Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160958 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ika Fitriana
"ABSTRAK
Latar belakang: Perawatan-kembali 30 hari merupakan salah satu parameter penting yang berhubungan dengan biaya kesehatan tinggi dan outcome yang buruk, namun hal ini berpotensi dicegah. Usia lanjut merupakan kelompok yang rentan mengalami perawatan dengan karakteristik khusus yang dapat dinilai dengan pengkajian paripurna pasien geriatri (P3G). Beberapa penelitian menunjukkan komponen P3G merupakan faktor prognostik perawatan-kembali pada pasien usia lanjut sehingga dapat digunakan sebagai model prediksi perawatan-kembali 30 hari pada populasi ini. Belum ada penelitian prospektif yang khusus menilai komponen P3G sebagai model prediksi perawatan-kembali 30 hari.
Tujuan: Mengembangkan model prediksi perawatan-kembali 30 hari pada pasien usia lanjut yang dirawat di bangsal medik RS Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian adalah studi kohort prospektif pada 263 subjek usia >60 tahun yang diikuti hingga 30 hari pasca rawat. Data demografis dan komponen P3G dikumpulkan melalui wawancara dan rekam medik saat perawatan. Analisis kesintasan secara bivariat dan multivariat berjenjang dilakukan untuk mendapatkan hazard ratio. Dikembangkan suatu model prediksi dan persamaan fungsi hazard untuk memprediksi risiko perawatan-kembali 30 hari pasca rawat. Komponen P3G yang diukur adalah skor FRAIL (fatigue, resistance, ambulance, illness, loss of weight), Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15), Mini nutrition Assessment short form (MNA-SF), Activity Daily Living (ADL)-Barthelindex, Cumulative illness rating scale-geriatric (CIRS-G), Zarits-4 item screening test, uji Mini Cog, dan polifarmasi.
Hasil: Status nutrisi dan status depresi berhubungan secara signifikan dengan perawatan-kembali 30 hari dengan HR 2,368 (IK95%: 1,412-3,972, p=0,001) dan HR 1,627 (IK95%: 1,080-2,450, p=0,02), berurutan. Model prediksi menggunakan dua komponen tersebut memiliki AUC 0,663, Hosmer Lemeshow Goodness-of fit test 0,48, p<0,005. Probabilitas perawatan kembali 30 hari pada subjek dengan gangguan nutrisi dan depresi menggunakan persamaan fungsi Hazard adalah 79%.
Simpulan: Status nutrisi dan status depresi memiliki hubungan signifikan dengan perawatan-kembali 30 hari. Model prediksi perawatan-kembali 30 hari yang menggunakan komponen ini memiliki tingkat diskriminasi tidak terlalu baik dengan performa yang baik, namun dapat dihitung menggunakan suatu persamaan cox proportional Hazard.

ABSTRACT
associated with high costs and poor outcomes for hospitalized elderly patients. This population are vulnerable for hospital admission due to aging-related characteristics which can be assessed by comprehensive geriatrics assessment (CGA). Several studies have shown that CGA components were related to 30-day readmissions in elderly patients, on the contrary, only few studies consider these components as predictive score.
Objective: To develop a prediction model for 30 days unplanned readmission in elderly patients who are treated in medical ward of Cipto Mangunkusumo Hospital.
Methods: A prospective observational study followed 312 subjects aged >60 years old from admission to 30 days after discharge. Demographic data and CGA components were compeleted through interviews and medical records. Bivariate followed by stepwise multivariate survival analysis was used. Then, a prediction score and a hazard functional equation were developed to predict the risk of 30 days unplanned readmission. The CGA components measured were FRAIL score (fatigue, resistance, ambulance, illness, loss of weight), Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15), Mini nutrition Assessment short form (MNA-SF), Activity Daily Living (ADL)-Barthel index, Cumulative illness rating scale-geriatric (CIRS-G), Zarits-4 item screening test, Mini Cog test, and polypharmacy.
Results: Nutritional and depression status were significantly related to 30-day unplanned readmission with HR 2,368 (CI95%: 1,412-3,972, p=0,001) and HR 1,627 (CI95%: 1,080-2,450, p=0,02), respectively. Prediction model using these two components had AUC 0,663, Hosmer Lemeshow Goodness-of-fit test 0,48, p<0.005. Probability for readmission in a patient with nutritional and depression problem on the 30th days after discharge using functional hazard equation was 79%.
Conclusion: Nutritional and depression status have significant relationship with 30-day unplanned readmision. The prediction model had moderate level of discrimination but good calibration. Also, a cox proportional hazard equation can be calculated as an alternative. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sidabutar, Juniara Salomo
"Latar Belakang: Gangguan ginjal akut sering terjadi pada penderita sirosis hati dan berhubungan dengan meningkatnya mortalitas. Model prediksi terjadinya gangguan ginjal akut yang dapat dihitung saat masuk perawatan diharapkan dapat mnemukan pasien yang memiliki resiko dehingga dapat dilakukan upaya mencegah terjadinya gangguan ginjal akut.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara perdarahan saluran cerna, riwayat parasintesis besar, skor MELD, sepsis, peritonitis bakterial spontan, kadar albumin serum, kadar hemoglobin dan rasio netrofil terhadap limfosit dengan terjadinya gangguan ginjal akut pada pasien sirosis hati dan membuat suatu model prediksi terjadinya gangguan ginjal akut pada pasien sirosis hati.
