Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163844 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Lailatuz Zahra
"

Pekerja dengan obesitas, tekanan darah tinggi, dan kadar kolesterol darah tinggi lebih sering ditemukan pada populasi pekerja minyak dan gas. Perubahan gaya hidup, terutama promosi mengenai diet yang sehat sangat dibutuhkan di kalangan pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan asupan gizi dan pola makan pekerja minyak dan gas, kemudian menyusun FBRs dan menu padat gizi untuk memperbaiki pola makan dan problem nutrient dari pekerja minyak dan gas laki-laki berkewarganegaraan Indonesia dan berusia 30-49 tahun. Studi pengembangan ini dilaksanakan di perusahaan minyak dan gas offshore dan onshore yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini diikuti oleh 31 orang pekerja. Pola makan mingguan pekerja dinilai dengan menggunakan dietary recall 24 jam, 5 hari food tally dan 1 hari weighed food record. Food-based Recommendations (FBRs) dikembangkan dengan menggunakan software linear programming, yaitu WHO-Optifood. Diet actual dari pekerja menggambarkan asupan asam lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi diikuti dengan rendahnya asupan asam lemak tidak jenuh ganda, termasuk omega-3 dan omega-6, EPA dan DHA. Permasalahan lainnya adalah rendahnya asupan serat pangan, asam folat dan kalsium, serta tingginya konsumsi natrium. Analisis LP menunjukkan bahwa kalsium, asam lemak tidak jenuh ganda, omega-6 dan serat pangan merupakan problem nutrient. Makanan padat gizi yang teridentifikasi salah satunya adalah ikan yang berminyak. FBRs yang terpilih dapat meningkatkan kecukupan vitamin C, omega 3, EPA, DHA, folate, vitamin B12, dan vitamin A. Akan tetapi, masih terdapat selisih problem nutrient. Menu padat gizi yang dialokasikan pada menu camilan dapat mencapai selisih tersebut. Perusahaan minyak dan gas direkomendasikan untuk melakukan beberapa modifikasi untuk menjadi lingkungan yang mendukung para pekerja melakukan diet sehat.

 


Obese workers with high blood pressure and high cholesterol level is usual to find in oil and gas industry. There is a clear need for lifestyle modifications, especially healthy diet promotion in the worksite. This study aimed to describe the nutrient intake and dietary pattern of oil and gas worker, thus developed sets of FBRs and nutrient-dense menu to improve dietary practices and problem nutrient among Indonesian male oil and gas workers aged 30-49 years old. This developmental study was conducted in offshore and onshore oil and gas company located in East Kalimantan Province, Indonesia. Accordingly, 31 workers completed this study. Weekly food consumption pattern was measured through 1-d 24-hour dietary recall (24HR), 5-d qualitative food record and 1-d weighed food record. Food-based Recommendations (FBRs) was developed using linear programming software, WHO-Optifood. The actual diet of workers reflected high intake of saturated fat and dietary cholesterol accompanied by low intake of polyunsaturated fat, including n-3 and n-6 PUFA, EPA and DHA. Other issues were low intake of dietary fiber, folate, and calcium, and excess intake of sodium. LP analysis showed that calcium, PUFA, omega-6 and dietary fiber was problem nutrient. Local fatty fish were potential nutrient-dense foods identified to fill the nutrient gaps. Final FBRs would ensure the adequacy of vitamin C, omega 3, EPA, DHA, folate, vitamin B12, and vitamin A. However, the gaps of problem nutrient remain. Nutrient-dense menu allocating at the coffee break snack time successfully cover all those gaps. It is advisable not only for the workers but also the worksite to modify their working environment into a supportive healthy eating environment.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Puji Lestari
"

Latar Belakang Pabrik X, sebuah pabrik tekstil dimana sebagian besar karyawannya adalah perempuan, dalam operasional kerjanya mengharuskan mereka untuk menjalani sistem kerja gilir. Adanya perubahan pada pola makan, serta perubahan pada profil metabolik pekerja gilir, meningkatkan risiko terjadinya anemia gizi, sehingga diperlukan rekomendasi gizi tambahan bagi populasi ini. Pendekatan Linear Programming (LP) merumuskan Pedoman Gizi Seimbang berbasis Pangan Lokal (PGS-PL) menggunakan konteks makanan lokal (mempertimbangkan budaya dan harga) yang disesuaikan dengan pola makan dan mengoptimalkan kandungan nutrisi spesifik sesuai permasalahan gizi pada populasi tertentu. Sehingga rekomendasi PGS-PL yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai kebijakan bagi pemerintah dan industri manufaktur yang mempekerjakan pekerja perempuan dengan kerja gilir. Sejauh ini pendekatan LP belum pernah diterapkan pada populasi pekerja.

