Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98548 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ida Ayu Trisna Kumala Dewi
"Latar Belakang: Radioterapi adalah salah satu terapi kanker yang telah banyak digunakan untuk mengendalikan tumor secara lokal dan regional. Namun, tumor yang resisten terhadap radiasi dapat mengurangi efektivitas terapi. Radiosensitizer adalah agen penting untuk meningkatkan sensitivitas radiasi. Ulva lactuca (U. lactuca) adalah sejenis ganggang dan sudah terbukti memiliki efek antitumor. Diketahuinya jalur kerja U. lactuca mungkin memberikan pemahaman dasar terkait perannya sebagai radiosensitizer.
Metode: Telaah sistematis dilakukan melalui pencarian literatur pada beberapa database. Pedoman PRISMA digunakan untuk melaporkan hasil pencarian. Studi in vivo atau in vitro yang menganalisis efek U. lactuca pada kanker dimasukkan dalam penelitian ini. Telaah kritis dinilai menggunakan Systemic Review Centre for Laboratory animal Experimentation Risk of Bias (SYRCLE RoB) tool pada studi in vivo dan Science in Risk Assessment and Policy (SciRAP) pada studi in vitro.
Hasil: Tujuh artikel dimasukkan dalam telaah sistematis ini. Semua studi in vivo memiliki bias risiko rendah. Dua penelitian melaporkan bahwa U. lactuca memiliki efek antitumor (CEA, AFP, kadar bcl-2 menurun dan kadar p53 meningkat). Enam studi menunjukkan bahwa U. lactuca juga memiliki efek antioksidan (MDA, TNF alpha, kadar NO menurun, sementara TAC, MPO, SOD, CAT dan GR, GST, kadar GSH meningkat, dengan aktivitas pembersihan radikal). Lima penelitian menunjukkan bahwa U. lactuca memiliki aktivitas antikanker terhadap Caco-2 dan HT-29 CRC, MCF-7, Fem-x, HepG2, dan lini sel Hela.
Kesimpulan: Aktivitas radikal bebas, p53, dan caspase-8, 9 adalah jalur utama efek antitumor U. lactuca. Jalur ini mungkin mengungkap potensinya sebagai radiosensitizer, yang memerlukan penelitian lebih lanjut.

Introduction: Radiotherapy is one of the main treatments for cancer. It had been widely used to control tumor locally and regionally. However, a radioresistant tumor might compromise efficacy of the therapy. Radiosensitizer is an important agent to improve radiation sensitivity. Ulva lactuca (U. lactuca) is a type of algae with known antitumor effects. Analysis of its molecular pathway might provide basic understanding of its role as radiosensitizer.
Method: A systematic review was conducted through literature searching on several databases. PRISMA guideline was used to present the results. In vivo or in vitro study which analyzed U. lactuca effects on cancer were included in this study. In vivo studies were critically appraised using Systemic Review Centre for Laboratory animal Experimentation Risk of Bias (SYRCLE RoB) tool and in vitro studies were critically appraised using Science in Risk Assessment and Policy (SciRAP).
Result: Seven articles were included in this systematic review. All in vivo studies had low risk bias. Two studies reported that U. lactuca had antitumor effect (CEA, AFP, decreased bcl-2 levels and increased p53 level). Six studies showed that U. lactuca also had antioxidant effect (MDA, TNF alpha, decreased NO levels, while TAC, MPO, SOD, CAT and GR, GST, increased GSH levels, with radical scavenging activity). Five studies showed that U. lactuca had anticancer activities against Caco-2 and HT-29 CRC, MCF-7, Fem-x, HepG2, and Hela cell lines.
