Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12389 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2017
616.6 BUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia , 2017
616.6 BUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Miesien
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan bertumbuh dan berkembangbiaknya bakteri dalam saluran kemih. Dalam keadaan normal saluran kemih adalah steril kecuali ujung uretra. Saluran kemih merupakan tempat yang relatif sering mengalami infeksi pada bayi dan anak kecil. Demam dengan sebab tidak jelas pada anak berusia 2 bulan - 2 tahun sekitar 5% disebabkan oleh ISK. Pada usia ini prevalensi ISK pada anak perempuan dua kali lebih tinggi dari pada anak laki-laki.
Gejala klinis ISK bervariasi tergantung kepada usia, intensitas reaksi inflamasi dan lokasi infeksi pada saluran kemih. Anak berusia 2 bulan - 2 tahun yang menderita ISK perlu mendapat perhatian khusus oleh karena gejala klinis yang tidak khas, cara mendapatkan sampel urin yang invasif, dan mempunyai risiko terbesar terjadi kerusakan ginjal.
Diagnosis ISK yang akurat sangat penting karena 2 alasan, pertama untuk identifikasi dan tata laksana anak yang mempunyai risiko kerusakan ginjal. Kedua untuk mencegah intervensi yang mahal, potensial bahaya dan tidak bennanfaat pada anak yang tidak mempunyai risiko kerusakan ginjal. Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, serta dipastikan dengan biakan urin kuantitatif.
Escherichia coli adalah penyebab ISK pertama terbanyak pada anak yaitu sekitar 80 - 90% kasus. Pada awal abad ke - 20 mortalitas neonatus dan bayi yang dirawat karena pielonefritis sekitar 20%. Pendekatan diagnostik dan terapiutik yang agresif dan modem, serta perkembangan antibiotik saat ini telah dapat menekan mortalitas mendekati 0%. Adanya ISK akan membawa dampak jangka panjang terhadap fungsi ginjal yaitu berkembangnya uremia, terjadinya hipertensi dan adanya komplikasi selama kehamilan. Sebuah survey di Swedia tahun 1992 - 1995 pada 2000 anak berusia 2 bulan - 2 tahun yang menderita ISK pertama, didapatkan refluks pada 36% anak perempuan dan 24% anak laki - laki serta 50% di antaranya sudah menunjukkan dilatasi saluran kemih bagian atas. Dengan bervariasinya profil ISK maka perlu diketahui bagaimana profil ISK pada anak yang berobat di RSCM saat ini."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Purnomo
"ABSTRAK
Nyeri pinggang pada pasien batu ginjal dan batu ureter membutuhkan pengobatan yang cepat dan tepat. Banyak obat-obatan yang sudah diteliti sebagai pengobatan nyeri pada pasien batu ginjal dan batu ureter. Kebanyakan pasien dengan nyeri pinggang diberikan obat golongan NSAID. Efek samping NSAID terhadap gastrointestinal, ginjal dan sistem kardiovaskular cukup berbahaya untuk pasien sehingga harus dibatasi penggunaannya. Agropyron repens selain sebagai pengobatan MET juga dapat mengurangi rasa nyeri pada pasien batu ginjal dan batu ureter.

ABSTRACT
Flank pain in kidney stone and ureter stone s patient needs a fast and appropriate medication. Most of flank pain patients were prescribed NSAID medicine. The side effect of NSAID in terms of gastrointestinal, kidney, and cardiovascular system is adequately dangerous, thus it needs to be in control. Agropyron repens is not only for medication, but also for decreasing pain in kidney stone and ureter stone."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batubara, Jose Rizal Latief
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018
616.4 BAT b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia , 2020
616.1 BUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia , 2018
618.92 BUK
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Dwi Putri
"ABSTRAK
Latar Belakang. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) jarang ditemukan pada anak. Kesintasan kehidupan anak SNRS pada umumnya baik. Akan tetapi, anak SNRS sering mengalami penurunan fungsi ginjal dan pada perjalanan penyakitnya dapat mengalami end stage renal disease (ESRD). Tujuan. Mengetahui kesintasan kehidupan dan fungsi ginjal anak SNRS pada tahun ke-1, 2, 3, 4, dan 5. Mengetahui pengaruh usia, fungsi ginjal, dan hipertensi saat awitan serta tipe resistensi terhadap kesintasan kehidupan dan fungsi ginjal anak SNRS.