Obyektif Untuk merumuskan PGS-PL dan menilai efektifitasnya dalam meningkatkan kadar Hb pekerja perempuan dengan kerja gilir..

Metode Penelitian ini dilakukan melalui dua fase. Fase pertama merupakan penelitian deskriptif analitik cross sectional untuk menyusun PGS-PL yang optimal dari 106 orang pekerja perempuan dengan kerja gilir. Data diet diperoleh dari data penimbangan makanan (weighed food) yang diberikan perusahaan pada shift malam, dikombinasi dengan 24 hours food recall serta 5dFFQ (5-days food-frequency questionnaire). Kadar Hb diperiksa dengan menggunakan HemoCue. Analisis LP menggunakan sistem Optifood. Fase kedua adalah penelitian eksperimental two group pretest and postest experiment design dengan 51 orang kelompok kontrol dan 49 orang kelompok intervensi. Intervensi PGS-PL dilakukan selama 24 minggu.

Hasil Hasil analisis Optifood menunjukkan bahwa yang merupakan permasalahan gizi adalah zat besi (Fe) dan kalsium. PGS-PL menghasilkan rekomendasi berupa pesan mingguan dan menu makanan pabrik yang digunakan untuk mengisi nutrient gap yang ada. Dengan intervensi PGS-PL responden yang mengalami kenaikan kadar Hb sebanyak 63.3% dengan peningkatan rerata Hb sebesar 0,6 mg/dL (p=0,000).

Kesimpulan Intervensi PGS-PL efektif dalam meningkatkan kadar Hb.

 

Kata Kunci : Formula makanan, Hemoglobin, linear programming, manufaktur, pekerja

 


Background Factory X, a textile factory where most of its employees are women, in their operational requires these female workers to undergo a shift work. Changes in diet, as well as changes in the metabolic profile of shift workers, increase the risk of nutritional anemia. In order to meet adequate nutrition, a nutrient based recommendation is necessary. The Linear Programming (LP) approach formulates Food Based Recommendation (FBR) to meet nutrient requirements given local food availability, food patterns, food portions, and cost based on problem nutrients in certain populations. LP approach has never been applied to the working population. A set of FBR produced is valuable for nutrition promotion, as well as nutrition program planning and advocacy.

Objectives To formulate a set of FBR and assess its effectiveness in increasing Hb levels.

Methods The first phase of this research was cross-sectional study to develop an optimal FBR of 106 female shift workers. Dietary data obtained from 1-day weighed diet record combined with repeated 24-hour recall and 5-day food intake tally. LP analysis was performed using Optifood software. Hb levels were examined using HemoCue. The second phase was an intervention study which was carried out for 16 weeks.

Results Iron and calcium were the problem nutrients. FBR produced recommendations in the form of weekly messages and factory food menu to fill the existing nutrient gap. With FBR intervention, 63.3% respondents experienced an increase in Hb levels with an increase in mean Hb of 0.6 mg/dL (p = 0,000).

Conclusions FBR intervention is effective in increasing Hb levels.

 

Keywords Food formula, Hemoglobin, linear programming, manufacture, workers

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sreymom Oy
"ABSTRAK
Ketidakcukupan asupan pada remaja putri meningkatkan reiko anemia yang berkontribusi pada siklus kekurangan gizi antar generasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Pedoman Gizi seimbang (FBR ? Food-Based Recommendation) dengan menggunakan pendekatan linier ( Linear Programming) untuk mengoptimalkan diet remaja putri. Responden dari studi ini adalah remaja putri usia 15-18 tahun. Pola makan diperoleh dari 69 remaja anemia dan 78 remaja non-anemia; dengan metode penimbangan makanan, Recall 24 jam dan Food Record. Kalsium dan zat besi merupakan zat gizi bermasalah pada kelompok non-anemia; sedangkan kalsium, besi, folat, dan vitamin A pada kelompok anemia. Tujuh rekomendasi makanan (FBRs) yang disusun dapat memenuhi kecukupan 8 dari 11 nutrisi. Perlu dilakukan studi intervensi untuk menilai efektivitas FBRs ini sebelum dianjurkan untuk implementasi secara luas.

