Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104420 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maelani Susilowati
"ABSTRAK
Kesulitan keuangan yang dialami oleh pasien dengan kanker yang baru didiagnosis atau sedang menjalani perawatan kanker dapat terjadi. Financial toxicity yang dialami perempuan penyintas kanker sebagai akibat dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan, selama perawatan kanker dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi financial toxicity pada perempuan penyintas kanker. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan teknik pengumpulan sampel menggunakan concecutive sampling. Jumlah sampel sebanyak 160 responden. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisa data dilakukan menggunakan uji Chi-Square dan Regresi Logistik dengan metode Backward Elimination. Hasil analisis bivariat menunjukan faktor yang memengaruhi financial toxicity adalah pendapatan perbulan (p=.012), jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan (p=.031), peran pencari nafkah (p=.051), jenis kanker (p=.000), stadium kanker (p=.014) dan komunikasi antara dokter dan pasien terkait biaya (p=.004). Jenis kanker khususnya kanker payudara yang paling berpengaruh sebesar 16,848 kali (OR= 16,848), mengalami
financial toxicity pada perempuan penyintas kanker.

ABSTRACT
Financial hardships experienced by patients with cancer who have recently been diagnosed or are undergoing cancer treatment can occur. Financial toxicity experienced by women who are cancer survivors as a result of the high costs they have to pay for cancer treatment can affect the patient's quality of life. This study aims to identify factors that can influence financial toxicity in women who survive cancer. The study design was cross-sectional with the sample collection technique using concecutive sampling. The number of samples was 160 respondents. Data collection tools using a questionnaire. Data analysis was performed using the Chi-Square test and Logistic Regression with the
Backward Elimination method. The results of the bivariate analysis showed that the factors that influence financial toxicity are monthly income (p = 012), number of visits to health facilities (p = .031), role of breadwinner (p = .051), type of cancer (p = .000), cancer stage (p = .014) and communication between doctor and patient regarding cost
(p = .004). Types of cancer, especially breast cancer, are the most influential of 16,848 times (OR = 16,848), experiencing financial toxicity in women who survive cancer."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadine Khansa Camilla Maryam Al Ayubi
"Kanker paru merupakan penyakit dengan prevalensi, morbiditas, dan mortalitasnya yang tinggi, dengan beban biaya terkait kanker merupakan salah satu yang tertinggi. Financial toxicity merupakan istilah yang menggambarkan dampak dari tingginya biaya terkait kanker. Beban finansial yang tinggi ini berhubungan dengan kualitas hidup yang rendah, gangguan fungsi sosial, hingga penurunan kepatuhan pengobatan. Oleh karena itu, peneliti ingin mencari tahu mengenai gambaran biaya out-of-pocket dan financial toxicity pasien kanker paru di Indonesia serta faktor yang memengaruhinya. Penelitian dilakukan dengan desain studi cross-sectional di RSUP Persahabatan Jakarta dengan metode wawancara di Poli Onkologi Paru, One Day Care, serta bangsal rawat inap untuk mendapat data sosiodemografis, biaya out-of-pocket, dan kondisi financial toxicity dan data karakteristik klinis dari rekam medis. Skor financial toxicity diukur dengan kuesioner FACIT-COST (Versi 2) versi Bahasa Indonesia. Pasien kanker paru di RSUP Persahabatan Jakarta memiliki rerata biaya out-of-pocket per bulan dengan rentang dari Rp54.166,00 hingga Rp19.749.166,00 dan sebanyak 58,3% dari pasien kanker paru tersebut mengalami toksisitas finansial. Hasil analisis bivariat menunjukan hubungan yang bermakna antara durasi sejak diagnosis (p=0,019), biaya out-of-pocket (p=0,035), dan persentase biaya out-of-pocket per pemasukan (p=0,012) dengan kondisi financial toxicity. Biaya out-of-pocket pasien kanker paru dapat digolongkan sebagai biaya katastrofik dan berpengaruh pada kondisi financial toxicity pasien.

