Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162819 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulthan Ridansyah Apan
"ABSTRAK
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas air dengan menggunakan skoring FBI, dua di antaranya adalah Metode Hilsenhoff dan Ecoton. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kedua metode tersebut, mana yang lebih sederhana dan lebih dapat diterapkan di Indonesia. Dan untuk menganalisis hasil dari kedua metode tersebut. Penelitian ini didasarkan pada sub-DAS Ciliwung yang terdiri dari 20 Sub-DAS dari hulu, tengah dan hilir. Metode Hilsenhoff menggunakan rumus yang mencakup jumlah specimen dan nilai toleransi, sedangkan metode Ecoton menggunakan skor penilaian dari 1-4 dengan 4 parameter dan juga menggunakan penilaian dari kartu berbentuk amplop yang dikembangkan oleh Perum Jasa Tirta 1 (PJT). Dengan menggunakan kedua metode tersebut, hasil FBI untuk masing-masing sub-DAS dapat ditemukan dan juga dapat dibandingkan satu sama lain.

ABSTRACT
There is some methods that can be used to determining the water quality by using the FBI score, two of the example are Hilsenhoff Method and Ecoton Method. This research aims to compare those two methods whose more simpler and more applicable in Indonesia and to analyze the result from the two methods. This research based on the Sub-Watershed of Ciliwung that consist of 20 Sub-Watershed from the upstream, middle and downstream. Hilsenhoff method use formula that includes number of specimens and the tolerance value, while Ecoton method use assessment score from 1-4 with parameter and also use the scoring from an envelope shape that developed by Perum Jasa Tirta 1 (PJT). By using those two methods, the result of FBI for each Sub-Watershed can be found and also compared to each other."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ella Whidayanti
"Pesisir Barat Kabupaten Pandeglang yang menghadap Selat Sunda merupakan daerah yang rawan terhadap terjadinya bencana alam. Tinggi gelombang dan pasang surut air laut, termasuk tsunami merupakan bencana yang sering melanda pesisir tersebut. Eksosistem mangrove yang merupakan bagian dari ekosistem pesisir memiliki peranan penting dalam mengurangi bencana alam akibat gelombang air laut. Di samping dapat mengurangi terjadinya abrasi, sistem perakaran mangrove dapat menahan laju sedimentasi. Sehingga akan memperluas garis pantai atau akresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekosistem mangrove terhadap perubahan garis pantai yang berupa abrasi dan akresi dalam kurun waktu 10 tahun dari tahun 2010 hingga 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memanfaatkan Remote Sensing dan teknologi GIS. Pengumpulan data menggunakan citra satelit Landsat 7 ETM+ Tahun 2010, Landsat 8 OLI/TRS Tahun 2015 dan 2020. Pengolahan data spasial menggunakan google earth engine, software ArcGIS 10.6 dan ENVI 5.3. Data perubahan ekosistem mangrove diperoleh dengan menggunakan metode NDVI. Teknis GIS digunakan untuk analisis data laju perubahan garis pantai secara spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari tahun 2010 hingga 2020, ekosistem mangrove selalu mengalami perubahan setiap periodenya. Ekosistem mangrove di sepanjang pesisir Kabupaten Pandeglang mengalami penambahan dari tahun 2010 hingga 2015, namun kembali berkurang pada tahun 2020 akibat bencana tsunami Banten tahun 2018. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Berdasarkan hasil analisis statistik, penurunan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 48,63% terhadap luas abrasi dan penambahan luas mangrove mempunyai pengaruh sebesar 51,7% terhadap luas akresi. Secara spasial penelitian ini menunjukkan penurunan dan penambahan luas mangrove berbanding lurus dengan perubahan luas abrasi dan akresi.

