Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91668 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Manurung, Dharma
"Kepulauan Seribu bagian dari Provinsi DKI Jakarta yang memiliki lebih dari 110 pulau dengan rasio elektrifikasi 100%. Pasokan listrik untuk pulau-pulau pemukiman di wilayah Kepulauan Seribu dipasok oleh PLN dengan sistem interkoneksi on-grid pada SKLTM sepanjang 76,79 km. Sementara listrik di Pulau Sebira dipasok menggunakan PLTD yang disediakan oleh PEMDA. Untuk meningkatkan keandalan sistem SKLTM sirkit I di Kepulauan Seribu, SKLTM sirkit II akan dibangun sepanjang 72,7 km pada 2018-2021. Berdasarkan uraian diatas, studi ini mendesain ulang sistem pasokan listrik dengan 100% pembangkit energi terbarukan di 11 pulau pemukiman di Kepulauan Seribu, yaitu sistem hibrid PLTS,PLTB, PLTD dan PLTBn CPO. Radiasi matahari tahunan rata-rata di Kepulauan Seribu adalah 5,08 kWh/m2/hari dan kecepatan angin tahunan rata-rata pada ketinggian 50 m adalah 3,29 m/s. Untuk mengoptimalkan sistem hibrid tersebut, maka digunakan perangkat lunak HOMER Pro versi 3.11.2 berdasarkan nilai Biaya Produksi Bersih (NPC) dan Biaya Listrik (CoE) terendah. Studi ini menunjukkan bahwa 7 pulau pemukiman direkomendasikan menggunakan hibrid PLTS-PLTB-PLTD seperti Pulau Sebira dengan persentase 59,3% (PLTS), 38,2% (PLTB) dan 2,5% (PLTD) dengan CoE 0,162 US$/kWh dan NPC US$ 1.336.418. Untuk 4 pulau pemukiman lainnya direkomendasikan hanya menggunakan 100% PLTBn CPO seperti Pulau Tidung dengan CoE US$ 0,297/kWh dan NPC US$ 21.919.058.

Thousand Islands of Jakarta which has more than 110 islands with electrification ratio of 100%. The electricity supply for the inhabitant islands in Thousand Islands is supplied by PLN with the on-grid interconnecting system by SKLTM along 76.79 km. Meanwhile Sebira Island is supplied from PLTD by PEMDA. To increase the SKLTM line I reliability, SKLTM line II will be built along 72.7 km (2018-2021). Based on the description, this thesis will redesign the electricity supply system 100% renewable energy power plants in 11 inhabitant islands of Thousand Islands, namely the hybrid system of PLTS, PLTB, PLTD and PLTBn CPO. Average annual solar radiation in the Thousand Islands is 5.08 kWh/m2/day and the annual average wind speed at an altitude of 50 m is 3.29 m/s. To optimize the hybrid system, HOMER Pro 3.11.2 version is used based on the lowest NPC and CoE value. The study showed that 7 inhabitant islands are recommended using Hybrid PV-Wind-Diesel such as Sebira Island about 59.3% (PLTS), 38.2% (PLTB) and 2.5% (PLTD) with CoE 0.162 US$/kWh and NPC US$ 1,336,418.Other 4 inhabitant islands are recommended using 100 % PLTBn CPO only such as Tidung Island with CoE 0.297 US$/kWh and NPC US$ 21,919,058."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riezky Rizaldy
"Kepulauan Seribu dalam bentuk pulau membuat implementasi program pembangunan terhambat. Konsumsi listrik tergantung pada jumlah peralatan listrik yang dimiliki, ukuran tempat tinggal di samping peningkatan konsumsi listrik untuk sektor rumah tangga karena peningkatan populasi dan pendapatan per kapita. Konsep gaya hidup listrik rumah tangga terkait dengan aspek sosial dan perilaku konsumsi energi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan konsumsi listrik berdasarkan pengguna listrik di Pulau Pramuka, Pulau Panggang dan Pulau Tidung dan menjelaskan bagaimana hubungan pendapatan, luas bangunan dan penggunaan peralatan elektronik dengan konsumsi listrik. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data tentang luas bangunan, pendapatan, dan penggunaan peralatan elektronik. Analisis spasial digunakan untuk melihat perbedaan konsumsi listrik spasial, analisis statistik digunakan untuk melihat hubungan antara luas bangunan, pendapatan dan penggunaan peralatan elektronik dengan konsumsi listrik. Hasilnya adalah sektor komersial terletak di sepanjang garis pantai, sektor rumah tangga menyebar di tengah, sedangkan sektor campuran terletak di tengah sektor rumah tangga. Ada hubungan antara pendapatan dan penggunaan peralatan elektronik dengan konsumsi listrik, sedangkan luas bangunan tidak memiliki hubungan dengan konsumsi listrik. Tetapi variabel ini tidak berlaku untuk sektor komersial, karena memiliki perilaku penggunaan listrik yang berbeda dari sektor lainnya.

