Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 232374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suzy Maria
"ABSTRAK
Latar Belakang: Atopi yang ditandai dengan sensitisasi (produksi IgE) terhadap alergen merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit alergi. Karena komposisi genetik cenderung stabil, peningkatan prevalensi penyakit alergi diduga disebabkan oleh faktor lingkungan yang berubah.
Tujuan: Mengetahui faktor yang memengaruhi sensitisasi terhadap alergen hirup dan munculnya manifestasi penyakit alergi pada populasi dewasa muda di Indonesia.
Metode: Penelitian potong lintang dilakukan pada mahasiswa baru Universitas Indonesia tahun 2019. Mahasiswa diminta mengisi kuesioner berisi data demografi, kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), menjalani pemeriksaan fisik dan uji cukil kulit terhadap lima alergen hirup (kecoa, Dermatophagoides farinae, Dermatophagoides pteronyssinus, bulu kucing, epitel anjing). Sensitisasi ditandai dengan terdapat setidaknya satu hasil positif pada uji cukil kulit. Jika terdapat hasil positif pada dua atau lebih alergen, subyek disebut mengalami polisensitisasi. Manifestasi alergi yang dinilai berupa asma, rinitis alergi, dan dermatitis atopi.
Hasil: Proporsi sensitisasi adalah 44,8% (128 dari 286 subyek), sedangkan proporsi manifestasi penyakit alergi adalah 57,7% (165 dari 258 subyek). Manifestasi penyakit alergi didapatkan pada 84 (65,6%) subyek dari subkelompok yang tersensitisasi. Sensitisasi ditemukan lebih banyak pada laki-laki (OR 2,25; IK95% 1,38-3,71; p=0,001) dan subyek yang lahir secara caesar (OR 2,46; IK95% 1,22-5,06; p=0,013), sebaliknya lebih sedikit pada subyek yang berasal dari urban (OR 0,54; IK95% 0,32-0,90; p=0,019). Subyek yang tersensitisasi cenderung untuk memiliki manifestasi penyakit alergi (OR 1,79; IK95% 1,10-2,95; p=0,020). Pada subkelompok yang tersensitisasi, manifestasi penyakit alergi ditemukan lebih banyak pada subyek yang tinggal di urban (OR 2,58; IK95% 1,15-6,01; p=0,024), obese (OR 5,25; IK95% 1,35-34,92; p=0,036), dan mengalami polisensitisasi (OR 2,26; IK95% 1,01-5,10; p=0,046).
Simpulan: Sensitisasi terhadap alergen hirup dipengaruhi oleh jenis kelamin lakilaki, status urban, dan riwayat persalinan caesar. Munculnya manifestasi penyakit alergi dipengaruhi oleh adanya sensitisasi. Pada subkelompok yang tersensitisasi, munculnya manifestasi penyakit alergi dipengaruhi oleh status urban, obesitas, dan polisensitisasi.

ABSTRACT
Background: Atopy marked by allergen sensitization (IgE production) is a risk factor for allergic diseases. Since genetic composition tends to be stable, the increase of allergic diseases prevalence is suspected due to changing environment factors.
Purpose: To identify the factors affecting sensitization to inhalant allergen and allergic diseases manifestation in Indonesian young adults.
Methods: Cross-sectional study done on Universitas Indonesia 2019 new students. Students were asked to fill in a demographic questionnaire, an International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) questionnaire, undergo physical examination and skin prick tests for five inhalant allergens (cockroach, Dermatophagoides farinae, Dermatophagoides pteronyssinus, cat hair, dog epithelium). Sensitization was marked by at least one positive result on the skin prick test. If there were two or more positive allergen results, subject was deemed as being polysensitized. Evaluated allergic manifestations were asthma, allergic rhinitis, dan atopic dermatitis.
Result: Sensitization was found in 44.8% (128 out of 286 subjects), while allergic diseases clinical manifestation was found in 57.7% (165 out of 258 subjects). The manifestation was found in 84 (65.6%) subjects from the sensitized subgroup. Sensitization was found more on male (OR 2.25; 95%CI 1.38-3.71; p=0.001) and subjects born by caesarean section (OR 2.46; 95%CI 1.22-5.06; p=0.013), whereas fewer on subjects from urban (OR 0.54; 95%CI 0.32-0.90; p=0.019). Sensitized subjects tended to demonstrate allergic diseases manifestation (OR 1.79; 95%CI 1.10-2.95; p=0.020). In the sensitized subgroup, allergic diseases manifestation was found more on subjects living in urban (OR 2.58; 95%CI 1.15-6.01; p=0.024), are obese (OR 5.25; 95%CI 1.35-34.92; p=0.036), and are polysensitized (OR 2.26;
95%CI 1.01-5.10; p=0.046).