Lung cancer has high prevalence, morbidity, mortality, and is one of the highest costing disease with not all costs are covered by insurance. Financial toxicity describes the impact of the high financial burden of cancer. High financial burden is associated with lower quality of life, impaired social functioning, and lower compliance to treatment. Therefor, researcher wanted to look into the out-of-pocket costs and financial toxicity in lung cancer patients and its associated factors. The study is done cross-sectionally in RSUP Persahabatan Jakarta by interviewing patients in Lung Oncology outpatient clinic, ODC unit, and inpatient wards to get sociodemographic, out-of-pocket cost, and financial toxicity data. Datas on clinical characteristics were obtained from patients’ medical records. Financial toxicity was measured using the Indonesian version of FACIT-COST (Version 2) questionnaire. Lung cancer patients at RSUP Persahabatan’s out-of-pocket cost ranges from Rp54.166,00 to Rp19.749.166,00 and 58,3% of patients reporting financial toxicity. Analysis showed significant associations between duration since diagnosis (p=0,019), out-of-pocket cost (p=0,035), and percentage of out-of-pocket cost per income (p=0,012), and financial toxicity. Out-of-pocket cost of lung cancer patients can be classified as catastrophic cost and is related to financial toxicity. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Syabri Albana
"Tujuan: Untuk mengetahui gambaran tingkat Toksisitas Finansial dan kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga pada pasein kanker yang berobat menggunakan asuransi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Instalasi Radioterapi pada Rumah Sakit pusat rujukan nasional di Indonesia.
Metode: Penelitian deskriptif analitik dengan metode potong lintang, dilakukan wawancara pada pasien kanker yang telah selesai menjalani terapi radiasi dengan menggunakan kuesioner COST-FACIT untuk menilai Toksisitas Finansial, serta pengambilan data demografi, sosial ekonomi, status penyakit, serta pengaruh Toksisitas Finansial terhadap kebutuhan dasar rumah tangga dengan menggunakan formulir dan data sekunder rekam medis.
Hasil: Totat terdapat 105 pasien yang menyelesaikan pengisian kuesioner COST- FACIT. Delapan puluh tiga pasien (79%) mengalami Toksisitas Finansial, dimana 40 pasien (38,1%) mengalami Toksisitas Finansial Grade 1, 41 pasien (39%) Grade 2, dan 2 pasien (1,9%) pasien dengan Grade 3. Pada analisa univariat didapatkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, moda transportasi, indikasi radiasi, status covid, dan overall treatment times menjadi tujuh kategori yang secara signifikan berhubungan dengan Toksisitas Finansial, namun hanya jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang berhubungan signifikan pada analisa Multivariat. Pasien yang mengalami Toksisitas Finansial secara signifikan berhubungan dengan kesulitan dalam pembayaran energi, pembayaran perumahan, dan pembiayaan transportasi.
Kesimpulan: Pasien laki-laki memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami Toksisitas Finansial dibandingkan dengan perempuan, dimana faktor pendidikan yang lebih rendah menjadi faktor yang bersama-sama dengan jenis kelamin menjadi prediktor terhadap nilai COST FACIT dalam menilai Toksisitas Finansial. Pasien- pasien yang mengalami Toksisitas Finansial juga akan mengalami kesulitan dalam mencukupi kebutuhan dasar rumah tangga.

Purpose: To determine the level of Financial Toxicity and the ability to fulfill basic household needs in cancer patients seeking treatment using National Health Insurance (JKN) in Radiotherapy Installations at National Referral Center Hospitals in Indonesia.
Method: Descriptive analytical research using a cross-sectional method, interviews were conducted with cancer patients who had completed radiation therapy using the COST-FACIT questionnaire to assess Financial Toxicity, as well as collecting demographic, socio-economic data, disease status, and the influence of Financial Toxicity on basic needs household using forms and medical records.