ABSTRACT
Inadequate intake during adolescence leads to high risk of anemia contributing to intergenerational cycle of malnutrition. This study aimed to develop Food-based Recommendation (FBR) using Linear Programming approach to optimize girls? diet. Food patterns were assessed from 69-anemic and 78-non-anemic girls aged 15-18y using weighed record, 24-h recall and food record. Calcium and iron; and calcium, folate, vitamin A and iron were problem nutrients among non-anemic and anemic groups respectively. The seven FBRs ensure the dietary adequacy for nine of twelve nutrients. Intervention study is needed to assess the effectiveness of these FBRs before they are recommended for public dissemination.
"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Handayani Utami
"ABSTRAK
Salah satu strategi untuk meningkatkan asupan gizi ada!ah melalui makanan pendamping AS! dengan biaya rendah, menggunakan makanan lokal yang tersedia dan pengolahan makanan sederhana, Kami menyajikan basil dari studi fonnatif pengembangan resep makanan pendamping AS! lokal padat gizi untuk bayi 9-11 bulan. Penelitian dilakulom di Lombok Timur pada bulan Februari 2010. Pengumpulan data termasuk survey pasar, wawancara kelompok dengan pengasuh dan kader, uji coba resep, pengernbangan resep dan 7 hari uji coba penerimaan resep di rumah tangga. Resep yang dicoba oleh sebagian besar rumah tangga di dusun dekat dan jauh pasar adalah bakso ikan dan cap cay, sedangkan resep yang paling sediklt dicoba adalah resep abon hati ayam. Terdapat potensi untuk memperoleh manfaat dari rnodifikasi resep lokal pada kecukupan gizi pada bayi 9-11 bulan.

ABSTRACT
One of the strategy to improve the intake of problem nutrients was through the low cost complementary foods, using locally available foods and simple food processing. We present results from a formative study on the development of modified local nutrient-dense complementary foods for 9-11 month old infants. The study was conducted in East Lombok on February 2010. The data collection including a series of market survey, group interview with caregivers and cadres, recipe trials, recipe development, and 7-day HH acceptability trial. The recipe that mostly tried by the household in near and far market hamlet was fish meatballs and cap cay. while the least recipe tried was chicken liver abon. This study suggested that there would be potential lo benefit from the modified recipes on nutrient adequacy among 9-11 mo infants. "
2010
T32845
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gusnedi
"

LATAR BELAKANG: Praktik diet yang kurang memadai berdampak negatif terhadap asupan zat gizi dan kejadian penyakit kronis yang berhubungan dengan gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan Panduan Gizi Seimbang Berbasis Pangan Lokal (PGS-PL) berdasarkan pola makan masyarakat Minangkabau, dalam rangka perbaikan asupan gizi pada wanita usia subur (WUS) penderita dislipidemia. Selanjutnya pada tahap intervensi, dilihat efek promosi PGS-PL terhadap perubahan praktik diet, asupan zat gizi, status gizi dan profil lipid pada WUS Minangkabau dengan dislipidemia.

METODE: Studi tahap pertama menggunakan disain potong lintang, melibatkan 74 WUS suku Minangkabau dengan dislipidemia. Berdasarkan pola makan setempat, identifikasi problem nutrient dan penyusunan PGS-PL dilakukan dengan pendekatan Linear programming, menggunakan tiga dari empat modul pada software Optifood yang dikembangkan oleh WHO. Pada tahap ke dua dilakukan studi intervensi komunitas menggunakan disain pengukuran sebelum dan sesudah dengan kelompok kontrol. Subjek penelitian ditempatkan secara acak yang dikluster ke dalam kelompok PGS-PL (mendapatkan promosi PGS-PL selama 12-minggu) atau kelompok non-PGS-PL (mendapatkan satu kali konsultasi gizi dari pelayanan kesehatan tingkat dasar). Sebanyak 102 WUS (48 pada kelompok PGS-PL dan 54 pada kelompok non-PGSPL) selama 12 minggu. Pada akhir studi, analisis perbedaan antar- dan inter kelompok perlakuan dilakukan untuk melihat perubahan praktik diet, asupan zat gizi, status gizi dan profil lipid darah (kadar kolesterol total, Lipoprotein densitas rendah, Lipoprotein densitas tinggi, dan Trigliserid).

