Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177427 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nieza Femini Rissa
"Latar Belakang: Pada lansia, gangguan fungsi pendengaran ditandai dengan berkurangnya sensitivitas pendengaran dan pemahaman tutur pada suasana bising. Hal tersebut akibat gangguan pada penerimaan informasi akustik dan kemampuan melokalisir sumber suara pada proses pendengaran sentral.
Tujuan: Mengetahui nilai rerata ambang dengar, Speech Reception Threshold(SRT), Speech Discrimination Score(SDS), signal-to-noise ratio(SNR) dari audiometri nada murni, audiometri tutur, tutur dalam bising dan korelasinya, serta pengaruh faktor usia, jenis kelamin dan sisi telinga.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang, melibatkan 40 percontoh lansia di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo. Percontoh yang memenuhi kriteria inklusi dilanjutkan dengan pemeriksaan audiometri tutur dan tutur dalam bising.
Hasil: Didapatkan nilai rerata ambang dengar sebesar 30,7±9,4dB, SRT50%33,2±12,0dB, SDS100%62,1±13,8dB pada audiometri tutur, SRT50%68,6±2,9dB, dan SDS100%83,7±6,6dB pada tutur dalam bising. Median SNRSRT50% -2,0dBSL(-7–14dBSL) dan SNRSDS100% 15,0(0–30dBSL). Terdapat korelasi sedang dan bermakna antara SRT50%(r=0,67) dan SDS100%(r=0,59) dengan audiometri nada murni(p<0,05). Selain itu, korelasi lemah(r=0,3) namun bermakna pada SRT50% dalam bising dengan audiometri nada murni (p<0,05). Didapatkan perbedaan bermakna pada SDS100% dan SNRSDS100% antar kelompok usia 60-69 dan 70-80 tahun(p<0,05).
Kesimpulan: Pemeriksaan audiometri nada murni, tutur dan tutur dalam bising sebaiknya menjadi pemeriksaan rutin pada lanjut usia, terutama yang mengalami gangguan pendengaran.

Background: In elderly, hearing impairment is characterized by reduced hearing sensitivity and speech recognition in noisy situations. 
Objectives: To determine the hearing threshold, SRT, SDS, and SNR from pure tone, speech and speech-in-noise audiometry and their respective correlation, also the influences of age, gender and ear side factors. 
Methods: A cross-sectional study involving 40 elderly samples in RSCM. Forty samples to meet the inclusion criteria were examined with speech audiometry and speech-in-noise audiometry. 
Results:  The mean hearing threshold is 30.7±9.4dB, SRT50% 33.2±12.0dB, SDS100% 62.1±13.8dB in speech audiometry and the SRT50% 68.6±2.9dB, and SDS100% 83.7±6.6dB in speech-in noise audiometry examination,. The median SNRSRT 50% in noise -2.0dBSL (-7 - 14dBSL) and SNRSDS100% in noise 15.0 (0-30 dB SL). There was moderate correlation between SRT50% (r=0.67) and SDS100% (r=0.59) with pure tone audiometry (p<0.05). In addition, a weak (r=0.3) but significant correlation was found at SRT50% in noise with pure tone audiometry (p<0.05). There were significant differences in SDS and SNRSDS in noise based on the age group (p<0.05). 
Conclusion: Examination of pure tone, speech and speech-in-noise audiometry should be a routine examination for the elderly, especially those with hearing loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sevi Aristya Sudarwin
"Vestibulo Ocular Reflex VOR merupakan salah satu refleks keseimbangan vestibuler perifer yang berfungsi menjaga stabilitas visual saat bergerak sehingga VOR dapat menggambarkan keadaan vestibular perifer pada seseorang. Video Head Impulse Test VHIT merupakan pemeriksaan fungsi keseimbangan yang menilai fungsi VOR sehingga dapat menilai fungsi vestibuler perifer. Rentang nilai VOR yang dijadikan acuan pada pemeriksaan VHIT saat ini merupakan hasil penelitian di luar negeri, belum ada nilai VOR berdasarkan pengukuran di dalam negeri yang dapat dijadikan acuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemeriksaan VHIT dan nilai VOR gain pada orang dewasa tanpa gangguan keseimbangan. Penelitian ini adalah studi potong lintang dengan desain deskriptif pada 65 percontoh yang diambil secara konsekutif.