Conclusion: Sensitization to inhalant allergens was affected by male sex, urbanstatus, and caesarean section birth. Allergic diseases manifestation was affected by presence of sensitization. In the sensitized subgroup, allergic diseases manifestation was affected by urban status, obesity, and polysensitization."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T55537
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriana Catur Iswanti
"Latar belakang: Saat ini prevalens alergi semakin meningkat. Terapi alergi lebih terfokus untuk mengatasi gejala simptomatik. Pendekatan lain adalah terapi imunomodulasi dengan agonis toll like receptor (TLR) 9 yang dapat mengalihkan respon imun sel TCD4+ Th2 ke arah Th1. CpG ODN 2006x3_PD adalah oligonukleotida sintetik kelas B merupakan agonis TLR9 yang berpotensi aman karena mengandung fosfodiester. Pada penelitian ini CpG ODN 2006x3_PD diuji kemampuan untuk mengatasi alergi dengan menggunakan penghantar nanopartikel kitosan, melalui uji in vitro pada sel mononukleus darah tepi dan in vivo pada hewan coba mencit alergi. Metode: Preparasi nanopartikel kitosan dilakukan dengan metode gelasi ion, melalui reaksi ikat silang kitosan dan tripolifosfat. Nanopartikel dikarakterisasi dengan Dynamic light scattering (DLS), zeta sizer dan transmission electron microscope (TEM). Uji pengikatan dilakukan dengan elektroforesis pada gel agarosa 12%, uji toksisitas dan kemampuan aktivasi NF-κB dilakukan pada sel RAW Blue, dengan menggunakan cel counting kit 8 dan kit Quanti blue. Sel mononukleus darah tepi yang distimulasi selama 7 hari pada uji in vitro dan plasma hewan coba mencit Balb/c pada uji in vivo diukur konsentrasi IFNγ, IL-10, IL-13 dan IgE dengan metode ELISA.
Hasil: Diperoleh nanopartikel dengan ukuran <300 nm, muatan permukaan positif, bentuk sferis, tidak toksik dan dapat mengaktivasi NF-κB. Uji in vitro pada sel mononukleus darah tepi menunjukkan CpG ODN 2006x3_PD yang dihantarkan nanopartikel kitosan dapat menstimulasi sitokin tipe Th1 IFNγ dan T reg IL-10, menurunkan sitokin tipe Th2 IL-13 namun belum dapat menurunkan secara bermakna produksi IgE total pada sel mononukleus darah tepi individu sehat dan alergi Aplikasi intra nasal 10 ug/kali, 3 kali seminggu selama 3 minggu CpG ODN 2006x3_PD dan CpG ODN 2006x3_PD yang dihantarkan nanopartikel kitosan pada mencit Balb/c yang diinduksi alergi dengan ovalbumin dapat menstimulasi sitokin tipe Th1 IFNγ dan Treg IL-10, namun belum dapat menurunkan secara bermakna sitokin tipe Th2 IL-13 pada plasma mencit. Aplikasi CpG ODN 2006x3_PD dapat menurunkan produksi IgE spesifik anti ovalbumin pada plasma mencit meskipun belum dapat menurunkan produksi IgE total.
Simpulan: CpG ODN 2006x_PD dapat menjadi kandidat imunostimulator yang potensial pada alergi.

Background: Currently, prevalence of allergy has increased in worldwide. Allergy treatment is mainly focused to reduce clinical symptoms. Another approach is immunomodulation therapy which utilizes toll like receptor (TLR) 9 agonist that may redirect pro-allergenic Th2 biased CD4+ T cell response toward Th1. CpG ODN 2006x3_PD which is classified as synthetic oligonucleotides B has potential as a safe TLR9 agonist due to its natural backbone. In this study, CpG ODN 2006x3_PD was examined about its ability in overcoming allergies by using chitosan nanoparticles delivery, through in vitro tests on peripheral blood mononuclear cells and in vivo through allergic mice animal model.