Results: A total of 105 patients completed the COST-FACIT questionnaire. Eighty- three patients (79%) experienced Financial Toxicity, of which 40 patients (38.1%) experienced Grade 1 Financial Toxicity, 41 patients (39%) Grade 2, and 2 patients (1.9%) had Grade 3. In the univariate analysis, it was found that gender, education level, income level, mode of transportation, radiation indication, covid status, and overall treatment times were seven categories that were significantly related to Financial Toxicity, but only gender and education level were significantly related in the Multivariate analysis. . Patients experiencing Financial Toxicity were significantly associated with difficulties with energy payments, housing payments, and transportation financing.
Conclusion: Male patients have a higher risk of experiencing Financial Toxicity compared to women, where lower education is a factor that together with gender is a predictor of the COST FACIT value in assessing Financial Toxicity. Patients who experience Financial Toxicity will also experience difficulty in meeting basic household needs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini Hanifiah
"Latar belakang: Tingginya prevalensi kejadian kekambuhan kanker nasofaring (KNF) di negara dengan insidensi tinggi merupakan tantangan utama bagi klinisi dalam penganganan KNF kambuh karena angka mortalitasnya yang tinggi. Penilaian faktor-faktor untuk memprediksi kejadian kekambuhan KNF penting untuk diketahui agar bisa memprediksikan lebih awal dan memberikan strategi penanganan yang tepat bagi pasien KNF.
Tujuan: Mengetahui prevalensi, disease-free survival 60 bulan, dan faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya kekambuhan kanker nasofaring.
Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan terhadap 350 subjek yang didiagnosis KNF dan dinyatakan remisi dari tahun 2015-2019 dan diamati selama 60 bulan setelah remisi. Dilakukan analisis bivariat antara usia, jenis kelamin, ukuran tumor, keterlibatan kelenjar getah bening, hasil histopatologi, komorbid, dan terapi definitif menggunakan cox regression dan dilakukan analisis kesintasan dengan Kaplan Meier. Analisis multivariat menggunakan cox regression.
Hasil: Dari 350 subjek, didapatkan 127 (36,3%) mengalami KNF kambuh selama 60 bulan dengan median kesintasan adalah 25 bulan. Faktor-faktor prediktor yang berperan terhadap kejadian kekambuhan kanker nasofaring adalah jenis histopatologi, ukuran tumor, dan keterlibatan KGB dengan masing-masing HR 5,561 (2,324 — 13,305, p<0,001), 2,17 (1,00 — 4,69, p=0,049) dan HR 3,82 (1,99 — 7,29, p<0,001) berturut-turut.
Kesimpulan: Prevalensi kekambuhan KNF di studi ini termasuk tinggi dan faktor-faktor yang berperan penting sebagai prediktor kekambuhan KNF yaitu jenis histopatologi, ukuran tumor dan keterlibatan KGB.

Background: The high prevalence of recurrent nasopharyngeal cancer (NPC) in high incidence countries is major problem of recurrent NPC management due to its high mortality rate. Analysis of the predicting factors to recurrent NPC has an important role to improve treatment outcome.
Objective: To identify the prevalence, 60-month disease-free survival, and predictive of recurrent of nasopharyngeal cancer.
Methods: A retrospective cohort study was conducted on 350 subjects diagnosed with NPC and observed for 60 months after remission. Bivariate analysis of age, gender, tumor size, lymph node involvement, histopathological type, comorbidities, and definitive therapy was performed using the cox regression and survival analysis using Kaplan Meier. Multivariate analysis was performed using cox regression.
Results: Of the 350 subjects, 127 (36,3%) experienced recurrent NPC within 60 months with a median survival of 25 months. The predictive factors that played a role in the recurrent nasopharyngeal cancer were histopathological type, tumor size, and lymph node involvement with HR 5,561 (2,324 — 13,305, p<0,001), 2,17 (1,00 — 4,69, p=0,049) dan HR 3,82 (1,99 - 7,29, p<0,001) respectively.