Conclusion: Free radicals scavenging activity, p53, and caspase-8, 9 were the primary pathways of U. lactuca antitumor effects. These pathways might unravel its potential as radiosensitizer, which needs further analysis in future studies.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aslim Taslim
"Radioterapi adalah salah modalitas utama dalam terapi kanker dengan cara membunuh sel kanker menggunakan sinar pengion. Sinar pengion membunuh sel kanker dengan mempengaruhi berbagai jalur kematian sel. Namun disisi lain sinar pengion dapat memicu sel kanker untuk menhindar dari kematian menyebabkan sel kanker tersebut menjadi radioresisten.  Oleh karena itu salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas radiasi adalah dengan meggunakan zat radiosensitizer. Piperine merupakan salah satu senyawa alkaloid yang diperoleh dari ekstrak tanaman lada hitam (black pepper) yang telah dilaporkan berperan sebagai anti cancer pada beberapa penelitian invitro dan invivo. Akan tetapi pengkajian literatur potensi piperine sebagai radiosensitizer masih sedikit dilakukan. Tujuan dari kajian literatur ini adalah untuk menilai apakah piperine memiliki potensi sebagai radiosensitizer pada kanker yang radioresisten.  Pencarian literatur dilakukan di Pubmed, Cochrane, EBSCO dan Scopus dengan strategi panduan PRISMA. Dari 347 artikel yang ditemukan, diperoleh 24 artikel yang masuk dalam kriteria inklusi. Penelitian umumnya dilakukan secara invitro pada berbagai lini sel kanker dan sebagian kecil secara invivo. Piperine kemungkinan mempunyai potensi sebagai radiosensitizer karena dapat menginduksi apoptosis, menghambat proliferasi sel, meningkatkan ROS, menghentikan fase siklus sel, menekan “pro-survival signaling pathway” dan mencegah terjadinya metastasis.

Radiotherapy is one of the main modalities in cancer treatment by killing cancer cells using ionizing radiation. Ionizing radiation kills cancer cells by affecting various cell death pathways. On the other hand, ionizing radiation can trigger cancer cells to survive and causing the cancer cells to become radioresistant. Therefore, one way to increase the effectiveness of radiation is to use radiosensitizers. Piperine, an alkaloid compound extracted from black pepper fruits, has been reported to act as an anti-cancer in several in vitro and in vivo studies. Nevertheless, literature review on the potential piperine as a radiosensitizer are still lacking. The objective of this literature review is to assess whether piperine has a potential to be a radiosensitizer in radioresistant cancer. A Literature searches was conducted on PubMed, Cochrane, EBSCO and Scopus with the PRISMA guidelines. From an initial search 347 articles, 24 articles were retrieved for this literature review. Research is generally carried out in vitro on various lines of cancer cells and a small portion in vivo. Piperine might have potential role as a radiosensitizer because it can induce apoptosis, inhibit cell proliferation, increase ROS, arrest the cell cycle phase, suppress pro-survival signaling pathway and prevent metastasis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vinsensia Maharani Kanya Dhira Pradipta
"Latar belakang: Penelitian sistematik untuk kanker payudara dilakukan di Indonesia dengan
flora dan potensi terapeutik yang berlimpah berkesempatan sebagai prospek terhadap sel
kanker melalui studi tentang kandungan fitokimia, aktivitas antioksidan, dan antikanker.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan potensi Ulva lactuca yang terdapat di
Indonesia sebagai antioksidan dan inhibitor pertumbuhan kanker payudara terhadap sel kanker
payudara MCF-7.
Metode: Ulva lactuca diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut n-heksana,
etil-asetat dan etanol dan menghasilkan ekstrak n-heksana, ekstrak etil-asetat, dan ekstrak
etanol Ulva lactuca. Hasil ekstraksi diuji dengan analisa fitokimia dan KLT. Aktivitas
antioksidan sebagai radical scavenger dinilai melalui uji DPPH, sedangkan sitotoksisitas
terhadap sel kanker payudara MCF-7 dievaluasi melalui uji MTT.
Hasil: Analisa fitokimia menunjukan senyawa metabolit sekunder triterpenoid, steroid, dan
glikosida terkandung dalam Ulva lactuca. KLT menunjukan adanya 11 komponen fitokimia.
Dari uji DPPH, ekstrak Ulva lactuca dengan etanol dan etil asetat diklasifikasikan memiliki
aktivitas antioksidan yang sangat aktif terhadap radikal bebas DPPH, dengan nilai IC50 3.514
μg/mL dan 33.770 μg/mL secara berurutan. Dari uji MTT, ekstrak n-heksana Ulva lactuca
memberikan nilai IC50 70.496 μg/mL dan ekstrak etil asetat Ulva lactuca memberikan nilai
50.883 μg/mL terhadap sel kanker payudara MCF-7, dimana keduanya memiliki aktivitas
antikanker sedang. Sedangkan ekstrak etanol Ulva lactuca menunjukan nilai IC50 11.920
μg/mL pada sel MCF-7 yang memiliki aktivitas antikanker yang aktif.