Metode: : Analisis data dilakukan terhadap 209 pasien sirosis hari yang dirawat inap di RSUPN Cipto Mangunkusumo dari tanggal 1 January 2019 hingga 31 December 2019. Gangguan ginjal akut didefenisikan dengan terjadinya peningkatan kadar kreatinin serum ≥ 0.3 mg/dL dalam 48 perawatan.
Hasil: Terdapat 45 pasien (21,5%) mengalami gangguan ginjal akut.. rasio netrofil terhadap limfosit (p<0.001), skor MELD (p<0.001) and kadar albumin serum (p<0.001) berhubungan dengan terjadinya gangguan ginjal akut. Rasio netrofil limfosi lebih dari 8 (nilai prediksi 2), kadar bilirubin total serum lebih dari 1,9 (nilai prediksi 2) dan kadar albumin serum kurang dari 3(nilai prediksi 1) merupakan nilai batas untuk prediksi. Skor prediksi ≥4 dapat menjadi prediktor terjadinya gangguan ginjal akut pada pasien sirosis hati dengan sensitifitas 97,3%.
Simpulan: Rasio netrofil terhadap limfosit, skor MELD, kadar albumin serum berhubungan dengan terjadinya gangguan ginjal akut pada penderita sirosis hati yang dirawat inap.Suatu sistem skor dengan menggunakan rasio netrofil terhadap limfosit, kadar bilirubin total serum dan kadar albumin serum merupakan prediktor yang dapat digunakan untuk prediksi terjadinya gangguan ginjal akut ini.

Background : Development of acute kidney injury (AKI) is common and is associated with poor outcomes. A risk prediction score combining values easily measured at admission could be valuable to stratify patients for prevention, monitoring and early intervention, ultimately improving patient care and outcomes.
Objective: This study aimed to determine association of gastrointestinal bleeding history, large paracentesis history, MELD score, sepsis, spontaneous bacterial peritonitis, serum albumin level, hemoglobin level and netrophyl lymphocyte ratio for development of acute kidney injury in cirrhosis patients and to know the prediction score for the development of AKI in hospitalized cirrhosis patients
Methods: A cross-examined the data from a retrospective analysis of 209 patients with cirrhosis admitted to the Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2019 to December 2019. AKI was defined as an increase in serum creatinine ≥0.3 mg/dL within 48 hours from baseline. A receiver operating characteristic (ROC) curve was produced to assess the discriminative ability of the variables. Cutoff values were defined as those with highest validity. The final AKI risk score model was assessed using the ROC curve.
Results: A total of 45 patients (21,5%) developed AKI. Higher NLR (p<0.001), Model of End-stage Liver Disease (MELD) (p<0.001) and lower serum albumin level (p<0.001) were independently associated with AKI. Finding the prediction score of acute kidney injury, cut off values with the highest validity for predicting AKI were determined and defined as 8 for the neutrophil lymphocyte ratio, 1,9 for total bilirubine serum and 3 for serum albumin level. The risk score was created allowing 2 points if the netrophyl lymphocyte ratio is higher than 8, 2 point if the serum total bilirubine is higher than 1,9 and 1 point if the serum albumin is lower than 3. The AUROC curve of the risk prediction score for AKI was 0.842. A risk score of ≥4 points predicts AKI in cirrhotic patients with a sensitivity of 97,3%.
Conclusions: The netrophyl lymphocyte ratio, MELD score and albumin level are associated with the development of AKI in hospitalized cirrhosis patients. A score combining netrophyl lymphocyte ratio, serum bilirubin and albumin level demonstrated a strong discriminative ability to predict AKI in hospitalized cirrhotic patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Levi
"Latar Belakang
Gangguan jiwa, terutama di Indonesia, memerlukan perhatian khusus karena tingginya angka pasien rawat inap dengan kondisi seperti skizofrenia, depresi, dan bipolar. Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM), sebagai pusat rujukan, menghadapi tingkat readmisi yang signifikan, mendorong perlunya pemahaman mendalam mengenai profil risiko pasien untuk meningkatkan manajemen dan layanan kesehatan jiwa di Indonesia.
Metode
Penelitian menggunakan data rekam medis pasien dewasa dengan skizofrenia, bipolar, atau depresi mayor yang mengalami readmisi dalam 30 hari setelah pulang dari perawatan di RSCM pada tahun 2022. Metode analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk menganalisis data sekunder tersebut menggunakan SPSS, dengan presentasi data dalam bentuk tabel dan naratif.
