Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67048 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rufi Farenza
"Pada awal tahun 2005, pemerintah Indonesia melaksanakan rekonstruksi wilayah terdampak bencana tsunami di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Penyelamatan arsip vital tanah milik Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui restorasi kearsipan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) adalah langkah pertama dalam melaksanakan rekonstruksi wilayah terdampak tsunami. Hal itu dikarenakan arsip vital tanah adalah dokumen yang sah secara hukum berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria dalam menentukan lokasi bangunan yang telah hancur akibat bencana tsunami. Namun demikian, pemerintah Indonesia belum memiliki pedoman dan teknologi yang memadai untuk digunakan dalam pelaksanaan restorasi arsip. Dengan demikian, pemerintah Indonesia tidak melaksanakan restorasi arsip vital pertanahan secara mandiri, melainkan dilakukan secara berkolaborasi dengan lembaga donor pemerintah Jepang, yaitu Japan International Cooperation Agency (JICA).
Penelitian ini berfokus pada proses tata kelola kolaboratif yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dan JICA untuk mengidentifikasi landasan pelaksanaan tata kelola kolaboratif dalam merestorasi arsip sebagai langkah awal rekonstruksi daerah yang terkena dampak bencana alam. Paradigma postpositivist menjadi metode penelitian yang digunakan penelitian ini dalam mengeksplorasi keragaman fakta yang dapat diteliti melalui wawancara open-ended dengan pemangku kepentingan yang bersedia dan pengumpulan data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses tata kelola kolaboratif dalam pelaksanaan restorasi arsip vital pertanahan pasca bencana tsunami diwujudkan melalui : penyatuan pandangan setiap pemangku kepentingan mengenai dampak permasalahan bencana tsunami; kepercayaan yang terbangun melalui manfaat interaksi yang didapat dan kerjasama yang baik di lapangan; terbentuknya komitmen melalui sebuah kesepakatan mengenai pembagian peran; penyatuan kepentingan dan keterlibatan secara langsung; dan pencapaian serta evaluasi dari pelaksanaan kolaborasi. 

In early 2005, the Indonesian government carried out the reconstruction of tsunami- affected areas in the Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Province. Rescue of vital land archives that belong to the Badam Pertanahan Nasional (BPN) through restoration by Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) is the first step in carrying out the reconstruction of tsunami-affected areas. The vital archive of land is a document that has been regulated in the Indonesia Agrarian Law, so it becomes a legal proof in determining the location of buildings that have been destroyed by the tsunami disaster. However, the Indonesian government does not have guidelines and technology to be used in the implementation of archive restoration. Thus, the Indonesian government does not independently restore land archive vital archives but is carried out in collaboration with the Japanese government donor agency, Japan International Cooperation Agency (JICA).
This research focuses on the collaborative governance process carried out by the Indonesian Government and JICA to identify the basis for collaborative implementation in restoring archives. The postpositivist paradigm becomes the research method used in this study. It explores the diversity of facts that can be examined through open-ended interviews with stakeholders and secondary data collection. The results of this study indicate that the collaborative governance process in implementing the restoration of vital archives in the land after the tsunami disaster was realized through: the views of each stakeholder regarding the problem of the impact of the tsunami disaster; trust built through the benefits of interaction and teamwork in the field; commitment through an agreement; pooling interests and direct involvement; achieving and evaluating collaboration.