Kesimpulan: Ekstrak etanol Ulva lactuca yang memiliki kandungan antioksidan dan aktivitas
sitotoksik yang kuat terhadap sel MCF-7 perlu dikembangkan lebih lanjut sebagai agen antikanker
payudara.

Background: Systematic researches for breast cancer is ran in Indonesia with its flora
resources and therapeutic potentials as prospective towards cancer cells through studies
concerning phytochemical contents, antioxidant activity, and cytotoxicity. The aim of this
research is to obtain Ulva lactuca abundant potential that is available in Indonesia as
antioxidant and anticancer towards breast cancer cell MCF-7.
Method: Ulva lactuca is extracted by maceration with solvents which are n-hexane, ethylacetate,
and ethanol, ensuing extracts of n-hexane, ethyl-acetate and ethanol. The extracts later
collected and tested through phytochemical and TLC analysis. The DPPH assay determines the
extracts’ antioxidant activity as a radical scavenger and MTT assay evaluates the cytotoxicity
towards MCF-7 cells.
Results: Phytochemical screening revealed secondary metabolites triterpenoids, steroids, and
glycosides in Ulva lactuca. The TLC resulted that there are 11 phytochemical components.
From DPPH assay, ethanol and ethyl acetate extracts of Ulva lactuca are classified to have
very active antioxidant activity against DPPH free radicals, with IC50 of 3.514 μg/mL and
33.770 μg/mL, respectively. From MTT assay, n-hexane extract gives IC50 value of 70.496
μg/mL, and ethyl-acetate extract gives IC50 value of 50.883 μg/mL towards MCF-7 cells, both
have moderate anticancer activity. Whereas the ethanol extract gives IC50 value of 11.920
μg/mL on MCF-7 cells which considered to have active anticancer activity.
Conclusion: Ethanol extract of Ulva lactuca that has a strong antioxidant and cytotoxic activity
against MCF-7 cells should be further develop as an anti-breast cancer agent.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tisa Prima Putri
"Latar Belakang: Radiosensitizer akan membantu radioterapi untuk memberikan inaktivasi tumor yang lebih besar. Saat ini mencari komponen radiosensitizer alami, yang diharapkan dapat memberikan efek samping yang lebih ringan daripada radiosensitizer kimia. Eucheuma cottonii yang memiliki kandungan antioksidan, memiliki efek anti tumor.
Tujuan: Ulasan ini bertujuan untuk mengetahui apakah Eucheuma cottonii dapat digunakan sebagai radiosensitizer.
Metode: Kami melakukan studi literatur dan menemukan 13 studi, dalam database PubMed, SCOPUS, EBSCO dan Cochrane. Studi yang dimasukkan adalah studi eksperimental yang meneliti efek Eucheuma cottonii pada sel kanker.
Hasil: Uji sitotoksisitas menggunakan uji MTT dengan nilai IC50 20 μg/ml hingga 4 mg/ml, berbeda pada berbagai jenis cell line kanker. Pemeriksaan histopatologis menunjukkan karakteristik sel apoptosis. Eucheuma cottonii mempengaruhi ekspresi p53, CHK1, BIRC5, Bag1, MDM2, NFkB dan respon imun (CD4, CD8). Pemberian Eucheuma cottonii juga mengurangi pertumbuhan tumor.
Kesimpulan: Telaah sistematis ini menunjukkan bahwa Eucheuma cottonii mampu menekan proliferasi, mengakibatkan kematian sel kanker. Belum diketahui apakah efek Eucheuma cottonii dan radiasi akan sinergis sehingga menyebabkan kematian sel. Tetapi jika dilihat dari pengaruh Eucheuma cottonii dengan meregulasi kontrol siklus sel yaitu terhentinya siklus sel di G2/M dan reaktivasi p53, maka ada kemungkinan Eucheuma cottonii memiliki peranan sebagai radiosensitizer. Fakta berlawanan, ekstrak Eucheuma cottonii juga mempengaruhi jalur untuk sel bertahan hidup seperti terlihatnya peningkatan NF-κB. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi efek sinergis dari kombinasi terapi radiasi dan Eucheuma cottonii.