The Thousand Islands in the form of islands has hampered the implementation of development programs. Electricity consumption depends on the number of electrical equipment owned, the size of the residence in addition to the increase in electricity consumption for the household sector due to increased population and per capita income. The concept of a household electrical lifestyle is related to social aspects and energy consumption behavior. The purpose of this study is to determine the differences in electricity consumption based on electricity users in Pramuka Island, Panggang Island and Tidung Island and explain how the income, building area and use of electronic equipment relate to electricity consumption. The questionnaire was used to obtain data on building area, income, and use of electronic equipment. Spatial analysis is used to see differences in spatial electricity consumption, statistical analysis is used to see the relationship between building area, income and use of electronic equipment with electricity consumption. The result is that the commercial sector is located along the coastline, the household sector is spread in the middle, while the mixed sector is located in the middle of the household sector. There is a relationship between income and use of electronic equipment with electricity consumption, while building area has no relationship with electricity consumption. But this variable does not apply to the commercial sector, because it has a behavior of electricity usage that is different from other sectors."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paranai Suhasfan
"Pulau Tunda merupakan salah satu pulau dari gugusan pulau yang terdiri dari 17 pulau di Utara Pulau Jawa Provinsi Banten. Energi listrik di Pulau Tunda dipasok oleh 2 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) non PLN yang masing-masing memiliki kapasitas terpasang 100 kVA dan 75 kVA, dengan waktu beroperasi selama 4-5 jam per hari yaitu mulai dari jam 18.00 sampai jam 22.00. Sistem kelistrikan Microgrid memiliki beberapa keuntungan, dari segi efisiensi, microgrid dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil pada pembangkit, selain itu dapat mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh sistem distribusi karena letak pembangkit microgrid yang relatif dekat dengan beban. Dari segi keandalan, sistem kelistrikan microgrid dapat mengatur secara optimal sumber energi selama 7 hari 24 jam. Selain itu, sistem kelistrikan microgrid memiliki kemampuan untuk bekerja tanpa terhubung dengan grid. Dengan penggunaan sistem kelistrikan microgrid, biaya listrik yang harus dibayar jadi lebih sedikit dan yang paling penting dapat mengurangi emisi karbon, karena pembangkit – pembangkit yang digunakan pada sistem kelistrikan microgrid umumnya menggunakan energi terbarukan. Dalam Penelitian ini dilakukan pembuatan skenario dalam menentukan nilai LCoE yang paling optimum dengan menggunakan pendekatan optimasi bantuan software homer pro. Didapatkan pola operasi untuk sistem kelistrikan Pulau Tunda yaitu beban dipikul pada siang hari oleh PLTS dan malam hari menggunakan generator yang telah di setting kontrolnya menggunakan mode force on & force off. Dari simulasi diperoleh LCoE terendah pada konfigurasi PLTS Hibrid dengan kapasitas PLTS 260 Kwp, Baterai 242 Kwh, inverter 200 Kw. Selanjutnya, berdasarkan data kuesioner kepada pengguna listrik di Pulau Tunda dan wawancara kepada pelaksana operasio PLTD, keberlanjutan dari sistem microgrid ini akan memiliki manfaat pasokan listrik yang terus menerus apabila dikelola oleh PT. PLN (Persero). Dengan melihat kemauan dan kemampuan membayar pengguna listrik di pulau Tunda, diperoleh hasil bahwa batas kemampuan membayar mereka sebesar Rp 1108,44 per kWh.

