Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165178 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Merina Elfian
"Dalam perkara kepailitan, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian baik melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ataupun perdamaian setelah putusan pailit dijatuhkan. Dalam hal rencana perdamaian diajukan melalui PKPU, maka setelah perdamaian tersebut disetujui dan dihomologasi oleh Pengadilan Niaga maka putusan homologasi mengikat semua kreditor kecuali kreditor separatis dan terhadap kreditor separatis tersebut diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan sebagaimana diatur dalam Pasal 286 UUK-PKPU. Selama PKPU berlangsung, debitor tidak dapat dimohonkan pailit. Hal ini berdasarkan Pasal 260 UUK-PKPU. Dengan demikian, selama debitor beritikad baik melaksanakan isi perdamaian dalam putusan homologasi seharusnya debitor dilindungi dari kepailitan kecuali debitor lalai dalam memenuhi isi perdamaian. Jika hal yang demikian terjadi, kreditor dapat menuntut pembatalan perdamaian yang mengakibatkan debitor seketika dinyatakan pailit. Dalam praktik, terdapat 2 (dua) putusan pengadilan yang saling bertentangan dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap debitor yang sama yaitu putusan homologasi dan putusan pernyataan pailit. Hal ini menjadi permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan putusan homologasi dengan dikabulkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitor yang sama. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif terhadap kasus kepailitan PT Siak Raya Timber.

In the case of bankruptcy, the debtor can submit a reconciliation plan either through Postponement of Debt Payment Obligations (PKPU) or reconciliation after the bankruptcy decision is rendered. In the event that the reconciliation plan is submitted through PKPU, then after the reconciliation is approved and homologated by the Commercial Court, the homologation decision is binding on all creditors except the separatist creditors and the separatist creditors are compensated for the lowest value of the collateral value or the actual value of the loan which is directly guaranteed by collateral rights on property as regulated in Article 286 UUK-PKPU. During the PKPU period, the debtor cannot be filed for bankruptcy. This is based on Article 260 UUK-PKPU. Thus, as long as the debtor has good intentions in carrying out the contents of the reconciliation in the homologation decision, the debtor should be protected from bankruptcy unless the debtor is negligent in fulfilling the contents of the reconciliation. If this happens, the creditor can demand the annulment of the settlement which results in the debtor being immediately declared bankrupt. In practice, there are 2 (two) court decisions that contradict each other and have different legal consequences for the same debtor, namely the homologation decision and the bankruptcy declaration decision. This is a problem that will be studied in this study, namely the implementation of the homologation decision with the issuance of the bankruptcy declaration decision against the same debtor. This research was conducted using a normative juridical research method on the bankruptcy case of PT Siak Raya Timber."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merina Elfian
"Dalam perkara kepailitan, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian baik
melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ataupun perdamaian
setelah putusan pailit dijatuhkan. Dalam hal rencana perdamaian diajukan melalui
PKPU, maka setelah perdamaian tersebut disetujui dan dihomologasi oleh
Pengadilan Niaga maka putusan homologasi mengikat semua kreditor kecuali
kreditor separatis dan terhadap kreditor separatis tersebut diberikan kompensasi
sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara
langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan sebagaimana diatur dalam
Pasal 286 UUK-PKPU. Selama PKPU berlangsung, debitor tidak dapat
dimohonkan pailit. Hal ini berdasarkan Pasal 260 UUK-PKPU. Dengan demikian,
selama debitor beritikad baik melaksanakan isi perdamaian dalam putusan
homologasi seharusnya debitor dilindungi dari kepailitan kecuali debitor lalai
dalam memenuhi isi perdamaian. Jika hal yang demikian terjadi, kreditor dapat
menuntut pembatalan perdamaian yang mengakibatkan debitor seketika dinyatakan
pailit. Dalam praktik, terdapat 2 (dua) putusan pengadilan yang saling bertentangan
dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap debitor yang sama yaitu
putusan homologasi dan putusan pernyataan pailit. Hal ini menjadi permasalahan
yang hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan putusan homologasi
dengan dikabulkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitor yang sama. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif terhadap kasus kepailitan PT Siak Raya Timber.