Hasil penelitian ini didapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna rerata VOR gain berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia 18 60 tahun. Rerata VOR gain lateral sebesar 1,11 dengan standar deviasi 13,5 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 1,08 1,14. Rerata VOR gain anterior sebesar 1,11 dengan standar deviasi 0,28 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 1,05 1,15. Rerata VOR gain posterior sebesar 1,01 dengan standar deviasi 0,26 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 0,97 1,06. Pemeriksaan VHIT dapat melengkapi pemeriksaan keseimbangan yang sudah ada sehingga tatalaksana gangguan keseimbangan menjadi lebih baik.

Vestibulo Ocular Reflex VOR is one of the peripheral vestibular balance reflexes that serves to maintain visual stability while moving with the result VOR can describe the state of a peripheral vestibular system in a person. The Video Head Impulse Test VHIT is an examination of the balance function that assesses the function of the VOR in order to assess peripheral vestibular function. The range of VOR scores referenced that used in the current VHIT examination is the result of research abroad, there is no VOR value based on the domestic measurements that can be used as reference for VHIT examination. This study aims to determine the VHIT overview and know the value of VOR gain in adults without disturbance of balance. This study is a cross sectional study with descriptive design on 65 samples taken consecutively.
The result of this study were there was no significant differences of average VOR gain between age and sex group. Average of lateral VOR gain was 1.11 with the standard deviation of 13.5 and the 95 confidence interval ranged from 1.08 to 1.14. The average of anterior VOR gain was 1.11 with the standard deviation of 0.28 and the 95 confidence interval ranged from 1.05 to 1.15. The average of posterior VOR gain is 1.01 with the standard deviation of 0.26 and the 95 confidence interval ranges from 0.97 to 1.06. VHIT examination complement the existing balance test so that the management of balance disorder is better.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adisti Mega Rinindra
"ABSTRAK
Tumor di Cerebellopontine Angle CPA terjadi sekitar 5-10 dari seluruh tumor intrakranial. Gejala yang muncul bervariasi sesuai ukuran dan lokasi lesi. Keluhan yang paling sering terjadi adalah ganggguan pendengaran dan tinitus. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data gambaran gangguan pendengaran sensorineural pada pasien tumor CPA di poli THT RSCM berdasarkan audiometri nada murni dan Brainstem Evoked Response Audiometry BERA serta mengetahui gambaran tumor CPA pada MRI di RSCM. Penelitian ini merupakan suatu penelitian dengan studi potong lintang cross sectional yang bersifat deskriptif analitik. Subjek penelitian diambil semua total sampling yaitu sebanyak 104 pasien, berasal dari data sekunder pada periode Juli 2012 hingga November 2016 dan 30 pasien di antaranya memenuhi kriteria penerimaan. Karakteristik pasien tumor CPA di poli THT FKUI RSCM sebagian besar berjenis kelamin perempuan, dengan usia rerata dewasa tua 41-60 tahun dan keluhan paling banyak berupa tinitus dan gangguan pendengaran asimetri berupa gangguan pendengaran sensorineural sangat berat pada 10 subjek. Hasil BERA ipsilateral terganggu pada 29 subjek dan BERA kontralateral terganggu pada 17 subjek. Terdapat 24 dari 30 subjek memberi gambaran tumor berukuran besar, dan lokasi tumor telah meluas di intrakanal hingga ekstrakanal pada 19 subjek.Kata kunci: audiometri nada murni, Brainstem Evoked Response Audiometry BERA , gangguan pendengaran sensorineural, tumor cerebellopontine angle CPA , Magnetic Resonance Imaging MRI
"hr>"
"b>ABSTRACT
"