HASIL: Berdasarkan pola makan setempat, ditemukan bahwa asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty acid/PUFA, n-3, n-6), serat makanan, zat besi, dan seng merupakan problem nutrient pada WUS suku Minangkabau dengan dislipidemia. PGS-PL yang disusun menekankan penggabungan bahan makanan, kelompok atau sub-kelompok bahan makanan bernilai gizi tinggi yang tersedia secara lokal, untuk meningkatkan asupan problem nutrient tersebut. Promosi PGS-PL dapat meningkatkan skor praktik diet secara bermakna. Peningkatan terutama terjadi pada konsumsi makanan dan sub-kelompok makanan yang dipromosikan (ikan laut, unggas, produk kedelai seperti tahu dan tempe, total sayuran, sayuran hijau, buah-buahan, dan kentang). Tidak ada perubahan bermakna pada konsumsi makanan pokok, makanan selingan, telur, dan makanan yang digoreng pada akhir intervensi. Pengaruh promosi PGS-PL pada asupan zat gizi dapat dilihat pada perubahan yang bermakna pada asupan energi dan karbohidrat, persentase energi dari PUFA dan monounsaturated fatty acid (MUFA), serta rasio PUFA terhadap asam lemak jenuh (saturated fatty acids/SAFA) dalam makanan sehari-hari. Namun, asupan lemak jenuh tidak berubah signifikan. Terdapat perbaikan yang bermakna pada berat badan, indeks massa tubuh, dan lingkar pinggang, namun tidak bermakna terhadap penurunan prevalensi obesitas. Tidak terdapat perubahan profil lipid darah yang bermakna setelah intervensi.

KESIMPULAN: Pendekatan linier programming dapat digunakan dalam menyusun PGS-PL untuk meningkatkan praktik diet dan asupan problem nutrient pada WUS dengan dislipidemia. Promosi PGS-PL secara bermakna berdampak terhadap peningkatan praktik diet, asupan zat gizi, dan status gizi, tetapi belum berpengaruh secara statistik terhadap perbaikan profil lipid WUS dengan dislipidemia.


BACKGROUND: Given the impact of unfavorable dietary practices is on inadequate nutrient intake and nutrition-related chronic diseases, we sought the problem nutrient in the community habitual dietary practices, and developed an optimized food-based recommendation (FBR) for Minangkabau women of reproductive age (WoRA) with dyslipidemia. Although the effect of the FBR promotion seemed to be potential at planning phase, but this has not been tested in the community setting. Therefore, we conducted a community trial and explored the effect of FBR promotion using locally available foods on dietary practice, nutrient intakes, nutritional status and lipid profile among Minangkabau WoRA with dyslipidemia.

METHODS: The first stage of the study was a cross-sectional study, which involved 74 Minangkabau WoRA with dyslipidemia. Linear programming analysis using three modules of the WHO Optifood software was employed to identify problem nutrients and develop an optimized FBR. The second phase of the study was a community-based trials using pre-post with control group design. The subjects were cluster randomized into either FBR group (receiving 12-weeks of FBR promotion) or non-FBR group (receiving once standard nutritional counseling from primary health care program). At the end, 102 WoRA (48 and 54 WoRA in the FBR group and the non-FBR group, respectively) completed 12-weeks of intervention. We analyzed within- and between group differences on changes of dietary practices, nutrient intakes, nutritional status and lipid profile (serum Total Cholesterol, Low-Density Lipoprotein, High-Density Lipoprotein and Triglyceride levels) at the completion of the study.

