Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 195182 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kukuh Setiawan
"Regulatory Sandbox merupakan mekanisme uji coba terhadap inovasi teknologi terbaharukan atau model bisnis baru yang dimanifestasikan dalam suatu kerangka peraturan regulator finansial. Sejatinya mekanisme Uji coba piloting secara ad. hoc telah pertama kali dilaksanakan oleh Regulator Finansial sejak Tahun 2004 yaitu oleh Bangko Sentral ng Pillipinas (BSP) yang kemudian diikuti oleh regulator finansial lain diseluruh dunia, termasuk Bank Indonesia. Pada tahun 2016Financial Conduct Authority (FCA) Inggris merupakan negara yang mengkoinkan istilah Regulatory Sandbox dan membakukan mekanisme uji coba kedalam suatu kerangka pengujian yang bersifat berkelanjutan, setelah setahun sebelumnya mendirikan Project Innovate sebagai satuan unit FCA dan Innovation Hub untuk menghadapi perkembangan inovasi keuangan digital di sektor finansial Inggris. Pembentukan kerangka uji coba inovasi ini kemudian diadaptasi oleh berbagai regulator finansial di dunia, termasuk Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bank Negara Malaysia. Meskipun banyak regulator yang telah membentuk Innovation Hub nya masing masing dan telah mengadopsi suatu kerangka uji coba yang serupa. Implementasi regulatory sandbox oleh setiap regulator finansial berbeda-beda disesuaikan kepada lingkup kewenangan regulator, volume inovasi, dan sudut pandang terhadap inovasi dari setiap regulator. Skripsi ini akan melakukan perbandingan kerangka Regulatory Sandbox dari 4 Regulator Finansial di 3 Negara yang berbeda, yaitu Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Financial Conduct Authority (Inggris), dan Bank Negara Malaysia (Malaysia).
Regulatory Sandbox is an innovation testing mechanism for cutting-edge technological innovation or new business models that are manifested under a firm Financial Regulatory Framework. The first ad hoc test and learn mechanism were conducted by Bangko Sentral ng Pillipinas (BSP) in 2004, and were followed by various regulator across the globe, Including Bank Indonesia. In 2016, The United Kingdom Financial Conduct Authority (FCA) coined the term Regulatory Sandbox and standardize it under a specific and continuous regulatory framework, after One year earlier formed Project Innovate as the FCA Innovation unit and Innovation hub to encounter the digital financial services development in the UK Financial Sector. The formation of this Regulatory Sandbox Frameworks were being adopted by various financial regulator across the globe, including Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, and Bank Negara Malaysia. Even tough various regulator have formed their own version of Innovation Hub and adopted the similar test and learn mechanism, the implementation of every regulatory sandbox may vary from one financial regulator to the other adjusted to every financial regulator supervisory purview, Innovation Volumes, and Regulatory viewpoint on innovation from every regulator. This Essay will compare the regulatory sandbox framework from 4 financial regulator in 3 Different Countries, Including Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Financial Conduct Authority (United Kingdom), and Bank Negara Malaysia (Malaysia)"
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Reyhan Noor
"Kehadiran perusahaan teknologi keuangan (financial technology/fintech) telah mendisrupsi institusi keuangan tradisional, termasuk sektor perbankan. Otoritas regulasi merespons disrupsi ini melalui fintech regulatory sandbox. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah memberikan ruang bagi inovasi tanpa mengorbankan sektor keuangan yang sudah ada sebelumnya. Penelitian ini menguji efektivitas dari kebijakan tersebut terhadap stabilitas perbankan dengan menggunakan dua sampel antara lain (1) data agregat berdasarkan modal inti atau Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) dan (2) data 38 perusahaan perbankan di Indonesia. Hasil uji estimasi dengan model Pooled Ordinary Least Squares. Fixed Effects, dan Difference-in-Differences secara konsisten menemukan pengaruh yang positif dan signifikan, sehingga penelitian ini menyimpulkan bahwa fintech regulatory sandbox terbukti efektif dalam mencapai tujuannya. Kebijakan tersebut mampu meningkatkan stabilitas perbankan di tengah disrupsi akibat kehadiran fintech, terutama bagi perusahaan perbankan dengan modal inti yang relatif lebih kecil. Penelitian ini juga menemukan bahwa Loan to Deposit Ratio, Operating Expense to Operating Income Ratio, kekuatan pasar, dan inflasi juga berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap stabilitas perbankan.

