Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156207 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurrima Agustina
"Penelitian ini membahas mengenai bagaimana peran Indonesian Corruption Watch (ICW) sebagai Non-Governmental Organization (NGO) dalam menuntut hak atas keterbukaan informasi publik di bidang pendidikan kepada Lima Kepala SMP Induk di DKI Jakarta dan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran ICW dalam satu proses utuh penyelesaian sengketa informasi publik. Dalam menganalisis peran tersebut, penelitian ini menggunakan teori Claims-making oleh Joel Best dan Scott R. Harris dan secara khusus menggunakan dua bentuk tingkatan claims making process, yaitu Emergence of a Social Problems dan Legitimation, Mobilization, Plan of Action. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan dukungan literatur-literatur terkait. Berdasarkan hasil temuan, diketahui bahwa badan publik tidak melaksanakan kewajibannya dalam mengelola informasi dan memberikan pelayanan. Hal ini juga yang menyebabkan sengketa informasi publik terkait pengelolaan anggaran yang berhubungan dengan adanya korupsi sistemik dalam bidang pendidikan. Dalam proses penyelesaian sengketa informasi publik tersebut, ICW menjalankan perannya dan melakukan cara-cara secara formal maupun non-formal sebagai salah satu bentuk check and balances dengan tetap melakukan penguatan masyarakat sipil.

This study discusses how the role of the Indonesian Corruption Watch (ICW) as a Non-Governmental Organization (NGO) in demanding the right to public information openness toward the Five Principals of the Main Middle School in DKI Jakarta and the Head of the DKI Jakarta Education Department. The purpose of this study is to look at the role of ICW in an intact process of resolving public information disputes. In analyzing this role, this study uses Claims-making theory by Joel Best and Scott R. Harris and specifically uses two forms of claims making process levels, namely Emergence of a Social Problems and Legitimation, Mobilization, Plan of Action. This study used a qualitative method with in-depth interviews and support of related literature. This study found that the Public Agency does not carry out its obligations in managing information and providing services. This also causes public information disputes related to budget management related to systemic corruption in the education sector. In the process of resolving these public information disputes, ICW carries out its role and performs methods formally and informally as one form of checks and balances while continuing to strengthen civil society.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rendy Ramadhan
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai peran pendamping di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kuldesak dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini yaitu, pendamping menjalankan berbagai peran diantaranya adalah, enabler, konselor, konselor keluarga, broker, pendidik, advokat, aktivis, menjalankan lembaga, dan pendamping minum obat. Selain itu, ditemukan dukungan yang diterima oleh pendamping adalah dukungan internal seperti, pengamalan diri, dukungan keluarga, dorongan untuk beribadah. Selanjutnya adalah dukungan eksternal, yaitu dukungan dari masyarakat, dukungan dari tenaga kesehatan, dukungan dari lembaga itu sendiri, dan dukungan dari ODHA. Dukungan-dukungan itulah yang menjadi alasan mereka mendampingi ODHA hingga saat ini. Penelitian ini membahas mengenai peran pendamping di Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Kuldesak dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini yaitu, pendamping menjalankan berbagai peran diantaranya adalah, enabler, konselor, konselor keluarga, broker, pendidik, advokat, aktivis, menjalankan lembaga, dan pendamping minum obat. Selain itu, ditemukan dukungan yang diterima oleh pendamping adalah dukungan internal seperti, pengamalan diri, dukungan keluarga, dorongan untuk beribadah. Selanjutnya adalah dukungan eksternal, yaitu dukungan dari masyarakat, dukungan dari tenaga kesehatan, dukungan dari lembaga itu sendiri, dan dukungan dari ODHA. Dukungan-dukungan itulah yang menjadi alasan mereka mendampingi ODHA hingga saat ini.

ABSTRACT
This research discusses about the role of caseworker in non governmental organization named Kuldesak on the countermeasures HIV AIDS in Depok City, West Java. This study is conducted with qualitative approach, using descriptive studies. The result of the study shows that the caseworker implementing a various roles, such as enabler, counselor, family counselor, broker, educator, advocator, activist, administrative, and accompanying people living with hiv PLWH to take their medicine. Other than that case worker recieve many supports, internal support such as self experiences, family support, and some faith reason. Another support is from the external factor, such as support from the society, support from health worker, from Kuldesak, and also from PLWH itself. Those kind of support make them still giving a services for PLWH in Depok City. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kiky Rizky
"Isu LH adalah satu dari isu low level politics yang meningkat sejak berakhirnya Perang Dingin seiring dengan meningkatnya perhatian terhadap degradasi dan perubahan ekosistem global. Hal ini merupakan konsekuensi dari meningkatnya aktivitas manusia yang menggunakan SDA dan hal ini terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Degradasi dan perubahan ekosistem global yang akhirnya menuju pada kerusakan LH global menarik perhatian para aktivis LH untuk melakukan berbagai upaya penyelamatan dan pelestarian LH. GREENPEACE sebagai salah satu organisasi nonpemerintah yang peduli terhadap isu ini turut berpartisipasi dalam berbagai upaya tersebut sesuai dengan peran yang disandangnya.
