Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174444 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurrima Agustina
"Penelitian ini membahas mengenai bagaimana peran Indonesian Corruption Watch (ICW) sebagai Non-Governmental Organization (NGO) dalam menuntut hak atas keterbukaan informasi publik di bidang pendidikan kepada Lima Kepala SMP Induk di DKI Jakarta dan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat peran ICW dalam satu proses utuh penyelesaian sengketa informasi publik. Dalam menganalisis peran tersebut, penelitian ini menggunakan teori Claims-making oleh Joel Best dan Scott R. Harris dan secara khusus menggunakan dua bentuk tingkatan claims making process, yaitu Emergence of a Social Problems dan Legitimation, Mobilization, Plan of Action. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan wawancara mendalam dan dukungan literatur-literatur terkait. Berdasarkan hasil temuan, diketahui bahwa badan publik tidak melaksanakan kewajibannya dalam mengelola informasi dan memberikan pelayanan. Hal ini juga yang menyebabkan sengketa informasi publik terkait pengelolaan anggaran yang berhubungan dengan adanya korupsi sistemik dalam bidang pendidikan. Dalam proses penyelesaian sengketa informasi publik tersebut, ICW menjalankan perannya dan melakukan cara-cara secara formal maupun non-formal sebagai salah satu bentuk check and balances dengan tetap melakukan penguatan masyarakat sipil.

This study discusses how the role of the Indonesian Corruption Watch (ICW) as a Non-Governmental Organization (NGO) in demanding the right to public information openness toward the Five Principals of the Main Middle School in DKI Jakarta and the Head of the DKI Jakarta Education Department. The purpose of this study is to look at the role of ICW in an intact process of resolving public information disputes. In analyzing this role, this study uses Claims-making theory by Joel Best and Scott R. Harris and specifically uses two forms of claims making process levels, namely Emergence of a Social Problems and Legitimation, Mobilization, Plan of Action. This study used a qualitative method with in-depth interviews and support of related literature. This study found that the Public Agency does not carry out its obligations in managing information and providing services. This also causes public information disputes related to budget management related to systemic corruption in the education sector. In the process of resolving these public information disputes, ICW carries out its role and performs methods formally and informally as one form of checks and balances while continuing to strengthen civil society.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Felisitas Prajna Nindita
"Fenomena sosial anak jalanan masih menjadi salah satu permasalahan sosial yang tidak kunjung usai di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Keberadaan anak jalanan tidak lepas dari masalah sosial lainnya seperti kemiskinan pada keluarga dan kurangnya akses pendidikan yang memperburuk akses mereka terhadap hak-hak dasar. Pertumbuhan jumlah anak jalanan setiap tahun mengindikasikan bahwa intervensi yang ada belum cukup efektif untuk meningkatkan kesejahteraan anak jalanan. Pemerintah sudah berupaya untuk memberikan penanganan masalah anak jalanan dengan penyediaan Lembaga Kesejahteraan Anak dan penyediaan bantuan melalui Dinas Sosial. Selain upaya yang dilakukan pemerintah diperlukan juga upaya dari pihak non pemerintah untuk mewujudkan bantuan sosial kepada anak jalanan yang lebih komprehensif, salah satunya adalah bantuan sosial yang diberikan oleh Non Government Organization (NGO). Penelitian ini akan melihat peran organisasi non pemerintah (NGO) dalam menangani masalah anak jalanan melalui program bantuan yang diberikan oleh 3 NGO yang berbeda. Metode yang digunakan dalam penulisan adalah literature review dengan pendekatan critical review dimana tiga jurnal yang menjadi acuan adalah The Management of Education Center Programs for Street Children Empowerment in a Non-Governmental Organization (NGO), Partisipasi Yayasan Emas Indonesia dalam Program Pembentukan Karakter Anak Jalanan dan Pelayanan Sosial Pada Anak Jalanan (Studi Kasus Pelayanan di Rumah Singgah Dukuh Semar Kota Cirebon). Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu bulan Februari sampai Juni 2024. Fokus penelitian adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis peran dan implementasi program yang dijalankan oleh NGO dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anak jalanan. Hasil penelitian menunjukan bahwa NGO memiliki kontribusi yang signifikan dalam menyediakan berbagai layanan yang mendukung kesejahteraan anak jalanan, termasuk layanan kesehatan, pendidikan dan dukungan emosional. Lewat program yang disediakan oleh NGO, anak jalanan bisa merasakan dampak positif seperti perubahan perilaku, peningkatan kemampuan akademis, dan kemampuan bertahan hidup karena dibekali oleh pelatihan softskill dan kewirausahaan yang membuat anak jalanan memiliki harapan untuk bisa meraih kehidupan yang lebih sejahtera. Namun penelitian juga mengungkapkan adanya tantangan dalam pelaksanaan program, seperti keterbatasan sumber daya dan dukungan berkelanjutan, yang membuat pelaksanaan program sebaiknya bisa dilaksanakan secara komprehensif dan saling melengkapi. Temuan ini memberikan dasar untuk pengembangan strategi yang lebih efektif dan berkelanjutan dalam menangani masalah anak jalanan di masa mendatang.