Financial technology (fintech) has disrupted traditional financial services, especially banking. The regulation authority responded to this issue by creating a regulatory sandbox to create space for fintech innovation without negatively impacting existing financial services. This study examines the effectiveness of banking stability in Indonesia by using two samples, namely (1) bank classifications based on core capital (Bank Umum Berdasarkan Kegiatan Usaha/BUKU) and (2) 38 banks in Indonesia. Pooled Ordinary Least Squares, Fixed Effects, and Difference-in-Differences method are used and resulting positively significant impact as expected by this policy objective. The policy is effective in improving banking stability amid disruption by fintech start-ups, particularly to banks with relatively small core capital. This study also finds positive and significant impact from Loan to Deposit Ratio, Operating Expense to Operating Income Ratio, market power, and inflation toward bank stability."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andriana Ilham Warsono
"ABSTRACT
Program diskon pelanggan merupakan salah satu strategi pemasaran dengan cara memberikan pengurangan harga yang diberikan oleh suatu pelaku usaha kepada konsumen untuk menarik minat beli dari konsumen tersebut. Tujuan dari pemberlakuan program diskon pelanggan adalah menjaga loyalitas dari konsumen agar tetap melakukan pembelian kepada pelaku usaha tersebut. Contoh dari program ini adalah  frequent-flyer program yang ditawarkan oleh maskapai penerbangan. Tulisan ini memiliki rumusan masalah bagaimana pengaturan program diskon pelanggan ditinjau dari hukum persaingan usaha Amerika Serikat, Inggris dan Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan analisis terhadap pemberlakukan program diskon pelanggan dikaitkan dengan potensi pelanggaran hukum persaingan usaha Indonesia. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan. Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi dokumen. Bahan hukum yang digunakan Penulis antara lain bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Terdapat beberapa definisi operasional yang digunakan, beberapa diantaranya adalah posisi dominan, praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa Amerika Serikat dan Inggris telah sadar terhadap potensi anti persaingan dari pemberlakukan program diskon pelanggan dengan melihat beberapa contoh kasus yang pernah terjadi. Terdapat beberapa pasal hukum persaingan usaha Indonesia yang relevan dengan potensi pelanggaran terhadap pemberlakuan program tersebut.

ABSTRACT
Loyalty discount is one of the marketing strategies that involves price reduction given by undertaking to consumers in order to attract their interest in buying. The aim of loyalty discount is to maintain consumer loyalty in order that they continue to buy from the undertaking. One example of this program is the frequent-flyer program offered by airlines. The research question of this thesis is how the loyalty discount is regulated based on the American, United Kingdom, and Indonesian competition laws. The purpose of this research is to provide analysis of the implementation of loyalty discount in relation with potential violations of Indonesian business competition law. The researcher used literature research method. The type of data used in this writing is secondary data, namely data obtained from document studies. The legal materials used by the researcher include primary, secondary, and tertiary legal materials. There are several operational definitions used, some of which are dominant position, monopolistic practices, and unfair competition. Based on the analysis carried out, it was concluded that the United States and the United Kingdom were aware of the potential for anti-competition from the implementation of loyalty discount by looking at a number of examples of cases that had occurred.  There are several articles on Indonesian business competition law that are relevant to potential violations of the application of the program."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzat Alwi Alaydrus
"Skripsi ini menganalisis implementasi telemedicine dan regulatory sandbox di Indonesia berdasarkan Kepmenkes 1280/2023, UU 17/2023, dan Permenkes 20/2019, serta di Singapura berdasarkan Health Care Services Act (HCSA) dan National Telemedicine Guidelines (NTG). Skripsi ini disusun dengan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian deskriptif-preskriptif, mengkaji telemedicine dan regulatory sandbox dengan membandingkan konsep, regulasi, dan isu hukum di Indonesia dan Singapura. Dalam hal ini, Singapura menggunakan sistem lisensi untuk telemedicine dibawah HCSA dengan NTG yang digunakan sebagai pedoman khusus. Sebelum sistem lisensi digunakan, Singapura menyelenggarakan regulatory sandbox LEAP hingga 2021, guna menyesuaikan HCSA dengan perkembangan teknologi kesehatan. Di Indonesia, telemedicine belum mempunyai pengaturan secara khusus. Meskipun sudah berkembang cukup baik melalui aplikasi berbasis smartphone yang diselenggarakan oleh health-tech company, hal ini belum sesuai dengan standar perangkat telemedicine. Kepmenkes 1280/2023 hanya mengakomodir telemedicine yang diselenggarakan melalui aplikasi berbasis smartphone, yang mana belum mendukung standarisasi telemedicine. Oleh karena itu, disarankan kepada Kementerian Kesehatan untuk mempercepat penyusunan regulasi yang sesuai dengan standar telemedicine melalui regulatory sandbox yang juga melibatkan pemangku kepentingan lain.