Hasil
Dari 258 pasien psikiatri, 19 (7,34%) mengalami readmisi dalam 30 hari pasca pulang. Profil risiko pasien meliputi rentang usia 19-40 tahun, mayoritas perempuan (63.2%), pendidikan tinggi (89.5%), tidak menikah (78.9%), tidak bekerja (78.9%), dan tinggal di perkotaan (100%). Mayoritas menderita skizofrenia (52.6%), tidak memiliki komorbid (73%), menggunakan BPJS (84.2%), tinggal bersama keluarga (89.5%), dan sebelumnya dirawat 1-5 kali (63.2%). Pasca pulang, sebagian tidak patuh dalam pengobatan (57.9%), memiliki upaya bunuh diri (84.2%), dan menggunakan rawat jalan psikiatri (94.7%).
Kesimpulan
Readmisi 30 hari pasca pulang di RSCM tahun 2022 masih tergolong tinggi jika dibandingkan data secara global, tetapi mengalami penurunan jika dibandingkan dengan data RSCM tahun 2018. Profil risiko pasien dari aspek sosiodemografi, klinis, serta pasca pulang tetap harus diperhatikan untuk dapat mengurangi angka readmisi serta meningkatkan kualitas pelayanan psikiatri di RSCM.

Introduction
Mental disorders, particularly in Indonesia, demand special attention due to the high number of inpatients with conditions like schizophrenia, depression, and bipolar disorder. Cipto Mangunkusumo National General Hospital (RSCM), as a referral center, faces significant readmission rates, underscoring the need for a deep understanding of patient risk profiles to enhance mental healthcare management and services in Indonesia.
Method
The study utilized secondary data from adult patients diagnosed with schizophrenia, bipolar disorder, or major depression who experienced readmission within 30 days after discharge from RSCM in 2022. Quantitative descriptive analysis through SPSS was employed to analyze the data, presented in tabular and narrative forms.
Results
Out of 258 psychiatric patients, 19 (7.34%) experienced readmission within 30 days post-discharge. Patient risk profiles included an age range of 19-40 years, mostly females (63.2%), higher education levels (89.5%), unmarried (78.9%), unemployed (78.9%), and residing in urban areas (100%). Majority were diagnosed with schizophrenia (52.6%), had no comorbidities (73%), utilized BPJS (84.2%), lived with family (89.5%), and had been previously hospitalized 1-5 times (63.2%). Post-discharge, some were non-adherent to treatment (57.9%), exhibited suicidal tendencies (84.2%), and utilized outpatient psychiatric care (94.7%).
Conclusion
Thirty-day readmission at RSCM in 2022 remains relatively high compared to global data, but has seen a decrease when compared to RSCM data in 2018. Patient risk profiles in terms of sociodemographic, clinical, and post-discharge aspects must continue to be considered to reduce readmission rates and enhance the quality of psychiatric care at RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria
"Latar Belakang: Secara global, jumlah penduduk usia lanjut terus meningkat yang diiringi dengan jumlah pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan juga meningkat. Pasien usia lanjut memerlukan perhatian khusus dalam persiapan, saat pembedahan dan pasca pembedahan karena kemunduran sistem fisiologis dan farmakologi sehingga lebih berisiko mengalami komplikasi.
Tujuan: Mendapatkan angka mortalitas, model prediksi, serta performa model prediksi pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan elektif di RSCM. Metode: Penelitian menggunakan desain kohort retrospektif dengan metode sampling konsekutif. Data sekunder rekam medis pasien usia lanjut yang menjalani pembedahan elektif di RSCM periode Januari 2015-Desember 2017 dianalisis dengan program statistik SPSS Statistics 20.0 untuk analisis univariat, bivariat, multivariat, Receiving Characteristics Operator (ROC), dan analisis bootstrapping pada uji kalibrasi Hosmer-Lemeshow.
Hasil: Terdapat 747 subjek penelitian yang dianalisis untuk mendapatkan angka mortalitas dan prediktor yang bermakna untuk disertakan sebagai komponen sistem skor. Sebanyak 108 (14,5%) pasien meninggal pascabedah. Variabel status fungsional, komorbiditas, kadar albumin serum preoperatif, jenis pembedahan, dan status fisik ASA merupakan variabel yang secara statistik independen berhubungan dengan mortalitas. Sistem skor yang dibuat memiliki nilai AUC = 0,900 (KI 95% 0,873-0,927). Kalibrasi sistem skor baik dengan nilai p>0,05. Hasil ini konsisten setelah dilakukan bootstrapping.
Kesimpulan : Angka mortalitas pasien geriatri yang menjalani pembedahan elektif adalah 14,5%. Prediktor dan komponen skor prediksi mortalitas pembedahan elektif pada pasien usia lanjut yaitu status fungsional, komorbiditas, kadar albumin serum preoperatif, jenis pembedahan, dan kategori ASA. Model prediksi memiliki kualitas kalibrasi dan diskriminasi yang baik dan kuat.

Background: Globally, the number of elderly population continues to grow. It is accompanied by the increasing number of older people undergoing surgery. Elderly patients need certain care in preoperative, intraoperative,and postoperative phase since they are more likely to develop postoperative complication due to physiological and pharmacological deterioration. Aim: To get mortality rate, predictive model, and the performance of predictive model in elderly patients undergoing elective surgery in RSCM.