Melalui kombinasi studi kepustakaan dan wawancara, tulisan ini mengelaborasi kegagalan GREENPEACE dalam menghentikan kerusakan Hutan Hujan Tropis Amazon di Brazil berkaitan dengan peran yang dijalankannya. Kegagalan tersebut berkaitan dengan lIemahnya power yang dimiliki GREENPEACE terhadap power aktor-aktor lain, yaitu negara Brazil dan berbagai TNC/MNC untuk menghentikan aktivitas destruktif yang mereka lakukan di Amazon. Selain itu, juga terhadap masyarakat dunia dengan negara sebagai aktor utamanya, untuk turut menekan Brazil dan industri yang beroperasi di Amazon agar lebih peduli LH. Hal ini mengimplikasikan sulitnya pencapaian suatu kerja sama internasional yang nyata dan efektif melalui kepeloporan aktor nonnegara. Kegagalan GREENPEACE ini akan sejalan dengan garis besar hipotesis yang disusun, yaitu sifat power GREENPEACE yang moral-spiritual akan berhadapan dengan power aktor-aktor lain yang lebih nyata dan kuat, yaitu uang, otoritas, dan kedaulatan.
The Role of Nongovernmental Organization (NGO) in International Relations: A Case Study of the GREENPEACE's Failure to Stop the Amazon Tropical Rainforest Destruction in Brazil The environment is a low-level politics issue that has risen up since the end of the Cold War along with rising concerns to the degradation and global ecosystem change. It is a consequence of rising human activities that use resources and associate to the efforts of providing basic needs. The degradation and global ecosystem change lead to global environment destruction that attracts environment activists attention for making their efforts to save the environment. GREENPEACE, as an environment NGO, takes part in the efforts based on his role as well.
This thesis combines the literature study and interview methods and elaborates the GREENPEACE's failure to stop the Amazon Tropical Rainforest destruction in Brazil. The failure relates to a less power of GREENPEACE against other actors? that are of Brazil and the TNCsIMNCs to stop their destructive activities in that area. Besides, the difficulties to take more international community attention with its prime actor of state to pressure Brazilian Government and forestry industries for environmental-oriented activities. This implicates to a difficulty for aiming an international cooperation effectively that has been pioneered by an NGO. The findings are based on hypotheses that are of weakness of moral-spiritual power which against more real and strong ones, for instance: power of money, authority, and sovereignty.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rully Restiana
"ENGO Jepang memiliki sejumlah karakteristik yang berpotensi menawarkan pendekatan environmentalism alternatif melalui koalisi NGO untuk memenuhi kebutuhan instansi terkait. Secara umum ENGO memiliki prospek sebagai aktor transnasional dalam meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu lingkungan lokal dan global serta bergantung pada berbagai cara untuk mencapai tujuan mereka seperti pengadaan dan mengelola lahan yang terancam punah, melakukan penelitian lapangan, melobi lembaga pemerintah, dan melaksanakan kampanye informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
JEEF (Japan Environmental Education Forum) sebagai salah satu ENGO Jepang dibentuk secara resmi pada tahun 1992 oleh beberapa akademisi. JEEF berfokus pada pendidikan lingkungan dengan menggunakan isu-isu lingkungan negara-negara berkembang terutama Asia Tenggara. JEEF yang merupakan transformasi forum lingkungan ke ENGO telah memberikan perhatian mengenai masalah-masalah lingkungan seperti pemanasan global, penggundulan hutan, dan sanitasi.
Penelitian ini membahas kerangka implementasi JEEF dalam menjembatani kepentingan negara-negara berkembang dan melayani seluruh lapisan masyarakat melalui kemitraan dengan ENGO lokal. Praktek JEEF dalam merespon masalah lingkungan global memperlihatkan pertukaran dialog dan koordinasi antar lembaga agar bantuan kemanusiaan tepat guna dan tepat sasaran.