The social phenomenon of street children remains a persistent issue in major cities across Indonesia. The presence of street children is intertwined with other social problems such as family poverty and lack of access to education, which further hampers their access to basic rights. The annual increase in the number of street children indicates that current interventions have not been effective enough in improving their welfare. The government has attempted to address the issue of street children by providing Child Welfare Institutions and assistance through the Social Services Department. In addition to these efforts, there is also a need for initiatives from non-governmental entities to provide more comprehensive social assistance to street children, one of which is through the support provided by Non-Governmental Organizations (NGOs).This study examines the role of NGOs in addressing the issue of street children through the support programs offered by three different NGOs. The method used in this research is a literature review with a critical review approach, focusing on three key journals: "The Management of Education Center Programs for Street Children Empowerment in a Non-Governmental Organization (NGO)," "Participation of Emas Indonesia Foundation in the Character Building Program for Street Children," and "Social Services for Street Children (Case Study of Services at Rumah Singgah Dukuh Semar, Cirebon City)." The research was conducted from February to June 2024. The focus of the study is to identify and analyze the roles and implementation of programs run by NGOs to enhance the welfare of street children. The findings of the research show that NGOs have a significant contribution in providing various services that support the welfare of street children, including healthcare, education, and emotional support. Through the programs provided by NGOs, street children experience positive impacts such as behavioral changes, improved academic skills, and survival skills due to soft skills and entrepreneurship training, giving them hope for a better life. However, the research also reveals challenges in program implementation, such as limited resources and sustainable support, which suggest that the programs should be implemented comprehensively and complementarity. These findings provide a foundation for the development of more effective and sustainable strategies to address the issue of street children in the future.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Untari Hestungkoro
"Artikel ini berupaya untuk menjelaskan tentang peran organisasi non pemerintah atau ornop dalam pemberdayaan masyarakat berbasis Teknologi Informasi. Studi-studi tentang organisasi non pemerintah menunjukkan, organisasi non pemerintah memiliki peran dalam pemberdayaan masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan seperti pembangunan sosialekonomi, pembangunan infrastruktur, dan pengembangan partisipasi aktif masyarakat (bottom-up partisipatory development). Pandangan tersebut hanya berfokus pada kegiatan pemberdayaan yang masih konvensional atau kurang menaruh perhatian dalam pengembangan teknologi. Padahal di era digital sekarang dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang makin masif, teknologi mempunyai fungsi strategis sebagai alat untuk memberikan kebaharuan dan perubahan dalam kehidupan. Berbeda dengan studi-studi sebelumnya, pokok argumentasi dari tulisan ini adalah peran organisasi non pemerintah
saat ini tidak lagi dianggap sebagai pihak ketiga pendukung, akan tetapi peran organisasi non pemerintah adalah penting sebagai agen transformasi digital di dalam masyarakat melalui
program pemberdayaan untuk mengatasi kesenjangan digital. Penelitian ini berfokus pada jenis organisasi non pemerintah yang bergerak di bidang Teknologi dan memiliki visi
mengurangi kesenjangan digital, yaitu pada site Kampung Teknologi Foundation di Depok. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam.