Tumors in cerebellopontine angle CPA occurs approximately about 5 10 of all intracranial tumors. Symptoms are varies according to the size and location of the lesion. Unilateral hearing loss and tinnitus are the most frequent symptoms. The aim of the is study is to obtain data of sensorineural hearing loss in CPA tumor patients in dr. Cipto Mangunkusumo Hospital CMH using pure tone audiometry and BERA, also to obtain data of tumor imaging in MRI. This is a cross sectional study descriptive analytic. Subjects of this study was collected using total sampling method from secondary data from July 2012 to November 2016. Thirty patient from 104 patients met the inclusion criteria. Characteristics of the CPA tumor patients in the ENT CMH outpatients clinic mostly female, with a mean age of middle age patients 41 60 years and most clinical presentation is tinnitus and severe assymmetry sensorineural hearing loss in 10 subjects. From 30 subjects, 29 subjects had impaired BERA in ipsilateral and contralateral BERA impaired in 17 subjects. There are 24 from 30 subjects had a large sized tumor and location of the tumor has spread in intracanal until extracanal in 19 subjects."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farisa Rizky
"Pendengaran merupakan suatu proses yang kompleks dan apabila terganggu dapat berdampak terhadap menurunnya pemahaman wicara. Kesulitan dalam mendengar terutama pada tempat dengan suasana bising merupakan salah satu gangguan yang umum terjadi pada bidang THT. Proses kemampuan mendengar meliputi proses deteksi, diskriminasi, rekognisi, serta komprehensi. Pemeriksaan audiometri tutur dalam suasana yang sepi dapat menggambarkan kemampuan pemahaman atau rekognisi seseorang, namun tidak cukup untuk menggambarkan kemampuan rekognisi sehari-hari yang pada umumnya ada pada suasana bising.
Tesis ini membahas mengenai penilaian ambang wicara yang disertai bising latar yang dapat diketahui dari nilai Speech Recognition Threshold SRT 50 dan Speech Discrimination Score SDS 100 pada orang dengan ambang dengar normal usia 18-60 tahun melalui pemeriksaan audiometri tutur dalam bising. Penelitian ini adalah penelitian studi potong lintang dengan desain deskriptif analitik pada 71 percontoh yang diambil secara berurutan.
Hasil dari penelitian ini didapatkan nilai SRT 50 audiometri tutur dalam bising 67.6 dB SNR -2.4 dB SL dan nilai SDS 100 79.7 dB SNR 9.7 dB SL. Terdapat hubungan yang bermakna antara perbedaan kelompok usia terhadap seluruh hasil audiometri tutur dan audiometri tutur dalam bising. Terjadi peningkatan nilai SRT 50 dan SDS 100 yang signifikan pada kelompok usia 40-60 tahun dibandingkan kelompok usia 18-39 tahun.

Hearing is a complex process and if disturbed, it can affect decrease in speech understanding. Difficulty in hearing especially in places with noisy environment is one of the most common disorders in ENT. The process of listening ability includes the process of detection, discrimination, recognition, and comprehension. Speech audiometric examination in a quiet environment can describe the ability of a person 39 s understanding or recognition, but it is not enough to describe the ability of daily recognition that generally exist in a noisy environment.
This thesis discusses the assessment of speech threshold with background noise which can be known from the value of Speech Recognition Threshold SRT 50 and Speech Discrimination Score SDS 100 in people with normal hearing threshold age 18 60 years old through speech in noise audiometric examination. This study is a cross sectional study with descriptive analytic design on 71 samples taken sequentially.
The results of this study obtained SRT 50 speech in noise audiometric was 67.6 dB SNR 2.4 dB SL and SDS 100 was 79.7 dB SNR 9.7 dB SL. There was a significant correlation between age group differences with all results of speech audiometry and speech in noise audiometry examination. The values of SRT 50 and SDS 100 were significantly increased in the 40 60 years old group compared to the 18 39 years old group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Risdawati
"Tuli mendadak merupakan kedaruratan dibidang audiologi yang perlu penatalaksanaan segera. Konsensus terapi tuli mendadak tahun 2010 di Madrid-Spanyol dan systematic review yang dilakukan Cochrane tahun 2009 menetapkan steroid sebagai terapi utama. Pasien yang mengalami kesembuhan memperlihatkan peningkatan nilai emisi otoakustik selama terapi. Perbaikan emisi terjadi lebih awal dibandingkan perbaikan ambang dengar.