Japanese ENGOs possess a number of characteristics that potentially offer an environmentalism alternative approach to NGOs coalition for addressing relevant agencies needs. ENGOs generally have prospects in order to expand as increasing public awareness of domestic or global interconnected issues of the environment and rely on a variety of means to accomplish their goals include acquiring and managing endangered land, performing field research, lobbying government institution, and performing information campaigns to raise public awareness.
JEEF (Japan Environmental Education Forum) as one of the japanese ENGOs officially created in 1992 by a team of academicians. JEEF focuses on environmental education using environmental issues of emerging countries primarily in Southeast Asia. Environmetal issues including global warming, deforestation, and sanitation has been concerned by JEEF as a transformation of environmental forum into an ENGO.
This research discusses the framework of JEEF implementation in bridging the interests of less developed countries and serving all sectors of society to partner with Southeast Asia indigenous ENGOs. JEEF praxis in responding to environmental global issues has established coordination and the exchanging dialogue and inter-agency coordination in order to appropriate and well-targeted humanitarian assistance.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muslihudin Sharbinie
"Sumberdaya alam termasuk didalamnya sumberdaya hutan merupakan sumberdaya yang rentan terhadap konflik mengingat sumberdaya alam terikat dalam suatu lingkungan yang saling terkait. Suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh individu akan berdampak terhadap lingkungan baik lingkungan sendiri atau lingkungan di luar dimana ia berada; sumberdaya alam terikat dalam suatu ruang sosial dimana hubungan yang komplek dan tidak seimbang terjalin yaitu antara berbagai aktor sosial seperti eksportir hasil bumi; petani, etnis minoritas maupun pemerintah; sumberdaya alam yang tersedia cenderung berkurang karena adanya perubahan-perubahan lingkungan yang pesat, permintaan yang cenderung meningkat dan distribusi yang tidak merata ; pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dalam cara-cara yang berbeda dan merupakan suatu simbol tertentu.
Karena faktor-faktor tersebut, konflik yang berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya alam merupakan hal yang banyak ditemukan. Keadaan seperti itu terlebih lagi setelah berakhirnya Perang Dingin. Konflik dalam negara (intra-state conflict) terutama di negara-negara berkembang cenderung meningkat. Berbagai isu konflik muncul ke permukaan termasuk konflik yang berkenaan dengan isu lingkungan seperti konflik pengelolaan Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung, Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi konflik di Kabupaten Lampung Barat adalah dengan melakukan kerjasama dengan salah satu INGOs yaitu the International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF). Sejak tahun 2000 ICRAF telah melakukan mediasi dalam upaya mencari pemecahan konflik. Fenomena tersebut membuktikan bahwa sebagai aktor non-state INGOs memiliki peranan yang signifikan. Mediasi sebagai salah satu pendekatan pemecahan konflik memiliki potensi terhadap perubahan pada aktor-aktor yang terlibat konflik maupun pada kebijakan yang berlaku. Pertanyaannya adalah bagaimana peta konflik pengelolaan sumberdaya tersebut, apa dampak mediasi ICRAF terhadap kebijakan yang berlaku dan bagaimana implikasinya terhadap kebijakan pengelolaan sumberdaya Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat di masa yang akan datang.
Peneltian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena dampak mediasi ICRAF terhadap aktor-aktor yang terlibat konflik dan kebijakan pengelolaan Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat. Untuk mengkaji fenomena tersebut digunakan perspektif pluralisme. Sebagai sebuah pendekatan pluralisme memandang bahwa gambaran hubungan internasional didasarkan pada empat asumsi pokok yaitu: Pertama, aktor non-negara, merupakan entitas yang penting dalam politik dunia. Organisasi internasional termasuk di dalamnya Non-Governmental Organisations (NGDs) misalnya dalam isu tertentu merupakan aktor yang independen. Mereka bukan hanya merupakan sebuah forum dimana negara-negara berlomba dan bekerjasama satu sama lain dengannya. Dalam organisasi internasional tertentu mereka memiliki kapasitas dalam hal menentukan agenda dan menyediakan informasi yang mampu mempengaruhi bagaimana suatu negara menentukan arah kebijakan tertentu. Kedua, bagi pluralis negara bukan merupakan aktor uniter. Negara merupakan aktor yang terdiri dari individu, kelompok kepentingan dan birokrat. Dalam pandangan pluralis, sebuah keputusan yang dibuat oleh suatu negara pada dasarnya merupakan sebuah keputusan yang sebenarnya dibuat oleh koalisi pemerintah, birokrat dan bahkan individu. Ketiga, bagi pluralis negara bukan merupakan aktor rasional. Pandangan ini bertentangan dengan asuinsi realis yang memandang bahwa negara merupakan aktor rasional. Keempat, bagi pluralis agenda politik internasional bersifat luas (ekstensif). Disamping isu keamanan negara isu-isu ekonomi, sosial, ekologi, perdagangan. moneter, energi, kelaparan dan degredasi lingkungan bagi pluralisme merupakan agenda internasional dan memerlukan pemecahan secara global.