Tunda Island is one of the islands in a group of 17 islands in the north of Java Island, Banten Province. Electrical energy in Tunda Island is supplied by 2 non-PLN Diesel Power Plants (PLTD), each with an installed capacity of 100 kVA and 75 kVA, with an operating time of 4-5 hours per day starting from 18.00 to 22.00. The microgrid electrical system has several advantages, in terms of efficiency, microgrid can reduce the use of fossil fuels in power plants, besides that it can reduce losses caused by the distribution system because the location of the microgrid generator is relatively close to the load. In terms of reliability, the microgrid electrical system can optimally manage energy sources for 7 days and 24 hours. In addition, the microgrid electrical system has the ability to work without being connected to the grid. With the use of a microgrid electricity system, the electricity costs that must be paid are less and most importantly can reduce carbon emissions, because the plants used in the microgrid electricity system generally use renewable energy. In this study, scenarios were made to determine the most optimum LCoE value using an optimization approach with the help of homer pro software. The operating pattern for the Tunda Island electricity system is obtained, namely the load is carried by PLTS during the day and at night using a generator that has been controlled using the force on & force off mode. From the simulation obtained the lowest LCoE in the PLTS Hybrid configuration with a PLTS capacity of 240 Kwp, 302.4 Kwh battery, 200 Kw inverter. Furthermore, based on questionnaire data to electricity users on Pulau Tunda and interviews with PLTD operations executives, the sustainability of this microgrid system will have the benefit of continuous electricity supply if managed by PT. PLN (Persero). By looking at the willingness and ability to pay electricity users on the island of Tunda, the result is that the limit of their ability to pay is Rp. 1108.44 per kWh."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Paisal Wiranata
"Artikel ini hadir untuk menjelaskan bagaimana keberadaan moda angkutan kapal tradisional atau kapal ojek sebagai sarana transportasi di Kepulauan Seribu cenderung lebih diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan moda angkutan kapal cepat bertajuk kerapu yang disediakan oleh pemerintah daerah. Walaupun kapal ojek memiliki banyak keterbatasan dan beresiko tinggi terhadap keselamatan pada saat beroperasi, masyarakat pulau tetap memilih moda angkutan ini untuk menunjang kegiatan keperluan sehari-hari. Salah satu penelitian mengenai Kepulauan Seribu adalah Pengelolaan Pulau-pulau Kecil: Partisipasi Masyarakat Di Kepulauan Seribu karya Mujiyani, dkk. Berbeda dengan karya tersebut, penelitian ini menjelaskan mengenai peran kapal ojek sebagai sarana penyeberangan di dari/ menuju Kepualauan Seribu. Dengan demikian, pertanyaan utama yang dihadirkan adalah mengenai keberadaan kapal ojek belum dapat tergantikan, walaupun sarana tersebut masih bersifat tradisional. Pembahasan Penelitian ini terbagi dalam tiga sub pembahasan yaitu: Pertama, geografis kependudukan dan sosial-ekonomi masyarakat di Kepulauan Seribu; kedua, dinamika angkutan penyeberangan di Kepulauan Seribu; dan terakhir adalah dampak keberadaan kapal ojek bagi masyarakat pulau. Kurangnya perhatian dan lemahnya pengawasan dari pemerintah terhadap moda angkutan penyeberangan di Kepulauan Seribu membuat keberadaan kapal ojek masih mendominasi hingga saat ini. Peran kapal ojek di Kepuluan Seribu belum banyak ditulis. Oleh karena itu, membuat penulis tertarik untuk mengkaji moda angkutan ini secara lebih mendalam.

