Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185805 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mardha Raya
"Tujuan: Perawat sebagai salah satu bagian dari multidisiplin yang memiliki peran penting dalam menangani individu dual diagnosis. Tujaan penelitian untuk mengetahui penanganan individu dual diagnosis dari perspektif perawat selama ini. Metode: Desain deskriptif kualitatif dengan wawancara in-depth interview semi terstruktur via daring. Total partisipan 31 perawat di 4 tempat penelitian yaitu BNN LIDO Bogor, RSKO Jakarta Selatan, RS Marzoeki Mahdi Bogor dan Puskesmas Tebet, dengan menggunakan convenience sampling. Analisis data dengan pendekatan analisis tematik. Penelitian ini disetujui oleh komite etik. Hasil: Penelitian ini menghasilkan 5 tema; (1) gambaran pelayanan kesehatan individu dual diagnosis belum ada ke khasan saat ini (2) dominasi peran interkolaborasi perawat pada penanganan dual diagnosis (3) kondisi emosional perawat saat merawat individu dual diagnosis (4) faktor pendukung dan penghambat perawat saat penanganan individu (5) harapan pemenuhan kebutuhan perawat untuk peningkatan kualitas pelayanan dual diagnosis. Kesimpulan: Penanganan individu dual diagnosis belum ada ke khasan saat ini dikarenakan individu bergabung dengan individu NAPZA murni dalam perawatan program rehabilitasi NAPZA dan masih sedikit perhatian terhadap masalah gangguan jiwa yang dialaminya. Belum adanya pedoman, panduan ataupun standar keperawatan khusus untuk dual diagnosis perlu dilakukan pembahasan lebih lanjut berbagai sektor, sehingga individu dual diagnosis dapat ditangani secara tepat dan terstandar.

Aims: Nurses as part of multidisciplinary have an important role in dealing with individual dual diagnosis. The research objective is to determine the individual handling of dual diagnoses from the perspective of nurses so far. Methods: Qualitative descriptive design with semi structured in-depth interviews online. The total participants were 31 nurses in 4 research sites, namely BNN LIDO Bogor, RSKO South Jakarta, Bogor Marzoeki Mahdi Hospital and Tebet Public Health Center, using convenience sampling. Data analysis with a thematic analysis approach. This study was approved by the ethics committee. Results: This study resulted in 5 themes; (1) the description of dual diagnosis individual health services has no specificity at this time (2) the dominance of the inter-collaboration role of nurses in handling dual diagnosis (3) the emotional condition of nurses when caring for dual diagnosis individuals (4) supporting and inhibiting factors for nurses when handling individuals (5) ) the hope of fulfilling the needs of nurses to improve the quality of dual diagnosis services. Conclusion: The treatment of dual diagnosis individuals is not specific at this time because the individual joins a pure drug individual in the treatment of a drug rehabilitation program and there is still little attention to the mental problems they experience. The absence of specific nursing guidelines or standards for dual diagnosis requires further discussion of various sectors, so that individual dual diagnoses can be handled appropriately and in a standardized manner."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ardianto Rodin
"Dual diagnosis yaitu kondisi individu dengan gangguan penyalahgunaan NAPZA bersamaan dengan gangguan jiwa. Ketahanan keluarga mengacu pada adaptasi dan daya tahan keluarga. Keluarga merawat individu dual diagnosis mengalami stress dan beban pada awal psikosis sehingga berdampak terhadap fungsi keluarga. Tujuan penelitian mendapatkan gambaran ketahanan keluarga mendampingi individu dual diagnosis penyalahgunaan NAPZA dan Gangguan jiwa. Metode penelitian : Deskriptif kualitatif , Pengambilan sampel : Convinience Sampling , tempat penelitian BNN Makassar, Wisma Ataraxis Bandar Lampung, dan Puskesmas Dongi, Kab. Sidrap. Hasil Penelitian : Teridentifikasi 5 tema : 1) Ketahanan keluarga dalam merespon secara emosional dan perilaku selama menemani individu dual diagnosis 2). Koping keluarga dalam merawat individu dual diagnosis 3) Dukungan sosial dalam penyembuhan Individu dual diagnosis 4) Ketahanan keluarga selama berkomunikasi dengan klien dual diagnosis 5) Harapan agar individu dual diagnosis dapat menjalani hidup yang lebih baik

