Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 203601 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hamka Rauf
"Pendahuluan: Pemeriksaan baku emas swab nasoorofaring dengan metode Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) merupakan prosedur diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan suspek COVID-19. Metode lain yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan serologi yang mulai terbentuk dalam beberapa hari hingga minggu.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara hasil swab nasoorofaring dan uji serologi terhadap luaran pasien COVID-19 dalam evaluasi masa rawat 14 hari
Metode: Analisis observasional kohort retrospektif terhadap pasien COVID-19 yang dirawat di RS Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan, Jakarta, Indonesia secara total sampling diperoleh dari bulan Maret 2020 sampai Mei 2020. Kami meninjau rekam medis 132 pasien dengan diagnosis probable case dan confirmed case COVID-19 yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Sebanyak 132 pasien yang termasuk dalam penelitian ini, didominasi oleh laki-laki sebanyak 51,5% dengan usia rerata 50,23 tahun. Derajat pneumonia berturut-turut yaitu derajat ringan, sedang, dan berat (17,4%, 57,6%, dan 25,0%). Proporsi pasien dengan komorbid sebanyak 71,2%. Proporsi penggunaan alat bantu napas terbanyak yaitu penggunaan kanula hidung (69,7%) diikuti berturut-turut oleh Ventilator, non rebreathing mask dan high flow nasal cannule (13,6%, 9,1% dan 7,6%).. Proporsi kematian sebesar 18,3%, dengan proporsi kematian pada confirmed case sebanyak 21,3% dan probable case sebanyak 19,3%. Tingkat kematian pada confirmed case berkorelasi terhadap jenis kelamin laki-laki (p =0,009), derajat pneumonia berat (p=0,000), penggunaan alat bantu napas bukan kanula hidung (p=0,000) dan komorbid (p=0,021). Tingkat kematian pada probable case berkorelasi dengan derajat pneumonia berat (p=0,000), penggunaan alat bantu napas bukan kanula hidung (p=0,000).
Kesimpulan: Kombinasi penggunaan swab nasoorofaring dan hasil uji serologi dapat memprediksi luaran pasien COVID-19 dalam evaluasi masa rawat 14 hari. Derajat pneumonia berat dan penggunaan alat bantu napas bukan kanula hidung merupakan prediktor buruk terhadap luaran pasien COVID-19.

Introduction: Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) to detect SARS- CoV-2 is a gold standard method in a patient with suspected COVID-19 and achievable by means of nasopharyngeal and oropharyngeal swab. Serological test is another method to detect the antibody which is produced in a several days or week.
Aims: To determine the association between nasooropharyngeal swab and serological test to predict the mortality of COVID-19 patient after 14-days admission.
Methods: We performed an observational retrospective cohort analysis of COVID-19 patients treated at National Respiratory Referral Hospital Persahabatan Jakarta, Indonesia. Subjects by means of total sampling were COVID-19 patients between March to May 2020. We reviewed the medical records of 132 patients categorized as probable and confirmed cases whom met the inclusion criteria. Their 14-days course of the treatment were observed.
Results: We included 132 patients, which dominated by males (51.5%) with mean age of
50.23 years old. Cases were mild pneumonia, moderate pneumonia, and severe pneumonia (17.4%, 57.6%, and 25.0%, respectively). Most patients presented with comorbidities (71,2%). Most patients required oxygen supplementation by nasal cannula (69.7%), followed by mechanical ventilator, non-rebreathing mask, and high flow nasal cannula (13.6%, 9.1%, and 7.6%, respectively). Patient deaths were 18.3%, including 21.3% among confirmed cases and 19.3% among probable cases. Mortality among confirmed case were correlated with male sex (p=0.009), severe pneumonia (p=0.000), supplemental oxygen delivery requiring device other than nasal cannula (p=0.000), and comorbidities (p=0.021). Mortality among probable cases were correlated with severe pneumonia (p=0.000), and supplemental oxygen delivery requiring device other than nasal cannula (p=0.000).