This article were initially made to explain how the existence of traditional boat as a transportation mode in the Kepulauan Seribu tends to be more useful and effectivefor the public rather than the modes that has been provided by the local government. Even though the traditional boat has many limitations and carries a high risk of safety on their operations, the Island peoples still choose this mode of transportation to support their daily needs. One of the studies on the Kepulauan Seribu is the Management of Small Islands: Community Participation in the Thousand Islands by Mujiyani, et al. In contrast related to this research, this study describes the role of the traditional ship as the transportation mode of crossing from / to the Kepulauan Seribu. Thus, the main question that was raised are that the existence of the traditional boat cannot be replaced, even though the facility are still traditional. Discussion on this research are divided into three subdiscussions, namely: first, geographic population and socio-economic communities on the Kepulauan Seribu; second, the dynamics of ferry transportation in the Kepulauan Seribu; and lastly, the impact of the traditional boat for the surrounding community. Lack of attention and weak supervision from the local government for the modes of transportation on the Kepulauan Seribu made the existence of traditional boats untouchable untill today. Role of this traditional boats in the Kepulauan Seribu has not been much written on the science or research journals. Therefore, it makes the author interested in examining this mode of transportation in more depth."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifudin
"Peran batubara dalam pembangkit listrik semakin penting mengingat sumberdaya energi primer lainnya semakin langka. Karakteristik PLTU berbahan bakar batubara (PLTU-B) menyebabkan jenis pembangkit ini sesuai untuk mendukung beban dasar. Sebagian besar PLTU-B yang beroperasi saat ini berlokasi di Jawa. Adapun sumberdaya batubara yang menjadi bahan bakarnya terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Dalam upaya meminimalkan biaya pengadaan batubara untuk PLTU-B tersebut, maka dibuatlah model program linear yang dapat digunakan untuk menentukan sumber pasokan batubara bagi PLTU-B tersebut. Dalam penelitian ini dipilih lima PLTU-B yang terdapat di Jawa dan delapan perusahaan tambang batubara yang berlokasi di Sumatera dan Kalimantan sebagai sumber pasokan batubara bagi kelima PLTU-B tersebut.

The role of coal in power generation becomes more important since the primary energy source became scarce. The characteristic of coal combustion makes this type of power generation suitable to support base load of electricity. Most of the existing coal fired power plant is located in Java. Meanwhile the coal as it fuels came form Sumatra and Kalimantan. In order to minimizing the cost in providing coal for that power plant, the model of linear program is setting. In this research there are five PLTU-B in Java has been selected and eight coal mining company in Sumatra and Kalimantan as supply source for those power plant."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
T14819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.Basit
"

Keterbatasan  pasokan listrik dari PLN karena lokasi geografis yang terpencil dan jauh, menyebabkan beberapa BTS mengandalkan generator diesel sebagai pembangkit listrik utama.Sehingga, biaya pembangkit listrik di BTS tersebut sangat besar karena transportasi bahan bakar ini berbiaya tinggi. Studi ini menganalisis model hibridisasi Sistem Fotovoltaik dan Biodiesel dari minyak sawit untuk mendapatkan pembangkit listrik yang memiliki keandalan tinggi, biaya energi rendah dan emisi rendah untuk supplai listrik BTS di daerah terpencil yang terletak di Desa Sungai Ketupak Ogan Komering Ilir-Sumatera Selatan (Latitude 3o19.9S dan Longitude 105o38.9E). Dari hasil simulasi, diperoleh bahwa pembangkit listrik offgrid yang optimum untuk BTS Sungai Ketupak adalah hibrid antara PV, baterai, dan genset dengan kapasitas masing-masing sebesar 6,59 kWp, 4,8 kWh, dan 5 kW