Tesis ini membuktikan bahwa, mediasi ICRAF dalam pengelolaan konflik Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat berdampak terhadap aktor dan kebijakan-kebijakan yang berlaku. Terbentuknya kelembagaan yang memiliki kapasitas dalam mengkaji potensi sumberdaya alam dan memiliki wewenang dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan telah memungkinkan aktor terkait sebagai bagian yang turut menentukan arah kebijakan pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Kepemilikan lahan (land tenure) dalam bentuk ijin HKm. (Hutan Kemasyarakatan) yang diberikan oleh pemerintah kepada petani merupakan salah satu indikator bahwa pemerintah telah menaruh kepercayaan kepada petani dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Adanya jaminan kepemilikan lahan, peningkatan kemampuan dalam pengelolaan konflik dan peningkatan teknologi pengelolaan sumberdaya tersebut akan memungkinkan terbentuknya satu sistem pengelolaan sumberdaya Hutan. Lindung yang sesuai dengan perspektif pandangan aktor-aktor terkait. Dengan demikian visi pembangunan kehutanan Kabupaten Lampung Barat yaitu untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari akan lebih mudah tercapai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Hamonangan
"Tesis ini membahas relasi antara Pemerintah Prancis sebagai aktor negara dan organisasi non-pemerintah sebagai aktor non-negara, dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri Prancis terhadap isu perubahan iklim global pasca Protokol Kyoto. Penulis menggunakan teori kebijakan luar negeri melalui pendekatan sosial untuk menjelaskan peran organisasi non-pemerintah di dalam dinamika struktrur domestik mengenai kebijakan iklim Prancis. Hasil kajian tesis ini menunjukkan bahwa di dalam sistem yang demokratis, organisasi non-pemerintah memiliki ruang untuk mempengaruhi pemerintah Prancis terkait kebijakannya terhadap perubahan iklim. Dalam konteks isu perubahan iklim di Prancis, organisasi non-pemerintah memiliki sebagai penyedia informasi dan kelompok lobi. Selain itu, organisasi non-pemerintah juga berupaya membuat perubahan normatif dengan membangun jejaring sesama organisasi non-pemerintah dan dengan pemerintah di tingkat lokal. Organisasi non-pemerintah juga menikmati hubungan kerjasama secara langsung bersama Pemerintah Prancis. Hal tersebut ditujukan guna menciptakan keselarasan antara tindakan negara dan masyarakat sipil di tingkat domestik Prancis dan juga kebijakan di tingkat internasionalnya. Penulis berpendapat bahwa kebijakan luar negeri Prancis dalam merespon isu perubahan iklim pasca Protokol Kyoto merupakan hasil pertemuan dari upaya pengambilan posisi kepemimpinan dalam negosiasi iklim internasional dan tujuan nasionalnya, di mana organisasi non-pemerintah memiliki peran sebagai aktor non-negara yang mendesak negara untuk dapat bertindak lebih maju dan selaras sesuai dengan kebijakan luar negeri yang responsif terhadap isu perubahan iklim, namun juga dengan tetap memperhatikan keadilan sosial dan keadilan ekonomi bagi masyarakat Prancis.