Methods: This study is a retrospective cohort study with consecutive sampling method. Secondary data from patients' medical record who underwent elective surgery from January 2015-December 2017 is analysed using SPSS Statistics 20.0 for univariate, bivariate, multivariate, and Receiving Operator Characteristics (ROC) and SPSS Statistics 20.0 for bootstrapping analysis in Hosmer-Lemeshow calibration test.
Results: All 747 subjects are analysed to get mortality rate and predictor variables that
are statiscally significant included as scoring system components. A hundred eight patients (14.5%) died within thirty days after surgery. Functional status, comorbidities, preoperative serum albumin level, type of surgery, and ASA physical status are independently associated with mortality. A scoring system composed of above predictors has an AUC value at 0.900 (95% CI 0.873-0.927). This scoring system shows good calibration with p>0,05 and this result is consistent even after bootstrapping analysis.
Conclusion: The mortality rate of elderly patients undergoing elective surgery in RSCM is 14.5%. Scoring system for predicting mortality in elderly patients undergoing elective surgery consist of functional status, comorbidities, preoperative serum albumin
levels, type of surgery and ASA physical status. The predictive model shows good calibration and strong discrimination."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noto Dwimartutie
"ABSTRAK
Latar Belakang. Mortalitas usia lanjut yang dirawat cukup tinggi. Belum ada model prediksi mortalitas 30 hari pasien usia lanjut yang dirawat di ruang rawat akut geriatri menggunakan domain P3G. Tujuan. Mendapatkan dan menentukan performa model prediksi mortalitas 30 hari pasien usia lanjut di rawat di ruang rawat akut geriatri menggunakan domain P3G.
Metode. Penelitian dengan desain kohort retrospektif menggunakan status rekam medik pasien usia lanjut (> 60 tahun) yang dirawat di ruang rawat akut (RRA) geriatri RSCM dalam dalam kurun waktu Januari 2011 ? Desember 2013. Prediktor yang dianalisis yaitu usia, jenis kelamin, sindrom delirium akut, komorbiditas (CIRS-G), kadar albumin, status fungsional (ADL Barthel), status kognitif, status psikoafektif, dan status nutrisi (MNA). Analisis multivariat dengan cox regression untuk mendapatkan Hazzard Ratio (HR) dilakukan pada prediktor yang bermakna. Model prediksi didapatkan dari prediktor yang bermakna pada analisis multivariat. Kemampuan kalibrasi model prediksi ditentukan dengan uji Hosmer Lameshow dan kemampuan diskriminasinya ditentukan dengan menghitung AUC dari kurva ROC.
Hasil. Terdapat 530 subjek penelitian dengan rerata usia 70,27 (SB 6,9) tahun. Mortalitas 30 hari didapatkan sebesar 28,1%. Analisis multivariat mendapatkan sindrom delirium akut (HR 4,11 ; IK95% 1,83-9,11), kadar albumin < 3 g/dl (HR 2,18 ; IK95% 1,23-3,85), ADL Barthel < 9 (HR 2,21 ; IK95% 1,23-3,85), dan malnutrisi (MNA < 17) (HR 1,77 ; IK95% 1,19-2,63) sebagai prediktor dalam model prediksi. Model prediksi berdasarkan jumlah skor dari sindrom delirium akut (skor 2,5), kadar albumin < 3 g/dl (skor 1,5), ADL Barthel < 9 (skor 1), dan malnutrisi (skor 1). Stratifikasi mortalitas menjadi kelompok risiko rendah (skor < 2; 4,4%), risiko sedang (skor 2-4; 24,8%), dan risiko tinggi (skor > 4; 64,3%). Uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan presisi yang baik (p=0,409) dan AUC menunjukkan kemampuan diskriminasi yang baik [0,84 (95%CI 0,81-0,88)].
Kesimpulan. Model prediksi mortalitas 30 hari menggunakan prediktor sindrom delirium akut, kadar albumin < 3 g/dl, status fungsional dengan ADL Barthel < 9, dan malnutrisi distratifikasi menjadi 3 kelas risiko (rendah, sedang, dan tinggi). Model ini memiliki presisi dan diskriminasi yang baik.

ABSTRACT
Background. Mortality of hospitalized elderly patients is still high. To our knowledge, no prediction model that predict 30-day mortality in elderly patients admitted to geriatric acute ward using Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) domain Aim. To develop a prediction model of 30-day mortality in elderly patients hospitalized in geriatric acute ward using CGA domain.
Method. A retrospective cohort study was conducted using medical records of elderly patients (> 60 years) hospitalized in acute geriatric ward of Cipto Mangunkusumo General Hospital from January 2011 ? December 2013. Nine predictors [age, sex, delirium, comorbidity (CIRS-G), albumin level, psychoaffective status, cognitive status, and nutritional status (MNA)] were analyzed. Multivariate analysis using cog regression of significance predictors was conducted to determined hazard ratio (HR) for each predictor. Prediction model was developed from significance predictors in multivariate analysis. The model?s calibration performance was determined by Hosmer-Lameshow test and its discrimination ability was determined by calculating area under the receiver operating characteristic curve (AUC).