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi hasil terapi metil prednisolon dosis terbaru pada tuli mendadak dengan pemeriksaan DPOAE dan audiometri nada murni dengan desain pre-eksperimental bersifat analitik pre-post terapi. Pemeriksaan audiometri nada murni dan DPOAE dilakukan sebelum dan sesudah terapi hari ke-15 pada 22 subjek penelitian.
Pada penelitian ini didapatkan perubahan bermakna nilai audiometri di semua frekuensi yang diteliti, perubahan bermakna nilai DPOAE di frekuensi 1500 Hz, 2000 Hz, 8000 Hz dan hubungan bermakna perubahan SNR pada DPOAE dengan tingkat perubahan ambang dengar pada frekuensi 8000 Hz dan 10000 Hz. Penelitian ini mendapatkan perubahan yang bermakna nilai audiometri nada murni sebelum dan sesudah terapi pada semua frekuensi yang diteliti dengan menggunakan dosis terbaru metil prednisolon. Oleh karena itu dosis ini dapat diaplikasikan untuk terapi tuli mendadak.

Sudden deafness is an emergency case in audiology that need immediate treatment. Consensus 2010 in Madrid-Spain and Cochrane systematic review in 2009, stated steroid as drugs of choice in sudden deafness therapy. Patient that has been recovered from sudden deafness has increasing otoacoustic emission during treatment. The emission improvement begins earlier than the improvement of the hearing level.
The aim of research is to evaluate new dose of methylprednisolon therapy in sudden deafness by using DPOAE and pure tone audiometry with pre-experimental analytical design pre-post treatment. Pure tone audiometry and DPOAE evaluation before therapy and day 15th after therapy on 22 subjects.
This reseach found that there are changes in pure tone audiometry for all hearing frequencies, there is also changes in DPOAE for 1500 Hz, 2000 Hz, 8000 Hz frequencies and a significant difference between changes in DPOAE with changes in hearing threshold level for 8000 Hz and 10000 Hz. This research found changes in pure tone audiometry for all hearing frequencies by using new dose of methylprednisolone. There fore, this new dose could be applied for sudden deafness therapy.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Anggiaty Idris Gassing
"Latar Belakang: Kanker kepala dan leher terdapat 10 dari keseluruhan kasus kanker di seluruh tubuh. Efek samping akibat terapi kanker berdampak signifikan pada kualitas hidup pasien. Instrumen yang sering digunakan untuk menilai kualitas hidup pasien kanker kepala dan leher salah satunya adalah University of Washington Quality of Life UW-QOL. Hingga saat ini belum pernah dilakukan adaptasi kuesioner UW-QOL ke bahasa Indonesia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mendapatkan instrumen UW-QOL adaptasi bahasa Indonesia yang valid dan reliabel untuk menilai kualitas hidup pasien kanker kepala dan leher.
Metodologi: Penelitian ini berdesain potong lintang, dilakukan di poliklinik THT FKUI/RSCM dr. Cipto Mangunkusumo terhadap pasien kanker kepala dan leher usia dewasa.
Hasil: Uji validitas menggunakan uji korelasi Spearman dengan korelasi bermakna pada seluruh butir pertanyaan di tingkat signifikansi p

Background: Head and neck cancer accounts for 10 of all cancer cases throughout the body.. Side effects due to cancer therapy have a significant impact on patient quality of life. The University of Washington Quality of Life UW QOL is the most frequent intruments used to assess the quality of life of head and neck cancer patients. At present, the Indonesian version of UW QOL questionnaire is not available.
Objective: This study aims to obtain a valid and reliable Indonesian adaptation of UW QOL to assess the quality of life of head and neck cancer patients.