Background: Radiosensitizer will help radiotherapy to provide greater tumor inactivation. Currently searching for natural radiosensitizer components, which are expected to provide lighter side effects than chemical radiosensitizers. Eucheuma cottonii which has antioxidant content, has anti-tumor effect.
Purpose: This review aims to find out whether Eucheuma cottonii can be used as a radiosensitizer.
Method: We performed literatur studies and found 13 studies, in PubMed, SCOPUS, EBSCO and Cochrane databases for research the effects of Eucheuma cottonii on cancer cells.
Result: Cytotoxicity test using MTT assay resulted in IC50 20 µg/ml to 4 mg/ml, differing on different types of cell lines. Histopathological examination shows the characteristics of apoptotic cells. Eucheuma cottonii involve p53, CHK1, BIRC5, Bag1, MDM2, NFkB and immun respon (CD4,CD8). Eucheuma cottonii extract also decrease
tumor growth.
Conclusion: This literatur review suggest that Eucheuma cottonii is able to suppress proliferation, resulting in cancer cells death. It is not yet known whether the effects of Eucheuma cottonii and radiation will be synergistic resulting cell death. But seen from the influence of Eucheuma cottonii on interfering the cell cycle control might result arrest cell cycle G2/M and reactivation of p53, it might be able as a radiosensitizer. However, it appears that there is a survival pathway such as increasing NF-κB. Further research is needed to explore the synergistic effect of a combination of radiation therapy and Eucheuma cottonii.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Tri Cahyono
"Kanker prostat berkontribusi terhadap 366.000 kematian laki-laki setiap tahun. Radiasi merupakan salah satu modalitas tatalaksana dalam pengobatan kanker prostat. Adenokarsinoma prostat merupakan jenis kanker prostat yang paling banyak dan diketahui memiliki radioresistensi yang tinggi. Asam galat merupakan salah satu jenis asam fenolik yang dapat ditemukan secara alamiah pada berbagai macam tanaman. Asam galat dilaporkan memiliki berbagai macam karakteristik biologis yang berperan dalam membunuh cell line dan xenograf kanker. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meninjau potensi asam galat sebagai radiosensitizer pada cell line dan xenograf kanker prostat. Penelitian ini merupakan penelitian tinjauan sistematis yang ditulis berdasarkan pada panduan Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses(PRISMA). Pencarian artikel dilakukan di PubMed, EBSCO, dan Scopus. Tinjauan sistematis ini berfokus pada studi preklinik karena belum adanya uji klinis pada topik terkait. Populasi yang dipelajari pada studi ini adalah berbagai cell line dan xenograf kanker prostat manusia. Intervensi yang ditinjau adalah pemberian asam galat pada berbagai dosis dan durasi. Pembanding yang digunakan adalah kelompok kontrol yang menerima intervensi kontrol atau plasebo dan penggunaan cell line prostat normal yang representatif. Luaran yang dinilai adalah penurunan kemampuan bertahan hidup cell line dan xenograf yang diukur melalui berbagai parameter yang meliputi kematian sel, pertumbuhan sel, apoptosis, migrasi sel, pembentukan ROS, hambatan siklus sel,dan kerusakan DNA. Pencarian literatur dilakukan menggunakan kata kunci yang berdasarkan pada pertanyaan PICO dan ditulis menggunakan operator Boolean.Sebanyak 11 artikel penelitian yang menggunakan berbagai macam cell line dan xenograf kanker prostat manusia meliputi DU145, PC-3, LNCaP, dan xenograf 22Rv1 disertakan pada studi ini. Asam galat memiliki potensi sebagai radiosensitizer dengan melibatkan berbagai mekanisme yang berujung pada penurunan viabilitas sel, proliferasi sel, migrasi sel, invasi sel, peningkatan apoptosis, hambatan siklus sel, kerusakan DNA, dan pembentukan ROS. Mekanisme kerja utama asam galat sebagai radiosensitizer yang potensial yaitu dengan meningkatkan aktivasi caspase-3 dan caspase-9 yang menyebabkan apoptosis serta menurunkan kadar CDK, cyclin, dan cdc25 fosfatase yang menyebabkan siklus sel terhambat pada fase G2-M. Asam galat memiliki potensi untuk digunakan sebagai radiosensitizer dalam penatalaksanaan kanker prostat. Dibutuhkan Universitas Indonesia viii studi klinis lebih lanjut menggunakan derivat asam galat dengan lipofilisitas yang lebih baik.