The coastal area of Pandeglang Regency , which faces the Sunda Strait, is prone to natural disaters. As the high wave tides, and in same periode including tsunami, are the named type of disasters that frequently hit the area. Mangrove ecosystem that are the part of coastal ecosystems have an importance role in reducing natural disasters caused by seawater waves. In addition to preventing abrasion, the mangrove root system can hold sediment. So that it will expand the coastline or accretion. This study aims to determine the effect of existence of mangrove ecosystems on coastline change in the form of abrasion and accretion within ten years during 2010 to 2020. The research method uses remote sensing and GIS Technology. The remote sensing data collection uses is separate into Landsat 7 ETM+ for 2010 and Landsat 8 OLI/TRS for 2015 and 2020. Spatial data processing using google earth engine, ArcGIS 10.6 and ENVI 5.3 software. Mangrove ecosystem change data is obtained using NDVI method. GIS technology is used for spatial analysis of coastline change rate data. As a result of this study show that during 2010 to 2020, mangrove ecosystems always change every period. Mangrove ecosystems along the coastal area of Pandeglang Regency increased during 2010 to 2020, but decreased in 2020 caused by Banten Tsunami disaster in 2018. This change certainly also affects the change of coastline. Based on the results of statistical analysis, the decrease in mangrove area has an influence of 48.68% on the area of abrasion, and the addition of mangrove area has an influence of 51.7% on the area of accretion. Spatially revealed that the decrease and the addition of mangrove area is proportional to the area changes abrasion and accretion."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabarman Ranudiwiryo
"ABSTRAK
Fluktuasi debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat tinggi, hal ini mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Debit sungai yang tinggi akan menyulitkan dalam pemanfaatan sumber daya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir berbanding lurus dengan intensitas curah hujan artinya curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi secara langsung terhadap besarnya debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Dipihak lain kapasitas peresapan (infiltrasi) di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat kecil.
Penggunaan lahan yang berbeda pada setiap daerah aliran sungai akan mengakibatkan perbedaan jumlah air hujan yang sampai dipermukaan tanah; hal ini akan mempengaruhi besar-kecilnya aliran air limpasan (water run off).
Adanya tanaman penutup lahan (cover crops) akan memperkecil volume dan kecepatan aliran permukaan dan dapat meningkatkan kapasitas peresapan suatu daerah aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara banjir dengan kerusakan ekosistem di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. lndikator kerusakan ekosistem yang diukur adalah : debit banjir pada sungai utama (Bengawan Solo) dan cabang-cabang sungai, kapasitas sungai, curah hujan, kapasitas peresapan, sedimen terangkut dan luas tata guna lahan di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Data yang terkumpul dianalisis untuk mencari hubungan antara kerusakan komponen ekosistem dengan bencana banjir yang terjadi di daerah aliran Bengawan Solo Hilir.
Dari hasil analisis tersebut diperoleh suatu bentuk hubungan komponen ekosistem dengan bencana banjir sebagai berikut :
1) semakin tinggi curah hujan akan semakin besar debit banjir,
2) semakin sempit luas vegetasi penutup lahan (cover crops) semakin kecil tingkat peresapan air ke dalam tanah,
3) semakin meningkat debit banjir semakin meningkat pula erosivitas lahan dan semakin tinggi tingkat sedimentasi serta semakin menurun kapasitas sungai.
Dalam upaya menurunkan debit banjir agar sesuai dengan kapasitas sungai (full bank flow) maka perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas peresapan, penurunan kecepatan dan volume aliran permukaan (run of]) dengan mempertebal profit tanah di daerah aliran Bengawan Solo Hilir, memperluas lahan bervegetasi (cover crops) dengan pepohonan yang mempunyai fungsi konservasi.
Dari hasil perhitungan debit sungai pada setiap sub daerah aliran sungai (Y), pengukuran luas sub daerah aliran sungai (Xl), curah hujan (X2), pengukuran luas vegetasi penutup lahan (cover crops) (X3), pengukuran peresapan (X4) serta mengevaluasi kegiatan manusia di setiap sub daerah aliran sungai (C), maka banjir di daerah Bengawan Solo Hilir merupakan fungsi dari (X1,X2,X3,X4 dan C) dari hasil hubungan tersebut didapat bentuk hubungan sebagai berikut :
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 +
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) S.Semarmendem: Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.0030X3 - 0,043X4 + 0,8882C
Dari persamaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa banjir di daerah Bengawan Solo Hilir sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia yang berada di sub daerah aliran sungai. Untuk menurunkan debit banjir dan meningkatkan kapasitas resapan perlu dibuat sumur resapan sebanyak 272 (dua ratus tujuh puluh dua) unit sumur resapan.