Method: Cross sectional study was conducted in ORL HNS Department outpatient clinic dr. Cipto Mangunkusumo hospital towards 41 adult patients with head and neck cancer.
Result: The validity test using Spearman correlation test with significant correlation in all questions items at the level of significance p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Karisma Prameswari
"ABSTRAK
Latar Belakang Papiloma inverted (PI) merupakan papiloma yang berasal dari
traktus sinonasal yang dilapisi oleh epitel Schneiderian, yang secara ektodermal
berasal dari mukosa respiratorius. Tumor jinak ini memiliki karakter yang bersifat
agresif secara lokal, memiliki angka rekurensi tinggi dan kemampuan untuk
bertransformasi ke arah keganasan. Karakteristik biomolekuler dari tumor PI
belum banyak diteliti. Perkembangan PI diduga berasal dari ketidakseimbangan
antara peningkatan proliferasi sel epitel yang berlebihan dan peningkatan
apoptosis yang tidak bermakna. Tujuan Mengetahui gambaran karakteristik
biomolekuler tumor PI berdasarkan ekspresi HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B dan
Bcl-2. Metode Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi potong lintang
untuk mencari gambaran ekspresi HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B dan Bcl-2 pada
epitel dan stroma jaringan tumor PI melalui pemeriksaan imunohistokimia. Hasil
Terdapat korelasi yang bermakna antara HSF-1 epitel dan Bcl-2 epitel dengan p =
0,022 (p<0,05) dan r = 0,709. Hasil korelasi yang bermakna juga didapatkan
antara HSF-1 stroma dan HSP 70 stroma dengan p = 0,024 (p<0,05) dan r =
0,699. Terdapat hubungan yang bermakna antara nilai ekspresi NF-kappa-B pada
epitel dan stroma dengan adanya transformasi keganasan (p<0,05). Kesimpulan
Terdapat peran dari HSP 70, HSF-1 dan Bcl-2 dalam perkembangan tumor PI
secara umum. Proses transformasi keganasan berkaitan erat dengan ekspresi NFkappa-
B. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan titik potong nilai
ekspresi NF-kappa-B sebagai prediktor transformasi keganasan pada tumor PI.

ABSTRACT
Background Inverted papilloma (IP) is a papiloma that is lined by the
Schneiderian epithelials, derived ectodermally from the respiratory mucosa. This
benign neoplasm has a characteristic of local aggresiveness, high recurrence rate
and possibility of malignant transformation. Biomolecular characteristics have
not been studied extensively. Development of IP is thought to arise due to the
imbalance between excessive cell proliferation and insignificant apoptosis.
Objective To describe the expressions of HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B and Bcl-2
in IP. Methods This research is a cross-sectional study to describe the
expressions of HSP 70, HSF-1, NF-kappa-B and Bcl-2 in epithelial and stromal
IP using immunohistochemistry. Results There is a strong positive correlation
between epithelial HSF-1 with epithelial Bcl-2 with p=0,022 (p<0,05) and
r=0,709. There is also a strong positive correlation between stromal HSF-1 and
stromal HSP 70 with p=0,024 (p<0,05) and r=0,699. There is a relationship
between epithelial and stromal NF-kappa-B expression with signs of malignancy
transformation (p<0,05). Conclusion There is a role of HSP 70, HSF-1 and Bcl-
2 in the development of IP. There is a close relationship between malignant
transformation and the expression of NF-kappa-B. Further research is needed to
determine the cut-off point for NF-kappa-B expression to predict malignant
transformation in IP"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintari Nareswari
"ABSTRAK