Prostate cancer contributes to 366.000 mortality of men every year. Radiation is one of the available modalities widely used in the treatment of prostate cancer. Prostate adenocarcinoma accounts for majority of prostate cancer cases, and it was found to be highly radioresistant. Radioresistance of prostate cancer is contributed by many different factors, including resistance to reactive oxygen species (ROS),increased DNA repair activation, and the expression of differentially expressed genes including INHBA, CD22, and MAP2K5. Gallic acid is a phenolic acid naturally occurring in many plants and it is reported to exhibit biological activities in eliminating cancer cell lines and xenografts. The purpose of this study is to review gallic acid as a potential radiosensitizer in prostate cancer cell line and xenograft. This study is a systematic review written in adherence to the Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-analyses (PRISMA) guidelines. Article search was conducted in PubMed, EBSCO, and Scopus. The systematic review focused on preclinical studies in regards to the absence of clinical trial done on the topic. The populations for the review include different types of human prostate cancer cell line and xenograft.Intervention reviewed in the study is gallic acid administration in different dosages and duration. Comparators in the study are control group receiving control treatment or placebo and representative normal prostate cell line. The outcome is the inhibition of the cancer cell and xenograft survivability measured in various parameters including cell death, cell growth, apoptosis, cell migration, ROS formation, cell cycle arrest, and DNA breakage. The literature search was done using keywords based on the PICO question and utilizing Boolean operators as needed. A total of 11 studies using different cell lines including DU145, PC-3, LNCaP, and 22Rv1 xenograft of human prostate cancer were reviewed in this paper. Gallic acid has potential as a radiosensitizer by involving various mechanisms that resulted in decreased cell viability, cell proliferation, cell migration, cell invasion, angiogenesis, and increased apoptosis, cell cycle arrest, DNA damage, and ROS formation. Gallic acid exerts its radiosensitizer characteristic mainly by increasing caspase-3 and caspase-9 activation resulting in apoptosis, while also reducing intracellular CDKs, cyclins, and cdc25 phosphatases ultimately causing G2-M cell cycle arrest. Gallic acid has a potential to be a new radiosensitizer compound in prostate cancer treatment. Additional clinical studies using gallic acid derivatives with higher lipophilicity are needed.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahmi Radityamurti
"Latar Belakang: Vitamin D telah terbukti memiliki sifat anti kanker sebagai antioksidan, anti-proliferasi, dan diferensiasi sel. Khasiat vitamin D sebagai agen antikanker memicu peneliti untuk mencari tahu apakah vitamin D bermanfaat sebagai radiosensitizer. Berbagai penelitian telah dilakukan pada cell line dalam berbagai jenis kanker, tetapi manfaat vitamin D sebagai radiosensitizer masih kontroversial.
Tujuan: Manfaat vitamin D sebagai radiosensitizer masih kontroversial karena beberapa hasil studi yang tidak jelas. Ulasan ini bertujuan untuk menyelidiki pemanfaatan Vitamin D3 (Kalsitriol) sebagai radiosensitizer di berbagai lini sel melalui tinjauan literatur.
Bahan/Metode: Pencarian sistematis dari pangkalan data literatur medis yang tersedia dilakukan pada studi in vitro dengan Vitamin D sebagai radiosensitizer di semua jenis cell line. Sebanyak 11 studi in vitro dievaluasi.
Hasil: Sembilan studi dalam ulasan ini menunjukkan efek yang signifikan dari Vitamin D sebagai agen radiosensitizer dengan meningkatkan autofagi sitotoksik, meningkatkan apoptosis, menghambat kesintasan sel dan gen pemicu proliferasi sel dengan menghambat ReIB, dan menginduksi senesens. Dua penelitian lainnya menunjukkan tidak ada efek yang signifikan dalam mekanisme radiosensitisasi vitamin D karena kurangnya bukti dalam lingkungan in vitro.
Kesimpulan: Vitamin D memiliki sifat antikanker dan dapat digunakan sebagai radiosensitizer dengan berbagai mekanisme di berbagai cell line. Penelitian lebih lanjut terutama dalam pengaturan in vivo perlu dievaluasi.