This article discusses the role of non-governmental organizations (NGOs) in a technological based community-empowerment. Studies of NGOs show that NGOs play an important role in community empowerment that is necessary for socio economic development, infrastructure development, and the development of active community participation (bottom-up participatory development). Nevertheless, they only address the empowerment conventional way, lack attention to technological development, In the era of digitalization, characterized by the increasingly massive progress of technology information and communication, technology has been a strategic tool for providing renewal and changes in human life. In contrast to the existing studies, I argue that the role of NGOs is no longer regarded as a supporting party, but instead as importantagent of digital transformation in society through the empowerment programs in overcoming the digital divide. This study emphasizes the types of NGOs engaged in the field of technology and had a vision to reduce the digital divide, that is on site Kampung Teknologi Foundation in Depok. This study uses qualitative methods as well as data collection conducted through in-depth interviews."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Rendy Ramadhan
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai peran pendamping di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kuldesak dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini yaitu, pendamping menjalankan berbagai peran diantaranya adalah, enabler, konselor, konselor keluarga, broker, pendidik, advokat, aktivis, menjalankan lembaga, dan pendamping minum obat. Selain itu, ditemukan dukungan yang diterima oleh pendamping adalah dukungan internal seperti, pengamalan diri, dukungan keluarga, dorongan untuk beribadah. Selanjutnya adalah dukungan eksternal, yaitu dukungan dari masyarakat, dukungan dari tenaga kesehatan, dukungan dari lembaga itu sendiri, dan dukungan dari ODHA. Dukungan-dukungan itulah yang menjadi alasan mereka mendampingi ODHA hingga saat ini. Penelitian ini membahas mengenai peran pendamping di Lembaga Swadaya Masyarakat LSM Kuldesak dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini yaitu, pendamping menjalankan berbagai peran diantaranya adalah, enabler, konselor, konselor keluarga, broker, pendidik, advokat, aktivis, menjalankan lembaga, dan pendamping minum obat. Selain itu, ditemukan dukungan yang diterima oleh pendamping adalah dukungan internal seperti, pengamalan diri, dukungan keluarga, dorongan untuk beribadah. Selanjutnya adalah dukungan eksternal, yaitu dukungan dari masyarakat, dukungan dari tenaga kesehatan, dukungan dari lembaga itu sendiri, dan dukungan dari ODHA. Dukungan-dukungan itulah yang menjadi alasan mereka mendampingi ODHA hingga saat ini.

ABSTRACT
This research discusses about the role of caseworker in non governmental organization named Kuldesak on the countermeasures HIV AIDS in Depok City, West Java. This study is conducted with qualitative approach, using descriptive studies. The result of the study shows that the caseworker implementing a various roles, such as enabler, counselor, family counselor, broker, educator, advocator, activist, administrative, and accompanying people living with hiv PLWH to take their medicine. Other than that case worker recieve many supports, internal support such as self experiences, family support, and some faith reason. Another support is from the external factor, such as support from the society, support from health worker, from Kuldesak, and also from PLWH itself. Those kind of support make them still giving a services for PLWH in Depok City. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kiky Rizky
"Isu LH adalah satu dari isu low level politics yang meningkat sejak berakhirnya Perang Dingin seiring dengan meningkatnya perhatian terhadap degradasi dan perubahan ekosistem global. Hal ini merupakan konsekuensi dari meningkatnya aktivitas manusia yang menggunakan SDA dan hal ini terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar manusia.
Degradasi dan perubahan ekosistem global yang akhirnya menuju pada kerusakan LH global menarik perhatian para aktivis LH untuk melakukan berbagai upaya penyelamatan dan pelestarian LH. GREENPEACE sebagai salah satu organisasi nonpemerintah yang peduli terhadap isu ini turut berpartisipasi dalam berbagai upaya tersebut sesuai dengan peran yang disandangnya.