Latar Belakang: Abses leher dalam adalah keadaan infeksi yang dapat menyebabkan komplikasi serius sehingga angka morbiditas dan mortalitasnya cukup tinggi. Anatomi kompleks leher dan lokasi ruang yang dalam membuat diagnosis dan penatalaksanaan menjadi sulit. Pemeriksaan laboratorium, Computed Tomography (CT) scan dan kultur kuman berperan penting dalam diagnosis maupun tatalaksana abses leher dalam, sehingga penyakit penyerta dan komplikasi dapat terdeteksi secara dini. Tujuan: Mengetahui metode penegakan diagnosis abses leher dalam, gambaran penyakit penyerta dan komplikasi. Metode: Desain penelitian ini adalah studi potong lintang bersifat deskriptif analitik secara retrospektif pada 85 percontoh. Hasil: Laki-laki lebih banyak menderita abses leher dalam (72,9%), faktor etiologi terbanyak adalah odontogenik (60%), ruang peritonsil paling banyak terlibat (42,4%). Penyakit penyerta terbanyak adalah hipertensi dan diabetes melitus, komplikasi yang terbanyak menyebabkan kematian adalah sepsis. Diabetes melitus meningkatkan risiko kematian (p=0,041). Sefalosporin dan metronidazol masih disarankan sebagai antibiotik empiris. Kesimpulan: Tatalaksana abses leher dalam khususnya penderita yang menjalani rawat inap tidak optimal karena pemeriksaan kultur dan CT scan leher belum dilakukan secara rutin. Metode diagnostik terbaik dan tatalaksana komprehensif yang mengikutsertakan departemen terkait lainnya harus selalu dilakukan pada penderita abses leher dalam dengan penyakit penyerta

ABSTRAK
Background: Deep neck abscess is an infection causing serious complications resulting in high morbidity and mortality. The complex deep neck anatomy makes diagnosis and treatment difficult. Laboratory examination, Computed Tomography (CT) scan and bacterial culture play important roles in the diagnosis and treatment of deep neck abscess, so that comorbidities and complications can be detected in early stage. Purpose: To understand the best diagnostic methods, comorbidities and complications. Methods: The study design was cross-sectional study, retrospective analytic descriptive in 85 samples. Results: Men are more likely to suffer from deep neck abscess (72,9%), odontogenic is the most common etiologic factor (60%), the most involved space is peritonsillar space (42,4%). Hypertension and diabetes mellitus are the most common comorbid diseases, sepsis is a dominant complication leading to death. Diabetes mellitus increases the risk of death (p=0,041). Cephalosporin and metronidazol are still recommended as empiric antibiotics. Conclusion: The treatment of deep neck abscess particularly hospitalized patients is not optimum because bacterial culture and CT scan examination are not performed regularly. The best diagnostic methods and comprehensive management involving other relevant departments should always be performed in patients with deep neck abscess with comorbidities"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiah Sari
"Tuba Eustachius berfungsi mengatur dan memodulasi status pneumatik dari telinga tengah dan mastoid untuk menjaga lingkungan yang sesuai untuk transmisi suara optimal oleh membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Fungsi TE merupakan faktor penting dalam patogenensis otitis media dan pembersihan ruang telinga tengah serta penting dalam keberhasilan operasi telinga tengah. Otitis media supuratif kronik OMSK adalah inflamasi kronik telinga tengah dan kavum mastoid dengan gambaran klinis adanya keluar cairan telinga berulang atau otorea melalui perforasi membran timpani yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Penelitian ini ingin mengetahui sebaran dan kesesuaian hasil pemeriksaan fungsi ventilasi TE menggunakan sonotubometri dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee pada subjek OMSK tipe aman. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang pada 51 subyek yang diambil secara consecutive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan proporsi hasil pemeriksaan ventilasi TE dengan sonotubometri normal sebanyak 35,5 dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee normal sebesar 5,9 . Uji kesesuaian dengan Kappa antara kedua alat didapatkan kesesuaian yang lemah namun secara statistik bermakna. Perhitungan kesesuaian dengan proporsi confounding didapatkan hasil yang sesuai antara kedua alat sebesar 70,6 .