This thesis analyzes the relationship between French Government as a state actor and non-governmental organizations as non-state actors, in the process foreign policy making process on the issue of global climate change after the Kyoto Protocol. The author uses foreign policy theory through a social approach to explain the role of non-governmental organizations in the dynamics of domestic structures regarding French climate policy. The results of this thesis study show that in a democratic system, non-governmental organizations have room to influence the French government regarding their policies on climate change. In the context of climate change issues in France, non-governmental organizations have information providers and lobby groups. In addition, non-governmental organizations also try to make normative changes by building relationships between networks of non-governmental organizations and the government at the local level. Non-governmental organizations also enjoy direct cooperative relations with French government. It is intended to create harmony between the actions of the state and civil society at the French domestic level and also at the international level. The author argues that France's foreign policy in responding to the issue of climate change after the Kyoto Protocol is the result of a meeting of the interplay between taking leadership positions in international climate negotiations and its national goals, in which non-governmental organizations have a role as non-state actors who urge countries to act more advanced and aligned in accordance with foreign policies that are responsive to the issue of climate change, while continuing to pay attention to social and economic justice for the French citizen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johan, Saravanamuttu
Kuala Lumpur: A Project Funded by the Asia Foundation, 1986
341.247 3 SAR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Pancari
"Hak untuk memperoleh informasi semakin terjamin setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik tersebut merupakan sebuah mandat nasional yang harus dipatuhi oleh semua badan publik untuk dapat menyediakan informasi yang diminta oleh masyarakat.
Di Provinsi DKI Jakarta, Dinas Pendidikan DKI Jakarta merupakan salah satu Badan Publik yang memiliki permohonan informasi terbanyak. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang sudah berhasil dan hal-hal apa saja yang belum berhasil dalam implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivist dengan teknik pengumpulan data dengan studi lapangan, studi kepustakaan, dan wawancara mendalam.
Hasil penelitian implementasi UU KIP oleh Dinas Pendidikan menunjukkan bahwa terdapat hal yang belum berhasil dilihat dari faktor komunikasi, kecukupan sumber daya, dan kepemilikan SOP, sedangkan implementasi yang sudah berhasil dapat dilihat dari tersedianya fasilitas untuk mendukung pelayanan informasi publik.

The right to access information is progressively well guaranteed after the enactment of Law 14 of 2008 on the Openness of Public Information. The Law is a national mandate which must be obeyed by all public bodies to be able to provide information that is requested by the society.
In Jakarta, Department of Education is one of public bodies that has the most information application. Therefore, researcher aims to find out what are the things that have or have not succeeded in implementation of Openness of Public Information Law at Education Department of DKI Jakarta. This research uses qualitative approach by collecting datas with field and literature studies, as well as interviews.
The result of this research shows that there are some factors that have not yet sucsesfully implemented, which are communication, resource adequacy, and SOP ownership; whereas the implementation that has succeeded can be seen from the availability of facility to support public information service.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56234
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aghniya Fitri Kamila
"Keterlibatan dalam praktik corporate greenwashing telah memicu munculnya tuduhan dari NGO lingkungan kepada perusahaan. Penelitian ini menggunakan studi kasus teknik netralisasi perusahaan X dalam menanggapi tuduhan melakukan corporate greenwashing. Objek utama dalam penelitian ini adalah reaksi NGO lingkungan. Data diperoleh dari hasil wawancara terstruktur dengan tiga perwakilan NGO lingkungan di Indonesia dan dianalisis menggunakan teori interaksionisme simbolik. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun ketiga informan terlibat dalam kegiatan yang sama, hal tersebut tidak menjamin reaksi serupa. NGO lingkungan melihat teknik netralisasi sebagai bentuk lain dari corporate greenwashing. Dari kesembilan teknik netralisasi perusahaan X, reaksi NGO lingkungan cenderung mencerminkan peran sebagai bad cop yang meliputi menentang, memberikan apresiasi dengan catatan tambahan, memberikan tekanan, dan menyerang kembali. Temuan ini menunjukkan bagaimana reaksi NGO lingkungan berkaitan erat dengan prinsip, ideologi, dan/atau peraturan tertulis masing-masing sehingga hanya mencerminkan NGO lingkungan sebagai satu organisasi dan tidak mewakili NGO lingkungan secara keseluruhan.

Involvement in corporate greenwashing practices has sparked accusations against companies from environmental NGOs. This research uses a case study of company X's neutralization technique in response to accusations of corporate greenwashing. The main object of this research is the reaction of environmental NGOs. Data was obtained from structured interviews with three representatives of environmental NGOs in Indonesia and analyzed using symbolic interactionism theory. The results show that even if all three informants are involved in the same activity, this does not guarantee similar reactions. Environmental NGOs see neutralization techniques as another form of corporate greenwashing. Out of all the nine neutralization techniques of Company X, NGOs reactions tend to reflect the role of bad cop which includes opposing, providing appreciation with additional notes, applying pressure, and attacking. These findings show how the reactions of environmental NGOs are closely related to their respective principles, ideologies and/or written rules so that they only reflect environmental NGOs as an organization and do not represent environmental NGOs as a whole."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>