"
Depok: Fakultas Ilmu Adminstrasi Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ni Putu Wahyu Candra Widhiandari
"Tesis ini berfokus pada kesadaran petugas kantor arsip terhadap perencanaan kesiagaan bencana pada rekod vital, khususnya rekod blueprint di Universitas Indonesia. Masalah yang menjadi perhatian peneliti dalam penelitian ini adalah kesiapan dan kesadaran pengelola dalam perencanaan kesiagaan bencana pada rekod vital Universitas Indonesia untuk mendukung pengelolaan rekod vital Universitas Indonesia yang efektif. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus. Metode pengumpulan data yang dilakukan, yaitu observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hasil dari penelitian ini adalah makna rekod vital dan perencanaan kesiagaan bencana yang dipahami oleh petugas dan kepala kantor arsip lebih mendalam daripada pihak level atasan yang berperan sebagai penentu kebijakan. Faktor ancaman yang paling utama bagi rekod vital yang disimpan di kantor arsip berupa korsleting listrik yang dapat menyebabkan kebakaran karena tidak ada pengecekan terhadap kelistrikan dan AC, lokasi penyimpanan yang berada di lantai 6 juga membuat evakuasi sulit dilakukan jika ada kebakaran. Fasilitas kesiagaan bencana yang terdapat di ruang penyimpanan, yaitu water sprinkler, fire exstinguisher, lemari gantung, lemari dorong horrizontal, dan AC. Tahap pencegahan dilakukan dengan memberi aturan peminjaman dan pengawasan penggunaan rekod vital, tahap tanggapan dilakukan dengan pemilahan rekod vital yang prioritas ditangani, tahap reaksi dengan menyetrika dan menjilid rekod blueprint, tahap pemulihan dengan menargetkan program arsip vital. Kegiatan perencanaan kesiagaan bencana terhambat karena kurangnya kurangnya kesadaran dan kepedulian dari pihak atasan, kurang sumber daya manusia di ruang penyimpanan, masalah anggaran untuk pengadaan fasilitas kesiagaan bencana, dan masalah birokrasi yang terlalu panjang.

The focus of this study is awareness upon disaster preparedness plan of vital records, especially blueprint in the Archives Department Of Universitas Indonesia. Problem studied by the researcher as well as the readiness and awareness upon disaster preparedness plan of vital records in Universitas Indonesia to support the efective management of vital records of Universitas Indonesia. This is a qualitative research with a case study approach, and informations are gathered from observation, interviews, and document analysis. The outcome of this research is the meaning of vial records and disaster preparedness plan understood by the archives department is deeper than the upper level stakeholder. The disaster threat factor for vital records preserved in archives department is the electricity damage which can lead to fire. The disaster preparedness plan facilities in the storage room are water sprinkler, fire exstinguisher, hanger cabinets, horizontal cabinets, and AC. On the prevention stage, archives department provide regulation to loan and to control the use of vital records, reaction stage is done by sorting the vital records are priority to be addressed, recovery stage is done by targeting the vital records program. The disaster preparedness plan in archives department in Universitas Indonesia is hampered by the lack of awareness from upper level stakeholders, the lack of human resources in the archives department, budget issues for disaster preparedness plan, lack of facilities for disaster preparedness plan, and the bureaucratic problem."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T41873
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Melvina Ochtora
"Karhutla di Provinsi Riau selalu menjadi sorotan karena ulah manusia yang menyebabkan kerusakan ekosistem hingga kestabilan politik dengan negara tetangga. Untuk menyikapinya, Presiden memprioritaskan upaya pencegahan melalui kolaborasi multisektor antara pemerintah, swasta, hingga masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam kolaborasi pencegahan karhutla dengan model collaborative governance. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses collaborative governance secara keseluruhan sudah diterapkan meskipun diperlukan penyempurnaan pada proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi kolaborasi. Intensitas dialog tatap muka masih rendah dan agenda pembahasan para aktor masih umum terhadap pengendalian kerhutla. Hasil sementara kolaborasi pencegahan belum terukur dengan baik sehingga egosektoral terlihat melalui berbagai program para aktor yang sifatnya mirip. Faktor-faktor yang menghambat kolaborasi adalah desain kelembagaan belum mengalokasi tugas pencegahan para aktor dengan jelas yang beresiko pada tumpang tindih kegiatan dan menurunnya transparansi kolaborasi. Anggaran pencegahan belum memadai karena Provinsi Riau belum memiliki dana alokasi khusus untuk pencegahan dan hanya bergantung pada anggaran aktor yang terlibat.

Karhutla in Riau Province has always been in the spotlight because of human activities that have caused damage to the ecosystem and political stability with neighboring countries. The President prioritizes prevention efforts through multi-sector collaboration between government, private sector, and community. This study aims to analyze the process and the factors that influence collaboration in preventing ‘karhutla’ with the collaborative governance model. The study indicates that collaborative governance process as a whole has been implemented although improvements are needed in the process and the factors that affect collaboration. Intensity of face-to-face dialogue is still low and the discussion is still on controlling ‘karhutla’. The interim results of prevention collaboration haven’t been well measured so that ego sector can be seen through various programs of actors that are similar in nature. The factors that hinder collaboration are the institutional design hasn’t allocated the task of preventing clearly so it’s risky to overlapping activities and decreasing collaboration transparency. The budget of prevention is not sufficient because Riau Province doesn’t have yet a special allocation fund for prevention and depends on the budget of the actors involved."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Beatrix Memory Marthure G.