Dual diagnosis is a condition in individuals with Drug Abuse along with mental disorders. Patients with this dual diagnosis can experience mental disorders first and then abuse drugs with the intention of treating their mental disorders. In Indonesia, the number of deaths due to drug abuse in 2017 was 18,000. The number of drug users reaches 3.8 million to 4.1 million. The rate of drug use and mental disorders reaches 25 percent of all users. The purpose of this study was to obtain a description of the resilience of families accompanying individuals with dual diagnosis of Amphetamine Type Stimultants (ATS) drug abuse and mental disorders. The research method used in this research is descriptive qualitative, sampling technique: Convinience Sampling, research place at BNN Baddoka Makassar, Wisma Ataraxis bandar Lampung, Puskesmas Dongi, Kab. Sidrap. Results: Based on the results of the thematic analysis, 5 themes were identified: 1) Emotional responses and family behaviors that have endurance while accompanying individuals with dual diagnosis 2). Family coping that has resistance in accompanying dual diagnosis individuals 3) Emotional and social support for individual dual diagnosis 4) Resilient communication while caring for clients with dual diagnosis 5) Hope that dual diagnosis individuals can live a better life"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saptiah Hasnawati
"Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah yang serius terjadi di setiap negara. Indonesia secara geografis terletak dilintasan dua benua yang memungkinkan NAPZA masuk secara ilegal. Semakin banyak orang pengguna NAPZA, setiap tahunnya mengalami peningkatan. Terdapat beberapa riset mengenai kasus-kasus NAPZA diantaranya penelitian tentang proses rehabilitasi individu dengan dual diagnosis yaitu ketergantungan NAPZA dan gangguan jiwa.
Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman menjalani proses pemulihan individu dengan dual diagnosis: ketergantungan NAPZA dan gangguan jiwa. Metode: penelitian kualitatif fenomenologi.
Hasil: Diperoleh sebanyak 15 partisipan yang memenuhi kriteria, dengan konsep yang didapat terkait pengalaman individu dengan dual diagnosis ditemukan 5 tema yaitu manifestasi gangguan jiwa yang dirasakan tidak dominan yang menyertai, pengalaman yang bervariasi dalam menjalankan rehabilitasi pada individu dual diagnosis, upaya individu untuk lebih baik, harapan ke depan yang lebih baik, pengalaman di usia remaja sebelum mengalami dual diagnosis.
Kesimpulan: pengalaman menjalani proses pemulihan individu dengan dual diagnosis ketergantungan NAPZA dan gangguan jiwa merupakan satu kondisi yang spesifik yang memerlukan penanganan yang lebih komplek, agar kondisi kembali pulih dari gangguan jiwa dan mencegah kekambuhan penggunaan NAPZA dapat dicapai oleh individu.

Drug abuse is a serious problem in every country. Indonesia is geographically located across two continents that allows illegal drugs to enter. More and more drug users, every year has increased. There is some research on drug cases including research on the process of rehabilitation of individuals with dual diagnosis, namely drug dependence and mental disorders.
Objective: this study aims to explore the experience of undergoing the recovery process of individuals with dual diagnoses: drug dependence and mental disorders. Method: phenomenological qualitative research.
Results: Obtained as many as 15 participants who met the criteria, with the concepts obtained related to the experience of individuals with dual diagnoses found 5 themes namely manifestations of mental disorders that were perceived as not dominant accompanying, varied experiences in carrying out rehabilitation in dual diagnosis individuals, individual efforts to better, better future expectations, experience in adolescence before undergoing dual diagnosis.