Conclusion: The prevalence of recurrent NPC in this study is relatively and the important factors as predictors of recurrent NPC are histopathological type, tumor size and lymph node involvement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vitria Dwi Astuti
"Studi ini bertujuan untuk mempelajari faktor-faktor yang memengaruhi keputusan berwirausaha perempuan umur produktif 15-64 tahun di Indonesia dengan menggunakan data Susenas 2013. Hasil regresi logit biner menunjukkan bahwa karakteristik individu, yaitu umur, upah, pendidikan, status dalam rumah tangga, status kawin dan status kesehatan berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan berwirausaha perempuan. Variabel lainnya yang merupakan karakteristik rumah tangga, yaitu keberadaan anak umur 0-6 tahun, keberadaan anak umur 7-14 tahun, keberadaan pembantu rumah tangga, keberadaan anggota rumah tangga dewasa lain, kepemilikan rumah, keberadaan anggota rumah tangga yang menerima kredit usaha dan daerah tempat tinggal juga berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan berwirausaha perempuan.

This study is aimed to analyze the factors influencing women's decisions to be self-employed in their productive age in Indonesia by using the Susenas 2013. The results of binary logistic regression show that age, wage, education, head of household status, marital status, and health status significantly affect women's decision to be self-employed. Household characteristics variables such as presence of children age 0-6 years, presence of children age 7-14 years, presence of maid(s), other adult household member(s), home ownership, loan recipient status, and area of residence significantly affect women's decisions to be self employment."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stevanus Agus Rahardjo
"Deteksi dini kanker payudara sangat penting dilakukan bagi wanita berisiko, khususnya Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Pemeriksaan ini secara rutin dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan atau benjolan sejak awal. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi deteksi dini kanker payudara pada wanita berisiko kanker payudara. Desain yang digunakan Crossectional dengan 135 responden yang teknik concecutive sampling. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tanda dan gejala, pengetahuan deteksi dini, pendidikan, riwayat operasi, dimana faktor yang dominan yaitu variabel pengetahuan tanda dan gejala (p< 0,05;OR=0.095 C.I: 0.013-0,687). Faktor-faktor tersebut dapat dijadiakan salah satu eviden base dalam mengidentifikasi masalah dalam usaha mencegah terjadinya kanker payudara pada wanita berisiko kanker payudara.

Early detection for breast cancer is very important for the high-risk women especially Self Breast Examination (BSE). This examination is done routinely detects the unusual changes or lumps. This research aims to identify the factors influencing early detection of breast cancer in women at risk for breast cancer. Cross sectional design to 135 respondents that were selected by consecutive sampling. The results show that there is significant correlation between the knowledge about signs and symptoms, knowledge about early detection, knowledge about surgery records by which the dominant factor is the knowledge about signs and symptoms (p< 0,05;OR=0.095 C.I: 0.013-0,687). These factors can be presented as an evidence base in identifying problems in an effort to prevent breast cancer in high-risk women for breast cancer.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
T52587
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Larangga Gempa Benbella
"ABSTRAK
atar Belakang. Kanker kepala dan leher (KKL) merupakan kanker peringkat ke 6 di Dunia. Mayoritas pasien KKL datang ke Rumah Sakit pada stadium lokal lanjut. Progression Free Survival (PFS) merupakan luaran yang baik untuk mengevaluasi keberhasilan suatu terapi pada kasus tumor padat. Peneliti memilih PFS 2 tahun pada kanker kepala dan leher untuk diteliti karena kurun waktu 2 tahun merupakan waktu biologis untuk suatu tumor padat dapat berkembang kembali. Penelitian dilakukan karena perbedaan jenis kanker kepala leher di Indonesia dibandingkan dengan negara Eropa dan Amerika.
Tujuan. Mengetahui mortalitas 2 tahun pasien KKL serta PFS 2 tahun pasien KKL serta faktor-faktor yang Memengaruhi.