Melalui kombinasi studi kepustakaan dan wawancara, tulisan ini mengelaborasi kegagalan GREENPEACE dalam menghentikan kerusakan Hutan Hujan Tropis Amazon di Brazil berkaitan dengan peran yang dijalankannya. Kegagalan tersebut berkaitan dengan lIemahnya power yang dimiliki GREENPEACE terhadap power aktor-aktor lain, yaitu negara Brazil dan berbagai TNC/MNC untuk menghentikan aktivitas destruktif yang mereka lakukan di Amazon. Selain itu, juga terhadap masyarakat dunia dengan negara sebagai aktor utamanya, untuk turut menekan Brazil dan industri yang beroperasi di Amazon agar lebih peduli LH. Hal ini mengimplikasikan sulitnya pencapaian suatu kerja sama internasional yang nyata dan efektif melalui kepeloporan aktor nonnegara. Kegagalan GREENPEACE ini akan sejalan dengan garis besar hipotesis yang disusun, yaitu sifat power GREENPEACE yang moral-spiritual akan berhadapan dengan power aktor-aktor lain yang lebih nyata dan kuat, yaitu uang, otoritas, dan kedaulatan.
The Role of Nongovernmental Organization (NGO) in International Relations: A Case Study of the GREENPEACE's Failure to Stop the Amazon Tropical Rainforest Destruction in Brazil The environment is a low-level politics issue that has risen up since the end of the Cold War along with rising concerns to the degradation and global ecosystem change. It is a consequence of rising human activities that use resources and associate to the efforts of providing basic needs. The degradation and global ecosystem change lead to global environment destruction that attracts environment activists attention for making their efforts to save the environment. GREENPEACE, as an environment NGO, takes part in the efforts based on his role as well.
This thesis combines the literature study and interview methods and elaborates the GREENPEACE's failure to stop the Amazon Tropical Rainforest destruction in Brazil. The failure relates to a less power of GREENPEACE against other actors? that are of Brazil and the TNCsIMNCs to stop their destructive activities in that area. Besides, the difficulties to take more international community attention with its prime actor of state to pressure Brazilian Government and forestry industries for environmental-oriented activities. This implicates to a difficulty for aiming an international cooperation effectively that has been pioneered by an NGO. The findings are based on hypotheses that are of weakness of moral-spiritual power which against more real and strong ones, for instance: power of money, authority, and sovereignty.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T11551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rully Restiana
"ENGO Jepang memiliki sejumlah karakteristik yang berpotensi menawarkan pendekatan environmentalism alternatif melalui koalisi NGO untuk memenuhi kebutuhan instansi terkait. Secara umum ENGO memiliki prospek sebagai aktor transnasional dalam meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu lingkungan lokal dan global serta bergantung pada berbagai cara untuk mencapai tujuan mereka seperti pengadaan dan mengelola lahan yang terancam punah, melakukan penelitian lapangan, melobi lembaga pemerintah, dan melaksanakan kampanye informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
JEEF (Japan Environmental Education Forum) sebagai salah satu ENGO Jepang dibentuk secara resmi pada tahun 1992 oleh beberapa akademisi. JEEF berfokus pada pendidikan lingkungan dengan menggunakan isu-isu lingkungan negara-negara berkembang terutama Asia Tenggara. JEEF yang merupakan transformasi forum lingkungan ke ENGO telah memberikan perhatian mengenai masalah-masalah lingkungan seperti pemanasan global, penggundulan hutan, dan sanitasi.
Penelitian ini membahas kerangka implementasi JEEF dalam menjembatani kepentingan negara-negara berkembang dan melayani seluruh lapisan masyarakat melalui kemitraan dengan ENGO lokal. Praktek JEEF dalam merespon masalah lingkungan global memperlihatkan pertukaran dialog dan koordinasi antar lembaga agar bantuan kemanusiaan tepat guna dan tepat sasaran.

Japanese ENGOs possess a number of characteristics that potentially offer an environmentalism alternative approach to NGOs coalition for addressing relevant agencies needs. ENGOs generally have prospects in order to expand as increasing public awareness of domestic or global interconnected issues of the environment and rely on a variety of means to accomplish their goals include acquiring and managing endangered land, performing field research, lobbying government institution, and performing information campaigns to raise public awareness.