Conclusions: Combination of nasooropharyngeal swab and serological test results predicted the 14-days outcomes of COVID-19 patients. Severe pneumonia and supplemental oxygen delivery requiring device other than nasal cannula were predictors of poor COVID-19 outcomes as observed from our study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T57651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulung, Rama Josua Matasak Lolong
"Latar Belakang: Pandemi COVID-19 berdampak pada penanganan pasien di Rumah Sakit, terutama di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Dampak pandemi COVID-19 terhadap mortalitas pasien gawat darurat masih kontroversial. Selama pandemi terjadi peningkatan lama rawat IGD, namun angka kematian sebelum dan saat pandemi tidak berbeda bermakna. Kasus kematian 7 hari ini diterapkan sebagai indikator untuk mengukur kematian dini di IGD, karena keputusan klinis yang paling penting dibuat pada minggu pertama setelah masuk rumah sakit. Saat ini belum ada studi yang meneliti faktor risiko kematian 7 hari pada pasien COVID-19 di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik retrospekstif dengan pengambilan data sekunder pasien terkonfirmasi COVID-19 yang masuk IGD di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) dari Januari sampai Desember 2021. Luaran yang dinilai adalah angka kematian 7 hari pada pasien COVID-19 dan faktor-faktor yang memengaruhinya (lama waktu tunggu, komorbiditas, kriteria triase, derajat keparahan COVID-19).
Hasil: Total pasien yang masuk ke IGD RSUI selama tahun 2021 adalah sebesar 3710 pasien dengan pasien terkonfirmasi COVID-19 sebesar 38,6%. Angka kematian 24 jam pada populasi pasien COVID-19 sebesar 5,4%. Angka kematian 7 hari pasien di IGD RSUI sebesar 12,2% (175 pasien). Faktor-faktor yang memengaruhi angka kematian 7 hari di IGD RSUI antara lain derajat keparahan COVID-19 (RR 7,1;IK 95% [4,055-12,515]), kriteria triase (RR 4,2;IK 95% [2,763-6,452]), dan komorbiditas (RR 4,2;IK 95% [2,679-6,613]). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama waktu tunggu tidak meningkatkan risiko kematian 7 hari (RR 1,01; IK 95% [0,975-1,050]; p=0,595).
Simpulan: Faktor-faktor yang memengaruhi angka kematian 7 hari di IGD RSUI adalah komorbiditas, kriteria triase, derajat keparahan COVID-19. Lama waktu tunggu pasien di IGD tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap angka kematian 7 hari.

Background: The COVID-19 pandemic has had an impact on the treatment of patients in hospitals, especially in the Emergency Department (ED). The impact of the COVID-19 pandemic on mortality in emergency department patients is still controversial. During the pandemic there was an increase in the length of stay in the emergency room, but the mortality rate before and during the pandemic was not significantly different. 7-day mortality was recently applied as an indicator to measure early death in the ED, because the most important clinical decisions are made in the first week after admission. Currently, there are no studies that examine the risk factors for 7-day death in COVID-19 patients in Indonesia.
Methods: This study is a retrospective analytic descriptive study by collecting secondary data from patients with confirmed COVID-19 who entered the emergency room at the University of Indonesia Hospital (RSUI) from January to December 2021. The outcomes assessed were the 7-day mortality rate in COVID-19 patients and its risk factors (ED waiting time, comorbidity, triage criteria, degree of severity of COVID-19).
Results: The total number of patients admitted to the RSUI ED during 2021 was 3710 patients with confirmed COVID-19 patients at 38.6%. The 24-hour mortality rate in the COVID-19 patient population is 5.4%. The 7-day mortality rate of patients in RSUI ED was 12.2% (175 patients). Factors that influence the 7-day mortality rate in the RSUI ED include the degree of severity of COVID-19 (RR 7,1; CI 95% [4,055-12,515]), triage criteria (RR 4,2; CI 95% [2,763-6,452]), and comorbidity (RR 4,2; CI 95% [2,679-6,613]). The results of this study indicated that ED waiting time did not increase the risk of 7-day mortality (RR 1,01 ; CI 95% [0,975-1,050]; p=0,595).