"ABSTRAK
Penelitian ini berusaha untuk memberi gambaran tentang manajemen bencana arsip vital gedung dan rumah negara di Subdit Pembinaan Pengelolaan Gedung dan Rumah Negara. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi (pengamatan), wawancara, penggunaan instrumen penelitian, dan pengumpulan dokumen terkait topik penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Subdit Pembinaan Pengelolaan Gedung dan Rumah Negara sudah melakukan beberapa hal dalam empat tahap manajemen bencana arsip vital. Namun, kendala utama yang dimiliki oleh unit ini adalah belum adanya program tertulis manajemen bencana arsip vital serta keteledoran pembangungan gedung yang justru mengakibatkan bencana bagi arsip subdit ini. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi dengan Direktorat PBL dalam rangka keberlanjutan pembangungan Gedung Arsip PBL serta konsultasi dengan pembina kearsipan atau orang ahli untuk membentuk suatu program manajemen bencana arsip vital."
2014
S55447
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Abubakar
"Korupsi merupakan salah satu masalah fundamental yang dihadapi bangsa Indonesia. Upaya pemberantasan korupsi telah dilakukan sejak lima dekade yang lalu, namun upaya tersebut belum dilakukan dengan efektif. Salah satu sebab ketidakefektifan upaya pemberantasan korupsi adalah tidak adanya kolaborasi antarinstitusi dalam pemberantasan korupsi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pola dan dampak relasi antarinstitusi serta membangun model collaborative governance dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam, diskusi terarah, dan data sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses kolabporasi pemberantasan korupsi di Indonesi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang disampaikan oleh Ansell dan Gash, yaitu kondisi awal; kepemimpinan fasilitatif; ketidakseimbangan kewenangan; sumber daya manusia, dan anggaran antarinstitusi; insentif dan batasan untuk berpartisipasi; dan desain kelembagaan, serta beberapa faktor yang secara khusus ditemukan di Indonesia, yaitu: integritas SDM pemangku kepentingan; budaya masyarakat yang permisif terhadap korupsi; kondisi politik yang berbiaya tinggi; dan budaya organisasi patron client institusi pemberantasan korupsi. Dari temuan faktor-faktor tersebut, peneliti merumuskan pola relasi antarinstitusi dalam pemberantasan korupsi. Pola relasi tersebut berdampak pada belum efektifnya upaya pemberantasan korupsi. Model collaborative governance dalam pemberantasan korupsi disusun dengan modifikasi model yang digagas oleh Ansell dan Gash. Modifikasi terdapat pada dua hal, yaitu faktor-faktor yang memengaruhi collaborative governance dan urutan dalam proses kolaborasi. Terkait urutan dalam proses kolaborasi, kepemimpinan yang fasilitatif dan teladan menjadi inisiator proses kolaborasi. Untuk memberantas korupsi di Indonesia, presiden harus tampil sebagai fasilitator dan teladan, terutama dalam menginisiasi dialog tatap muka antarinstitusi terkait dalam rangka penyusunan strategi utama pemberantasan korupsi.