Pustaka : 41 literatur dan artikel terbitan 1968 - 1994

ABSTRACT
The fluctuation of the water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is very high. This is the reason why flood is encountered during the wet season and dryness in the dry season. The flow of the river causes difficulties in utilizing the water resources, both in quality as well as in quantity. The river water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is directly proportional to the rainfall intensity, which means that the higher the rain fall intensity the higher river flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area. On the other hand the infiltration rate of the water in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is too low. The difference of land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area causes a difference in the rain water volume reaching the land surface, affecting the rate of water run off. The existence of cover crops can reduce the volume and velocity of water run off and increase the infiltration rate of a catchments area. This study is conducted to assess the correlation between flood and ecosystem destruction in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area. The indicators of the ecosystem destruction which will be measure are : the main stream (Bengawan Solo Lower Stream) and its tributaries discharge, river capacity, rain fall, infiltration capasity, sediment loads, and land use area at each sub catchments area. All the data collected will be analyzed to be use as parameters of the correlation between flood and the ecosystem destruction at bengawan Solo Lower Stream catchments area. The result of the data analysis at Bengawan Solo Lower Stream catchments area are as follows :
1. The higher the rain fall intensity, the higher the flood discharge.
2. The narrower the cover crops area, the lesser the infiltration capasity.
3. The higher the discharge the higher the erosion and the higher sedimentation rate, resulting in the decrease of the river capacity.
In order to reduce the peak river discharge so as to match the river capacity (full bank flow) the infiltration capacity needs to be enhanced, the velocity and volume of water run off needs to be reduced by thickening the soil profile at Bengawan Solo Lower Stream catchments area, widening the cover crops area and planting vegetation which have conservation function. Based on the calculation of river discharge (Y) at each sub catchments area, area measurement of the sub catchments area (Xl), measurement of the rain fall intensity (X2), measurement of the cover crops area (X3), measurement of the infiltration capasity (X4) and by evaluating the human resources activity (C) the result of calculation as follows:
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 + 0,951C
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) Semarmendem River : Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.003030 - 0,043X4 + 0,88820
From the above equations it can be concluded that floods at Bengawan Solo Lower Stream catchments area is more due to human resources activities in the sub catchments area. Bengawan Solo Lower Stream catchments area is characterized by many meanders, high sedimentation, and the horizontal erosion which more intensive than the vertical erosion. Most of rain water (90%) falling in Bengawan Solo Lower Stream becomes run off water while (10%) will infiltrate into the ground. The land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area may be divided into 6 (six) groups i.e. forest, bushes, dry land, rice fields and swamps. Floods normally occur in December up to March.
In order to limit floods discharge and increase infiltration capacity reforesting is required in each sub catchments area of rivers which is estimated as follows :
(1) Wulung R : 311 km2 (72,66 %),
(2) Grabagan R: 79 km2 (72,48 %),
(3) Tinggang R: 80 km2 (66,12 %),
(4) Batokan R: 147 km2 (70,33 %),
(5) Gandong R: 176 km2 (69,74 %),
(6) Tidu R: 91 km2 (69,74 %),
(7) Kening R: 512 km2 (62,21 %),
(8) Pacal R: 269 km2 (75,14 %),
(9) Besuki R: 98 km2 (75,38 %),
(10) Merkuris R: 81 km2 (75,70 %),
(11) Ingas R: 97 km2 (69,78 %),
(12) Cawak R: 61 km2 (69,78 %),
(13) Serving R: 237 km2 (69,91 %),
(14) Brangkal R: 232 km2 (65,91 %),
(15) Semarmendem R: 230 km2 (65,71 %) .