Background: Vitamin D has been shown to have anti-cancer properties as antioxidants, anti-proliferative, and cell differentiation. The property of vitamin D as an anticancer agent triggers researchers to find out whether vitamin D is useful as a radiosensitizer. Multiple studies have been carried out on cell lines in various types of cancer, but the benefits of vitamin D as a radiosensitizer are still become controversial.
Purpose: The benefits of vitamin D as a radiosensitizer are still controversial due to some incoherent study results. This review aim to investigate the utilization of Vitamin D3 (Calcitriol) as radiosensitizer in various cell line through review of literature.
Materials/Methods: A systematic search of available medical literature databases was performed on in vitro studies with Vitamin D as radiosensitizer in all types of cell line. A total of 11 in vitro studies were evaluated.
Results: Nine studies in this review showed significant effect of Vitamin D as radiosensitizer agent by promoting cytotoxic autofagi, increasing apoptosis, inhibition of cell survival and proliferation promoting gene in ReIB inhibition, and inducing senescenes. The two remaining studies showed no significant effect in radiosensitizing mechanism of Vitamin D due to lack of evidence in vitro settings.
Conclusion: Vitamin D have anticancer property and can be used as radiosensitizer by imploring various mechanism pathways in various cell line. Further research especially in vivo setting need to be evaluated.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Kiara Anindita
"Berdasarkan data yang didapat dari International Agency for Research on Cancer (2023), beban global kanker terus meningkat dengan perkiraan 19.3 juta kasus baru pada 2020. Jumlah kasus baru kanker diprediksi meningkat hampir 50% pada 2040 dan akan berdampak pada negara berkembang (Iqhrammullah et al., 2023). Kanker ginjal disebabkan pertumbuhanselabnormalpadajaringanginjal,membentuktumorlalu menjadikankeryang dapat menyebar ke jaringan dan organ lainnya . Karsinoma sel renal atau RCC merupakan jenis kanker ginjal yang paling umum terjadi pada orang dewasa (Gujarathi et al., 2024). Statin merupakan obat yang dikenal karena berpotensi menghambat produksi kolesterol. Di sisi lain, statin juga dapat digunakan untuk pengobatan neoplastik malignan bersamaan kemoterapi dan radioterapi. Mekanisme obat Statin mengarah pada apoptosis melalui pengaturan siklus sel karena memiliki efek pleiotropik (Tripathi et al., 2024). Pada penelitian ini,liniselACHNdikultur dalammediaDublecco’sModifiedEagleMedium(DMEM)yang mengandung fetal bovine serum (FBS) 10% dan antibiotik penicilin-streptomycin 1% (ATCC). Atorvastatin dan Pravastatin diuji kemampuannya sebagai antikanker melalui uji viabilitas dengan MTS Assay dan uji Reactive Oxygen Species dengan reagen DCFH-DA.

Based on data from the International Agency for Research on Cancer (2023), the global cancer burden continues to rise, with an estimated 19.3 million new cases reported in 2020. It is projected that the number of new cancer cases will increase by nearly 50% by 2040, significantly impacting developing countries (Iqhrammullah et al., 2023). Kidney cancer is caused by the abnormal growth of cells within kidney tissues, forming tumors that can eventually spread to other tissues and organs. Renal cell carcinoma (RCC) is the most common type of kidney cancer in adults (Gujarathi et al., 2024). Statins are drugs known for their potential to inhibit cholesterol production. Additionally, statins have demonstrated efficacy in treating malignant neoplasms when combined with chemotherapy and radiotherapy. The mechanism of statins involves inducing apoptosis by regulating the cell cycle, attributed to their pleiotropic effects (Tripathi et al., 2024). In this study, ACHN cell lines was cultured in Dublecco’s Modified Eagle Medium (DMEM) media containing 10% fetal bovine serum (FBS) and 1% penicillin-streptomycin antibiotics (ATCC). The anticancer potential of Atorvastatin and Pravastatin were evaluated through viability assays using the MTS assay and Reactive Oxygen Species (ROS) testing with the DCFH-DA reagent.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Kiara Anindita
