagai data sosiodemografis. Hasil: Analisis data menggunakan uji komparatif kategorik tidak berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan IMT pada partisipan dengan dan tanpa TMD (p = 0,933). Variabel confounding yang menujukkan perbedaan nilai secara statistik pada partisipan dengan dan tanpa TMD adalah asupan nutrisi (p = 0,003), usia (p = 0,025), dan tingkat ekonomi (p = 0,01). Lebih lanjut, tidak ada perbedaan IMT antar kategori asupan nutrisi (p=0,454). Kesimpulan: tidak terdapat perbedaan IMT pada partisipan dengan dan tanpa TMD.

Background: Temporomandibular disorders (TMD) occurrence ranged between 45%- 88% in various part of the world. Some of the symptoms include pain and mouth opening difficulty. These symptoms can interfere with eating patterns and ultimately disrupt the nutritional status of individuals with TMD. Aim of this study is to compare the differences in Body Mass Index (BMI) in individuals with and without TMD. Methods: This study is a cross-sectional study with 100 participants from Klecoregonang Village, Pati, Central Java. Data collection was carried out throughout November 2020. The variables studied were TMD status as dependent variable, BMI as independent variable, and the confounding variable were nutritional intake, age, gender, education level, and economic level. Participants were interviewed to fill out ID-TMD questionnaire as TMD screening tool and Food Frequency Questionnaire (FFQ) to measure nutritional intake. Participants were also measured for height and weight to calculate BMI. In addition, data about age, gender, education level, and monthly expenditure were also recorded as sociodemographic data. Results: Data analysis using unpaired categoric comparative test showed no difference in BMI between participants with and without TMD. The confounding variables that showed statistically different values for paricipants with and without TMD is nutritional intake (p = 0,003), age (p = 0,025), and economic level (p = 0,01). Furthermore, there was no difference in BMI between nutritional intake categories (p=0,454). Conclusion: there is no difference in BMI between participants with and without TMD."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>