Corruption is one of the fundamental problems facing by Indonesian. Corruption eradication efforts have been carried out since five decades ago, but these efforts have not been done effectively. One of the reasons for the ineffectiveness of anti-corruption efforts is the absence of inter-institutional collaboration in eradicating corruption. This study aims to analyze the patterns and impacts of inter-institutional relations and to build collaborative governance model in eradicating corruption in Indonesia. The research was conducted by qualitative approach with data collection method in the form of in-depth interview, focus group discussion, and existing statistic. The results showed that the process of eradicating corruption in Indonesia is influenced by the factors conveyed by Ansell and Gash, namely the initial condition; facilitative leadership; imbalance of authority; human resources, and anti-institutional budget; incentives and limitations to participate; and institutional design, and several factors that are specifically found in Indonesia, namely: the integrity of key stakeholder; a permissive culture of society against corruption; high-cost political conditions; and patron client organizational culture. From the findings of these factors, the researcher formulated the inter-institutional relationship pattern in corruption eradication. The relationship pattern has an impact on the effectiveness of anti-corruption efforts. Collaborative governance model in eradicating corruption is developed by modification of model initiated by Ansell and Gash. Modification exists in two ways, namely factors affecting collaborative governance and sequencing in the process of collaboration. Regarding sequences in the collaboration process, facilitative leadership and role models become the initiators of the collaborative process. To combat corruption in Indonesia, the president must emerge as facilitator and role model, especially in initiating face-to-face dialogue in the framework of preparing a grand strategy to eradicate corruption."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanya Izdihar Almira
"Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan collaborative governance di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Penelitian ini secara khusus menggambarkan BPKP dan Perwakilan BPKP Provinsi DKI Jakarta berkerjasama dalam menerapkan SPIP pada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan badan pemerintah dan non pemerintah. Teori yang digunakan adalah collaborative governance. Pendekatan penelitian ini adalah post-positivist dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penyelenggaraan SPIP memenuhi tiga dimensi dari tujuh dimensi collaborative governance, yaitu initiative, formality dan duration.

This study aims to describe collaborative governance in the implementation of Government Internal Control System (SPIP). This research specifically describes the Central of Indonesia’s National Government Internal Auditor (BPKP) and BPKP’s representatives of DKI Jakarta Province (Perwakilan BPKP Provinsi DKI Jakarta) collaboration in implementing Government Internal Control System (SPIP). The theory used in this research is collaborative governance. The post-positivist approach is used in this research, and data collection methods include in-depth interview and document/ literature study. The results show that in the implementation of Government Internal Control System (SPIP) has met three out of the seven dimensions for collaborative governance namely initiative, formality and duration."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Aji Nurohman
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan collaborative governance dalam pembinaan olahraga prestasi di Indonesia, dengan fokus pada cabang olahraga bulu tangkis. Collaborative governance adalah pendekatan yang menekankan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Dalam konteks olahraga, penerapan collaborative governance diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembinaan atlet serta memperkuat transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan olahraga. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme, teknik pengumpulan data primer dengan wawancara mendalam serta data sekunder melalui studi literatur, analisis melalui teknik triangulasi data, serta menggunakan teori utama Collaborative Governance Tonelli, Sant’Anna, Abbud, dan de Souza (2018). Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun penerapan collaborative governance telah memberikan dampak positif dalam pembinaan bulu tangkis di Indonesia, masih diperlukan upaya untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi antara berbagai pemangku kepentingan, serta memastikan distribusi anggaran yang lebih adil dan proporsional untuk mendukung pencapaian prestasi olahraga yang lebih tinggi di kancah internasional. Penelitian ini merekomendasikan pengembangan lebih lanjut pada sistem kolaborasi untuk memastikan efektivitas dan efisiensi dalam pelaksanaan pembinaan olahraga bulu tangkis.