Foods can be reduced so as to match the river capacity (full bank flow) if 55,95 % to 75,70 % of the Bengawan Solo Lower Stream catchments area which is in the form of forest with conservation function, while in the settlement areas 272 infiltration well are required.
References : 41 Textbooks an articles, published during period 1986 - 1994;ABSTRAK
Fluktuasi debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat tinggi, hal ini mengakibatkan terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Debit sungai yang tinggi akan menyulitkan dalam pemanfaatan sumber daya air baik secara kuantitas maupun kualitas. Debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir berbanding lurus dengan intensitas curah hujan artinya curah hujan yang tinggi akan mempengaruhi secara langsung terhadap besarnya debit sungai di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Dipihak lain kapasitas peresapan (infiltrasi) di daerah aliran Bengawan Solo Hilir sangat kecil.
Penggunaan lahan yang berbeda pada setiap daerah aliran sungai akan mengakibatkan perbedaan jumlah air hujan yang sampai dipermukaan tanah; hal ini akan mempengaruhi besar-kecilnya aliran air limpasan (water run off).
Adanya tanaman penutup lahan (cover crops) akan memperkecil volume dan kecepatan aliran permukaan dan dapat meningkatkan kapasitas peresapan suatu daerah aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara banjir dengan kerusakan ekosistem di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. lndikator kerusakan ekosistem yang diukur adalah : debit banjir pada sungai utama (Bengawan Solo) dan cabang-cabang sungai, kapasitas sungai, curah hujan, kapasitas peresapan, sedimen terangkut dan luas tata guna lahan di daerah aliran Bengawan Solo Hilir. Data yang terkumpul dianalisis untuk mencari hubungan antara kerusakan komponen ekosistem dengan bencana banjir yang terjadi di daerah aliran Bengawan Solo Hilir.
Dari hasil analisis tersebut diperoleh suatu bentuk hubungan komponen ekosistem dengan bencana banjir sebagai berikut :
1) semakin tinggi curah hujan akan semakin besar debit banjir,
2) semakin sempit luas vegetasi penutup lahan (cover crops) semakin kecil tingkat peresapan air ke dalam tanah,
3) semakin meningkat debit banjir semakin meningkat pula erosivitas lahan dan semakin tinggi tingkat sedimentasi serta semakin menurun kapasitas sungai.
Dalam upaya menurunkan debit banjir agar sesuai dengan kapasitas sungai (full bank flow) maka perlu dilakukan upaya peningkatan kapasitas peresapan, penurunan kecepatan dan volume aliran permukaan (run of]) dengan mempertebal profit tanah di daerah aliran Bengawan Solo Hilir, memperluas lahan bervegetasi (cover crops) dengan pepohonan yang mempunyai fungsi konservasi.
Dari hasil perhitungan debit sungai pada setiap sub daerah aliran sungai (Y), pengukuran luas sub daerah aliran sungai (Xl), curah hujan (X2), pengukuran luas vegetasi penutup lahan (cover crops) (X3), pengukuran peresapan (X4) serta mengevaluasi kegiatan manusia di setiap sub daerah aliran sungai (C), maka banjir di daerah Bengawan Solo Hilir merupakan fungsi dari (X1,X2,X3,X4 dan C) dari hasil hubungan tersebut didapat bentuk hubungan sebagai berikut :
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 +
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) S.Semarmendem: Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.0030X3 - 0,043X4 + 0,8882C
Dari persamaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa banjir di daerah Bengawan Solo Hilir sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia yang berada di sub daerah aliran sungai. Untuk menurunkan debit banjir dan meningkatkan kapasitas resapan perlu dibuat sumur resapan sebanyak 272 (dua ratus tujuh puluh dua) unit sumur resapan.