Conclusion: experience undergoing the recovery process of individuals with dual diagnosis of drug addiction and mental disorders is a specific condition that requires more complex treatment. So that conditions recover from mental disorders and prevent recurrence of drug use can be achieved by individuals.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elisabeth Dewi Puspitaningrum
"Pendahuluan: Preceptorship merupakan suatu proses pendampingan yang diberikan kepada perawat baru untuk mengembangkan keterampilan, yang membutuhkan peran manajer keperawatan dalam memberikan pengarahan berupa supervisi. Saat pelaksanaan terjadi hambatan yang dialami supervisor dalam melaksanakan supervisi, dimana kurangnya waktu dalam melakukan pendampingan dan monitoring. Tujuan dari penelitian ini untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan supervisi klinis yang dilakukan kepala ruangan terhadap program preceptorship perawat baru di rumah sakit X Jakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan partisipan berjumlah 8 orang yang ditentukan dari kriteria inklusi dan dibantu oleh key person. Instrumen evaluasi menggunakan pedoman wawancara, lembar observasi, dan catatan lapangan. Analisis data dilakukan dari transkrip verbatim hingga didapatkan tema – tema. Hasil: Penelitian ini mengidentifikasi enam tema tentang pengalaman kepala ruangan dalam melakukan supervisi program preceptorship dan dijabarkan dalam pembahasan, sebagai berikut: 1) Berharap adanya panduan pelaksanaan supervisi kegiatan preceptorship; 2) Berharap adanya peningkatan mutu pelayanan keperawatan; 3) Berbagai kendala yang dialami dari sisi perawat dan kepala ruangan; 4) Optimalisasi Program Preceptorship; 5) Sadar terhadap peran dan pentingnya pemahaman tentang supervisi; 6) Berharap adanya peningkatan kemampuan preceptor dan preceptee. Kesimpulan: Inti dari enam tema tersebut menjelaskan bahwa pentingnya peran dan dukungan yang diberikan oleh manajer keperawatan dalam pembuatan panduan terkait pelaksaan supervisi kegiatan preceptorship.

Introduction: Preceptorship is a process of mentoring given to new nurses to develop skills, which requires the role of the nursing manager in providing direction in the form of supervision. During the implementation, supervisors experienced obstacles in carrying out supervision, where there was a lack of time in providing assistance and monitoring. The purpose of this study was to obtain an overview of the implementation of clinical supervision carried out by the head of the ward for the new nurse preceptorship program at hospital X Jakarta. Methods: This study used a qualitative descriptive approach with 8 participants who were determined from the inclusion criteria and assisted by a key person. The evaluation instrument used interview guidelines, observation sheets, and field notes. Data analysis was conducted from verbatim transcripts to obtain themes. Results: This study identified six themes regarding the experience of the head of the room in supervising the preceptorship program and described in the discussion, as follows: 1) Availability of guidelines for the implementation of supervision of preceptorship activities; 2) Expecting an increase in the quality of nursing services; 3) Various obstacles were experienced by nurses and the head of the room; 4) Optimizing the Preceptorship Program; 5) Awareness of the role and importance of understanding supervision; 6) Expecting an increase in the ability of preceptors and preceptees. Conclusion: The core of the six themes explains the importance of the role and support provided by nursing managers in making guidelines regarding the supervision of preceptorship activities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deleilah
"Penelitian ini mengenai Kegiatan Bimbingan Rohani di Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa PSBL HS 2, yaitu kegiatan yang menyasar pada aspek spiritual dari Warga Binaan Sosial (WBS). Metode yang digunakan penulis yaitu dengan pendekatan kualitatif dan jenis penelitian deskriptif. Dalam teknik pemilihan informan, penulis menggunakan teknik purposive sampling, sehingga didapatkan informan dalam penelitian ini yaitu Kepala Panti PSBL HS 2, Satuan Pelaksana Pembinaan Sosial, Pekerja Sosial, Instruktur Kegiatan Bimbingan Rohani, Pendamping dan WBS. Melihat pentingnya aspek spiritual dalam pemberian pelayanan bagi orang dengan gangguan jiwa, penulis mencoba melihat gambaran dari Kegiatan Bimbingan Rohani ini dan melakukan analisis menggunakan teori spiritualitas dan rehabilitasi sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kegiatan Bimbingan Rohani memiliki manfaat manfaat yang baik bagi WBS, namun manfaat tersebut tidak menyentuh sebagian besar WBS, dikarenakan bentuk kegiatan terbatas pada kegiatan keagamaan, sementara aspek spiritualitas sangat luas tidak hanya terbatas pada keagamaan.