In a bankruptcy case, the debtor can propose a composition plan either by the suspension of payment or accord after the bankruptcy order granted. If the composition plan is submitted through suspension of payment, the plan will then be approved and be homologated by the Commercial Court. The homologation decision binds debtor and all creditors except the separatist creditors, in which compensation with the lowest value between the collateral value or the actual value
of the loan that is directly guaranteed by collateral rights as regulated in Article 286
Indonesian Bankruptcy Act will be given. Based on Article 260 Indonesian Bankruptcy Act, the debtor cannot be filed for bankruptcy during the suspension of payment. Therefore, as long as the debtor acting in good faith executing the accord based on the homologation decision, the debtor should be protected from bankruptcy. If the debtor fails to fulfill the accord based on the homologation decision, the creditor can demand a cancellation of the accord which causes the debtor to be declared bankrupt immediately. In practice, two court decisions contradict each other and lead to different legal consequences against the same debtor, namely the homologation decision and the bankruptcy order. This is an issue that will be examined in this study, which is the execution of the suspension of payment’s homologation decisions with the granting of a bankruptcy order against the same debtor. This study uses normative juridical methods on the bankruptcy case of PT Siak Raya Timber.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Mawaddah
"Dalam Putusan Pengadilan Niaga Surabaya nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby terdapat kreditor yang mengajukan PKPU kepada debitor yang telah terikat dengan homologasi. Permohonan PKPU tersebut dikarenakan kreditur merasa tidak diikutsertakan pada homologasi sebelumnya yaitu perjanjian perdamaian nomor 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Pada penelitian yang menggunakan metode yuridis-normatif ini, penulis telah mengkaji mengenai penerapan hukum Putusan homologasi dengan mengacu pada Undang- undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa hakim keliru dalam menerapkan hukum pada putusan nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Hal tersebut dikarenakan pertimbangan hakim dalam mengabulkan PKPU dan mengesahkan Perjanjian Perdamaian pada Perkara no. 72/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby merupakan pertimbangan yang bertentangan dengan beberapa ketentuan seperti pasal 286 UU 37 Tahun 2004, asas naturalia dalam hukum perjanjian, asas peradilan cepat, sederhana dan berbiaya ringan, serta asas Pacta Sunt Servanda sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Kreditur yang telah terikat dengan homologasi seharusnya tidak mengajukan PKPU kembali melainkan dapat melakukan upaya yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, yaitu dengan mengajukan pembatalan perdamaian ke pengadilan. Oleh karena itu seharusnya terdapat aturan dengan batasan yang lebih jelas dalam hal keberlakuan hukum Perjanjian Perdamaian bagi kreditur demi menghindari kekeliruan dan ketidakpastian hukum.

In the Surabaya Commercail Court decision Number 72/Pdf.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby, there are creditor who file a PKPU application to debtor who have been bounded by homologation. The PKPU application was because creditor felt they were not included in the previous homologation, which is the peace agreement number 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. In this research that uses the juridical-normative method, the author has examined the legal implementations of the homologation decision with reference to Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). Based on the research that has been done, it is proven that the judge was wrong in applying the law to decision number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. This is due to the judge's considerations in granting the PKPU and homologated the Peace Agreement in Case number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby is contradicts to several provisions such as article 286 of Law No. 37 of 2004, the principle of naturalia in contract law, the principle of fast, simple and low-cost justice, and the principle of Pacta Sunt Servanda which causing legal uncertainty. Creditors who have been bound by homologation should not apply for a PKPU again but can do a legal efforts that are in accordance with the provisions of the law, which is by submitting an annulment of the peace to the court. Therefore, there should be rules with clearer boundaries in terms of the legal applicability of the Peace Agreement for creditors in order to avoid mistakes and legal uncertainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diandry Adityaputri
"Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU menjadikan BUMN sebagai Debitor yang hanya dapat diajukan permohonan pernyataan pailit dan PKPU oleh Menteri Keuangan. Penjelasan Pasal 2 ayat (5) menyatakan bahwa ketentuan ini berlaku pada BUMN yang seluruh modalnya adalah milik negara dan tidak terbagi atas saham. Persero merupakan BUMN dalam bentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi atas saham. Terhadap BUMN Persero terdapat beberapa putusan yang menyatakan bahwa Persero merupakan bagian dari BUMN yang dimaksud pada Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU, seperti putusan permohonan pernyataan pailit PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) dan putusan permohonan PKPU PT Angkasa Pura II (PT AP II). Namun, apabila merujuk kepada Pasal 1 angka 2 UU BUMN maka terjadi ketidaksinkronan antara pengertian Persero dengan penjelasan BUMN yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) UU KPKPU. Pada skripsi ini akan membahas mengenai kedudukan hukum dari Persero dalam kepailitan serta kewenangan kreditor dalam melakukan permohonan pailit maupun PKPU terhadap Persero. Metodologi yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yakni analisis permasalahan akan berdasarkan pada undang-undang yang berkaitan. Secara singkat, kedudukan hukum dari Persero adalah sama dengan perseroan terbatas lainnya sehingga terhadap Persero dapat diajukan permohonan pernyataan pailit maupun permohonan PKPU. Pihak yang dapat melakukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan PKPU ini adalah Debitor itu sendiri maupun Para Kreditornya.