Pustaka : 41 literatur dan artikel terbitan 1968 - 1994

ABSTRACT
The fluctuation of the water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is very high. This is the reason why flood is encountered during the wet season and dryness in the dry season. The flow of the river causes difficulties in utilizing the water resources, both in quality as well as in quantity. The river water flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is directly proportional to the rainfall intensity, which means that the higher the rain fall intensity the higher river flow in Bengawan Solo Lower Stream catchments area. On the other hand the infiltration rate of the water in Bengawan Solo Lower Stream catchments area is too low. The difference of land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area causes a difference in the rain water volume reaching the land surface, affecting the rate of water run off. The existence of cover crops can reduce the volume and velocity of water run off and increase the infiltration rate of a catchments area. This study is conducted to assess the correlation between flood and ecosystem destruction in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area. The indicators of the ecosystem destruction which will be measure are : the main stream (Bengawan Solo Lower Stream) and its tributaries discharge, river capacity, rain fall, infiltration capasity, sediment loads, and land use area at each sub catchments area. All the data collected will be analyzed to be use as parameters of the correlation between flood and the ecosystem destruction at bengawan Solo Lower Stream catchments area. The result of the data analysis at Bengawan Solo Lower Stream catchments area are as follows :
1. The higher the rain fall intensity, the higher the flood discharge.
2. The narrower the cover crops area, the lesser the infiltration capasity.
3. The higher the discharge the higher the erosion and the higher sedimentation rate, resulting in the decrease of the river capacity.
In order to reduce the peak river discharge so as to match the river capacity (full bank flow) the infiltration capacity needs to be enhanced, the velocity and volume of water run off needs to be reduced by thickening the soil profile at Bengawan Solo Lower Stream catchments area, widening the cover crops area and planting vegetation which have conservation function. Based on the calculation of river discharge (Y) at each sub catchments area, area measurement of the sub catchments area (Xl), measurement of the rain fall intensity (X2), measurement of the cover crops area (X3), measurement of the infiltration capasity (X4) and by evaluating the human resources activity (C) the result of calculation as follows:
(1) S.Wulung : Y = 0,1156X1 + 0.0016X2 - 0.0011X3.- 0,0405X4 + 0,9244C
(2) S.Grabagan : Y = 0,0320X1 + 0,0040X2 - 0.0219X3 - 0,02323X4 + 0,970C
(3) S.Tinggang : Y = 0,0212X1 + 0,0040X2 - 0.0086X3 - 0,0140X4 + 0,953C
(4) S.Batokan : Y = 0,0509X1 + 0.0024X2 - 0.0051X3 - 0,0358X4 + 0,9031C
(5) S.Gandong : Y = 0,0630X1 + 0,0019X2 - 0.0066X3 - 0,0440X4 + 0,8830C
(6) S.Tidu : Y = 0,02673X1 + 0,0020X2 - 0.0056X3 - 0,0018X4 + 0,944C
(7) S.Kening : Y = 4,1870X1 + 4,0013X2 - 0.0057X3 - 0,0113X4 + 0,6865C
(8) S.Pacal : Y = 0,0967X1 + 0,0018X2 - 0.0083X3 - 0,0727X4 + 0,8205C
(9) S.Besuki : Y = 0,0276X1+0,0024X2-0.0092X3 - 0,0285X4 + 0,9414C
(10) S.Merkuris : Y = 0,2183X1 + 0,0026X2 - 0.0099X3 - 0,01653X4 + 0,951C
(11) S.Ingas : Y = 0,02574X1 + 0,0020X2 - 0.0067X3 - 0,0179X4 + 0,946C
(12) S.Cawak : Y = 0,0191X1 + 0,0020X2 - 0.0058X3 - 0,0107X4 + 0,9601C
(13) S.Serning : Y = 0,0594X1 + 0,0014X2 - 0.0029X3 - 0,0415X4 + 0,8889C
(14) S.Brangkal : Y = 0,0685X1 + 0,0013X2 - 0.0037X3 - 0,0414X4 + 0,8857C
(15) Semarmendem River : Y = 0,0614X1 + 0,0013X2 - 0.003030 - 0,043X4 + 0,88820
From the above equations it can be concluded that floods at Bengawan Solo Lower Stream catchments area is more due to human resources activities in the sub catchments area. Bengawan Solo Lower Stream catchments area is characterized by many meanders, high sedimentation, and the horizontal erosion which more intensive than the vertical erosion. Most of rain water (90%) falling in Bengawan Solo Lower Stream becomes run off water while (10%) will infiltrate into the ground. The land use in the Bengawan Solo Lower Stream catchments area may be divided into 6 (six) groups i.e. forest, bushes, dry land, rice fields and swamps. Floods normally occur in December up to March.