Methods: Chitosan nanoparticles was prepared by ionic gelation method, through crosslinking reaction of chitosan and tripolyphosphate. Nanoparticles are characterized by Dynamic light scattering (DLS), zeta sizer and transmission electron microscope (TEM). The binding test was carried out with electrophoresis on 12% agarose gel, toxicity test and NF-κB activation ability performed on RAW Blue cells, using cel counting kit 8 and Quanti blue kit. IFNγ, IL-10, IL-13 and IgE level of in vitro tests of peripheral blood mononuclear cells after 7 days stimulation and Balb/c mice plasma of in vivo study were measured by ELISA method.
Results: Less than 300 nm, positive surface charge, spherical shape and nontoxic chitosan nanoparticles were obtained. These nanoparticles could deliver CpG ODN to activate NF-κB of mouse RAW-Blue cells effectively. In vitro assays of peripheral blood mononuclear cells showed that CpG ODN 2006x3_PD delivered by chitosan nanoparticles may stimulate Th1 IFNγ and T reg type cytokines IL-10, also decrease the Th2-type cytokine IL-13 but it couldn't inhibit total IgE production in peripheral blood mononuclear cells significantly. Intranasal application of 10 ug, 3 times per week for 3 weeks of CpG ODN 2006x3_PD and CpG ODN 2006x3_PD which were delivered by chitosan nanoparticles in allergen induced Balb/c mice could stimulate Th1 IFNγ and Treg type cytokines IL-10, but it couldn't significantly reduce the Th2-type cytokine IL-13 in mice plasma . The CpG ODN application decreased the specific IgE production of anti ovalbumin in mice plasma although it couldn't significantly reduce total IgE production.
Conclusions: CpG ODN 2006x_PD could be a potential candidate for allergic immunostimulator."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Widyati Rahadian
"ABSTRAK
Tungau debu rumah merupakan sumber alergen yang dapat menyebabkan alergi. Menurut biofisika, terjadinya alergi dalam tubuh manusia adalah hasil munculnya pencetakan alergi allergy imprinting yang berasal dari kontak tubuh manusia dengan zat dan berkembang dari pencetakan biofisik dengan substansi informasi. Penelitian dirancang dengan desain eksperimental untuk menilai dampak bioresonansi gelombang elektromagnetik terhadap perubahan profil mediator pro inflamasi type 2 IL4 dan IL13 dan mediator anti inflamasi IL10 yang dihasilkan oleh kultur sel darah lengkap yang diambil dari subjek alergi rhinitis karena tungau debu rumah. Hasil menunjukkan bahwa pada group dengan perlakuan bioresonansi didapatkan perbedaan. IL 4 dan IL13 yang diberi antigen tungau terhadap kontrol negatif lebih rendah dibandingkan dengan group yang tanpa perlakuan bioresonansi. Kadar IL10 sebagai mediator anti inflamasi lebih meningkat dibandingkan dengan group tanpa perlakuan bioresonansi. Hasil analisa respon sel darah lengkap yang menunjukkan kenaikan dari kondisi kontrol RPMI dibandingkan terhadap PHA Phytohemagglutinin menggambarkan bahwa kelompok dengan perlakuan bioresonansi dan yang tidak diberi perlakuan bioresonansi pada hari ke-7 masih hidup dan menghasilkan produksi sitokin. Produksi meditor akibat perlakuan bioresonansi gelombang elektromagnetik tidak mengubah fungsi biologik dari peran anti inflamasi yang secara fungsional dapat menghambat laju produksi inflamasi. Kata kunci: alergi tungau debu rumah, bioresonansi, interleukin

ABSTRACT
House dust mites are a source of allergens that can cause allergies. In the view of biophysics the occurrence of allergies in the human body is the result of the emergence of allergy imprinting which comes from human body contact with substances and evolves from biophysical printing with the substance of information. The study was designed with an experimental design to assess the impact of bioresonance of electromagnetic waves on changes in pro inflammatory mediator profiles IL 4 and IL 13 and anti inflammatory mediators IL 10 produced by complete blood cell cultures drawn from subjects of rhinitis allergy due to dust mites home. The result shows that the group given the bioresonance treatment, the difference between IL 4 and IL 13 given the mite antigen to negative control is lower than that of group without treatment. Level of IL 10 as an anti inflammatory mediator is increased compared to the group without bioresonance treatment. Result of a complete blood cell response analysis which shows an increase in control condition RPMI compared to PHA Phytohemagglutinin illustrates that the exposed group and non exposed to bioresonance on the 7th day are viable and produce cytokine production. The production of meditators due to the exposure of programmed bioresonance treatment does not alter the biological functioning of the anti inflammatory role that functionally is able to inhibit the rate of inflammatory production. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Budi Utama