SOEs as special debtors as stipulated in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law make it only possible to apply for bankruptcy and suspension of payment by the Minister of Finance. This provision applies to SOEs engaged in the public interest only, namely SOEs whose entire capital is state-owned and not divided into shares. Persero SOEs is a SOE in the form of a limited liability company whose capital is divided into shares whose entire or at least 51% of the shares are owned by the state with the aim of pursuing profits. Against Persero SOEs, there are several rulings stating that Persero is part of the SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. However, when referring to Article 1 number 2 of the SOEs Law, there is a synchrony between the definition of Persero and the explanation of SOEs referred to in Article 2 paragraph (5) of the KPKPU Law. This thesis will discuss the legal position of Persero, in the application for bankruptcy and suspension of payment as well as the authority of creditors in making applications against both. The methodology used in this thesis is normative juridical, namely the analysis of problems will be based on related laws. In short, the legal position of Persero is the same as other limited liability companies so that against Persero, an application for bankruptcy statement or suspension of paymentapplication can be filed. The parties who can apply for a bankruptcy statement or suspension of payment application are the Debtor himself and his Creditors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Natanael Rolas Midian
"Tesis ini membahas persoalan homologasi yang merupakan suatu pengesahan terhadap rencana perdamaian yang disepakati antara kedua belah pihak, yakni debitor dan kreditor untuk selanjutnya disahkan oleh hakim, nantinya hasil dari kesepakatan tertuang ke dalam perjanjian perdamaian. Walau demikian, penerapan homologasi tentunya menuai berbagai dinamika seperti pada Putusan Kasasi Nomor 1493 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 dengan pihak yang menjadi bagian dari perkara yakni Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta melawan Sugianto Kolim, berawal dari tidak dipenuhi sebagaimana mestinya isi perjanjian oleh KSP Indosurya Cipta, sehingga Sugianto Kolim mengajukan bahwa Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta telah pailit dan Majelis Hakim mengabulkannya melalui Putusan Nomor 66/ Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Walaupun akhirnya telah dibatalkan melalui upaya kasasi. Secara langsung kedudukan PT. Sun International Capital selaku corporate guarantee berubah menjadi penjamin kembali setelah sebelumnya bergeser menjadi debitor utama. Tesis ini akan menganalisis kedudukan corporate Guarantee sebagai penjamin pada proses homologasi penundaan kewajiban pembayaran utang pasca Putusan Kasasi Nomor: 1493 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 beserta akibat hukumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan corporate guarantee dalam homologasi tergantung pada status pelepasan hak istimewa yang dilakukan penjamin terhadap kreditor. Bagi penjamin yang melepaskan hak istimewanya maka kedudukannya akan sama dengan debitor utama yaitu turut tanggung menanggung dalam hal utang debitor kepada pihak kreditor, apalagi ketika debitor telah dinyatakan pailit maka penjamin pun dapat disertakan dalam permohonan pailit tersebut dengan catatan syarat-syarat kepailitan dapat dibuktikan. Jika tidak, maka penjamin atau corporate guarantee akan mengambil perannya saat debitor lalai dan/atau kreditor mendapatkan convertible loans yang dapat dikonversi menjadi saham dalam jangka waktu 3 tahun sejak tanggal terbit sejak gagal bayar terjadi atau dengan penukaran liquid fixed asset. Akibat hukum apabila pailit KSP Indosurya Cipta dibatalkan menurut Putusan Kasasi Nomor 1493 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 adalah perjanjian perdamaian kembali diberlakukan dan secara otomatis mengubah kedudukan PT. Sun International Capital kembali sebagai Corporate Guarantee serta hak istimewanya juga tidak jadi dilepaskan untuk membayar menggunakan instrument convertible loans.