Conclusion: The factors that influence the 7-day mortality rate in the RSUI ED are comorbidities, triage criteria, and the degree of severity of COVID-19. The patient's ED waiting time has no significant relationship to the 7-day mortality rate.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Chalid
"Swab stick adalah alat pengambilan sampel virus melalui penyapuan jaringan lunak pada bagian hidung. Alat ini yang masih import, menjadi kristis saat kekurangan ketersediaan dalam negri Indonesia saat pandemik Covid-19 lalu. Oleh karena itu, Universitas Indonesia melalui Research Center for Biomedical Engineering, FTUI melakukan kolaborasi dengan empat industri lokal, dalam pengembangan dan produksi swab stick dalam negri, dengan mengacu ISO 13485:2016, peralatan kesehatan sistim manajemen kualitas – persyaratan untuk tujuan regulasi. Industri yang dilibatkan, telah memiliki pengalaman panjang dalam produksi bahan baku polimer, pemrosesan plastik, teknologi flocking dan pengemasan medis, untuk keyakinan pencapaian jaminan kualitas swab stick yang sesuai dengan produk yang ada. Laporan ini mendeskripsikan jaminan kualitas desain, purwarupa dan produksi swab stick. Rangkaian pengujian berupa uji geometri, tarik, kelekatan penyapu, permukaan, penyerapan sapuan dan residu paska produksi. Kerja pengembangan menghasilkan produk swab stick dengan kekakuan 400 MPa, lengkungan pada 15 N, kerapatan 1,5-2,5 Dtex, sudut kontak air 78 derajat dan penyerapan air 25-35 mikro Liter. Lebih lanjut, tidak ditemukan residu bahan beracun pada produk. Produk swab stick yang berkualitas tersebut diharapkan sebagai produk nasional yang mendekati 100% TKDN dalam rangka meningkatkan ketersediaan peralatan kesehatan, terutama menghadapi COVID-19 di Indonesia. Produk ini secara formal didaftarkan dengan nama dagang Sterilized Nasopharynx Swab Stick HS 19

Swab sticks are a means of sampling a person by swabbing the nasopharyngeal pathway. This tool is at a critical point, where domestic availability in Indonesia is lacking because it is purely dependent on foreign supplies during the coronavirus disease 2019 pandemic. Therefore, a collaboration of national companies and the Research Center for Biomedical Engineering, Universitas Indonesia, addressed this scarcity by producing a national swab stick. Since there was no swab stick manufacturer in Indonesia, the production referred to ISO 13485:2016. The companies contributing have strong experience in resin production, plastic processing, flocking technology, and medical packaging to ensure the product quality. We propose a series of measurements, and have conclude that the product has stiffness around 400 MPa, deflected at 15N, a density of 1.5–2.5 Dtex, water contact angle at 78 degrees, and adsorbsivity around 25–35L of liquid water. Moreover, there was no any residual toxic substance around the flocked swab. These qualities shall be developed further into a national product with nearly 100% local content in order to increase availability of the national medical device and fight COVID-19 in Indonesia. The product was formally registered under the trade name Sterilized Nasopharynx Swab Stick HS 19."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lorita Sendana
"Latar belakang: Kekhawatiran pasien dan dokter gigi terhadap penularan Covid-19 dan anjuran PDGI untuk menunda perawatan yang tidak mendesak menyebabkan berkurangnya pasien yang berkunjung ke dokter gigi selama pandemi Covid-19. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai evaluasi kunjungan pasien selama pandemi Covid-19 di Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI.Tujuan: Mendapatkan data kunjungan pasien selama pandemi Covid-19. Metode: Menggunakan desain penelitian deskriptif dan observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional. Data diambil dari 167 rekam medis Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI periode Juni 2020-Mei 2021. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat dan bivariat menggunakan SPSS. Hasil: Jumlah pasien yang berkunjung mayoritas perempuan (53,9%) dan usia 26-44 tahun (42,4%). Mayoritas pasien yang berkunjung memiliki OHI-S sedang (45%). Keluhan utama paling banyak karena ingin membersihkan karang gigi (29,3%). Pasien banyak mengalami periodontitis (71,8%) dan mayoritas Periodontitis stage III grade C (26,7%). Rencana perawatan initial yang banyak direncanakan adalah Dental Health Education (29,2%) dan Scaling Root Planing (28,1%). Rencana perawatan bedah terbanyak adalah kuretase (30,1%) dan rencana perawatan rekonstruksi adalah rujukan ke Spesialis Prostodonsia (54,2%). Kesimpulan: Terdapat peningkatan jumlah kunjungan, perbedaan jumlah perawatan SRP dan perawatan periodontal lainnya pada periode Juni-September 2020, Oktober 2020-Januari 2021, dan Februari-Mei 2021 di klinik periodonsia RSKGM FKG UI.