"ABSTRAK
Latar belakang. Rinitis Alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi. Tungau debu rumah TDR merupakan aeroalergen tersering yang mensensitisasi reaksi alergi. Pada tahun 1988 reseptor vitamin D VDR , berhasil di klon. Reseptor vitamin D berlokasi di beberapa jaringan dan sel tubuh manusia, termasuk di peripheral blood mononuclear cells PBMCs dan limfosit T yang telah teraktivasi. Riset yang lebih jauh memperlihatkan bahwa vitamin D mempunyai beberapa efek dari pengaturan sitokin terhadap beberapa sel yang berbeda dari sistem imun. Vitamin D dapat menekan respon Th1 dan Th2. Sel Th1 dan Th2 menghambat perkembangan satu sama lain.Tujuan. Melihat pengaruh pemberian Vitamin D terhadap kadar IL-10, IFN-? dan histamin pada kultur PBMC pasien rinitis alergiMetode. Sampel merupakan darah segar whole blood penderita rinitis alergi yang telah dilekukan prick test, serta diiisolasi dengan metode Ficoll. Bahan biologis tersimpan yang berupa supernatan kultur. Kultur sel limfosit sebelum perlakuan, diberi pendedahan tanpa atau dengan 1,25 OH 2D3 100 nM, waktu inkubasi 7 hari, dengan penambahan PHA dan alergen tungau pada hari ke-4. Kultur sel-sel PBMC dari pasien RA setelah perlakuan, dilakukan harvest pada hari ke-7, kemudian supernatanannya dialikuot untuk diukur kadar sitokin IFN-? dan IL-10, dan diuji secara statistik untuk melihat pola dari tiap parameter.Hasil: Pemberian alergen tungau tanpa vitamin D menyebabkan meningkatnya kadar histamin serta menurunkan kadar IL-10 dan IFN-?. Pemberian vitamin D pada kultur sel PBMC yang telah diberi alergen tungau menyebabkan peningkatan kadar IL-10 dan penurunan kadar IFN-? dan histamin.Simpulan: Menurunnya kadar histamin dan IFN-? terhadap stimulasi alergen tungau pasien rinitis alergi yang diberi vitamin D cenderung berhubungan dengan meningkatnya kiadar IL-10.

ABSTRACT
Background. Allergic rhinitis is an inflammatory disease caused by an allergic reaction in atopic patients. House dust mites TDR are the most common aeroalergens that sensitize allergic reactions. In 1988 vitamin D receptor VDR , successfully in clones. Vitamin D receptors are located in several tissues and human body cells, including peripheral blood mononuclear cells PBMCs and activated T lymphocytes. Further research has shown that vitamin D has some effects of cytokine regulation on several cells different from the immune system. Vitamin D can suppress Th1 and Th2 responses. Th1 and Th2 cells inhibit the development of each other. Aim.To identify the Effect of Vitamin D On IL 10 IFN and histamine levels on PBMC Cultur of Allergic Rhinitis PatientsMethod. The sample is fresh blood whole blood of allergic rhinitis patients who have been prick tested, and isolated by Ficoll method. Pre treated lymphocyte culture, treated with or without 1,25 OH 2D3 100 nM, and incubated for 7 days, with addition of PHA and allergen mites on day 4. Cultures of PBMC cells from RA patients after treatment were harvested on day 7, then the supernatant was dialyzed for measured levels of IFN and IL 10 cytokines using elisa kits and tested statistically to see patterns of each parameter.Result. Giving allergen mites without vitamin D causes increased levels of histamine and lowers levels of IL 10 and IFN . Provision of vitamin D in PBMC cell culture that has been given allergen mites causes increased levels of IL 10 and decreased levels of IFN and histamine.Conclusion. Reduced levels of histamine and IFN against allergen mite stimulation of allergic rhinitis patients given vitamin D tend to be associated with increased IL 10 levels."
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Nitric oxide(NO) is a biologic mediator of various physiologic functions. Recent evidence suggests the clinical utility of fractional exhaled NO (FeNO) as a biomarker for assessing asthma and other respiratory diseases. FeNO methodologies have been recently standardized by international research groups subsequently validated in several Korean population studies. Normal ranges for FeNO have been reported for various ethnic groups and and the clinical utility has been widely evaluated in asthma and various respiratory diseases. Based on current evidence including most of Korean population data, this position paper aims to introduce the and provide guidance for the FeNO measurements Korean populations."