Result. Subjects consist of 530 patients, with mean of age 70,27 (SD 6,9) years old. The 30-day mortality was 28,1%. Delirium (HR 4,11 ; 95%CI 1,83-9,11), albumin < 3 g/dl (HR 2,18 ;95%CI 1,23-3,85), Barthel index < 9 (HR 2,21 ; 95%CI 1,23-3,85), and malnutrition (MNA < 17) (HR 1,77 ; 95%CI 1,19-2,63) were significance predictors in multivariate analysis. Prediction model based on total score of delirium (2,5 poin), albumin < 3 g/dl (1,5 poin), ADL Barthel < 9 (1 poin), and malnutrition (1 poin). Mortality was stratified into 3 groups; low risk (score < 2; 4,4%), intermediate risk (score 2-4; 24,8%), and high risk (score > 4; 64,3%). The Hosmer-Lemeshow showed a good precission (p=0,409) and the AUC revealed good discrimination ability [0,84 (95%CI 0,81-0,88)].
Conclusion. A prediction model of 30-day mortality using predictors : delirium, albumin < 3 g/dl, Barthel index < 9, and malnutrition was stratified into 3 groups (low risk, intermediate risk, and high risk). The model has good precision and discrimination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Surya Anisa
"Pada tahun 2015 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) menyebabkan kematian rata-rata sekitar 5% di dunia dan jumlah kejadian PPOK di Indonesia rata-rata sebesar 3,7%. Salah satu komplikasi yang dapat dialami oleh pasien PPOK adalah nocturnal hypoxemia yaitu kurangnya asupan oksigen pada waktu malam hari. Keadaan ini akan semakin diperberat jika pasien PPOK juga menderita gangguan tidur berupa Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA adalah gangguan tidur yang disebabkan oleh saluran napas yang tersumbat dan menyebabkan jeda sementara saat napas minimal 10 detik. Ketika PPOK dan OSA terjadi disaat yang bersamaan dapat menyebabkan dua kali lipat kondisi tidak nyaman saat bernapas.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan model prediksi risiko terjadinya Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada pasien PPOK berdasarkan faktor-faktor yang memengaruhi risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer pasien PPOK yang telah terdiagnosis oleh dokter di RSCM dengan mewawancarai menggunakan kuesioner Berlin dan pemeriksaan fisik seperti mengukur lingkar leher dan lingkar pinggang. Sampel yang dipilih menggunakan non-probability sampling dengan metode purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah pasien PPOK sebanyak 111 pasien.
Metode yang digunakan adalah regresi logistik biner untuk memprediksi model risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK. Hasil yang didapatkan untuk faktor-faktor yang berpengaruh signifikan terhadap risiko terjadinya OSA pada pasien PPOK adalah lingkar pinggang dan Kuesioner CAT 2 (PPOK derajat berat) yang berarti pasien PPOK dengan derajat berat. Pasien PPOK berderajat berat lebih berisiko terkena OSA sebesar 4,39 kali lebih besar dibandingkan pasien PPOK berderajat ringan hingga sedang dan setiap kenaikan 1 cm lingkar pinggang pada pasien berisiko terjadinya OSA. Hasilnya menunjukan bahwa pasien PPOK derajat berat lebih berisiko terjadinya OSA dibandingkan yang tidak. Keakuratan model tersebut dihitung menggunakan tabel klasifikasi pada cut point 0,5, diperoleh tingkat ketepatan klasifikasi sebesar 73,9%.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) has caused death of around 5% in the world and 3.7% in Indonesia. One of the complications that can be experienced by patients with COPD is nocturnal hypoxemia, which is the lack of oxygen intake at night. This situation will be more aggravated if patients with COPD also suffer from sleep disorder which is called Obstructive Sleep Apnea (OSA). OSA is a sleep disorder caused by a blocked airway and led to a temporary pause while breathing for at least 10 seconds. When COPD and OSA occur at the same time, it can create double discomfort while breathing.
The purpose of this research is to determine prediction model occurrence OSA risk in COPD patient based on factor affecting the risk of OSA occurring in COPD patients. Data used in this research is primary data from COPD patients who is diagnosed by doctor at RSCM by interviewing them using Berlin questionnaire and physical examination such as measuring the circumference of neck and waist.
This study uses non-probability sampling i.e. purposive sampling method. Sample of this research is 111 patients with COPD. This research uses binary logistic regression to predict model occurrence of OSA risk in COPD patients. This study shows that waist circumference and COPD Assessment Test (CAT) 2 questionnaire (COPD patients with severe degree) are significant factor of OSA on COPD patient. In addition, COPD patients with severe degree are 4.39 times greater risk suffer from OSA than mild to moderate COPD patients and each centimetre increase of waist circumference has higher risk of OSA. Accuracy of our model is estimated using classification table with cut point at 0.5 and its accuracy is 73,9%.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hildebrand Hanoch Victor
"Latar Belakang. Pneumonia nosokomial adalah infeksi paru yang terjadi setelah pasien dirawat di rumah sakit setelah lebih dari 48 jam, tanpa adanya tanda dari infeksi paru pada saat perawatan. Jika dibandingkan dengan individu usia muda, pada individu usia lanjut lebih sering didapatkan adanya penyakit infeksi yang bersumber dari komunitas dan nosokomial dengan hasil akhir yang lebih buruk. Penilaian domain Pengkajian Paripurna Pasien Geriatri (P3G) diharapkan dapat menjelaskan faktor yang berperan terhadap pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut.