Background: The concern of patients and dentists about the transmission of Covid-19 and the PDGI's recommendation to postpone non-urgent treatments have led to fewer patients visiting the dentist during the Covid-19 pandemic. This makes researchers interested in conducting research on evaluating patient visits during the Covid-19 pandemic at the Periodontal Clinic of RSKGM FKG UI. Objective: To obtain data on patient visits during the Covid-19 pandemic. Methods: Using a descriptive and observational analytic research design with a cross-sectional approach. Data were taken from 167 medical records of the Periodontal Clinic of RSKGM FKG UI for the period June 2020-May 2021. Data analysis was carried out by univariate and bivariate analysis using SPSS. Results: The majority of patients who visited were women (53.9%) and aged 26-44 years (42.4%). The majority of patients who visited had moderate OHI-S (45%). The main complaint was mostly because they wanted to clean tartar (29.3%). Most of the patients had periodontitis (71.8%) and the majority of them had stage III grade C periodontitis (26.7%). The initial treatment plans that were mostly planned were Dental Health Education (29.2%) and Scaling Root Planing (28.1%). Most of the surgical treatment plans were curettage (30.1%) and the reconstructive treatment plan was referral to a prosthodontic specialist (54.2%). Conclusion: There was an increase in the number of visits, differences in the number of SRP treatments and other periodontal treatments in the period June-September 2020, October 2020-January 2021, and February-May 2021 at the periodontics clinic of RSKGM FKG UI."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Veronika Jenny
"Latar belakang: Pandemi COVID-19 merupakan tantangan bagi dokter spesialis mata di Indonesia. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya perubahan pada pola pelayanan kesehatan dan dapat menjadi faktor risiko terjadinya infeksi COVID-19 pada dokter spesialis mata.
Tujuan: Menilai dampak pandemi terhadap faktor pola pelayanan kesehatan mata dan hubungannya dengan riwayat terinfeksi COVID-19 pada dokter spesialis mata di Indonesia
Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang dengan survei daring (Google form) pada November 2022.
Hasil: Kuesioner terdiri dari 30 pertanyaan yang dikirimkan kepada 1555 responden dengan respon rate 20,97%, sehingga diperoleh 318 responden. Responden umumnya berusia 30-40 tahun dengan pengalaman kerja >10 tahun, dan merupakan dokter mata umum. Terdapat 175 responden yang memiliki riwayat terinfeksi COVID-19 di awal pandemi (Maret 2020 – Desember 2021) dan di masa transisi pandemi (Januari – November 2022). Faktor pola pelayanan kesehatan mata (penggunaan APD, pembatasan jumlah pasien di poliklinik, pembatasan jumlah praktik, pembatasan jumlah operasi mata, konsultasi telemedisin) tidak berhubungan dengan riwayat terinfeksi COVID-19 pada dokter spesialis mata di masa pandemi (p>0,05).
Kesimpulan: Terdapat lebih dari separuh jumlah dokter spesialis mata yang pernah terinfeksi COVID-19 selama pandemi. Pembatasan jumlah pasien di poliklinik rawat jalan tidak berhubungan dengan riwayat terinfeksi COVID-19 pada dokter spesialis mata di Indonesia di awal dan masa transisi pandemi.

Background: The COVID-19 pandemic is a challenge for ophthalmologists in Indonesia. This condition causes a change of eye health services and can be a risk factor for COVID-19 infection in ophthalmologists.
Purpose: To evaluate changes in patterns of eye health services and risk factors related to COVID-19 infection in ophthalmologists
Methods: The design of this study was used a cross-sectional study with an online survey (Google form) in November 2022.