Metode Studi dengan desain kohort retrospektif yang meneliti 216 pasien KKL stadium lokal lanjut yang menjalani kemoradiasi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam rentang waktu Januari 2015 sampai Desember 2017. Data diambil melalui rekam medis. Data laboratorium yang diambil memiliki rentang waktu 2-4 minggu sebelum dan 2-4 minggu setelah kemoradiasi. Jika ada data yang kurang seperti durasi ikan asin dan riwayat merokok dikonfirmasi melalui media telepon. Pada penelitian ini tidak melihat proses pembuatan ikan asin dan jumlah ikan asin yang dikonsumsi. Penelitian ini tidak meneliti HPV maupun EBV. Pengamatan PFS dimulai dari hari pertama kemoradiasi sampai terjadinya event berupa progresi atau kematian dalam kurun waktu 2 tahun. Data PFS dicatat dalam 2 kelompok PFS ≤ 2 tahun dan >2 tahun. Analisis bivariat menggunakan uji Kai Kuadrat, variabel-variabel yang bermakna akan diuji lebih lanjut dengan menggunakan uji regresi logistik.
Hasil. Penelitian ini mendapatkan 216 pasien yang menjalani kemoradiasi pertama kali di RSCM. Terdapat 103 (47,69%) pasien yang meninggal dalam 2 tahun pasca pengobatan. Sedangkan terdapat 108 (50%) pasien yang mengalami PFS 2 tahun. Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan bahwa merokok (p=0,024), kadar hemoglobin < 12 g/dl (p=0,008), ECOG (p=0,017), serta respons terapi (p=0,006) memengaruhi PFS 2 tahun pasien KKL.
Kesimpulan. Proporsi kematian dalam 2 tahun di RSCM masih cukup tinggi (47,69%), dengan PFS 2 tahun mencapai 50%. Kebiasaan merokok, kadar hemoglobin, ECOG serta respons terapi memengaruhi PFS 2 tahun pasien KKL.

ABSTRACT
Background. Head and neck cancer (HNC) is the 6th cancer in the world. The majority of HNC patients come to the hospital at the locally advanced stage. Progression Free Survival (PFS) is a good outcome for evaluating the success of therapy in solid tumor cases. Researchers chose a 2-year PFS in head and neck cancer to study because within 2-year period is the biological time for a solid tumor to progress again. The study was conducted because of differences in the types of head and neck cancer in Indonesia compared to European and American countries.
Aim. Knowing the mortality of HNC patients and 2 years PFS of HNC patients as well as the factors that influenced.
Method. A retrospective cohort study design that examined 216 locally advanced HNC patients who underwent chemoradiation at Cipto Mangunkusumo Hospital in the period of January 2015 to December 2017. Data retrieved through medical records. Laboratory data taken 2-4 weeks prior and 2-4 weeks after chemoradiation. If there is insufficient data such as the duration of salted fish and smoking history it is confirmed through telephone. this study did not see the process of making salted fish and the amount of salted fish consumed. This study did not examine HPV or EBV. PFS observation starts from the first day of chemoradiation until the event occurs in the form of a progression or death within 2 years. PFS data are recorded in 2 PFS groups ≤ 2 years and> 2 years. Bivariate analysis using the Chi Square test, if these requirements are not met, the researcher uses the Fischer-exact test. Variables will be further tested using multivariat logistic regression tests.
Results. This study found 216 patients who underwent chemoradiation for the first time at RSCM. There were 103 (47.69%) patients who died within 2 years after treatment. Whereas there were 108 (50%) patients who had PFS 2 years. Based on the results of multivariate analysis, it was found that smoking (p = 0.024), hemoglobin level <12 g / dl (p = 0.008), ECOG (p = 0.017), and therapeutic response (p = 0.006) affected PFS 2 years.