This research is about Spiritual Guidance Activities at the Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa PSBL HS 2, where the activities target the spiritual aspects of Socially Assisted Citizens (WBS). The method used by the author is qualitative approach and a type of descriptive research. In the technique of selecting informants, the authors used purposive sampling technique, so that the informants obtained in this study were Head of PSBL HS 2, Implementing Unit for Social Development, Social Workers, Instructors for Spiritual Guidance Activities, Mentors and WBS. Seeing the importance of the spiritual aspect in providing services for people with mental disorders, the author tries to look at the picture of this Spiritual Guidance Activity and conduct an analysis using spirituality theory and social rehabilitation. The results showed that Spiritual Guidance Activities had good benefits for the clients, but these benefits did not touch most of the clients, because the form of activities was limited to religious activities, while the aspect of spirituality was very broad not only limited to religion."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghariza Annisa Samara
"Anak jalanan merupakan salah satu kelompok yang rentan menjadi korban penyalahgunaan NAPZA. Pemerintah melakukan upaya penanganan berupa rehabilitasi medis dan sosial. Yayasan Balarenik menjadi salah satu Lembaga Rehabilitasi Sosial khusus untuk anak-anak jalanan. Penyalahguna NAPZA yang sedang menjalani rehabilitasi tetap memiliki peluang untuk kambuh (relapse). Perilaku relapse pada penyalaguna NAPZA tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah motivasi diri untuk dapat sembuh. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi sembuh pada anak jalanan korban penyalahgunaan NAPZA di Yayasan Balarenik. Pengambilan data dilakukan dari bulan Oktober-November 2021 dengan wawancara mendalam kepada 6 orang anak jalanan, 2 orang perwakilan orangtua, 1 orang perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, seorang ketua Yayasan Balarenik, Konselor serta Pekerja Sosial di Yayasan Balarenik. Hasil penelitian didapatkan bahwa lingkungan pertemanan mempengaruhi anak jalanan untuk mengenal, menggunakan, dan mendapatkan NAPZA. Kemauan dalam diri yang kuat menjadi faktor instrinsik anak jalanan untuk dapat sembuh dari penyalahgunaan NAPZA. Adapun faktor ekstrinsik motivasi untuk sembuh anak jalanan adalah adanya pengaruh dari teman yang sudah berhenti menggunakan NAPZA, peran baik dari konselor dan pekerja sosial, serta pemberian reward dari pihak Yayasan. Bentuk dukungan dari orangtua berbeda antara orangtua yang mengetahui anaknya menggunakan NAPZA dengan yang tidak mengetahui. Dukungan dan semangat yang baik lebih diberikan oleh orangtua yang memang mengetahui anaknya menggunakan NAPZA.