This thesis discusses issue of homologation, which is an endorsement of the peace plan agreed between the two parties, namely the debtor and the creditor to be subsequently ratified by the judge, later the results of the agreement are contained in the peace agreement. However, the application of homologation certainly reaps various dynamics such as in Cassation Decision Number 1493 K/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022 with the party that is part of the case, namely Indosurya Cipta Savings and Loan Cooperative against Sugianto Kolim, starting from not fulfilling the contents of the agreement by KSP Indosurya Cipta, so that Sugianto Kolim filed that the Indosurya Cipta Savings and Loan Cooperative was bankrupt and the Panel of Judges granted it through Decision Number 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Although it has finally been canceled through cassation efforts. Although it has finally been canceled through cassation. Directly the position of PT Sun International Capital as a corporate guarantee changed to a guarantor again after previously shifting to the main debtor. This thesis will analyze the position of the corporate guarantee as a guarantor in the homologation process of postponement of debt payment obligations after Cassation Decision Number: 1493 K/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022 and its legal consequences. The research method used is doctrinal referring to the applicable laws and regulations as a literature study. The results showed that the position of corporate guarantees in homologation depends on the status of waiver of privileges made by the guarantor to creditors. For guarantors who waive their privileges, their position will be the same as the main debtor, which is to share responsibility in terms of the debtor's debt to the creditor, especially when the debtor has been declared bankrupt, the guarantor can also be included in the bankruptcy petition provided that the conditions of bankruptcy can be proven. If not, then the guarantor or corporate guarantee will take its role when the debtor is negligent and/or the creditor obtains convertible loans that can be converted into shares within a period of 3 years from the date of issuance since the default occurs or by exchanging liquid fixed assets. The legal consequences if the bankruptcy of KSP Indosurya Cipta is canceled according to Cassation Decision Number 1493 K/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022 is that the peace agreement is re-enforced and automatically changes the position of PT Sun International Capital back as Corporate Guarantee and its privileges are also not released to pay using convertible loans instruments."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marleen Josephine
"Skripsi ini membahas mengenai permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek yang diajukan oleh Krediturnya, dengan studi kasus Putusan Nomor 4/PDT.SUSPAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST. Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Adapun ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga untuk berinvestasi melalui pasar modal. Kemudian, Pasal 6 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa panitera harus menolak permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek yang diajukan oleh pihak selain Otoritas Jasa Keuangan. Namun, pada praktiknya masih terdapat banyak pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek yang tidak diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini dapat dilihat pada Putusan Nomor 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST, yang mengabulkan permohonan pernyataan pailit Perusahaan Efek (PT Brent Securities) yang diajukan oleh Kreditornya karena izin usahanya telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu Perusahaan Efek dan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam permohonan pernyataan pailit Perusahaan Efek dalam putusan Nomor 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST ditinjau dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek mutlak merupakan kewenangan khusus Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga negara yang melakukan pengawasan terhadap Perusahaan Efek, sekalipun izin usahanya telah dicabut oleh Otoritas Jasa Keuangan. Kemudian, putusan Majelis Hakim pada Putusan Nomor 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST, yang mengabulkan permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Efek oleh Krediturnya, tidak sesuai dengan pengaturan dalam Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