JEEF (Japan Environmental Education Forum) as one of the japanese ENGOs officially created in 1992 by a team of academicians. JEEF focuses on environmental education using environmental issues of emerging countries primarily in Southeast Asia. Environmetal issues including global warming, deforestation, and sanitation has been concerned by JEEF as a transformation of environmental forum into an ENGO.
This research discusses the framework of JEEF implementation in bridging the interests of less developed countries and serving all sectors of society to partner with Southeast Asia indigenous ENGOs. JEEF praxis in responding to environmental global issues has established coordination and the exchanging dialogue and inter-agency coordination in order to appropriate and well-targeted humanitarian assistance.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Janitra Arie Purnomo
"Penelitian ini bertujuan untuk mengamati tren perkembangan praktik pelaporan keberlanjutan Non-Governmental Organization (NGO) di Indonesia, serta melihat urgensi penerapan praktiknya. Pengamatan dilakukan dengan membandingkan Laporan Tahunan NGO dengan Pedoman Praktik Pelaporan Keberlanjutan Terintegrasi untuk Sektor Filantropi/Nirlaba (PPPTK) yang diterbitkan oleh Filantropi Indonesia dengan mengacu pada GRI 2016. Filantropi Indonesia adalah NGO yang bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan sektor filantropi di Indonesia. Pengamatan juga dilakukan dengan wawancara dengan pengambil keputusan tertinggi NGO. Hasil pengamatan menunjukkan skor rata-rata NGO yang melakukan pengungkapan Laporan Keberlanjutan masih relatif rendah. Pengungkapan mengalami peningkatan pada periode 2018 hingga 2021, namun mengalami penurunan di tahun 2022. Mengelompokkan NGO berdasarkan berdasarkan entitas perusahaan, sub-branch, dan independen terdapat variasi temuan terkait skor pengungkapan. NGO yang terkait dengan entitas perusahaan memiliki tingkat pengungkapan yang lebih tinggi dari pada NGO independen dan NGO sub-branch. Terakhir, temuan dari sisi pengelola dan pengurus NGO memperlihatkan banyak diantara mereka tidak mengetahui pedoman pelaporan keberlanjutan, namun mereka menyambut baik terhadap penerapan praktik pelaporan keberlanjutan, dan mengharapkan adanya standarisasi dari pemerintah dengan tetap memperhatikan kebutuhan NGO.

This research aims to observe trends in the development of Non-Governmental Organization (NGO) sustainability reporting practices in Indonesia, as well as see the urgency of implementing these practices. Observations were made by comparing NGO Annual Reports with Pedoman Praktik Pelaporan Keberlanjutan Terintegrasi untuk Sektor Filantropi/Nirlaba (PPPTK) published by Filantropi Indonesia with reference to GRI 2016. Filantropi Indonesia is an NGO that aims to create an environment that supports the development of the philanthropic sector in Indonesia. Observations were also carried out by interviews with the highest decision makers of the NGO. Observation results show that the average score of NGOs that disclose Sustainability Reports is still relatively low. There’s an increase in NGO Sustainability Reports item in 2018 to 2021, but then decreased in 2022. Clustering NGOs based on corporate, sub-branch and independent entities, show a variation in findings regarding disclosure scores. NGOs related to corporate entities have a higher level of disclosure than independent NGOs and sub-branch NGOs. Finally, findings from NGO managers and administrators show that many of them do not know the sustainability reporting guidelines, but they welcome the implementation of sustainability reporting practices, and expect standardization from the government while still paying attention to NGO needs."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muslihudin Sharbinie
"Sumberdaya alam termasuk didalamnya sumberdaya hutan merupakan sumberdaya yang rentan terhadap konflik mengingat sumberdaya alam terikat dalam suatu lingkungan yang saling terkait. Suatu kegiatan tertentu yang dilakukan oleh individu akan berdampak terhadap lingkungan baik lingkungan sendiri atau lingkungan di luar dimana ia berada; sumberdaya alam terikat dalam suatu ruang sosial dimana hubungan yang komplek dan tidak seimbang terjalin yaitu antara berbagai aktor sosial seperti eksportir hasil bumi; petani, etnis minoritas maupun pemerintah; sumberdaya alam yang tersedia cenderung berkurang karena adanya perubahan-perubahan lingkungan yang pesat, permintaan yang cenderung meningkat dan distribusi yang tidak merata ; pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan dalam cara-cara yang berbeda dan merupakan suatu simbol tertentu.