This thesis analyzes the implementation of telemedicine and regulatory sandboxes in Indonesia based on Kepmenkes 1280/2023, UU 17/2023, and Permenkes 20/2019, as well as in Singapore based on the Health Care Services Act (HCSA) and National Telemedicine Guidelines (NTG). The research employs a doctrinal methodology with a descriptive-prescriptive approach, examining telemedicine and regulatory sandboxes by comparing concepts, regulations, and legal issues in Indonesia and Singapore. In this context, Singapore uses a licensing system for telemedicine under the HCSA with NTG as specific guidelines. Before the licensing system was implemented, Singapore conducted the LEAP regulatory sandbox until 2021 to adapt the HCSA to health technology developments. In Indonesia, telemedicine does not yet have specific regulations. Although it has developed quite well through smartphone-based applications run by health-tech companies, this does not meet telemedicine equipment standards. Kepmenkes 1280/2023 only accommodates telemedicine conducted through smartphone applications, which does not support telemedicine standardization. Therefore, it is recommended that the Ministry of Health expedite the formulation of regulations that meet telemedicine standards through regulatory sandboxes involving other stakeholders."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yukie Octivia Mansyur
"Otoritas Jasa Keuangan OJK merupakan lembaga pengawas jasa keuangan di Indonesia, yang mengikuti model lembaga pengawas terintegrasi. OJK didirikan berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis-normatif yang dilakukan melalui perbandingan hukum. Tugas pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang semula dijalankan oleh Bank Indonesia kini beralih kepada dengan didirikannya lembaga pengawas tersebut. Penelitian ini membahas kewenangan yang dimiliki OJK dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan, serta membandingkannya dengan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan yang dijalankan oleh lembaga pengawas jasa keuangan di Negara lain. Perbandingan ini dilakukan terhadap Autorit des March s Financiers AMF dan Autorit de Contr le Prudentiel et de R solution ACPR di Perancis yang dianggap berhasil, dan terhadap Financial Services Authority FSA di Inggris yang di anggap gagal dan telah di bubarkan dan digantikan oleh Financial Conduct of Authority FCA dan Prudential Regulation Authority PRA yang di aggap berhasil. Perbandingan dalam penelitian ini ditinjau melalui kewenangan lembaga dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan di negaranya, mengenai independensi lembaga, dan mengenai hubungan antara lembaga pengawas tersebut dengan bank sentral di negaranya masing-masing.