This thesis discusses about bankruptcy against Securities Company filed by its Creditors, with a case study of Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST. Article 2 paragraph (4) of Law No. 37 year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment states that the petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company may only be filed by the Financial Services Authority. The existence of these provisions is intended to protect the interests of third parties to invest through the capital market. Then, Article 6 paragraph (3) of Law No. 37 year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment states that the principal registrar is required to reject a petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company if it’s filed by any other party besides the Financial Services Authority. However, in practice there are still many petitions for a declaration of bankruptcy against Securities Company that are not be filed by the Financial Services Authority. This can be seen on Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST, which granted the petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company (PT Brent Securities) that filed by its creditors due to its business license revoked by Financial Services Authority. This research aims to identify the mechanism of filing an application for a bankruptcy against Security Company and the authority of Financial Services Authority for the bankruptcy petition of Securities Company in Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST. based on Law No. 37 year 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment. Type of research applied in this research is normative juridical approach with a descriptive typology. The result shows that the petition for a declaration of bankruptcy against Securities Company is the exclusive power of Financial Services Authority as a state institution that supervises Securities Company, even though their business license has been revoked by Financial Services Authority. Then, the decision of The Judges on Verdict No. 4/PDT.SUS-PAILIT/2021/PN.NIAGA JKT.PST which granted the application for bankruptcy declaration against the Securities Company by its Creditors, was not in accordance with the regulations in Article 2 paragraph (4) of Law No. 37 of 2004 regarding Bankruptcy and Suspension of Payment."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angel Risha
"Skripsi ini membahas dampak penerapan Pasal 16 ayat (2). UUK-PKPU dalam hal pembatalan pernyataan pailit terkait dengan asas keadilan, asas kelangsungan usaha, dan asas keseimbangan serta cara untuk melindungi properti kebangkrutan Debitur selama proses hukum kasasi dan setelah kasasi diberikan. Penelitian ini akan mencoba menguraikan masalah dengan menguraikan konsep pemulihan hukum kasasi, kepailitan, dan perdamaian dalam hukum kepailitan di Indonesia berbeda dengan konsep yang umumnya dikenal. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan sumber data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan terkait dengan konsep kebangkrutan dan pengajuan perdamaian dalam undang-undang
kebangkrutan di Indonesia yang dapat berdampak pada perlindungan hukum harta pailit Debitor dalam pembatalan putusan pernyataan pailit tingkat kasasi yang didasarkan pada Pasal 8 ayat (7) jo. Pasal 16 ayat (2) UUK-PKPU.

This thesis discusses the impact of the application of Article 16 paragraph (2). UUK-PKPU in terms of cancellation of bankruptcy statements related to the principle of justice, the principle of business continuity, and the principle of balance as well as ways to protect the debtor's bankruptcy property during the cassation legal process and after the cassation is given. This research will attempt to elucidate the problem by outlining the concepts of legal recovery for cassation, bankruptcy and peace in bankruptcy law in Indonesia, which is different from the commonly known concepts. The writing of this thesis uses a normative juridical research method using secondary data sources. The results of this study indicate that there are differences related to the concept of bankruptcy and peace proposals in the law bankruptcy in Indonesia which may have an impact on the legal protection of the Debtor's bankruptcy property in the cancellation of the bankruptcy declaration at the cassation level based on Article 8 paragraph (7) jo. Article 16 paragraph (2) UUK-PKPU."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Faisal Alhaq
"Skripsi ini membahas tentang penyelesaian utang piutang melalui permohonan pernyataan pailit, penundaan kewajiban pembayaran utang, dan gugatan wanprestasi. Disamping itu, Skripsi ini membahas mengenai pembuktian sederhana dalam permohonan pernyataan pailit berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan membahas mengenai urgensi pengaturan dan penerapan insolvency test di Indonesia. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia telah memberikan dampak yang tidak menguntungkan terhadap perekonomian nasional sehingga menimbulkan kesulitan dalam meneruskan kegiatan usahanya dan proses penyelesaian utang piutang. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan cara studi kepustakaan didukung dengan hasil wawancara dari beberapa narasumber. Pembuktian dalam kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang seharusnya tidak hanya pembuktian formil saja, tetapi juga pembuktian materiil. Insolvency test adalah alternatif yang tepat untuk menggantikan pembuktian sederhana dalam menentukan apakah debitor dapat dinyatakan pailit atau tidak. Penyelesaian utang piutang melalui kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang di pengadilan niaga merupakan alternatif dalam penyelesaian utang piutang yang lebih cepat daripada melalui gugatan wanprestasi di pengadilan negeri karena waktu penyelesaian perkara permohonan pernyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang dibatasi oleh undang-undang. Upaya hukum kepailitan hanya tingkat pertama, kasasi, dan peninjauan kembali, sedangkan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak dapat diajukan upaya hukum apa pun.