Metode. Penelitian kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medis anak SNRS yang datang berobat ke Poliklinik Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak dan praktik swasta konsultan Divisi Nefrologi dalam periode Januari 2000-Januari 2011. Kesintasan fungsi ginjal yang dinilai pada penelitian ini adalah kenaikan kreatinin ≥2 kali dan ESRD.
Hasil. Sebanyak 45 anak SNRS diikutsertakan dalam penelitian. Lama sakit adalah 24 (rentang 3-95) bulan. Sebanyak 20% anak meninggal dunia, 31,1% anak mengalami kenaikan kreatinin ≥2 kali, dan 13,4% anak menjadi ESRD pada akhir penelitian. Kesintasan kehidupan anak SNRS pada tahun ke-1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut adalah 93, 84, 80, 72, dan 61%. Kesintasan anak SNRS terhadap terjadinya kenaikan kreatinin ≥2 kali pada tahun ke-1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut adalah 92, 72, 56, 42, dan 34%. Kesintasan anak SNRS terhadap terjadinya ESRD pada tahun ke-1, 2, 3, 4, dan 5 berturut-turut adalah 97, 88, 81, 70, dan 58%. Usia, fungsi ginjal, hipertensi saat awitan dan tipe resistensi tidak berpengaruh terhadap kesintasan kehidupan, kenaikan kreatinin ≥2 kali, maupun terjadinya ESRD (semua nilai p>0,05).
Simpulan. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa anak SNRS rentan untuk mengalami kenaikan kreatinin ≥2 kali dan ESRD. Faktor-faktor prognostik yang dipikirkan mempengaruhi kesintasan kehidupan dan fungsi ginjal seperti usia, fungsi ginjal dan hipertensi saat awitan serta tipe resistensi tidak terbukti berperan dalam kesintasan.

ABSTRACT
Background: Steroid resistant nephrotic syndrome (SRNS) is seldom found in children. Children with SRNS generally have good survival although during the course of the disease may develop decreased kidney function, leading to end stage renal disease (ESRD). Data on survival of children with SRNS is still scarce. Objective: To determine survival in children with SRNS on the first, second, third, fourth and fifth year; to study the effect of age at onset, initial kidney function, hypertension and type of resistance towards the survival of children with SRNS.
Method: A retrospective cohort is performed using secondary data obtained from medical record of outpatient and inpatient clinic from Division of Nephrology, Department of Child Health, Cipto Mangunkusumo Hospital as well as private clinic of the Pediatric Nephrology consultant from January 2000-January 2011. Kidney survival was determined as doubling of base creatinine levels and ESRD.
Results: This study includes 45 children with SRNS. Median time of illness was 24 (range 3-95) months. Twenty percent died due to various reasons; 31.1% had a doubling of base creatinine levels and 13.4% develop ESRD. Survival on the first, second, third, fourth and fifth year are 93, 84, 80, 72 and 61% respectively. Kidney survival on the first, second, third, fourth and fifth year towards doubling of base creatinine levels are 92, 72, 56, 42 and 34%, whereas towards ESRD are 97, 88, 81, 70 and 58% respectively. Age at onset, initial kidney function, hypertension and type of resistance does not affect the survival of children with SRNS (all P>0.05).
Conclusion: Children with SRNS is prone to develop a doubling of base creatinine levels and ESRD. Factors such as age at onset, initial kidney function, hypertension and type of resistance does not affect the survival of children with SRNS."
2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dara Ninggar Santoso
"Latar belakang. Purpura Henoch-Schonlein (PHS) merupakan vaskulitis sistemik yang paling umum ditemukan pada anak. Diagnosis PHS ditegakkan berdasarkan temuan klinis purpura/ptekiae yang palpable, ditambah minimal salah satu dari nyeri abdomen akut difus, artritis/artralgia akut, keterlibatan ginjal atau bukti histopatologi vaskulitis leukositoklastik atau deposisi IgA. Penyakit ini umumnya bersifat swasirna dan memiliki prognosis baik. Namun, rekurensi dapat terjadi, terutama pada kurun waktu 1-2 tahun setelah episode pertama, dan dihubungkan dengan peningkatan risiko komplikasi seperti penyakit ginjal kronik. Saat ini, belum diketahui data mengenai angka rekurensi PHS di Indonesia dan prediktornya.