The lack of electricity supply from PLN due to the remote and far geographical location, Some of the BTS rely on diesel generators as the main power plant. So, the cost of electricity generation in the BTS is immense because of the transportation of these fuels high cost. Therefore, efficient use of diesel fuel requires a renewable model of energy-based power generation by utilizing the natural potential around the area.This study analyzes the hybridization model of Photovoltaic System with Palm oil Diesel (POD) to get power plants that have a high reliability, low energy costs and low emissions for powering BTS in remote area located at an Sungai Ketupak Village of Ogan Komering Ilir-South Sumatera (Latitude 3o19.9S and Longitude 105o38.9E). The simulation results show the optimum power plant at BTS offgrid Sungai Ketupak  is a hybrid between PV, batteries, and generators with capacity 6.59 kWp,4.8 kWh, and 5 kW respectively.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidel Rezki Fajry
"ABSTRAK
Keberadaan Fish Cold Storage sangat diharapkan bagi Nelayan di Pulau Kei Kecil untuk menjaga kualitas Ikan tetap baik. Dikarenakan terletak di area terpencil dan memiliki daya pembangkitan listrik terpasang yang terbatas, menjadi faktor kendala dalam pembangunan Fish Cold Storage. Penelitian ini membahas penerapan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu mode hybrid dengan sistem off-grid menggunakan dua set Baterai Bank yang beroperasi secara bergantian setiap 24 jam untuk melistriki DC Fish Cold Storage berdasarkan data harian lama penyinaran matahari dan kecepatan angin. Penentuan kapasitas sistem pembangkitan listrik dilakukan dengan empat skenario menggunakan tipe baterai bank yang berbeda. Dari hasil simulasi, sistem pembangkitan listrik mode hybrid Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terapung dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu tidak handal dan optimal sehingga diperoleh konfigurasi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu 170kW dan Baterai Bank Tipe AGM 48VDC ndash; 2265AH sebagai sistem pembangkitan yang handal dan optimal dengan biaya energi Rp 2.523/kWh. Sistem pembangkitan listrik ini memenuhi semua kriteria kelayakan ekonomi pada kondisi ideal dengan menetapkan tarif listrik sebesar Rp 9.828/kWh pada kondisi ideal dan diperoleh payback period selama 6 tahun 6 bulan 7 hari, net present value sebesar Rp 3.017.428, internal rate of return sebesar 9,002 , dan profitability index sebesar 1.6438.

ABSTRACT
The existence of Fish Cold Storage is highly expected by Fishermen in Kei Kecil Island to preserve the Fish quality well. Due to located on remote areas and having limited existing power generation as becoming the obstacles in development of Fish Cold Storage. This study discuss about hybrid sea floating photovoltaic and wind turbine with off grid system using two sets of battery banks that operate interchangeably every 24 hours for powering DC Fish Cold Fish Storage based on daily solar irradiance duration and wind speed data. Determination the power generation system capacity is done by four scenarios which is using different battery bank type. Based on simulation result, hybrid sea floating photovoltaic and wind turbine are not reliable and optimum, so the configuration of 170kW Wind Turbin and 48VDC 2265AH Battery Bank of AGM is selected based on the reliability and optimized level with the cost of energy of Rp 2.523 kWh. Those selected power generation system fulfill all economic feasibility criteria by setting electricity tariff of Rp 9.828 kWh on ideal condition with receiveing payback period for 6 years 6 months 7 days, net present value of Rp 3,017,428, internal rate of return of 9.002 , and profitability index of 1.6438."