Results: The questionnaire consisted of 30 questions which were sent to 1555 respondents with a response rate of 20.97%, so that 318 respondents were obtained. Respondents are generally aged 30-40 years with work experience >10 years, and work as general ophthalmologists. There were 175 respondents who had a history of being infected with COVID-19 in early pandemic (March 2020 – December 2021) and transition period of pandemic (January – November 2022). Factors in the pattern of eye health services (use of PPE, limiting the number of patients at the polyclinic, limiting the number of practices, limiting the number of eye surgeries, telemedicine consultations) were not associated with a history of COVID-19 infection among ophthalmologists during the pandemic (p>0.05).
Conclusion: More than half of ophthalmologists have been infected with COVID-19 during the pandemic. Limiting the number of patients at the polyclinic was not related to a history of COVID-19 infection among ophthalmologists in Indonesia at the early and transition period of the pandemic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Rahmawati
"Pandemi Covid-19 (coronavirus diseases 2019) yang disebabkan oleh virus SARS-Cov-2 yang pertama kali muncul Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada akhir tahun 2019. Virus ini muncul di berbagai negara di dunia sehingga menciptakan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan ekonomi global. Tidak hanya itu, pandemi Covid-19 juga menimbulkan kekhawatiran dan berbagai gangguan kesehatan mental lainnya di masyarakat. Selain itu, tenaga kesehatan juga rentan terhadap gangguan kesehatan mental selama menangani pasien Covid-19. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi gejala kecemasan dan depresi pada tenaga kesehatan laboratorium terpadu di Rumah Sakit Universitas Indonesia selama pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang dilakukan di Laboratorium Terpadu Rumah Sakit Universitas Indonesia pada bulan Juli 2021. Analisis yang digunakan yaitu, univariat, bivariat dan multivariabel dengan derajat kepercayaan 95%. Dari 42 tenaga kesehatan laboratorium terpadu RS UI didapatkan prevalensi gejala kecemasan sebesar 11,9% dan prevalensi gejala depresi sebesar 14,3%. Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara gejala kecemasan ataupun depresi dengan variabel independen penelitian.

The Covid-19 pandemic (coronavirus diseases 2019) caused by the SARS-Cov-2 virus which first appeared in Wuhan City, Hubei Province, China at the end of 2019. This virus appeared in various countries in the world, causing a significant impact on society and the global economy. Covid-19 pandemic has also caused concern and various other mental health disorders in the community. Furthermore, healthcare workers are also vulnerable to mental health disorders while treating Covid-19 patients. The purpose of this study is to estimate the prevalence of anxiety and depression symptoms in healthcare workers in the integrated laboratory at the Universitas Indonesia Hospital during the Covid-19 pandemic. This study uses a cross sectional design conducted at the Integrated Laboratory of the Universitas Indonesia Hospital in July 2021. The analysis used is univariate, bivariate and multivariable with a 95% confidence interval. Of 42 integrated laboratory health workers at Universitas Indonesia Hospital, the prevalence of anxiety symptoms was 11.9% and the prevalence of depressive symptoms was 14.3%. The results of the bivariate analysis with the chi-square test there is no significant relationship between symptoms of anxiety or depression with the independent variables of the study."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etik Ratnika Sari
"Mahasiswa keperawatan yang berada pada masa remaja akhir yaitu sudah mampu mengenali permasalahan dan memikirkan apa yang menjadi penyebab serta sudah mampu memikirkan solusi untuk masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan data demografis Mahasiswa S1 Reguler FIK UI dengan Perilaku adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan 242 sampel diambil dengan stratified sampling. Penelitian ini menggunakan instrumen pengetahuan, sikap dan keterampilan yang telah di modifikasi dari penelitian olum,et.al (2020). Analisis penelitian ini menggunakan uji Kruskal-Wallis, Chi-Square dan Pearson Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden berada pada rentang usia 18-22 tahun, sebagian besar berjenis kelamin perempuan (92,6%), berasal dari suku Jawa (46,3%) dengan pendapatan lebih dari atau sama dengan rata-rata UMR (75,6%), serta sebagian besar berasal dari angkatan 2020 (26,8%). Sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik (54,9%), sikap yang positif (71,1), keterampilan yang baik (73,1%) serta perilaku yang baik (57,4%). Berdasarkan analisis bivariat bahwa usia memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku (p-value 0,002 ) dan angkatan masuk juga memilki hubungan yang signifikan dengan perilaku (p-value 0,010). Jenis kelamin , suku dan status sosial ekonomi tidak memilki hubungan yang signifikan dengan perilaku adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi COVID-19.