This thesis discusses debt settlement through the petition for a declaration of bankruptcy, suspension of obligation for payment of debts, and breach of contracts lawsuit. In addition, this thesis discusses there are facts or circumstances summarily proving that the conditions for a declaration of bankruptcy  based on Law  Number 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Obligation For Payment of Debts and discusses the urgency of regulation and implementation of insolvency tests in Indonesia. The monetary crisis in Indonesia brings adverse impact on national economy, causing difficulties in continuing its business activities and the process of debt settlement. This research  is normative judicial research which some of data based on the related literatures and interviews. the petition for a declaration of bankruptcy and Suspension of Obligation For Payment of Debts should not only be formal proof, but also material evidence. Insolvency test is the right alternative to replace simple evidence in determining whether the debtor can be declared bankrupt or not. Debt settlement through the petition for a declaration of bankruptcy and suspension of obligation for payment of debts  in commercial courts is an alternative debt settlement solution that is faster than a default claim in a district court because the time of settlement of the case for bankruptcy and suspension of obligation for payment of debts. Bankruptcy The legal remedies are only the first level, cassation, and judicial review, while there are no legal actions could be taken against the decision on suspension of obligation for payment of debt.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inge Hanjani Putri
"Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian pendekatan yuridis normatif dengan data sekunder sebagai sumber datanya. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah upaya hukum yang dapat diajukan terhadap penetapan imbalan jasa kurator dan aturan yang dipakai untuk menentukan besaran imbalan jasa kurator pada putusan No. 48PK/Pdt.Sus-Pailit/2013. Bahwa penetapan imbalan jasa kurator merupakan permohonan secara sepihak, tidak ada pihak lawan maka untuk pihak yang dirugikan (PT.Telkomsel) dapat melakukan pembatalan terhadap penetapan tersebut ke Mahkamah Agung. Dan untuk aturan imbalan jasa kurator yang diberlakukan dalam perkara ini yaitu tetap pada peraturan yang lama karena kepailitan PT. Telkomsel telah berakhir sebelum adanya peraturan yang baru.

This thesis was using a normative juridical approach as its research method with secondary data as the primary data source. As for the subject matter in writing this thesis was a remedy which may be brought against the determination of costs and compensation for services of curator and the prevailing laws and regulations used to determine such costs and compensation based on the Decision of the Supreme Court of (“Decision”). Whereas, the determination of such costs and compensation was a plea in a unilateral manner, where none of the parties opposed. Thus, the inflicted loss party (PT Telkomsel) may file cancellation against the Decision. The laws and regulations which prevail in this case were the preceding laws and regulations for the reason that this case has ended before the presence of the new regulation."
2014
S54362
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriana Ramadhani
"Skripsi ini membahas tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang dalam akad murabahah. Pada skripsi ini akan dibahas mengenai dua hal. Pertama, pembahasan mengenai kemungkinan kepailitan dengan akad pembiayaan murabahah berdasarkan hukum Islam dan hukum positif. Kedua, pembahasan mengenai analisis atas putusan Mahkamah Agung terhadap kasus Bank BNI Syariah dengan PT. Jayakarta ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif. Aspek hukum Islam dan hukum positif yang diteliti adalah apakah nasabah yang mendapatkan fasilitas pembiayaan dengan akad murabahah dapat dipailitkan dan bagaimana penyelesaian sengketa atas perkara tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, data penelitian ini didapat dari studi kepustakaan yang diperoleh dan hasil wawancara dari beberapa narasumber. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) pembiayaan dengan akad murabahah dapat dipailitkan dengan ketentuan bank atau kreditor dapat membuktikan debitor tidak dapat melunasi utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, (2) Hakim Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung tidak salah dalam menerapkan hukum, karena dasar dari PT. Jayakarta Sakti dinyatakan pailit adalah tidak tercapainya upaya perdamaian yang dilakukan para pihak berdasarkan ketentuan hukum Islam dan hukum positif yang terkait dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

This thesis discusses bankruptcy and suspension of debt payments in a murabahah agreement will be focused on two things. First, The explaination about the possibility of bankruptcy with murabahah financing agreement based on Islamic law and positive law. Secondly, the explaination on the analysis of the Supreme Court ruling on the case between Bank BNI Syariah with PT. Jayakarta Sakti in terms of Islamic law and positive law. Aspects of Islamic law and positive law which in observed, whether customers who get murabahah financing can be bankrupted and how the dispute over the case. This research is a normative juridical research, which some of the data are based on the related literatures and interviews. The results of this study stated that (1) murabahah be bankrupted by the terms of the bank or creditor, which debtor can not pay off the debt that must be paid, (2) Judges of the Commercial Court and the Supreme Court was not mistaken in applying the law, because of PT. Jayakarta Sakti has not an efforts to pay it.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57676
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>