Karena faktor-faktor tersebut, konflik yang berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya alam merupakan hal yang banyak ditemukan. Keadaan seperti itu terlebih lagi setelah berakhirnya Perang Dingin. Konflik dalam negara (intra-state conflict) terutama di negara-negara berkembang cenderung meningkat. Berbagai isu konflik muncul ke permukaan termasuk konflik yang berkenaan dengan isu lingkungan seperti konflik pengelolaan Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung, Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi konflik di Kabupaten Lampung Barat adalah dengan melakukan kerjasama dengan salah satu INGOs yaitu the International Centre for Research in Agroforestry (ICRAF). Sejak tahun 2000 ICRAF telah melakukan mediasi dalam upaya mencari pemecahan konflik. Fenomena tersebut membuktikan bahwa sebagai aktor non-state INGOs memiliki peranan yang signifikan. Mediasi sebagai salah satu pendekatan pemecahan konflik memiliki potensi terhadap perubahan pada aktor-aktor yang terlibat konflik maupun pada kebijakan yang berlaku. Pertanyaannya adalah bagaimana peta konflik pengelolaan sumberdaya tersebut, apa dampak mediasi ICRAF terhadap kebijakan yang berlaku dan bagaimana implikasinya terhadap kebijakan pengelolaan sumberdaya Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat di masa yang akan datang.
Peneltian ini bertujuan untuk mengkaji fenomena dampak mediasi ICRAF terhadap aktor-aktor yang terlibat konflik dan kebijakan pengelolaan Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat. Untuk mengkaji fenomena tersebut digunakan perspektif pluralisme. Sebagai sebuah pendekatan pluralisme memandang bahwa gambaran hubungan internasional didasarkan pada empat asumsi pokok yaitu: Pertama, aktor non-negara, merupakan entitas yang penting dalam politik dunia. Organisasi internasional termasuk di dalamnya Non-Governmental Organisations (NGDs) misalnya dalam isu tertentu merupakan aktor yang independen. Mereka bukan hanya merupakan sebuah forum dimana negara-negara berlomba dan bekerjasama satu sama lain dengannya. Dalam organisasi internasional tertentu mereka memiliki kapasitas dalam hal menentukan agenda dan menyediakan informasi yang mampu mempengaruhi bagaimana suatu negara menentukan arah kebijakan tertentu. Kedua, bagi pluralis negara bukan merupakan aktor uniter. Negara merupakan aktor yang terdiri dari individu, kelompok kepentingan dan birokrat. Dalam pandangan pluralis, sebuah keputusan yang dibuat oleh suatu negara pada dasarnya merupakan sebuah keputusan yang sebenarnya dibuat oleh koalisi pemerintah, birokrat dan bahkan individu. Ketiga, bagi pluralis negara bukan merupakan aktor rasional. Pandangan ini bertentangan dengan asuinsi realis yang memandang bahwa negara merupakan aktor rasional. Keempat, bagi pluralis agenda politik internasional bersifat luas (ekstensif). Disamping isu keamanan negara isu-isu ekonomi, sosial, ekologi, perdagangan. moneter, energi, kelaparan dan degredasi lingkungan bagi pluralisme merupakan agenda internasional dan memerlukan pemecahan secara global.