2018
T51193
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irna Diana
"Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis daya dukung lingkungan untuk pengelolaan pengembangan pariwisata. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis kesesuaian lahan pada masing-masing obyek wisata, menganalisis daya dukung lingkungan kawasan wisata, dan menganalisis skenario kebijakan pengelolaan pariwisata berkelanjutan di Pulau Pari. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner, studi literatur (data sekunder) dan pengamatan di lapangan (data primer) yang diolah menggunakan analisiskesesuaian lahan, analisis daya dukung lingkungan, dan analisis trade off. Wisata snorkeling berada di Area Perlindungan Laut. Wisata pantai berada di Pantai Pasir Perawan, Pantai Kresek, Pantai Bintang, dan Pantai Berbintang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks kesesuaian wisata pada obyek wisata snorkeling yaitu sesuai sebesar 66%, sedangkan nilai indeks kesesuaian wisata pada obyek wisata pantai yaitu sangat sesuai dengan nilai 98,5% untuk Pantai Pasir Perawan, 92,6% untuk Pantai Kresek, 91% untuk Pantai Bintang, dan 92,6% untuk Pantai Berbintang. Total nilai daya dukung lingkungan dari semua obyek wisata adalah 331 pengunjung/hari. Pengembangan pengelolaan pariwisata 100% dari daya dukung lingkungan yang ada (skenario C) dianggap sebagai skenario terbaik untuk pengelolaan wisata Pulau Pari dengan membatasi jumlah pengunjung yang tidak melebihi 331 pengunjung/hari.

This research is conducted using carrying capacity analysis method for management of tourism development. The purpose of this research is to analyze land suitability for each tourism site, to analyze the carrying capacityof tourism, and analyzing the authority scenario of sustainable tourism in Pari Island. This research conducted using quantitative method with data gathering through literary study (as secondary data), questioner, and field study (as primary data) which conducted using land suitability analysis, carrying capacity analysis, and trade off analysis. Especially the snorkeling that often seen in the Area Perlindungan Laut (APL). While the beach tourism often found in the Pasir Perawan beach, Kresek beach, Bintang beach, and Berbintang Beach.
The research shown that the tourist suitability index snorkeling tour at a tourist attraction that is appropriate for 66%, whereas the tourist suitability index on coastal tourism which is in accordance with the value of 98.5% for the Pasir Perawan beach, 92.6% for Kresek beach, 91% for Bintang beach, and 92.6% for Berbintang beach. The total amount of carrying capacity of environment effort above all tourism site is 331 tourist per day. The developing of tourism is 100% of the existing developing effort (scenario C) which considered as the best scenario for the development of tourism in Pari Island with carrying capacity amount that came per day which is not more that 331 tourists.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Sakti Pratama, Author
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas kapabilitas pengembangan kepariwisataan di Pulau Tidung
dari sisi kelembagaan. Kegiatan kepariwisataan yang ada di Pulau tidung
merupakan wisata nelayan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan
perekonomian dengan mengandalkan potensi bahari. Dalam kurun waktu yang
tidak lama, wisata nelayan Pulau Tidung menjadi destinasi yang digemari
wisatawan. Masyarakat lokal meresponnya dengan gencar membuka beragam jasa
wisata namun justru bersifat ekploitasi atas potensi yang ada.Penelitian ini
menggunakan pendekatan post-positivistikyang dilandasi teori kapabilitas
kelembagaan yang dikemukakan oleh Shabbir Cheema (1981). Hasil penelitian
menunjukan bahwa ambisi besar masyarakat sangat didasari motif ekonomi dan
kurang memperhatikan kualitas jasa wisata itu sendiri. Pada sisi lain pemerintah
yang seharusnya melaksanakan strategi pembangunan ekonomi pariwisata
masyarakat dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan profesionalisme,
belum memiliki masterplan yang jelas sehingga setiap program Pemerintah yang
bersentuhan dengan pembangunan pariwisata Pulau Tidung belum terintegrasi
antara satu dengan yang lainnya.

ABSTRACT
This thesis discussed about tourism development capability of Tidung Island from
institutional aspect. Tourism activities in Tidung Island called “fisherman
tourism” which held to improve the economy by relying on maritime potential. In
a short times, Tidung Island became a popular tourist destination and local
responded with opening various of tourist servisces highly but it was exploitation
of local potentials. The study uses post-positivist approach which based on
institutional capability theory by Shabbir Cheema (1981). The result showed that
local ambitions based on economic motives and given less attention to tourist
services quality. On the other hand, government whom should to implement
development strategy of local tourism by focusing on sustainability and
professionalism, it doesn’tgiven a clear master plan, so regional tourism program
in Tidung Island are not integrated with each other."