This research aims to analyze the implementation of collaborative governance in the development of competitive sports in Indonesia, with a focus on the badminton sector. Collaborative governance is an approach that emphasizes cooperation between the government, the private sector, and the community in decision-making and public policy implementation. In the context of sports, the application of collaborative governance is expected to enhance the effectiveness and efficiency of athlete development, as well as strengthen transparency and accountability in sports management. This research employs a post-positivist approach, utilizing primary data collection techniques through in-depth interviews and secondary data through literature studies, with data analysis conducted using triangulation techniques. The main theory used is Collaborative Governance by Tonelli, Sant’Anna, Abbud, and de Souza (2018). The research concludes that although the implementation of collaborative governance has had a positive impact on badminton development in Indonesia, efforts are still needed to improve coordination and synergy among various stakeholders and ensure a fair and proportional distribution of funds to support higher sports achievements on the international stage. The study recommends further development of the collaboration system to ensure effectiveness and efficiency in the implementation of badminton sports development."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Pambudi
"Stunting menjadi prioritas nasional demi mencapai Indonesia Emas tahun 2045, dimana pemerintah telah berkomitmen untuk mengentaskan stunting sebagai siatu Wicked problem yang harus diselesaikan oleh Indonesia. Komitmen dikarenakan terdapat banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya stunting. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah Indonesia untuk berkolaborasi dengan stakeholders agar dapat mengatasi masalah stunting sesuai amanah dari perundang-undangan. Paradigma post-positivist digunakan agar penelitian ini dapat menggabungkan teori dengan fenomena yang ditemukan saat dilapangan. Kota Tangerang Selatan telah melakukan kolaborasi dengan menerbitkan beberapa peraturan yang melandasi. Pada faktor institutional design belum cukup mengakomodir seluruh program dan kegiatan secara menyeluruh dan rigid. Faktor tersebut mempengaruhi proses collaborative governance yang terjadi pada building trust, commitment to process, dan shared understanding yang melibatkan stakeholders lain dalam penerapannya. Maka, tujuan dari penelitian ini untuk meningkatkan collaborative governance yang sudah dilakukan oleh Kota Tangerang Selatan, dan akan menjadi dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya agar model ideal dapat diterapkan oleh Kota Tangerang Selatan.

Stunting has become a Indonesia priority in achieving a /Golden Indonesia 2045 vision including the commitment from the government to eradicating stunting as a wicked problem that must be addressed. This commitment arises from the numerous factors that lead to the occurrence of stunting. Hence, it is imperative for the government to engage in collaboration with stakeholders in order to efficiently address the issue of stunting. This study aims to examine the process of collaborative governance and determines factors that contribute to the success of collaborative governance in the accelerated stunting reduction program in South Tangerang. The post-positivist approach is chosen which involves combining theoretical concepts with the empirical observations in the field. South Tangerang has already initiated collaboration, yet there are certain interconnected aspects that should be further enhanced to facilitate the collaboration process. Lack of institutional design and facilitative leadership becomes a crucial factors to connecting stakeholders more active in this programs. Therefore, the objective of this study is to enhance the existing initiaitives in South Tangerang and establish a framework for future research to create an optimal for the municipal administrations of South Tangerang.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Kusumah Sastranegara
"ABSTRAK
Berbagai permasalahan match fixing pada kompetisi sepakbola Indonesia yang tidak bisa diselesaikan oleh Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) menyebabkan dilakukanlah suatu proses collaborative governance dalam menangani permasalahan match fixing pada kompetisi sepakbola Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan collaborative governance dalam menangani permasalahan match fixing pada kompetisi sepakbola Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan post positivist dan teknik pengumpulan datanya menggunakan wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sebelas sub dimensi pada collaborative governance dalam menangani match fixing di kompetisi sepakbola Indonesia, yaitu: Multiple Actor, Common Goals, Preliminary Rules, Inclusive Deliberative Process, Commitment to the Collaboration Process, Trust Building, Internal and External Relationships, Consensus Building, Knowledge Management, Accountability, dan Discourse and Practice. Penerapan sub dimensi tersebut telah memberikan manfaat yang baik bagi sepakbola Indonesia diantaranya yaitu, kompetisi sepakbola yang lebih bersih dari praktik match fixing, pemain dan wasit lebih nyaman untuk melakukan sebuah pertandingan, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap PSSI.

ABSTRACT
Various match fixing problems in Indonesian football competitions that cannot be resolved by the Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) lead to a collaborative governance process in dealing with match fixing problems in Indonesian football competitions. The purpose of this study was to analyze the application of collaborative governance in dealing with match fixing problems in Indonesian football competitions. This research was conducted with a post positivist approach and the data collection techniques used in-depth interviews and literature study. The results show that there are eleven sub-dimensions of collaborative governance in handling match fixing in Indonesian football competitions, namely: Multiple Actor, Common Goals, Preliminary Rules, Inclusive Deliberative Process, Commitment to the Collaboration Process, Trust Building, Internal and External Relationships, Consensus Building, Knowledge Management, Accountability, and Discourse and Practice. The application of these sub-dimensions has provided kind of benefits for Indonesian football, namely, football competition that is cleaner than match fixing practices, players and referees are more comfortable to do a match and increase public trust in PSSI."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>