Street children are one of the vulnerable groups to become victims of drug abuse. The government has taken steps to overcome this by requiring medical and social rehabilitation. Yayasan Balarenik is one of the Social Rehabilitation Institution especially for street children. Drug abusers who are undergoing rehabilitation still have the opportunity to relapse. Relapse behavior in drug abusers can be influenced by various factors, included self-motivation to recover. This study aims to determine the motivation to recover for street children who are victims of drug abuse at Yayasan Balarenik. Data collection was carried out from October-November 2021 with in-depth interviews with 6 street children, 2 representatives of parents, 1 representative of the Dinkes Provinsi DKI Jakarta, a head of Yayasan Balarenik, and Counselors also Social Workers at Yayasan Balarenik. The results of the study found that the environment of friendship influenced street children to recognize, use, and obtain drugs. A strong will in self becomes an intrinsic factor for informants to be able to recover from drug abuse. The extrinsic motivational factors for recovering street children are the influence of friends who have stopped using drugs, the good role of counselors and social workers, and the provision of rewards from the Foundation. The form of support from parents differs between parents who know their children are using drugs and those who do not know. Better supports given by parents who do know their children are using drugs."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Trends of drug abuse will be followed by the need of different nursing care. by nursing program between dual diagnoses patients and regular patients (drug dependence with no psychiatric problemss) in rehabilitation wad nurses can evaluate their role in each setting...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lilik Sulistiyowati
"Penyalahguna NAPZA merupakan masalah terbesar di Indonesia. Setiap tahun meningkat sebesar 1,9% dari total penduduk Indonesia. Provinsi Sumatera Selatan menduduki peringkat ke lima dengan prevalensi tertinggi setelah Jawa barat. Dampak psikologis yang menimbulkan dari penyalahgunaan NAPZA antara lain ansietas, terjadinya perubaha  emosi, panik, gangguan memori, depreesi. Dalam mengatasi permasalahannya penyalahguna NAPZA membutuhkan pertolongan untuk pulih baik secara medis maupun non medis. Rehabilitytasi NAPZA merupakan cara efektif dalam mengatasi masalah ketergantungan. Selama menjalani program rehabilitasi penyalahguna nAPZA mengalami ansietas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk megetahui perubahan penyalahguna NAPZA sebelum diberikan intervensi dan setelah diberika  intervensi  Acceptance and Commitment therapy (ACT) dan Asertivenes Training (AT), perubahan tanda dan gejala GME (ansietas), perubahan kemampuan komitmen serta perubahan kemampuan asertif sebelum diberikan terapi dan setelah diberikan terapi. penelitian ini mengunakan desain quasi eksperimen dengan jumlah sampel 62 orang, dibagi menjadi 31 orang kelompok intervensi 1 yang mendapatkan tarik nafas dalam (TND), teraupeutic community (TC), Acceptance and Commitment therapy (ACT) dan 31 orang kelompok intervensi 2 yang mendapatkan tarik nafas dalam (TND), Theraupeutuiuic Community (TC), Asertivenes Training (AT). Uji analisis yang digunakan adalah non parametrik. Hasil penelitian menunjukan intervensi ACT efetif menurunkan tanda dan gejala GME (ansietas) pada kelompok intervensi 1 dan intervensi AT dapat menurunkan tanda dan gejala GME (ansietas) pada kelompok intervensi 2 secara bermakna (p Value < 0,05). Intervensi ACT dan AT direkomendasikan pada penyalahguna NAPZA yang menjalani rehabilitasi untuk menurunkan tanda dan gejala GME (ansietas).

Drug abuse is the biggest problem in Indonesia. everry years it is increasing by 1,9% of the total population of Indonesia. South Sumatera is ranked fifth with the higest prevalence after West java. Psicologycal factor that influence drug abuse due to lack of confidence, expriencing tests, emotional change, panic, memory impairment, depresion. in overcoming the problem, drug abusers need help to recover both medically and non medically. Drug rehabilitation is an effective way to overcome the problem of dependence. During the rehabilitation program, drug abusers experience anxiety. The purpose of this study was to influence changes insigns snd symtoms of drug abuses befor intervention and after  acceptance and commitmrnt therapy (ACT) and asertivenes Training (AT), changes in signs and symptoms of GME (anxiety), changes ability to conccept commitments, change assertive ability befor and after intervention. this study used a quasi eksperimental design with a sample 62 people divided into 31 people intervention group 1 who received deep breathing therapy (TND), Theraupeutic Community (TC), Acceptance and commitment therapi (ACT) and 31 people intervention group 2 who were given deep breathing therapy (TND), theraupeutic community (TC), Asertives Training (AT). The analisis test  use is a non parametric test. The result showed that the ACT intervention was effective in reducing anxiety in drug abusers and the AT intervention was effective significantly (p Value < 0,05). ACT and ATT intervenstionn is recommended for drug abusers undergoing rehabilitation to reduce anxiety."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Elis Subekti
"Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan proses resosialisasi yang dilakukan oleh Panti Sosial Bina Laras Harapan Sentosa 3 Ceger. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian studi deskriptif. Hasil penelitian menggambarkan bahwa untuk meresosialisasi ODGJ, PSBL Harapan Sentosa 3 Ceger melakukannya dalam bentuk beberapa kegiatan, yaitu, bimbingan dan motivasi kepada ODGJ, bimbingan dan motivasi kepada keluarga, pemberian motivasi kepada masyarakat, serta penyaluran. Selain itu, terdapat faktor pendukung maupun penghambat yang mempengaruhi dalam pelaksanaan proses resosialisasi ODGJ ini.