Tesis ini membuktikan bahwa, mediasi ICRAF dalam pengelolaan konflik Hutan Lindung di Kabupaten Lampung Barat berdampak terhadap aktor dan kebijakan-kebijakan yang berlaku. Terbentuknya kelembagaan yang memiliki kapasitas dalam mengkaji potensi sumberdaya alam dan memiliki wewenang dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan telah memungkinkan aktor terkait sebagai bagian yang turut menentukan arah kebijakan pengelolaan sumberdaya alam tersebut. Kepemilikan lahan (land tenure) dalam bentuk ijin HKm. (Hutan Kemasyarakatan) yang diberikan oleh pemerintah kepada petani merupakan salah satu indikator bahwa pemerintah telah menaruh kepercayaan kepada petani dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Adanya jaminan kepemilikan lahan, peningkatan kemampuan dalam pengelolaan konflik dan peningkatan teknologi pengelolaan sumberdaya tersebut akan memungkinkan terbentuknya satu sistem pengelolaan sumberdaya Hutan. Lindung yang sesuai dengan perspektif pandangan aktor-aktor terkait. Dengan demikian visi pembangunan kehutanan Kabupaten Lampung Barat yaitu untuk mewujudkan pengelolaan hutan yang lestari akan lebih mudah tercapai."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14096
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar Hamonangan
"Tesis ini membahas relasi antara Pemerintah Prancis sebagai aktor negara dan organisasi non-pemerintah sebagai aktor non-negara, dalam proses pembuatan kebijakan luar negeri Prancis terhadap isu perubahan iklim global pasca Protokol Kyoto. Penulis menggunakan teori kebijakan luar negeri melalui pendekatan sosial untuk menjelaskan peran organisasi non-pemerintah di dalam dinamika struktrur domestik mengenai kebijakan iklim Prancis. Hasil kajian tesis ini menunjukkan bahwa di dalam sistem yang demokratis, organisasi non-pemerintah memiliki ruang untuk mempengaruhi pemerintah Prancis terkait kebijakannya terhadap perubahan iklim. Dalam konteks isu perubahan iklim di Prancis, organisasi non-pemerintah memiliki sebagai penyedia informasi dan kelompok lobi. Selain itu, organisasi non-pemerintah juga berupaya membuat perubahan normatif dengan membangun jejaring sesama organisasi non-pemerintah dan dengan pemerintah di tingkat lokal. Organisasi non-pemerintah juga menikmati hubungan kerjasama secara langsung bersama Pemerintah Prancis. Hal tersebut ditujukan guna menciptakan keselarasan antara tindakan negara dan masyarakat sipil di tingkat domestik Prancis dan juga kebijakan di tingkat internasionalnya. Penulis berpendapat bahwa kebijakan luar negeri Prancis dalam merespon isu perubahan iklim pasca Protokol Kyoto merupakan hasil pertemuan dari upaya pengambilan posisi kepemimpinan dalam negosiasi iklim internasional dan tujuan nasionalnya, di mana organisasi non-pemerintah memiliki peran sebagai aktor non-negara yang mendesak negara untuk dapat bertindak lebih maju dan selaras sesuai dengan kebijakan luar negeri yang responsif terhadap isu perubahan iklim, namun juga dengan tetap memperhatikan keadilan sosial dan keadilan ekonomi bagi masyarakat Prancis.

This thesis analyzes the relationship between French Government as a state actor and non-governmental organizations as non-state actors, in the process foreign policy making process on the issue of global climate change after the Kyoto Protocol. The author uses foreign policy theory through a social approach to explain the role of non-governmental organizations in the dynamics of domestic structures regarding French climate policy. The results of this thesis study show that in a democratic system, non-governmental organizations have room to influence the French government regarding their policies on climate change. In the context of climate change issues in France, non-governmental organizations have information providers and lobby groups. In addition, non-governmental organizations also try to make normative changes by building relationships between networks of non-governmental organizations and the government at the local level. Non-governmental organizations also enjoy direct cooperative relations with French government. It is intended to create harmony between the actions of the state and civil society at the French domestic level and also at the international level. The author argues that France's foreign policy in responding to the issue of climate change after the Kyoto Protocol is the result of a meeting of the interplay between taking leadership positions in international climate negotiations and its national goals, in which non-governmental organizations have a role as non-state actors who urge countries to act more advanced and aligned in accordance with foreign policies that are responsive to the issue of climate change, while continuing to pay attention to social and economic justice for the French citizen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>