In order to limit floods discharge and increase infiltration capacity reforesting is required in each sub catchments area of rivers which is estimated as follows :
(1) Wulung R : 311 km2 (72,66 %),
(2) Grabagan R: 79 km2 (72,48 %),
(3) Tinggang R: 80 km2 (66,12 %),
(4) Batokan R: 147 km2 (70,33 %),
(5) Gandong R: 176 km2 (69,74 %),
(6) Tidu R: 91 km2 (69,74 %),
(7) Kening R: 512 km2 (62,21 %),
(8) Pacal R: 269 km2 (75,14 %),
(9) Besuki R: 98 km2 (75,38 %),
(10) Merkuris R: 81 km2 (75,70 %),
(11) Ingas R: 97 km2 (69,78 %),
(12) Cawak R: 61 km2 (69,78 %),
(13) Serving R: 237 km2 (69,91 %),
(14) Brangkal R: 232 km2 (65,91 %),
(15) Semarmendem R: 230 km2 (65,71 %) .
Foods can be reduced so as to match the river capacity (full bank flow) if 55,95 % to 75,70 % of the Bengawan Solo Lower Stream catchments area which is in the form of forest with conservation function, while in the settlement areas 272 infiltration well are required.
References : 41 Textbooks an articles, published during period 1986 - 1994
"
1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Munawaroh
"Banyaknya jasa yang diberikan oleh ekosistem kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dilihat dapat memberikan kontribusi pada kesejahteraan manusia. Seperti halnya danau sebagai perairan darat yang dapat memberikan manfaat untuk manusia, seperti penyediaan makanan, sebagai penampungan air dan penyedia air, kegiatan rekreasi, nilai edukasi, transportasi, dan olahraga. Melihat hal tersebut, penelitian ini membahas terkait dengan jasa ekosistem budaya dan kontribusinya pada kesejahteraan manusia di Setu Babakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, informan yang dipilih berdasarkan pada teknik non-probability sampling dan bentuk yang digunakan adalah purposive sampling. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik studi literatur, wawancara, dan observasi. Informan dalam penelitian mencakup pekerja, pengunjung, organisasi masyarakat, pemancing, dan pedagang. Setu Babakan merupakan sebuah danau di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Berawal dari sumber mata air, kini Setu Babakan dimanfaatkan sebagai kawasan wisata air di Perkampungan Budaya Betawi (PBB). Berangkat dari kerangka Millennium Ecosystem Assessment, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jasa ekosistem budaya di Setu Babakan, seperti nilai pendidikan, sense of place, rekreasi, hubungan sosial, nilai-nilai warisan budaya, dan nilai-nilai spiritual dan agama berkontribusi pada kesejahteraan manusia. Unsur kesejahteraan manusia yang terpenuhi dari adanya Nilai pendidikan tidak berkaitan dengan unsur kesejahteraan secara langsung. Selanjutnya sense of place memberikan hubungan yang baik. Fungsi rekreasi yang memberikan kesehatan, keamanan personal, hubungan sosial yang baik, dan kebebasan memilih dan bertindak. Hubungan sosial memberikan kesejahteraan dalam keamanan dari bencana alam yang mengakibatkan kerugian ekonomi, dapat terpenuhinya kebutuhan dasar yang layak, dan terciptanya hubungan sosial yang baik. Nilai-nilai warisan budaya dapat memberikan kesejahteraan dalam hubungan sosial relasi yang baik berupa mengekspresikan nilai-nilai budaya. Terakhir, nilai-nilai spiritual dan agama berkaitan dengan hubungan sosial yang baik dengan mengekspresikan nilai-nilai budaya dan spiritual. Dengan adanya jasa ekosistem budaya, kesejahteraan manusia baik dari kebutuhan material, sosial, dan spiritual dapat terpenuhi.