Conclusion. The proportion of mortality within 2 years in RSCM is still quite high (47.69%), with a 2-years PFS reaching 50%. Smoking, hemoglobin levels, ECOG and therapeutic response affect the 2-year PFS of patients."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ekky Millening Tyas
"Diperkirakan 45 juta prosedur operasi dibutuhkan setiap tahunnya di seluruh dunia, namun kurang dari 25% pasien kanker memiliki akses operasi yang aman, terjangkau, dan tepat waktu. Lambatnya penanganan akan menurunkan kualitas hidup dan ketahanan hidup pasien kanker. Penelitian ini mengidentifikasi faktor faktor yang memengaruhi waktu tunggu di berbagai negara menggunakan metode scoping review pada empat online database yaitu Semantic Scholar, PubMed, Science Direct, dan Google Scholar dengan hasil studi terinklusi adalah 12 studi. Studi terinklusi berasal dari Negara Indonesia, Kolumbia, Kanada, Amerika Serikat, Jerman, Swedia, dan Italia dengan metode penelitian kuantitatif atau mix-methods (kuantitatif dan kualitatif) yang terpublikasi di tahun 2019 sampai tahun 2022. Secara keseluruhan, waktu tunggu rata- rata pelayanan operasi pada pasien kanker di beberapa negara adalah sekitar 25 hari sampai 70 hari, dan pada kondisi khusus seperti pandemi COVID-19 waktu tunggu cenderung mengalami kenaikan sampai dengan sembilan bulan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi waktu tunggu dan dipetakan dalam 6 kategori, yaitu sosiodemografi, kondisi pasien, riwayat pengobatan, sumberdaya dan fasilitas pelayanan kesehatan, periode pelayanan, dan jenis jaminan kesehatan. Sebagian besar studi menunjukkan waktu tunggu yang lebih lama, sehingga dibutuhkan peran serta pemerintah, fasilitas pelayanan kesehatan, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pelayanan kanker dengan memerhatikan waktu waktu tunggu pelayanan operasi bagi pasien kanker

An estimated 45 million surgical procedures are needed annually worldwide, yet less than 25% of cancer patients have access to safe, affordable and timely surgeries. Slow treatment will reduce the quality of life and survival of cancer patients. This study identified factors that affect waiting times in various countries using the scoping review method on four online databases, namely Semantic Scholar, PubMed, Science Direct, and Google Scholar with the results of the study included 12 studies. The most inclusive studies came from Indonesia, Colombia, Canada, the United States, Germany, Sweden, and Italy with quantitative research methods (quantitative and qualitative) published from 2019 to 2022. Overall, the average waiting time for surgical services for cancer patients in some countries is around 25 days to 70 days, and in special conditions such as the COVID-19 pandemic, waiting times tend to increase by up to nine months. There are several factors that affect waiting time and are mapped into 6 categories, namely sociodemography, patient condition, medical history, health service resources and facilities, service period, and type of health insurance. Most of the studies show longer wait times, so it takes the participation of the government, health care facilities, and the public to improve the quality of cancer services by paying attention to the appropriate surgical waiting time for cancer patients."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Laresi Indah Sonata BR
"Latar belakang: Salah satu masalah perempuan dengan epilepsi (PDE) saat ini adalah infertilitas. Prevalensinya sendiri mencapai sepertiga dari PDE. Penelitian ini bertujuan untuk mengentahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kejadian infertilitas, khususnya pada populasi PDE di RS Cipto Manungkusumo (RSCM).
Metode Penelitian: Studi potong lintang pada pasien PDE rawat jalan di poli epilepsi, dilakukan telusur rekam mendis dan pengisian kuesioner. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Square dan Mann Whitney, dilanjutkan dengan analisis multivariat regresi logistik.
Hasil: Prevalensi PDE yang mengalami infertilitas di RSCM ada 51,1% dengan usia rata-rata 35,57 ± 5,53 tahun. Disfungsi seksual (p=0,020), gangguan orgasme (p=0,042) dan gangguan nyeri seksual (p=0,005) berhubungan dengan kejadian infertilitas pada PDE. Pada analisis multivariat regresi logistik, tidak didapatkan adanya faktor independen yang memengaruhi kejadian infertilitas pada PDE.