Tujuan. Mengetahui proporsi pasien usia lanjut yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan mengalami pneumonia nosokomial dan apakah domain P3G merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia nosokomial.
Metode. Kohort retrospektif dengan melihat rekam medis pasien usia ≥ 60 tahun yang menjalani rawat inap dalam rentang waktu Januari-September 2019 di ruang rawat medis Ilmu Penyakit Dalam Geriatri RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan mengambil data sekunder dari penelitian divisi geriatri. Sampel yang diambil adalah pasien yang dirawat inap dengan usia ≥ 60 tahun yang mengalami pneumonia nosokomial. Pengolahan data menggunakan aplikasi Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.0. 
Hasil. Dari 228 subjek, proporsi pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut yang menjalani rawat inap adalah 31,14%. Rerata usia adalah 69 tahun dengan rentang usia subjek antara 60-89 tahun. Status nutrisi (RO 2,226, IK95% 1,027-4,827) dan status fungsional (RO 3,578, IK95% 1,398-9,161) merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut yang menjalani rawat inap di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Simpulan. Proporsi pasien usia lanjut yang mengalami pneumonia nosokomial adalah 31,14%. Status nutrisi dan status fungsional merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia nosokomial pada pasien usia lanjut yang dirawat di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

Background. Nosocomial pneumonia is a lung infection that occurs after the patient is hospitalized for more than 48 hours, without any signs of pulmonary infection at the time of treatment. When compared with young individuals, elderly individuals are more likely to have community-sourced and nosocomial infections with worse outcomes. Comprehensive Geriatric Assessment (CGA) domains are expected to explain the factors that contribute to nosocomial pneumonia in elderly patients.
Objective. To determine the proportion of elderly treated at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital and experienced nosocomial pneumonia and whether the CGA domains influence nosocomial pneumonia.
Methods. A retrospective cohort by looking at the medical records of patients aged 60 years or older who were hospitalized in the medical ward of Geriatric Internal Medicine at Dr. Cipto Mangunkusomo National Central General Hospital in January-September 2019 and taking secondary data from the geriatric division research. The samples were taken from hospitalized patients aged 60 years or older who had nosocomial pneumonia. Data processing using the application of Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.
Result. From 228 subjects, the proportion of nosocomial pneumonia in elderly patients who were hospitalized was 31,14%. The mean age was 69 years with the subject's age range between 60-89 years. Nutritional status (OR 2.226, CI 95% 1.027-4.827) and functional status (OR 3.578, 95% CI 1.398-9.161) are factors that influence the incidence of nosocomial pneumonia in elderly patients who are hospitalized at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.
Conclusion. The proportion of elderly patients with nosocomial pneumonia was 31.14%. Nutritional status and functional status are factors that influence the incidence of nosocomial pneumonia in elderly patients who are hospitalized at Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi Ardian
"Latar Belakang: Mortalitas pasien dengan kandidiasis invasif cukup tinggi berkisar 30 ndash; 70. Perbedaan angka mortalitas pada tiap tiap studi erat kaitannya dengan desain penelitian dan sampel penelitian. Data tentang profil dan faktor faktor yang berhubungan dengan mortalitas pada pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif yang ada di Indonesia belum ada.
Tujuan: Memberikan informasi profil kandidiasis invasif pada pasien sakit kritis beserta faktor faktor yang berpengaruh terhadap mortalitas sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas tata laksana pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif.
Metode: Desain penelitian adalah cross sectional, mengumpulkan data dari rekam medis pada seratus dua pasien sakit kritis dengan diagnosa kandidiasis invasif. Pasien kandidiasis invasif adalah pasien dengan hasil kultur darah dan atau kultur cairan tubuh normal steril positif jamur spesies Candida. Data yang dikumpulkan meliputi data usia, spesies jamur candida penyebab infeksi, faktor risiko kandidiasis invasif, serta faktor faktor yang diduga berpengaruh terhadap mortalitas yaitu ada tidaknya kondisi sepsis, nilai APACHE, ada tidaknya kondisi gagal nafas, ada tidaknya gagal ginjal, waktu pemberian terapi antijamur, Charlson Index, dan tempat perawatan ICU atau Non ICU. Uji analisa bivariat dengan uji chi square dilakukan terhadap masing masing faktor yang diduga dengan mortalitas, yang dilanjutkan dengan uji multivariat regresi logistik untuk menilai faktor yang paling berhubungan terhadap mortalitas 30 hari.