Otoritas Jasa Keuangan OJK is the Indonesian financial services authority and was established as an integrated supervisory body under the Law No. 21 Year 2011. This thesis is a juridical normative research through the comparative study of law. The regulation and the supervision of banking activities was performed by the Indonesian Central Bank, otherwise known as Bank Indonesia, until the establishment of the OJK, which then resulted to the transfer of the said regulatory and supervisory authority over the banking sector onto the OJK. This thesis first elaborates the OJK rsquo s authority to regulate and to supervise the banking sector before comparing it later on with the financial supervisory authorities of two other countries. The comparison is conducted upon the Autorit des March s Financiers AMF and the Autorit de Contr le Prudentiel et de R solution ACPR in France, which are considered successful and not only upon the Financial Services Authority FSA in the United Kingdom which failed, but also with its replacing authorities that are the Financial Conduct of Authority FCA and the Prudential Regulation Authority PRA . The said comparison is done through the analysis of each institutions rsquo authorities in performing banking regulation and supervision and their independency, along with their institutional relationship with the Central Bank of each their respective country. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68482
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Fitri Utami
"Waralaba adalah hak khusus (adalah karya intelektual manusia di Indonesia) bidang industri hak kekayaan intelektual (HAKI)) yang didukung oleh individu atau entitas bisnis yang menentang sistem bisnis dengan bisnis karakteristik untuk memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat digunakan dan/digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian Waralaba. Di Indonesia, pengaturan Waralaba dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif penelitian yuridis. Penelitian yuridis dilakukan dengan penelitian hukum perpustakaan dan revisi Peraturan Waralaba No. 16 tahun 1997 dan Peraturan Waralaba No. 42 tahun 2007 2007 untuk melihat perkembangan pengembangan Waralaba di Indonesia. Sementara di Inggris, peraturan tentang waralaba masih menggunakan kode etik, yaitu ECF, yang hanya merupakan kode etik, tetapi penggunaannya menjadi pedoman dan menjadi a patokan untuk hakim. Kemudian tentukan Waralaba di Inggris, yang dirinci di ECF dengan kode BFA, yang merupakan Kode BFA di samping Inggris pemerintah. Selain itu, penulis juga akan menentang hukum Waralaba di Indonesiadan Inggris, untuk melihat perspektif lain yang semakin besar Dunia waralaba di era globalisasi saat ini.

Franchising is a special right (a human intellectual work in Indonesia) in the field of intellectual property rights industry (IPR) supported by individuals or business entities that oppose the business system with business characteristics to market goods and/or services that have proven successful and can be used and/used by other parties based on the Franchise agreement. In Indonesia, the regulation of Franchising in Government Regulation No. 42 of 2007 concerning Franchising. The research method used in this study is normative juridical research. Juridical research was carried out with library law research and revision of Franchise Regulation No. 16 of 1997 and Franchise Regulation No. 42 of 2007 2007 to see the development of Franchise development in Indonesia. Meanwhile in In the UK, regulations on franchising still use a code of ethics, the ECF, which is only a code of ethics, but its use is a guideline and becomes a benchmark for judges. Then specify the Franchise in the UK, which is specified in the ECF with the BFA code, which is the BFA Code in addition to the UK government. In addition, the author will also oppose the Franchise law in Indonesia and the UK, to see other perspectives that are getting bigger The franchise world in the current era of globalization."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisha Inayah Dahlan
"Tulisan ini berfokus pada analisis peran Otoritas Jasa Keuangan dalam melindungi investor dari risiko gagal kelola dana akibat pengelolaan dana tanpa izin influencer saham. Tulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Influencer saham, yang membagikan informasi mengenai saham melalui media sosial, telah meningkatkan aksesibilitas informasi produk keuangan namun juga menimbulkan risiko baru ketika melakukan pengelolaan dana tanpa izin. Beberapa kasus menunjukkan influencer saham menghimpun dan mengelola dana investor tanpa izin OJK sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yang berujung pada kerugian investor. Praktik ini terutama merugikan investor ritel Generasi Milenial dan Z yang rentan terpengaruh karena hubungan parasosial dengan influencer. Regulasi OJK saat ini belum secara spesifik mengatur aktivitas influencer saham, menciptakan ketidakpastian hukum yang mengancam integritas pasar modal. Penelitian ini merekomendasikan OJK untuk mengadopsi pedoman untuk menentukan kapan aktivitas influencer saham memerlukan izin, sistem persetujuan konten promosi, dan program edukasi investor berdasarkan praktik terbaik dari Inggris, Malaysia, dan Australia, serta rekomendasi International Organization of Securities Commissions (IOSCO).