2014
S56050
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Raafi Wibisana
"Interaksi mangsa dan pemangsa merupakan suatu interaksi yang umum terjadi di suatu ekosistem. Banyak biota laut meningkatkan kemampuan bertahan hidupnya dengan mengembangkan perlindungan fisik, perilaku, dan kimiawi agar tidak termakan. Perlindungan kimiawi merupakan bentuk adaptasi yang paling tinggi digunakan dalam biota laut, salah satunya alga. Alga dari spesies Bryopsis sp. mengembangkan metabolit sekunder berupa kahalalida F sebagai adaptasi antipredator dari herbivora. Namun, siput laut dari spesies Elysia ornata dapat memakan alga dengan mentolerin metabolit sekunder alga dan diakumulasi senyawa tersebut untuk keperluan perlindungan kimiawinya. Belum ada penelitan mengenai hubungan pemangsa dan mangsa antara Elysia ornata dan Bryopsis sp. yang ditemukan pada perairan Pulau Rambut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan mangsa dan pemangsa dengan membandingkan profil metabolit sekunder antara Elysia ornata dengan Bryopsis sp di perairan Pulau Rambut. Profil metabolit sekunder diperoleh melalui tahapan ekstraksi yang dilakukan dengan maserasi sampel yang telah dihaluskan menggunakan metanol 96%. Selanjutnya, diuapkan menggunakan rotary evaporator dan dikeringkan menggunakan oven. Kemudian, ditimbang beratnya hingga mendapatkan berat ekstrak kasar yang konstan. Ekstrak sampel yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan instrument High Pressure Liquid Chromatography untuk memperoleh profil metabolit sekunder dalam bentuk peak. Hasil kromatogram sampel Elysia ornata dibandingkan dengan sampel Bryopsis sp. Terdapat 12 common peak yang bisa ditemukan pada Elysia ornata dan Bryopsis sp. sehingga terdapat 12 senyawa metabolit sekunder berbeda yang diakumulasi oleh Elysia ornata dari mangsanya. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa terdapat hubungan mangsa dan pemanga antara Elysia ornata dan Bryopsis sp.

The interaction of prey and predators is a common interaction in an ecosystem. Many marine biotas enhance their survival by developing physical, behavioral, and chemical protection against the predator. Chemical protection is the most widely used form of adaptation in marine biota, one of which is algae. Algae of the species Bryopsis sp. developed a secondary metabolite in the form of kahalalides F as an adaptation antipredator of herbivores. However, sea slugs of the species Elysia ornata can feed on algae by tolerating algal secondary metabolites and accumulate these compounds for their chemical protection purposes. There has been no research on the predator-prey relationship between Elysia ornata and Bryopsis sp. found in the waters of Rambut Island. This study aims to examine the relationship between prey and predators by comparing the secondary metabolite profiles between Elysia ornata and Bryopsis sp. in the waters of Rambut Island. The secondary metabolite profile was obtained through extraction which was carried out by maceration of the mashed sample using 96% methanol. Furthermore, it is evaporated using a rotary evaporator and dried using an oven. Then, it was weighed to get a constant weight of the crude extract. The sample extract obtained was then analyzed using a High Pressure Liquid Chromatography instrument to obtain a secondary metabolite profile in the form of a peak. The chromatogram results of Elysia ornata samples were compared with Bryopsis sp. There are 12 common peaks that can be found in Elysia ornata and Bryopsis sp. Thus, there are 12 different secondary metabolites that accumulates in Elysia ornata from it’s prey. This can explain that there is a prey and predator relationship between Elysia ornata and Bryopsis sp."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>