Nursing students who are in their late teens are able to recognize problems and think about what is the cause and are able to think of solutions to these problems. This study aims to identify the relationship between the demographic data of the Regular S1 students of FIK UI and the behavior of adapting new habits during the COVID-19 pandemic. This study used a cross sectional research design with 242 samples taken by stratified sampling. This study uses knowledge, attitudes and skills instruments that have been modified from the research of olum, et.al (2020). The analysis of this study used the Kruskal-Wallis, Chi-Square and Pearson Chi-Square tests. The results showed that the respondents were in the age range of 18-22 years, most of them were female (92.6%), came from Javanese ethnicity (46.3%) with income more than or equal to the average UMR (75, 6%), and most of them are from the class of 2020 (26.8%). Most of the respondents have good knowledge (54.9%), positive attitude (71.1), good skills (73.1%) and good behavior (57.4%). Based on bivariate analysis that age has a significant relationship with behavior (p-value 0.002 ) and the entry force also has a significant relationship with behavior (p-value 0.010). Gender, ethnicity and socioeconomic status did not have a significant relationship with the behavior of adapting new habits during the COVID-19 pandemic."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwina Anggraini
"Di tengah pemberlakuan kebijakan new normal, risiko para tenaga kesehatan terinfeksi COVID-19 masih tinggi. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memberikan arahan terhadap rumah sakit untuk melaksanakan langkah preventif, kuratif dan promotif dalam penanganan COVID-19. Brebes merupakan kabupaten dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi kedua di Jawa Tengah yaitu sebanyak 1.925.365 jiwa dengan luas wilayah Kabupaten Brebes mencapai 1.769,62 km2. Dengan tingkat kepadatan penduduk serta luas wilayah yang tinggi, rumah sakit di Kabupaten Brebes tentunya dituntut untuk dapat memberikan pelayanan maksimal dengan pemenuhan standar rumah sakit dan tenaga kesehatan. Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian COVID19 di rumah sakit merupakan upaya penting dalam melindungi tenaga kesehatan dari risiko infeksi COVID-19. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan manajemen risiko pada tenaga kesehatan yang menangani COVID-19 di RSUD Brebes tahun 2022. Penelitian kualitatif dengan desain studi kasus deskriptif ini menggunakan data primer yang berasal dari wawancara mendalam dan data sekunder yang berasal dari telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan penerapan manajemen risiko COVID-19 pada tenaga kesehatan di RSUD Brebes belum berjalan secara maksimal. Hal utama yang menyebabkan belum dilaksanakannya manajemen risiko secara maksimal ini adalah belum adanya komitmen dari seluruh staf terutama pimpinan dalam mengupayakan dan mendukung terlaksananya program manajemen risiko. Kondisi ini juga didukung dengan masih minimnya jumlah personil tenaga kesehatan sehingga menjadi pemicu kendala dalam penerapan manajemen risiko COVID-19.Oleh karena itu, peneliti menyarankan untuk memasukkan manajemen risiko sebagai salah satu kebijakan strategis rumah sakit dalam upaya peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja. Untuk tenaga kesehatan, disarankan untuk lebih berpartisipasi aktif dalam penerapan dan pengembangan manajemen risiko.