RESULTS: Our results identified PUFA, dietary fiber, iron, and zinc as problem nutrients among Minangkabau WoRA with dyslipidemia. The final food-based recommendations emphasized the incorporation of locally available nutrient-dense foods, food groups, and sub-groups that would improve the intake of the identified problem nutrients. The FBRs promotion significantly increased the overall dietary compliance. An increase was predominantly occurred on the consumption of promoted and subgroups food items (sea fish, poultry, soybean products, total vegetables, dark green leafy vegetables, fruits, and potato). There were no significant changes in the consumption of staple food, snacks, eggs, and fatty foods at the end of intervention.  Effect of FBR promotion on nutrient intake was observed through the significant changes in energy and carbohydrate intakes, percentage of energy from PUFA and MUFA, as well as PUFA to SAFA ratio in daily diet. However, intake of saturated fat remained unchanged. Marginal but significant improvements were observed in body weight, BMI, and waist circumference, but the prevalence of obesity was relatively not affected. There were no significant changes of blood lipid profile at the end of intervention.

CONCLUSIONS: Linear programming approach could be potentially used to develop an optimized food-based recommendation based on the identified problem nutrients and locally available nutrient dense foods. The FBRs promotion produced significant improvement in dietary practice, nutrient intakes, and nutritional status, but did not statistically affect blood lipid profile of Minangkabau WoRA with dyslipidemia. 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Amalia Fajarini
"Prevalensi status kurang gizi/ kurus pada remaja masih tinggi dan meningkat pada negara berkembang. Permasalahan status gizi kurang lebih banyak terjadi pada remaja laki-laki daripada remaja perempuan. Hal ini juga terjadi di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2007 dan 2013. Status gizi kurang pada remaja akan memengaruhi produktivitas dan prestasi baik saat remaja maupun dewasa nanti. Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi adalah asupan energi dan zat makronutrien. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang untuk mengetahui hubungan antara status gizi kurang pada remaja laki-laki usia 16-18 tahun dengan asupan energi dan makronutrien. Jumlah subjek penelitian adalah sebesar 50 remaja laki-laki usia 16-18 tahun di Jakarta. Data status gizi diperoleh melalui pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan usia yang diplot pada tabel Z-Score. Data mengenai asupan energi dan makronutrien diperoleh menggunakan metode 24 hour food recall dan food record selama 3 hari, kemudian diambil rerata dari keduanya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 22% subjek mengalami status gizi kurang/kurus. Sebagian besar subjek memiliki persentase asupan yang kurang (<80%AKG), yaitu 94% untuk asupan lemak dan energi, 90% untuk asupan karbohidrat, 74% untuk asupan protein. Analisis uji Fisher menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan zat gizi makro dengan status gizi kurang (nilai p>0,05). Penelitian ini tidak memperhatikan beberapa faktor yang juga dapat mempengaruhi status gizi kurang yaitu aktifitas fisik, lingkungan, status pubertas, pola makan, gaya hidup, status psikologi, pengetahuan dan pola hidup dari orang tua.