Kesimpulan: Prevalensi infertilitas pada PDE di RSCM cukup besar yakni 51,1%. Faktor yang memengaruhinya adalah disfungsi seksual, gangguan orgasme dan nyeri seksual. Oleh karena itu, penting bagi klinis untuk mendeteksi dini faktor-faktor tersebut pada PDE untuk mencegah dampak lebih lanjut yang dapat ditimbulkan.

Background: Infertility is one of the issues facing women with epilepsy (WWE) today. Its prevalence alone reaches one-third of WWE. The purpose of this study is ti determine what variables affect the prevalence of infertility, particularly in the group of WWE at Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM)
Method: Outpatient WWE at epilepsy clinic were the subject of this cross-sectional study. A questionnaire was completed and medical records were searched. Chi square and Mann Whitney tests were employed in bivariate analysis before multivariate logistic regression analysis.
Results: In our study, the prevalence of WWE with infertility is 51,1%, and their average age is 35,57 ± 5,53 years old. Sexual dysfunction, orgasmic disorders and sexual pain disorders are associated with infertility in WWE. There were no independent factors affecting the infertility in WWE in multivariate logistic regression study.
Conclusion: 51,1% of WWE at RSCM are infertile, which is a significant prevalence. Sexual dysfunction, orgasmic disorders, and sexual pain are all factors that might affect it. In order to limit any negative effects such as infertility, it is crucial for clinicians to detect these factors early in WWE.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Suherman
"Kanker serviks menjadi salah satu penyebab kematian pada perempuan di seluruh dunia,
angka kesakitan dan angka kematian di seluruh dunia terus meningkat. Penyakit ini dapat
disembuhkan jika terdeteksi sejak awal. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit tersebut dengan cara meningkatkan pengetahun, sikap dan praktik
pencegahan kanker serviks. Di Kota Sukabumi belum pernah dilakukan studi tentang
kanker serviks tetapi faktor risiko tinggi kanker serviks seperti infeksi menular seksual
sangat tinggi angka kejadiannya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor
demografi yang memengaruhi pengetahuan, sikap dan praktik pencegahan kanker
serviks. Metode penelitian ini menggunakan cross sectional survey dengan stratified
random sampling. Penelitian ini dilakukan pada perempuan usia reproduktif sebanyak
357 responden. Alat ukur menggunakan kuesioner yang telah di uji validitas dan uji
reliabilitas pada kuesioner pengetahuan sikap dan praktik dengan hasil uji reliabilitas:
0,801; 0,891;885. Hasil faktor karakteristik yang paling memengaruhi pengetahuan dan
sikap adalah riwayat menikah. Sedangkan yang paling memengaruhi praktik adalah
pekerjaan. Direkomendasikan untuk membuat program edukasi untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan praktik pencegahan kanker serviks dengan strategi program yang
mudah serta murah untuk dilaksanakan.

Cervical cancer is one of the leading causes of death in women worldwide, the rate of
morbidity and mortality worldwide continues to increase. This disease can be cured if
detected early on. Efforts can be made to prevent the occurrence of the disease by
increasing knowledge, attitude and practice of cervical cancer prevention. In the city of
Sukabumi has never done a study of cervical cancer but high risk factors of cervical
cancer such as sexually transmitted infections is very high incidence. The purpose of this
study was to determine the demographic factors that influence knowledge, attitude and
practice of cervical cancer prevention. This research method used cross sectional survey
with stratified random sampling. This study was conducted on women of reproductive
age as many as 357 respondents. Measuring tool using questionnaires that have been
tested the validity and reliability test on the questionnaire attitude and practice knowledge
with reliability test results: 0.801; 0.891; 885. The result of characteristic factors that most
influence knowledge and attitude is married history. While the most influencing practice
is work. It is recommended to make educational program to improve knowledge, attitude
and practice of cervical cancer prevention with easy and cheap program strategy to be
implemented.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T50365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>