"Berdasarkan data yang didapat dari International Agency for Research on Cancer (2023), beban global kanker terus meningkat dengan perkiraan 19.3 juta kasus baru pada 2020. Jumlah kasus baru kanker diprediksi meningkat hampir 50% pada 2040 dan akan berdampak pada negara berkembang (Iqhrammullah et al., 2023). Kanker ginjal disebabkan pertumbuhanselabnormalpadajaringanginjal,membentuktumorlalu menjadikankeryang dapat menyebar ke jaringan dan organ lainnya . Karsinoma sel renal atau RCC merupakan jenis kanker ginjal yang paling umum terjadi pada orang dewasa (Gujarathi et al., 2024). Statin merupakan obat yang dikenal karena berpotensi menghambat produksi kolesterol. Di sisi lain, statin juga dapat digunakan untuk pengobatan neoplastik malignan bersamaan kemoterapi dan radioterapi. Mekanisme obat Statin mengarah pada apoptosis melalui pengaturan siklus sel karena memiliki efek pleiotropik (Tripathi et al., 2024). Pada penelitian ini,liniselACHNdikultur dalammediaDublecco’sModifiedEagleMedium(DMEM)yang mengandung fetal bovine serum (FBS) 10% dan antibiotik penicilin-streptomycin 1% (ATCC). Atorvastatin dan Pravastatin diuji kemampuannya sebagai antikanker melalui uji viabilitas dengan MTS Assay dan uji Reactive Oxygen Species dengan reagen DCFH-DA.

Based on data from the International Agency for Research on Cancer (2023), the global cancer burden continues to rise, with an estimated 19.3 million new cases reported in 2020. It is projected that the number of new cancer cases will increase by nearly 50% by 2040, significantly impacting developing countries (Iqhrammullah et al., 2023). Kidney cancer is caused by the abnormal growth of cells within kidney tissues, forming tumors that can eventually spread to other tissues and organs. Renal cell carcinoma (RCC) is the most common type of kidney cancer in adults (Gujarathi et al., 2024). Statins are drugs known for their potential to inhibit cholesterol production. Additionally, statins have demonstrated efficacy in treating malignant neoplasms when combined with chemotherapy and radiotherapy. The mechanism of statins involves inducing apoptosis by regulating the cell cycle, attributed to their pleiotropic effects (Tripathi et al., 2024). In this study, ACHN cell lines was cultured in Dublecco’s Modified Eagle Medium (DMEM) media containing 10% fetal bovine serum (FBS) and 1% penicillin-streptomycin antibiotics (ATCC). The anticancer potential of Atorvastatin and Pravastatin were evaluated through viability assays using the MTS assay and Reactive Oxygen Species (ROS) testing with the DCFH-DA reagent.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azleen Tsabita Ashil Fauzi
"Penelitian ini mengevaluasi potensi simvastatin sebagai agen antikanker terhadap sel kanker paru-paru A549. Simvastatin, yang umumnya digunakan sebagai obat penurun kolesterol, diuji kemampuannya dalam menghambat viabilitas sel kanker dan meningkatkan spesies oksigen reaktif (ROS) dalam sel A549. Uji MTS digunakan untuk mengukur viabilitas sel dan menentukan nilai IC50, sedangkan uji DCFH-DA digunakan untuk mengukur produksi ROS. Penelitian ini menggunakan variasi konsentrasi simvastatin (25 μM, 50 μM, 100 μM) dan variasi waktu (0 hari, 2 hari, 4 hari, 6 hari). Hasil penelitian menunjukkan bahwa simvastatin
secara signifikan menurunkan viabilitas sel A549 seiring dengan peningkatan konsentrasi dan durasi pengobatan. Konsentrasi 100 μM setelah 144 jam berhasil menghilangkan seluruh viabilitas sel A549. Simvastatin juga menunjukkan aktivitas sitotoksik tertinggi pada konsentrasi 28.07 μM (11.75 μg/mL) setelah 144 jam. Selain itu, simvastatin meningkatkan kadar ROS dalam sel A549, dengan konsentrasi 50 μM selama 96 jam menghasilkan peningkatan ROS tertinggi sebesar 0.34%. Temuan ini menunjukkan bahwa simvastatin berpotensi sebagai agen antikanker yang efektif terhadap sel kanker paru-paru A549.