Hasil: Dari 102 sampel penelitian didapatkan laki laki 52,9 dan perempuan 47,1. Median usia 53 th. angka mortalitas 68,6. Spesies candida penyebab terbanyak adalah Candida Tropicalis 34,3 dan Candida Parapsilosis 29,4. Faktor risiko kandidiasis invasif terkait dengan penyakit dasar adalah sepsis 78,9. keganasan 42,15. diabetes melitus 29,4. sedangkan terkait terapi atau tata laksana yang diberikan adalah penggunaan antibiotik spektrum luas 99. kateter vena sentral 77,5. serta pemberian nutrisi parenteral 70,6. Dari uji multivariat regresi logistik diperoleh data faktor yang paling berpengaruh terhadap mortalitas 30 hari adalah sepsis berat. 0,001, OR 7,7, IK95 2,4 ndash; 24,6. Charlson Index ge;. p 0,022, OR 3,5, IK95 1,2 ndash; 10,2. dan gagal nafas. 0,066, OR 2,7, IK95 0,9 ndash; 8,0.
Simpulan: Pada pasien sakit kritis dengan kandidiasis invasif yang dirawat di RSCM laki laki lebih banyak dari perempuan, dengan median usia 53 tahun, dengan angka mortalitas 68,6. Spesies candida terbanyak penyebab infeksi adalah Candida Tropicalis dan Candida Parapsilosis. Faktor risiko kandidiasis invasif terkait penyakit dasar adalah sepsis, sedangkan terkait tata laksana perawatan yang terbanyak adalah penggunaan antibiotik spektrum luas. Sedangkan faktor faktor yang berhubungan dengan mortalitas 30 hari adalah kondisi sepsis berat, dan Charlson index ge;3.

Background: Mortality rate candidiasis invasive is still high, approximately 30 70. Every study has. variety mortality rate depend on study design and sample. There is no data in Indonesia about profile and mortality factors analysis in critically ill patients with candidiasis invasive.
Objectives: To give information about candidiasis invasive profile and to evaluate some factors relate to 30 days mortality in critically ill patients with candidiasis invasive in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Method: The Study design was Cross Sectional. We studied 102 hospitalized critically ill patients with candidiasis invasive. The demographic, clinical and laboratory data, the risk factors for candidiasis invasive and the outcome of each patient in 30 days were recorded. An analysis bivariate with chi square or Fisher's test was carried out to analyse some factors such as age 60 years old, severe sepsis, APACHE score 20, respiratory failure, renal failure, delayed antifungal treatment 72 hours after positive culture, Charlson index score, and ICU or Non ICU patients. The logistic regression of multivariate analysis was carried out to identify the most influence of all mortality factors.
Result; Among 102 identified sample, the majority was male 52.9. the median age was 53 years old and the mortality rate was 68,6. Laboratory candida findings came from blood sample candidemia 98,03. liquor cerebrospinal 1,5 and retina exudat 1,5. The most common candida species was Candida Non Albicans especially Candida Tropicalis 34,3 and Candida Parapsilosis 34,3. The risk factors for Candidiasis invasive from this study, relate to underlying disease were sepsis 78,9. malignancy 42,15. diabetes mellitus 29,4 and relate to therapy or treatment were the usage of broad spectrum antibiotic 99. catheter vena central 77,5. and parenteral nutrition 70,6. The result from multivariate analysis, severe sepsis. 0,001, OR 7,7, IK95 2,4 ndash 24,7. Charlson Index ge. p 0,022, OR 3,5, IK95 1,2 ndash 10,2. and respiratory failure. 0,066, OR 2,7 IK95 0,9 ndash 8,0 were independently asscociated with mortality.
Conclusion: Critically ill patients with candidiasis invasive in Cipto Mangunkusumo hospital, male was predominan than female, median age was 53 years old, and mortality rate was 68,6. The two most species candida caused infection were Candida Tropicalis and Candida Parapsilosis. The most risk factors of candidiasis invasive from underlying disease was sepsis and the one from the treatment was the usage of broad spectrum antibiotic. Severe sepsis, and Charlson index ge. were associated with. 30 day mortality in critically ill patients with candidiasis invasive.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kristoforus Hendra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Gagal jantung telah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia dan seringkali diasosiasikan dengan tingginya frekuensi perawatan di rumah sakit dan lama rawat yang panjang. Sayangnya, hingga saat ini belum ada satupun penelitian yang menggambarkan lama rawat serta profil pasien gagal jantung di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran lama rawat dan mendeskripsikan karakteristik demografis serta karakteristik klinis dari pasien-pasien gagal jantung yang dirawat di RSUPN-CM pada tahun 2012
Metode: Dilakukan suatu studi dengan desain potong lintang dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien-pasien gagal jantung di RSUPN-CM selama tahun 2012. Selanjutnya dilakukan pengolahan data secara deskriptif untuk kemudian ditampilkan.