This study discusses about the implementation process of resocialization in The Institution of Social Rehabilitation Bina Laras Harapan Sentosa 3 Ceger for people with mental disorders. This research uses qualitative with descriptive research. The research describe that The Institution of Social Rehabilitation Bina Laras Harapan Sentosa 3 Ceger does several activities in order to resocialize ODGJ, such as, providing guidance and motivation to ODGJ, providing guidance and motivation to the family, giving motivation to the society, and discharging. Furthermore, there are also supporting and barriers factors that affect in the implementation of this process."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46437
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tika Amalia
"Latar Belakang: Gangguan jiwa, termasuk psikosis, dapat memengaruhi kesehatan oral. Faktor emosional dan psikologis berperan dalam gangguan oromukosa. Individu dengan gangguan jiwa cenderung mengalami masalah kesehatan oral serta penyakit oral dapat memperburuk gejala psikiatri.Tujuan: Menganalisis prevalensi lesi oral pada pada individu dengan gangguan psikosis. Metode: Pencarian studi dilakukan melalui database dengan kata kunci terkait oral mucosal lesions, oral mucosal disorder, Oral mucosal diseases, psychiatric illness, psychosis, psychiatrics, Delusional infestation, Schizophrenia, depression. Kriteria inklusi: studi tentang prevalensi lesi oral pada individu dengan gangguan psikosis dalam 10 tahun terakhir dan tersedia gratis dalam bahasa Inggris.. Hasil: Dari hasil pencarian didapatkan 4 artikel yang memenuhi metode pencarian. Sebanyak tiga buah literatur dengan desain studi potong lintang menyajikan data prevalensi lesi oral yang ditemukan pada sejumlah individu dengan gangguan psikosis. Satu buah literatur menyajikan gambaran temuan lesi oral pada pasien dengan gangguan psikosis dengan cara melaporkan kasus temuan dari empat pasien yang dipilih. Kesimpulan: Studi menunjukkan bahwa individu dengan gangguan psikosis, terutama ansietas dan depresi, memiliki risiko lebih tinggi mengalami lesi oral, terutama oral lichen planus, diikuti oleh aphtous ulcer dan leukoplakia. Pada pasien dengan delusional infestation, dua dari empat kasus mengalami mulut kering. Faktor individu dan psikologis berperan penting dalam meningkatkan risiko ini.

Background: Mental disorders, including psychosis, can affect oral health. Emotional and psychological factors play a role in oromucosal disorders. Individuals with mental disorders tend to experience oral health problems, and oral diseases can worsen psychiatric symptoms. Objective: To analyze the prevalence of oral lesions in individuals with psychosis. Methods: A literature search was conducted using databases with keywords related to oral mucosal lesions, oral mucosal disorders, oral mucosal diseases, psychiatric illness, psychosis, psychiatrics, delusional infestation, schizophrenia, and depression. Inclusion criteria were studies on the prevalence of oral lesions in individuals with psychosis within the last 10 years and available for free in English. Results: Four articles met the search criteria. Three cross-sectional studies presented data on the prevalence of oral lesions found in individuals with psychosis. One article described oral lesion findings in patients with psychosis by reporting case findings from four selected patients. Conclusion: Studies show that individuals with psychosis, especially anxiety and depression, have a higher risk of developing oral lesions, particularly oral lichen planus, followed by aphthous ulcers and leukoplakia. In patients with delusional infestation, two out of four cases experienced dry mouth. Individual and psychological factors play an important role in increasing this risk."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>