In the midst of the implementation of the new normal policy, the risk of health workers being infected with COVID-19 is still high. The Central Java Provincial Government provides directions for hospitals to carry out preventive, curative and promotive steps in handling COVID-19. Brebes is the district with the second highest population density in Central Java, which is 1,925,365 people with the area of ​​Brebes Regency reaching 1,769.62 km2. With a high level of population density and area, hospitals in Brebes Regency are certainly required to be able to provide maximum service by meeting hospital standards and health workers. The implementation of the prevention and control of COVID-19 in hospitals is an important effort to protect health workers from the risk of COVID-19 infection. This study aims to analyze the application of risk management to health workers who handle COVID-19 at the Brebes Hospital in 2022. This qualitative research with a descriptive case study design uses primary data from in-depth interviews and secondary data from document review. The results showed that the application of COVID-19 risk management to health workers at the Brebes Hospital had not run optimally. The main reason why risk management has not been implemented to its full potential is the lack of commitment from all staff, especially the leadership, in seeking and supporting the implementation of risk management programs. This condition is also supported by the still minimal number of health personnel so that it triggers obstacles in the implementation of COVID-19 risk management. Therefore, the researchers suggest including risk management as one of the hospital's strategic policies in an effort to improve occupational safety and health. For health workers, it is recommended to actively participate in the implementation and development of risk management."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Rara Diah Handayani
"Dalam dua tahun terakhir pandemi corona virus disease 2019 (COVID-19) telah menginfeksi > 220 juta orang dan 5 juta orang meninggal. Di Indonesia > 4 juta orang terinfeksi dan > 140.000 orang meninggal. Pada puncak pandemi, kebutuhan perawatan tidak seimbang dengan sarana rumah sakit sehingga WHO menganjurkan untuk memprioritaskan pasien secara ekual. Untuk itu diperlukan prediktor luaran pasien COVID-19. Penelitian ini bertujuan menyusun prediktor luaran pasien COVID-19 menggunakan regresi logistik dan machine learning.
Penelitian terdiri atas 2 tahap. Tahap pertama adalah kohort retrospektif untuk menyusun prediktor kematian di rumah sakit dengan regresi logistik dan machine learning (decision tree, random forest, support vectore machine, gradient boost and extreme gradient boost). Pasien terkonfirmasi COVID-19 diinput di data registri REG-COVID-19 pada bulan Maret–Juli 2020 di RS Persahabatan (RSP) dan RS Universitas Indonesia (RSUI). Tahap kedua adalah kohort prospektif pada pasien COVID-19 di RSP, RSUI dan RSPI Suliati Saroso pada bulan Maret–Mei 2021. Data yang diinput adalah data demografi, gejala klinis, komorbid, laboratorium, skor Brixia dari radiografi toraks, luaran pasien dari perawatan dan lama rawat.
Pada tahap penyusunan diperoleh 271 subjek untuk analisis machine learning, 239 subjek untuk model 1, sebanyak 180 subjek model 2, dan 152 subjek model 3 dan model 4. Hasil analisis regresi logistik model 1 terdiri atas 7 variabel yaitu demam, diabetes melitus, frekuensi napas, saturasi O2, leukosit, SGOT dan CRP dengan AUC 0,930. Model 2 memberikan hasil hampir sama tetapi SGOT menjadi SGPT dengan AUC 0,926. Model 3 memiliki AUC 0,919 dan model 4 memberikan AUC 0,924 dengan variabel D dimer > 2000 menjadi salah satu prediktor. Validasi semua model regresi logistik dan machine learning menunjukkan penurunan AUC, tetapi tidak berbeda bermakna (uji perbandingan AUC, p = 0,683–0,736). Perbandingan model regresi logistik dan machine learning juga tidak berbeda bermakna (uji perbandingan AUC dengan rumus Hanley, p = 0,492–0,923).
Disimpulkan prediksi kematian pasien COVID-19 menggunakan regresi logistik dan machine learning memiliki akurasi yang baik sehingga regresi logistik dan machine learning dapat dijadikan prediktor luaran pasien COVID-19.