The prevalence of poor nutrition status / underweight in adolescents remains high and is rising in developing countries. Malnutrition/underweight is more common in boys than girls. This phenomena is also occurs in Indonesia based on data Riskesdas 2007 and 2013. Malnutrition/underweight among adolescents will affect both productivity and achievement in adolescence and adulthood. One of factors that affect nutritional status is energy and macronutrients intake. This study uses a cross-sectional study to determine the association of malnutrition status in adolescent males aged 16-18 years with energy and macronutrient intake. The number of research subjects is 50 adolescent males aged 16-18 years in Jakarta. Data obtained through the measurement of nutritional status Body Mass Index (BMI) by age and is plotted on the chart Z-Score. Data on energy intake and macronutrient obtained using 24-hour food recall and a food record for 3 days, then take the average of the two. The results showed that 22% of subjects experienced poor nutrition status / underweight. Most of the subjects had less percentage of intake (<80% AKG), 94% for fat and energy intake, 90% for the intake of carbohydrates, 74% for protein intake. Fisher test analysis showed that there was no association between energy intake and macronutrient with ppor nutritional status (p values> 0.05). This study did not determinedi several factors that can affect the nutritional status ie physical activity, environmental, pubertal status, diet patterns, lifestyle, psychological status, knowledge and lifestyle of the parents."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilna Khairunisa Shalihat
"Latar Belakang. Obesitas pada anak merupakan masalah kesehatan global. Obesitas ditandai dengan akumulasi sel adiposa yang mencetuskan terbentuknya reactive oxygen species (ROS). ROS menginduksi peroksidasi lemak, yang dapat dideteksi dengan kadar malondialdehid (MDA) plasma. Edukasi nutrisi dengan konseling dan kunjungan rumah pada pengasuh dengan anak berisiko obesitas usia < 2 tahun dapat mempengaruhi perilaku ibu, sehingga merubah asupan nutrisi anak. Belum ada rekomendasi nutrisi untuk anak obesitas usia < 2 tahun yang sesuai dengan kebutuhan dan menggunakan bahan makanan lokal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian konseling optimisasi diet tinggi omega-3 menggunakan linear programming terhadap kadar MDA plasma.
Metode. Penelitian ini merupakan uji klinis terbuka, desain paralel, alokasi acak selama 10 minggu pada anak usia 12-24 bulan dengan BMI>+1 Z-score berdasarkan kurva WHO. Subjek diambil secara konsekutif dan dibagi menjadi kelompok dengan konseling optimisasi diet tinggi omega-3 menggunakan linear programming dan kelompok dengan konseling standar. Data yang dikumpulkan meliputi wawancara, pengukuran antropometri, kuesioner perilaku makan, data asupan makanan menggunakan food recall 2x24 jam dan food frequency questionnaire (FFQ) semi kuantitatif. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kadar malondialdehid plasma menggunakan metode sfektofotometri pada periode sebelum dan sesudah perlakuan.
Hasil. Sebanyak total 32 subjek yang ikut serta dalam penelitian ini dialokasikan menjadi 18 subjek pada kelompok intervensi dan 14 subjek pada kelompok control. Rerata usia subjek adalah 18.4±3.7 pada kelompok intervensi dan 18.7±2.8 pada kelompok kontrol. Perbandingan karakteristik demografis anak dan keluarga pada kedua kelompok setara. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada perubahan perilaku makan dan asupan PUFA, Asam arakidonat (AA) dan omega-3 antara kedua kelompok. Besarnya rerata penurunan kadar MDA plasma pada kelompok intervensi -0.16 dan pada kelompok control -0.007 dengan p=0.023.
Kesimpulan. Pemberian konseling optimalisasi diet tinggi omega-3 menggunakan linear programming dibandingkan dengan konseling standar kepada pengasuh selama 10 minggu dapat menurunkan kadar MDA plasma pada anak dengan risiko overweight, overweight, dan obesitas usia 12-24 bulan di Jakarta Timur.

Background. Pediatric obesity is a major health concern in the world. Obesity is characterized by accumulation of adipose, triggers formation of reactive oxygen species (ROS). ROS will induce lipid peroxidation, which can be detected by plasma malondialdehyde (MDA). Nutrition education with counseling and home-visits to main caregivers with obese-prone children aged under-two-years can affect child-feeding behavior to revise children intake. There are no convenient nutritional recommendations for these children which suited children requirement and matched with available local food. This study aimed to investigate effect of enhancedcounseling with omega-3 optimization using linear programming compare with general counseling on plasma MDA.
Method. This study is an open clinical trial with parallel design and randomized allocation for 10 weeks in children aged 12-24 months with a BMI > +1 WHO Z-score. Subject was taken consecutively and randomly allocated by block randomization with stratification into group enhanced counseling with omega-3 optimization using linear programming compare with general counseling. Data were collected from interviews, anthropometric measurements, eating behavior questionnaires, food recall 2x24 hours and food frequency questionnaire (FFQ) semiquantitative. Laboratory tests are conducted to determine plasma malondialdehyde levels using spectrophotometry methods before and after treatment.
Result. A total of 32 subjects participated in this study, 18 subjects were allocated into intervention group and 14 subjects into control group. The mean age of subjects was 18.4 ± 3.7 for the intervention group and 18.7 ± 2.8 for the control group. The demographic characteristics of the children and families in both groups were similar. There were no significant changes in child-feeding behavior and PUFA?s intake, arachidonic acid (AA) and omega-3 between the two groups. The result of reduction of MDA levels in the intervention group is -0.16 and the control group -0.007 with p = 0.023.
Conclusion. Enhanced counseling with omega-3 optimization using linear programming, compare with general counseling to main caregivers for 10 weeks, can reduce plasma MDA levels among obese-prone 1-2 years old children in East Jakarta
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrianna Cahyaningrum
"Penelitian cross sectional ini bertujuan untuk membuat optimalisasi diet untuk anak gemuk dan obesitas usia 12-23 bulan yang dibuat menggunakan linear programming dengan memperhitungkan rasio asupan omega 6 dan omega 3 dan harga. Penelitian dilaksanakan di Jakarta Timur pada 42 anak dengan berat badan normal dan 29 anak gemuk dan obesitas berdasarkan z-score IMT/ umur. Metode yang digunakan yaitu 24 jam recall selama 3 hari tidak berturut, diskusi kelompok dan survei pasar, sedangkan LP NutriSurvey digunakan untuk analisis optimalisasi diet. Penelitian ini menghasilkan optimalisasi diet dengan memperhitungkan rasio omega 6 dan omega 3, dengan harga masih dalam rentang yang direkomendasikan.