Eustachian Tube ET function is to regulate and modulate pneumatic status of middle ear and mastoid cavity for maintenance of appropiate environment for optimal noise transmision by the tympanic membrane and ossicular chain. ET function is the important factor in otitis media pathogenesis and clereance of middle ear cavity also for middle ear surgery prognosis. Chronic suppurative otitis media CSOM is chronic inflamation of middle ear and mastoid cavity with reccurent ear discharge or otorrhoea through tympanic membrane perforation which occurs more than 3 months.This study is intended to investigate the proportion and association of examination on ET ventilation function with sonotubometry and impedance audiometry using automatic Toynbee on CSOM benign type subject. This study is a cross sectional descriptive research in 51 subjecst which were taken by consecutive sampling. The results is that the normal proportion of ET ventilation function with sonotubometry is 35,5 and with impedance audiometri using automatic Toynbee is 5,9 . The correlation test with Kappa from the two devices is weak but is statistically significant. Another correlation test with confounding proportion indicates that the two devices match at 70,6 ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55688
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Trisnawaty
"Kemampuan makan dan menelan pada anak bersifat dinamis sejalan dengan proses tumbuh kembang anak. Struktur anatomi mengalami pertumbuhan yang selanjutnya berdampak pada kematangan fungsi menelan. Gangguan pada proses menelan menyebabkan disfagia. Tesis ini membahas mengenai gambaran proses menelan pada anak dengan kecurigaan disfagia, dengan menggunakan pemeriksaan menelan dengan endoskopi serat optik lentur, serta menilai karakteristik percontoh berdasarkan usia, masa kehamilan, pengasuh, gejala, komplikasi serta kelainan medis. Penelitian ini adalah penelitian potong lintang dengan desain deskriptif pada 54 subyek yang diambil secara berurutan. Hasil dari penelitian ini didapatkan prevalensi disfagia pada anak dengan kecurigaan kesulitan makan sebesar 63 . Gejala disfagia pada anak le; 6 bulan yang paling sering adalah apnea saat menyusu 7/34 . Sedangkan pada anak > 6 bulan adalah postur tubuh terganggu 10/34 , mengeces berlebih 6/34 , dan batuk saat makan 8/34 . Kelainan medis yang mendasari adalah kelainan struktural 25/34 , kelainan jantung / paru / laring 24/34 , dan kelainan neurologis 23/34 . Komplikasi yang terjadi adalah PRGE 12/34 , gagal tumbuh 10/34 , dan pneumonia aspirasi 3/34 . Pada pemeriksaan FEES didapatkan standing secretion 22/34 dan pergerakan lidah terganggu 20/34 adalah tanda yang sering ditemukan pada anak disfagia; dan residu sering terjadi pada konsistensi tim kasar 44,7 , penetrasi pada konsistensi air 44,2 , serta aspirasi pada konsistensi susu 34,8 .Kata kunci: aspirasi, disfagia, pemeriksaan menelan dengan endoskopi serat optik lentur, penetrasi, residu, sekret yang terkumpul di hipofaring.

Eating and swallowing ability in Children had dynamic characteristic and closely related with growth process in themselves. The anatomical structure underwent growth process, therefore had impact in the maturity of swallowing ability. Disruption of swallowing process may caused dysphagia. This study use Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing FEES and also assessed the characteristics of the subjects based on age, gestation age, caregivers, symptom, complication, and medical disorder. This study is a descriptive cross sectional design involving 54 subjects with consecutive sampling. The result of this study are prevalence of dysphagia is 63 in children with dysphagia suspicion. Dysphagia symptom in children 6 months, apnea while bottle breast feeding 7 34 . Meanwhile, in children 6 months, postural impairment 10 34 , drooling 6 34 , and cough while eating 8 34 . Underlying disease are structural anomaly 5 34 , cardiopulmonary larynx disorder 24 34 and neurological disorder 23 43 . The complication are GERD 12 34 , failure to thrive 10 34 , and aspiration pneumonia 3 34 . In FESS examination, standing secretion 22 34 and impaired tongue movement 20 34 are sign for dysphagia, and residue is more common in gastric rice consistency 44,7 while penetration in thin liquid 44,2 and aspirations is more common in thick liquid 34,8."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>