The many services that ecosystems provide to humans to meet their daily needs are considered to contribute to human well-being. Such as lakes as inland waters that can provide benefits to humans such as food supply, as a water reservoir and water provider, recreational activities, educational value, transportation and sports. Seeing this, this research discusses related to cultural ecosystem services and their contribution to human well-being in Setu Babakan. This research uses a qualitative research method with a descriptive research type. In this study, informants were selected based on non-probability sampling techniques and the form used was purposive sampling. While the data collection techniques in this study used literature study techniques, interviews and observations. Informants in the study included employees, visitors, community organization, fishermen and traders. Setu Babakan is a lake located in Jagakarsa, South Jakarta. Originally a spring, Setu Babakan is now used as a water tourism area in the Betawi Cultural Village (PBB). Based on the Millennium Ecosystem Assessment framework, the results of this study show that cultural ecosystem services in Setu Babakan, such as educational values, sense of place, recreation, social relations, cultural heritage values, and spiritual and religious values, contribute to human well-being. The element of human well-being fulfilled by the value of education is not directly related to the element of well-being. A sense of place provides good social relationships. Recreational functions that provide health, personal security, good social relations, and freedom of choice and action. Social relations provide well-being in the form of safety from natural disasters that cause economic losses, the basic material for a good life, and the creation of good social relations. Cultural heritage values can provide well-being in the form of good social relations by expressing cultural values. Finally, spiritual and religious values are related to good social relations through the expression of cultural and spiritual values. With the existence of cultural ecosystem services, human well-being can be met in terms of material, social and spiritual needs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lila Asfari
"Mobile Payment merupakan salah satu metode pembayaran yang saat ini populer digunakan untuk melakukan pembayaran di toko ritel. Berbagai platform penyedia layanan mobile payment tersedia untuk memberikan pelayanan bagi penggunanya. Namun, penggunaan uang tunai masih mendominasi transaksi pembayaran di Indonesia. Penelitian bertujuan untuk melakukan analisis terhadap faktor push, pull, dan mooring terhadap intensi pengguna untuk beralih dari pembayaran tunai ke mobile payment di toko ritel. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner melalui survei online kepada responden yang pernah menggunakan aplikasi mobile payment untuk pembayaran di toko ritel. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap 1170 data responden valid dilakukan dengan metode CB-SEM menggunakan aplikasi AMOS 24.0 dan SPSS 25. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor push yang terdiri dari social influence dan transaction inconvenience terbukti memiliki pengaruh secara positif terhadap switching intention. Selanjutnya, faktor pull yang terdiri dari attractiveness of mobile payment, monetary rewards of mobile payment, dan perceived mobility terbukti memiliki pengaruh secara positif terhadap switching intention. Sementara itu, faktor mooring yang terdiri dari inersia, procedural switching cost, technological self-efficacy, dan perceived risk terbuktimemiliki pengaruh secara negatif terhadap switching intention. Secara keseluruhan, faktor pull memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap switching intention dibandingkan dengan faktor push dan mooring. Penelitian ini juga melakukan analisis efek moderasi inersia terhadap hubungan antara faktor push dan pull dengan switching intention. Hasil analisis menggunakan aplikasi SmartPLS 3.3.2 menunjukkan bahwa inersia terbukti dapat melemahkan hubungan positif antara faktor push dengan switching intention dari pembayaran tunai menjadi mobile payment. Selain itu, didapatkan hasil bahwa inersia tidak memiliki efek moderasi terhadap hubungan antara faktor pull dengan switching intention.