This paper analyzes the role of Indonesia Financial Services Authority (OJK) in protecting investors from the risk of fund mismanagement due to unauthorized fund management by stock influencers.  This paper employs a doctrinal research method.  Stock influencers, who share information about stocks through social media, have increased the accessibility of financial product information but also introduced new risks through unauthorized fund management activities. Several cases demonstrate stock influencers collecting and managing investor funds without OJK permits as required by Law Number 4 of 2023 concerning Financial Sector Development and Strengthening, resulting in investor losses. This practice particularly affects retail investors from Millennial and Generation Z demographics, who are vulnerable due to parasocial relationships with influencers. Current OJK regulations do not specifically govern stock influencer activities, creating legal uncertainty that threatens capital market integrity. This paper recommends OJK adopt guidelines to determine when stock influencer activities require licensing, implement a promotional content approval system, and enhance investor education programs based on best practices from the United Kingdom, Malaysia, and Australia, as well as recommendations from the International Organization of Securities Commissions (IOSCO). "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raisa Fatnisary
"ABSTRAK
Dengan semakin meningkatnya praktek pengangkatan anak, maka dirasakan perlunya peraturan khusus yang mengatur hal tersebut. Indonesia telah memiliki Peraturan Pemerintah No 54 tahun 2007 tentang Pengangkatan anak dan Peraturan Mentri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Pengangkatan, namun peraturan tersebut dirasa tidak cukup. Pengaturan terhadap anak yang telah diangkat terutama dalam intercountry adoption masih dirasa kurang. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan kajian perbandingan mengenai pengaturan pengangkatan anak dengan Negara lain. Negara Inggris dan Korea Selatan dipilih sebagai acuan atau referensi dalam mengkaji bentuk peraturan yang ideal terhadap pengangkatan anak. Negara Inggris dipilih disebabkan karena Negara Inggris sangat melindungi anak-anak, sampai melakukan force adoption. Sedangkan Negara Korea Selatan dipilih disebabkan negara ini sama-sama berlandaskan negara civil law dan juga berkedudukan sebagai negara penyuplai anak-anak yang diadopsi oleh warga negara asing. Tulisan ini akan mengkaji mengenai persamaan dan perbedaan menganai proses adopsi di Indonesia, Inggris, dan Korea Selatan. Hal-hal apa saja yang perlu diatur di Indonesia guna memberikan perlindungan yang maksimal terhadap anak yang diadopsi oleh warga negara asing guna kepentingan terbaik bagi anak.

ABSTRACT
As there is an increasing trend of adoption, it is necessary a special regulation that regulates it. In Indonesia, there has been special regulations governing the adoption of children. The regulations are among others Government Regulation No. 54 of 2007 and Social Minister Regulations No.110 of 2009 on Child Adoption. However, the regulations are not enough. Arrangement of adopted children who have been raised, especially in inter country adoption is still considered less. Therefore, it is necessary to study the comparative of the arrangement of child adoption with another country. United Kingdom and South Korea will be used as a reference in examining the ideal arrangement of child adoption. United Kingdom was chosen because they really want to protected the children, so they used the forced adoption. South Korea was chosen because the legal system of South Korea is a civil law system and also determined as the supplier country of children adopted by foreign nationals. This paper will examine the similarities and differences regarding the adoption process in Indonesia, United Kingdom and South Korea and those things that should be immediately regulated in Indonesia to provide maximum protection for the children adopted by foreign nationals in their best interest."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Nathasya W. S.
"Financial technology (fintech) merupakan salah satu produk digitalisasi yang menawarkan kemudahan bagi pengguna untuk bertransaksi. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkannya, fintech juga mengandung risiko yang dapat berdampak kepada konsumen maupun regulator. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi regulatory sandbox dan pengawasan berbasis risiko fintech oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia. Penerapan regulatory sandbox dan pengawasan berbasis risiko terhadap fintech terdaftar bertujuan untuk mengurangi risiko yang mungkin ditimbulkan oleh fintech di masa mendatang. OJK melaksanakan pengawasan berbasis risiko dengan melakukan prioritisasi risiko yang terdiri dari: (1) risiko strategis; (2) risiko operasional sistemik; (3) risiko operasional individual; (4) risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme; (5) risiko perlindungan data konsumen; (6) risiko penggunaan jasa pihak ketiga; (7) risiko siber; dan (8) risiko likuiditas. Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan pengawasan berbasis risiko dan regulatory sandbox dapat mengurangi risiko yang dihadapi oleh fintech. Namun, OJK perlu mengembangkan aturan dan teknologi yang dimiliki untuk efisiensi dalam mengatur dan mengawasi kegiatan fintech dan untuk meminimalkan segala jenis risiko yang mungkin ditimbulkannya.