Corona virus disease 2019 (COVID-19) pandemic has lasted almost 2 years worldwide with more than two hundred million world population were infected and almost 5 million (2%) death. In Indonesia, there have been more than 4 million people were infected with more than 140.000 (3.5%) death. At the peak of the outbreak there were discrepancy between health care facilities and demands. WHO recommended to prioritize patient equally, to avoid patient discrimination by social class, race, and gender. The best prediction tool should be valid, reliable and feasible. Many studies develop assessment with logistic regression and machine learning with the goal to improve accuracy. Some study showed variety of predictors in outcome prediction, in this study we developed and validated assessment tool to predict hospital mortality comparing logistic regression and machine learning, included support vector machine (SVM), decision tree (DT), random forest (RF), gradient boost (GB) and extreme gradient boost (XGB). Our study was conducted in 2 stages. The first stage study was cohort retrospective to develop assessment tool to predict hospital mortality by comparing logistic regression and machine learning among hospitalized COVID-19 patients from March to July 2020. The second was cohort prospective study among the same population, to validate the tools. The development data were collected from Persahabatan hospital and Universitas Indonesia hospital who registered in REG-COVID-19, 271subjects were eligible for machine learning analysis and 239 subjects for logistic regression data set 1; 180 subjects for data set 2; 152 for data set 3 and 4. Analysis of data set 1 resulted in 8 variables as mortality prediction include fever, DM, respiratory rate (RR), oxygen saturation, leucocyte, ALT > 42, CRP > 88, with AUC 0,930. Data set 2 resulted in similar variables except AST, with AUC 0,926. Data set 3 resulted in 6 variables with AUC 0,919 and Data set 4 resulted in 7 variables included fever, HR, RR, leucocyte, age above 52, CRP > 86 and D-dimer > 2000 with AUC 0,924. Validation of all models showed decreasing AUC. Machine learning analysis resulted in 5 models with the best was XGB among all set data with AUC between 0,8–0,9. There were decreasing of AUC of all models, but not statistically different (p 0.683–0.736). Comparing developed models with logistic regression and machine learning showed there were differences but not statistically significant. (p 0.492-0.923)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapto Budi Nugroho
"Latar Belakang: Pandemi COVID-19 di Indonesia belum resmi berakhir, dan karena perilaku protektif yang terlihat diabaikan, menjadi sangat penting untuk terus dikampanyekan guna meningkatkan kesadaran masyarakat dan menerapkan protokol kesehatan dalam rangka mengendalikan penyebarannya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi risiko dan pengalaman masyarakat terhadap penularan COVID-19 di Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode lintang potong dan dilakukan pada bulan Juli hingga Agustus 2022 dengan menggunakan survei daring. Kuesioner dikembangkan berdasarkan kuesioner standar (ECOM, 2015) tentang persepsi risiko wabah penyakit menular. Kuesioner ini kemudian didistribusikan melalui berbagai platform media sosial, termasuk WhatsApp, Facebook, dan Instagram.
Hasil: Penelitian ini mengungkapkan bahwa responden wanita lebih banyak daripada pria (61,3%), memiliki pendidikan sarjana (38,5%), bekerja di perusahaan swasta (32,3%), dan pernah tertular Covid (43,8%). Responden yang memiliki skor persepsi risiko di atas rata-rata adalah 60%. Menurut kesepuluh data distribusi persepsi risiko, sebagian besar responden menganggap COVID-19 sebagai ancaman. Memakai masker, rutin mencuci tangan, jaga jarak fisik, dan tinggal di rumah tetap menjadi pilihan dan efektif untuk mencegah penularan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki penularan COVID-19 yang intens secara langsung maupun tidak langsung.
Kesimpulan: Meskipun sebagian besar responden khawatir akan penularan Covid-19, mereka menyatakan siap untuk penularan dan sadar bagaimana mengendalikan dan mencegah penularan.

Background: The COVID-19 pandemic in Indonesia has not officially ended, and due to the apparent underestimation of protective behavior, it is imperative to continuously promote public awareness and implement health  protocols  to control its spread. Therefore, this study aims to analyze the community's risk perception and experiences of COVID-19 transmission in Indonesia.
Methods: This cross-sectional study was conducted from July to August 2022 using an online survey. The questionnaire was developed based on a standard questionnaire (ECOM, 2015) on the risk perception of an infectious disease outbreak. It was then distributed through various social media platforms, including WhatsApp, Facebook, and Instagram.
Result: This study revealed that there were more female respondents than men (61.3%), held bachelor’s degree (38.5%), work in private company (32.3%), and been infected by Covid (43.8%). Respondents who have risk perception score above average is 60%. According to all ten risk perception distribution data, most respondents considered COVID-19 a threat. Wearing mask, regularly wash hands, physical distancing, and stay at home still options and effective to prevent the transmission. This showed that most respondents had intense COVID-19 transmission directly or indirectly.
Conclusion: Although most of respondents worry of Covid-19 transmission, they stated ready for transmission and aware how to control and prevent the transmission.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>