Tujuan. Mengetahui insidens rekurensi dan prediktor rekurensi pada pasien PHS anak di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode. Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif melalui penelusuran rekam medis yang diikuti selama 6 bulan pada anak usia 1 bulan sampai <18 tahun yang terdiagnosis PHS sesuai kriteria EULAR/PRES/PRINTO tahun 2008, selama periode waktu 7 tahun di RSCM. Prediktor yang dinilai terdiri dari usia, jenis kelamin, riwayat atopi, manifestasi ginjal saat episode PHS pertama, durasi pemberian kortikosteroid saat episode PHS pertama, dan riwayat infeksi setelah episode pertama teratasi.
Hasil. Sebanyak 116 subjek dengan PHS usia 2-17 tahun diinklusi dalam penelitian ini dengan rerata usia 9 tahun. Selama pemantauan, PHS rekuren didapatkan pada 26 (22,4%) subjek, dan mayoritas (57,6%) rekurensi terjadi dalam rentang waktu >3-6 bulan setelah episode pertama teratasi. Melalui analisis multivariat, riwayat infeksi setelah episode PHS pertama merupakan prediktor terjadinya rekurensi PHS yang secara statistik bermakna (HR 11,301 (IK 95% 4,327-29,519), p <0,001). Penyakit ginjal kronik (PGK) terjadi pada 10 (38,4%) subjek yang mengalami rekurensi. Melalui analisis kesintasan Kaplan-Meier, didapatkan 51% subjek yang mengalami riwayat infeksi terbebas dari PHS rekurenselama rerata waktu 5,3 bulan (IK 95% 4,76-5,99, dan p < 0,0001).
Kesimpulan. Rekurensi PHS pada anak di RSCM didapatkan 22,4% dengan insidens rekurensi 3,56 per 100.000 orang/tahun. Riwayat infeksi setelah episode PHS pertama merupakan prediktor terjadinya rekurensi pada anak dengan PHS. Komplikasi PGK didapatkan pada  22 subjek (19%).

Background. Henoch-Schonlein purpura (HSP) is the most common systemic vasculitis in children. The diagnosis of HSP is based on clinical findings of palpable purpura/ptekiae, and minimum one of acute diffused abdominal pain, acute arthritis/arthralgias, renal manifestation, or histopathology evidence of IgA deposition. It is usually a self-limiting disease with good prognosis. However, recurrence may occur in children, especially within 1-2 years after the first episode of HSP resolved, and it is associated with poorer prognosis, i.e. higher risk of progressing to chronic kidney disease (CKD) as long term complication. In Indonesia, the recurrence rate of HSP and its predictors in children have not been established.
Objectives. To estimate the incidence of recurrent HSP and determine its predictors in children with HSP at Cipto Mangunkusumo General Hospital (RSCM).
Methods. This is a retrospective cohort from medical records reviews following 1 month-old to <18 year-old children with HSP at RSCM for 6 months. The diagnosis of HSP is based on the EULAR/PRESS/PRINTO 2008 criteria. There are six predictors being evaluated in this study: age; sex; history of atopy; duration of corticosteroid therapy; and history of infection after the first episode of HSP resolved. 
Results. A total of 116 participants age 2-17 year-old with HSP were included in this study with median age of 9 (6-13) year-old. Out of 116 subjects, recurrent HSP occur in 26 (22,4%) subjects, with most cases (57,6%) occured within >3-6 months after the first episode had resolved. Multivariate analysis shows that history of infection after the first episode of HSP is the only statistically significant predictor (HR 11.301 ((95% CI 4.327-29.519), p <0,001). Chronic kidney disease is found in 10 (38,4%) subjects with recurrent HSP. Kaplan-Meier survival analysis shows 51% subjects with history of infection after the first episode of HSP resolved were free of HSP for 5,3 months ((95% CI 4,76-5,99) p < 0,0001).
Conclusion. The recurrence rate is 22,4% in children with HSP at RSCM. The recurrence incidence is 3,56 per 100.000 person/years.  History of infection after the first episode of HSP resolved is the statistically significant predictor for recurrence of HSP. Chronic kidney disease occurs as long-term complication of HSP in 22 participants (19%).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: EGC, 2013
616.61 HAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>