AAIR 7:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Arinda Putri Pitarini
"Latar belakang: Rinitis alergi (RA) merupakan suatu kelainan hidung yang sering memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Perubahan kualitas hidup pasien RA secara subjektif dapat diukur dengan kuesioner mini RQLQ dan secara objektif dengan hitung jumlah eosinofil pada mukosa hidung dan kadar IL 5 serum. Tujuan: Mengetahui karakteristik subjek RA dan mengetahui perubahan kualitas hidup, jumlah eosinofil mukosa hidung dan kadar interleukin 5 pada pasien rinitis alergi persisten sedang berat sebelum dan setelah terapi medikamentosa. Metode: Pre eksperimental yang bersifat analitik sebelum dan setelah terapi dengan jumlah subjek RA persisten sedang berat sebanyak 33 orang. Subjek diminta untuk mengisi kuesioner Mini RQLQ, dilakukan kerokan mukosa hidung dan pengambilan darah sebelum dan 2 minggu setelah terapi. Hasil: Didapatkan 14 subjek berjenis kelamin laki-laki dan 19 subjek perempuan dari 33 subjek penelitian dengan rerata usia 32,55 ± 11,67. Sebanyak 31 dari 33 subjek mengalami perubahan bermakna dari kualitas hidup, seluruh subjek mengalami perubahan jumlah eosinofil yang bermakna dan 30 dari 33 subjek mengalami perubahan kadar IL 5 yang responsif setelah terapi selama 2 minggu. Kesimpulan: Kualitas hidup pasien RA persisten sedang berat dapat diukur dengan menggunakan kuesioner mini RQLQ dan jumlah eosinofil mukosa hidung dan kadar IL 5 dapat digunakan untuk evaluasi terapi RA namun tidak untuk pemeriksaan penunjang rutin.

Background: Allergic rhinitis (AR) is a nasal disorders that frequently affects the quality of life. Changes in quality of life AR patient can be measured subjectively using mini RQLQ and objectively by eosinophil count of nasal mucosa and IL 5 level. Objectives: To find the subject characteristic of AR and quality of life, eosinophil count of nasal mucosa and IL 5 level changes of moderate-severe AR patient before and after medicamentosa therapy. Methods: Pre experimental analytic study before and after therapy with 33 subjects of moderate-severe AR. All subjects were asked to fill out Mini RQLQ, collect nasal scrapping and blood specimens before and 2 weeks after therapy. Result: Fourteen subjects were male and 19 were women out of 33 subjects, with mean age 32,55 ± 11,67 years. Thirty one out of 33 subjects had significant quality of life changes, all subjects had significant changes of eosinophil nasal scrapping and 30 out of 33 subjects had significant changes of IL 5 level after 2 weeks of medicamentosa therapy. Conclusion: Allergic rhintis patient quality of life can be measured by mini RQLQ and eosinophil nasal scrapping and IL 5 level can be used for therapy evaluation but not for routine examination."
2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karnen Garna Baratawidjaja
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
616.97 KAR m
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Nurlaely Mida Rachmawati
"Latar Belakang: Saat ini diketahui ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk terapi penderita alergi, yaitu menghindari alergen, intervensi farmakologis dan imunoterapi (Bratawidjaja, 1998). Cara yang terbaik dan paling aman adalah menghindari alergen, tetapi cara tersebut sulit dilakukan pada alergen yang terdapat di udara. Penggunaan obat anti alergi seperti antihistamin harus memperhatikan banyak hal, yaitu dosis yang digunakan harus tepat, menghindari penggunaan jenis obat lain yang dapat menyebabkan interaksi dengan metabolit hepar, pemberian antihistamin harus lebih hati-hati pada penderita kelainan fungsi hepar atau gangguan jantung (Siregar, 1998). Sedangkan hasil terapi dengan imunoterapi sulit mencapai hasil yang memuaskan kecuali pada penderita yang alergik terhadap satu atau dua jenis alergen. Selain itu jangka waktu terapi relatif lama dan biayanya relatif mahal. Karena itu dirasa perlu dicari alternatif terapi alergi yang lain yang lebih efektif, mudah dan lebih murah dibandingkan terapi yang sudah ada.
Tujuan dan sasaran: Penelitian ini bertujuan memurnikan protein plasmapeksin dan melakukan karakterisasi protein plasmapeksin hasil pemurnian. Dengan diperolehnya protein plasmapeksin murni diharapkan dimasa yang akan datang plasmapeksin murni dapat digunakan sebagai terapi alternatif untuk pengobatan penderita alergi atopik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Iris Rengganis
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2018
616 IRI s
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>