Mobile Payment is one of the most popular payment methods used to make payments at retail stores. Various mobile payment service provider platforms are available to provide services for its users. However, the use of cash still dominates payment transactions in Indonesia. The research aims to analyze push, pull, and mooring factors of user intentions to switch from cash payments to mobile payments at retail stores. This research uses a quantitative approach by distributing questionnaires through online surveys to respondents who have used the mobile payment application for payments at retail stores. Furthermore, an analysis of 1170 valid respondent data was performed using the CB-SEM method using the AMOS 24.0 and SPSS 25 application. The analysis showed that the push factor consisting of social influence and transaction inconvenience was proven to have a positive influence on switching intention. Furthermore, pull factors which consist of attractiveness of mobile payments, monetary rewards of mobile payments, and perceived mobility are proven to have a positive effect on switching intention. Meanwhile, mooring factors consisting of inertia, procedural switching costs, technological self-efficacy, and perceived risk have a negative effect on switching intention. Overall, pull factors have a greater influence on switching intention compared to push and mooring factors. This study also analyzes the effect of inertia moderation on the relationship between push and pull factors and switching intention. The results of the analysis using the SmartPLS 3.3.2 application show that inertia is proven to weaken the positive relationship between push factors and switching intention from cash payments to mobile payments. In addition, the results show that inertia does not have a moderating effect on the relationship between pull factors and switching intention."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waltner-Toews, David, 1948-
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2004
333.95 WAL e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Many freshwater ecosystems are currently threatened by increasing salinity caused by both natural occurance human induced salinity."
551 LIMNO 19:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hidayati
"Pengelolaan ekosistem lamun yang tepat perlu dilakukan untuk mencapai keberlanjutan. Pendekatan yang dapat digunakan yaitu jasa ekosistem. Tujuan riset ini adalah menganalisis struktur komunitas lamun, nilai ekonomi ekosistem lamun, serta persepsi pemangku kepentingan, penduduk, dan wisatawan. Penelitian dilakukan di pulau pemukiman di Kepulauan Seribu. Analisis yang digunakan yaitu analisis struktur komunitas lamun, analisis total nilai jasa ekosistem lamun, serta analisis deskriptif untuk menjelaskan persepsi masyarakat. Hasil riset menunjukkan bahwa ada enam jenis lamun yang ditemukan yaitu Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides. Tutupan lamun berkisar antara 13,16 – 58,87%. Densitas lamun 57,00-246,86 ind/m2. Indeks diversitas 0,796-1,326, dan indeks dominansi 0,576-1,04. Status lamun di Kepulauan Seribu secara umum tergolong miskin. Total nilai ekonomi lamun di Kepulauan Seribu yaitu Rp21.501.460.102.547/tahun. Nilai ekonomi ekosistem lamun dipengaruhi oleh kondisi padang lamun. Ada perbedaan persepsi tentang ekosistem lamun antara pemangku kepentingan, penduduk, dan wisatawan. Perbedaan dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki.

The proper management of seagrass ecosystems needs to be done to achieve sustainability. The approach that can be used is ecosystem services. The purpose of this research is to analyze the structure of seagrass communities, the monetary value of seagrass ecosystems, as well as perceptions of stakeholders, residents and tourists. The research was conducted on residential islands in Kepulauan Seribu, Jakarta. The method used is analysis of seagrass community structure, analysis of the total value of seagrass ecosystem services, and comparing people's perceptions. Research shows that there are six types of seagrass found, namely Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, and Enhalus acoroides. Seagrass cover ranges from 13.16 - 58.87%. Seagrass density 57.00-246.86 ind/m2. Diversity index 0.796-1326, and dominance index 0.576-1.04. The status of seagrass in the Kepulauan Seribu is classified as poor. The total economic value of seagrass in the Kepulauan Seribu is IDR 21,501,460,102,547/year. The economic value of seagrass ecosystems is affected by seagrass conditions. There are differences in perceptions of seagrass ecosystems between stakeholders, residents, and tourists. Differences are affected by the knowledge and experience."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2019
T51742
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>