Hasil: Terkumpul data 331 pasien gagal jantung yang dirawat selama tahun 2012. Median usia adalah 58 tahun, 62,2% di antaranya adalah pria, dan 42,9% menggunakan jaminan sosial Askes/In-Health. Tingkat pendidikan yang terbanyak adalah pendidikan SMU dan sederajat sebanyak 23,9%. Median lama rawat 8 hari didapat dari perhitungan yang dilakukan terhadap semua pasien (NYHA I – IV), namun pada mereka yang dirawat dengan kelas fungsional NYHA III – IV saja, median lama rawatnya 9 hari. Pada awal perawatan, median tekanan darah sistolik 124 mmHg, denyut nadi 90 kali permenit, edema perifer terdapat pada 36,9% pasien, hipertensi 57,1%, diabetes mellitus 33,2%, penyakit jantung iskemik 74,9%, gangguan fungsi ginjal pada 46,2%, penyakit saluran pernafasan akut pada 45,9%, dan skor CCI terbanyak adalah 3.
Kesimpulan: Median lama rawat pasien gagal jantung di RSUPN-CM adalah 8 – 9 hari. Sebagian besar pasien adalah pria, berpendidikan SMU, dan menggunakan jaminan Askes/In-Health dengan median usia 58 tahun.

ABSTRACT
Introduction: Heart failure has become global health issue worldwide, as it has been associated with high rate of readmissions and prolonged hospitalizations. Indonesia has never had any publication describing the profile and length of hospital stay of their heart failure patients. Hence, the aim of this study is to obtain the length of hospital stay and describe the demographic characteristic as well as clinical characteristic of heart failure patients in Cipto Mangunkusumo General Hospital hospitalized in the year of 2012.
Methods: A cross sectional study was designed using secondary data from heart failure patients’ medical records in Cipto Mangunkusumo General Hospital admitted during 2012. Furthermore, data were calculated and presented thereafter.
Results: Based on the medical records of the year 2012, 331 heart failure patients were included in the study. Median age was 58 years old, 62,2% were men, 42,9% used Askes/In-Health as their social insurance payor, and as many as 23,9% had graduated from senior high school level. Median length of stay was 8 days for all patients, while for patients admitted with NYHA functional class III – IV, the median length of stay was 9 days. When patients were admitted to hospital, median systolic blood pressure was 124 mmHg, pulse 90 beats per minute, peripheral edema was shown in 36,9% of patients, hypertension in 57,1%, diabetes mellitus in 33,2%, ischemic heart disease in 74,9%, renal impairment in 46,2%, acute respiratory conditions in 45,9% of patients, and the most frequent CCI score was 3.
Conclusions: Median length of stay for heart failure patients in Cipto Mangunkusumo GH is 8 – 9 days. Most patients were men, senior high school graduate, and used Askes/In-Health as their social insurance, with median age 58 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Pada pasien usia lanjut, terjadi penurunan fungsi tubuh yang berisiko menimbulkan multipatologi. Keadaan ini mengharuskan pasien geriatri mengonsumsi lebih dari satu macam obat secara bersamaan. Penggunaan enam atau lebih macam obat dalam waktu yang bersamaan dapat menimbulkan polifarmasi dan dapat meningkatkan risiko interaksi obat serta efek samping obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji persentase polifarmasi dan potensi interaksi obat pada pasien geriatri yang dirawat inap di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Desain yang digunakan adalah retrospektif cross sectional dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik pasien geriatri yang dirawat inap selama periode Januari-Juni 2015. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase polifarmasi adalah sebanyak 89,55% Dalam penelitian ini, rentang jumlah jenis penggunaan obat adalah 2-18 obat. Rata-rata penggunaan obat per pasien sebanyak 9,9 obat. Obat yang paling banyak diresepkan adalah omeprazol, diresepkan pada 52 dari 67 pasien (77.6%), disusul oleh n-asetil sistein, diresepkan pada 36 dari 67 pasien (53,7%), parasetamol yang diresepkan pada 27 dari 67 pasien (40,3%), dan salbutamol-ipratropium bromide yang diresepkan pada 25 dari 67 pasien (37,4%). Dari total 666 penggunaan obat, terdapat potensi interaksi antar obat sebesar 4,95%., The decrease of organ function in elderly is one of risk factors of multiple diseases that requires geriatric patients taking more than one medications at a time. Polipharmacy, the use of six or more medications at the same time, increases the potential of drug-drug interactions and adverse effects.of drugs. This study aimed to evaluate the extent of polypharmacy and potential drug-drug interactions among geriatric patients hospitalized in Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital Jakarta. In this observational retrospective study, secondary data was obtained from medical records of geriatric patients hospitalized in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital during January to June 2015. The results of this study showed that the percentage of polypharmacy was as much as 89.55%. The number of types of medications given to patients was ranged from 2 to 18 medications. The average use of medications per patient was 9.9 medications. The most widely prescribed drugs were omeprazole, prescribed in 52 of 67 patients (77.6%), followed by n-acetyl cysteine, prescribed in 36 of 67 patients (53,7%), paracetamol, prescribed in 27 of 67 patients (40,3%), and salbutamol-ipratropium bromide, prescribed in 25 of 67 patients (37,4%). There was 4.95% of potential for drug-drug interactions of 666 drug use.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>