This study evaluates the potential of simvastatin as an anticancer agent against A549 lung cancer cells. Simvastatin, commonly used as a cholesterol-lowering drug, was tested for its ability to inhibit cancer cell viability and increase reactive oxygen species (ROS) in A549 cells. The MTS assay was utilized to measure cell viability and determine the IC50 value, while the DCFH-DA assay was employed to measure ROS production. The study used varying concentrations of simvastatin (25 μM, 50 μM, 100 μM) and different time points (0 days, 2 days, 4 days, 6 days). The results demonstrated that simvastatin significantly reduced A549 cell viability with increasing concentration and duration of treatment. A concentration of 100 μM after 144 hours eliminated A549 cell viability. Simvastatin also exhibited the highest cytotoxic activity at a concentration of 28.07 μM (11.75 μg/mL) after 144 hours. Furthermore, simvastatin increased ROS levels in A549 cells, with a concentration of 50 μM over 96 hours resulting in the highest ROS increase of 0.34%. These findings indicate that simvastatin has potential as an effective anticancer agent against A549 lung cancer cells."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Zahra Afifah
"Latar belakang: Kanker kolorektal merupakan kanker dengan insidensi tertinggi ketiga di dunia dengan angka mortalitas 880.792 jiwa (Globocan 2018). Saat ini tata laksana kanker kolorektal terbatas pada kemoterapi dan operasi dengan hasil klinis yang buruk. Adapun terapi target yang baru-baru ini dikembangkan ternyata memiliki efek samping yang cukup parah dan indikasinya terbatas. Di sisi lain, protein iNOS ditemukan meningkat pada jaringan yang mengalami inflamasi, termasuk pada kanker kolorektal. Peningkatan ekspresi iNOS dikorelasikan dengan prognosis kanker yang buruk sehingga berpotensi dijadikan sebagai target terapi dalam penanganan kanker kolorektal. Moringa oleifera merupakan tanaman obat yang diketahui khasiatnya sebagai agen antioksidan, antiinflamasi, dan antikanker. Penelitian ini ditujukan untuk menilai pengaruh ekstrak etanol daun Moringa oleifera terhadap ekspresi iNOS sel HT-29.
Metode: Ekstrak etanol daun Moringa oleifera diuji secara in vitro pengaruhnya terhadap ekspresi iNOS sel HT-29. Pengujian dilakukan secara imunositokimia dengan tiga serial konsentrasi ekstrak, yaitu 50, 100, dan 200 ppm, tanpa disertai kontrol. Ekspresi iNOS diukur dengan H-score melalui bantuan aplikasi ImageJ.
Hasil: Ekstrak etanol daun Moringa oleifera menurunkan ekspresi iNOS sel HT-29 pada konsentrasi 200 ppm dengan rerata H-score sebesar 118,67 ± 1,68.
Kesimpulan: Pemberian ekstrak etanol daun Moringa oleifera pada konsentrasi 200 ppm secara signifikan (p < 0,05) dapat menurunkan ekspresi iNOS sel kanker kolorektal HT-29.

Introduction: Colorectal cancer is cancer with the third-highest incidence globally with 880.792 mortality (Globocan 2018). Currently, the management of colorectal cancer is limited to chemotherapy and surgery with poor clinical outcomes. The recently developed targeted therapy has quite severe side effects and has limited indication. On the other hand, the iNOS protein was found to be increased in number in inflamed tissues, including colorectal cancer. Increased iNOS expression is correlated with a poor cancer prognosis so that it has the potential to be used as a therapeutic target in the treatment of colorectal cancer. Moringa oleifera is a medicinal plant known for its properties as an antioxidant, anti-inflammatory, and anticancer agent. This study aimed to assess the effect of Moringa oleifera leaf extract on iNOS expression in HT-29 cells.
Method: Ethanol extract from Moringa oleifera leaf tested in vitro for its effect on iNOS expression in HT-29 cells. The test was carried out through an immunocytochemical procedure with three serial concentrations of the extract, 50, 100, and 200 ppm. iNOS expression was measured by H-score using ImageJ application.
Result: Moringa oleifera leaf extract decreased the iNOS expression of HT-29 cells when given the extract with a concentration of 200 ppm with an average H-score of 118.67 ± 1.68.
Conclusion: The administration of Moringa oleifera leaf extract at a concentration of 200 ppm significantly (p < 0.05) can decrease iNOS expression in HT-29 colorectal cancer cells.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>