Financial technology (fintech) is one of the digitalization products that offers convenience for users to make transactions. However, in despite of the convenience it offers, fintech also contains risks that can be perceived by consumers and regulators. This study aims to evaluate the implementation of the regulatory sandbox and risk-based supervision of fintech by the Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan-OJK) in Indonesia. The implementation of regulatory sandbox and risk-based supervision towards registered fintech is intended to reduce the risk that fintech may impose in the future. OJK carries out risk-based supervision by prioritizing risks consisting of: (1) strategy risk; (2) systemic operational risk; (3) individual operational risk; (4) money laundering and limitation of terrorism risk; (5) consumer data protection risk; (6) the risk of using third party services; (7) cyber risk; and (8) liquidity risk. This study concludes that the application of risk-based supervision and regulatory sandbox can reduce the risks faced by fintech. However, OJK needs to develop its own rules and technology to obtain efficiency in regulating and supervising fintech activities and to minimize all types of risks that may impose."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizqi Ulil Abshor
"Permasalahan pinjaman online semakin kompleks seiring pertumbuhan Fintech itu sendiri, terutama Fintech ilegal. Jenis-jenis pelanggaran hukum yang dilakukan Fintech ilegal beragam, bisa berupa penagihan yang kasar hingga pelecehan seksual, tersebarnya data pribadi dari konsumen. Selain itu, tingginya bunga pinjaman hingga pencurian data pribadi melalui telepon seluler konsumen yang dilakukan perusahaan Fintech menimbulkan dampak buruk terhadap konsumen. Dengan mengambil perbandingan antara Uni Eropa dan Malaysia, ada beberapa aspek dalam penyusunan model regulasi Fintech. Pertama, Uni Eropa memiliki regulasi Fintech yang efisien dan transparan serta sanksi yang tegas bagi penyelenggara yang melanggar. Pengaturan hukum tentang mekanisme penagihan pinjaman online di Indonesia dijelaskan adanya  penyelenggara layanan, pemberi pinjaman pinjaman online dan penerima dana pinjaman telah diatur dalam Pasal 1 ayat 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI/Fintech P2P Lending). Pengaturan hukum tentang mekanisme penagihan pinjaman online Uni Eropa dan Malaysia yaitu di Uni Eropa dikenal suatu undang-undang yang disebut General Data Protection Regulation (GDPR). Regulasi tersebut mengatur pihak penyelenggara yang mengakses data pribadi dan lembaga penagihan yang bekerja sama dengan penyelenggara harus bertanggung jawab. Perbandingan pengaturan hukum tentang mekanisme penagihan pinjaman online antara Indonesia, Uni Eropa dan Malaysia sehingga dapat diterapkan di Indonesia.

The problem of online loans is increasingly complex as Fintech itself grows, especially illegal Fintech. The types of law violations that illegal Fintech commits vary, ranging from abusive billing to sexual harassment, the sharing of personal data from consumers. In addition, the high interest on loans and the theft of personal data via consumer cell phones by Fintech companies have had a negative impact on consumers. By taking a comparison between the European Union and Malaysia, there are several aspects in the preparation of the Fintech regulatory model. First, the European Union has efficient and transparent Fintech regulations and strict sanctions for violators. The legal arrangements regarding the online loan collection mechanism in Indonesia explain that there are service providers, online loan lenders and loan recipients that have been regulated in Article 1 paragraph 6 of the Financial Services Authority Regulation (POJK) Number 10/POJK.05/2022 concerning Technology-Based Co-Funding Services Information (POJK LPBBTI/Fintech P2P Lending). Legal arrangements regarding the European Union and Malaysia's online loan collection mechanism, namely in the European Union there is a law known as the General Data Protection Regulation (GDPR). The regulation stipulates that administrators who access personal data and collection agencies that work with administrators must be responsible. Comparison of legal arrangements regarding online loan collection mechanisms between Indonesia, the European Union and Malaysia so that they can be implemented in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>