This cross sectional study aims at developing optimized diet based on linear programming for overweight and obese children aged 12-23 months considering the ratio of omega-3 and omega 6 intakes and prices in the diets. It was conducted in East Jakarta involving 42 children in normal group and 29 children in overweight and obese group based on BMI/ age z-score. The methods used were three non-consecutive days of 24-hour recall, group interview and market survey, while LP NutriSurvey was used in analyzing optimized diet. Optimized diet is presented with ratio of omega-6 and -3 and cost within the recommended range"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Suciyanti
"ABSTRAK
Anemia merupakan masalah gizi utama pada remaja putri dengan efek jangka panjang yaitu kurangnya fungsi kognitif dan rendahnya kemampuan akademik. Tujuan studi ini adalah membandingkan kadar hemoglobin dan fungsi kognitif setelah 20 minggu edukasi gizi PGS-LP. Metode intervensi yang dilakukan adalah edukasi gizi di sesi keputrian setiap minggu. Hasil studi ini menunjukkan bahwa edukasi gizi meningkatkan konsumsi makanan spesifik PGS-LP namun tidak cukup mencegah anemia yang mungkin disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi. Dampak positif terhadap fungsi kognitif tidak ditemukan dalam studi ini.

ABSTRACT
Anemia is the major nutritional problem among adolescent girls which has long term negative consequences on cognitive function and academic performance. The aim was to compare hemoglobin level and cognitive performance between intervention and control group after 20 weeks nutrition education. The nutrition education was integrated into school rsquo s system with teachers as fasilitators. The result showed nutrition education improved dietary intake, but can not yet prevent decrease in hemoglobin which may be attributable to inadequate dietary iron intake. Positive effect on cognitive performance was not yet observed.
"
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resky Mustafa
"Latar Belakang: Obstruksi saluran nafas atas merupakan salah satu kelainan saluran nafas atas yang disebabkan karena terjadinya sumbatan. Proses obstruksi yang terjadi mempengaruhi morfologi, fisiologis dan patologis yang merupakan predisposisi terhambatnya pernafasan saluran atas. Secara anatomis faring yang merupakan bagian dari saluran nafas atas dibagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring dan
hipofaring. Perubahan morfologi dan patologis faring pada penderita gangguan nafas yang berhubungan dengan penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan struktur kraniofasial dan morfologi dentofasial. Salah satu modalitas yang digunakan untuk menilai perubahan pada saluran nafas atas adalah sefalometri lateral yang dapat memperlihatkan saluran nafas dalam perspektif dua dimensi dalam mengevaluasi jaringan keras dan jaringan lunak kraniofasial termasuk faring, bila terjadi penyempitan. Tujuan: Untuk membandingkan ukuran normal saluran nafas atas pada
populasi sehat kelompok usia 20-30 dan 31-40 tahun pada populasi laki-laki dan perempuan di Indonesia melalui analisis sistematis radiograf sefalometrik lateral.
Metode: Penelitian ini menggunakan data sekunder radiograf sefalometri lateral pada usia 20-40 tahun di Unit Radiologi Kedokteran Gigi RSKGM FKG UI dan RSKGM FKG TRISAKTI. Pengukuran saluran nafas atas dilakukan dengan analis sefalometri lateral yang diukur menggunakan variabel nasofaring (PNS-ad1, PNS-ad2), variabel orofaring (Ve1-Ve2, U1-U2, RL1-RL2) dan variabel hipofaring (Va1-Va2). Hasil: Pengukuran saluran nafas atas variable Ve1-Ve2 dan Va1-Va2 menujukkan ada perbedaan bermakna (p value < 0.05) antara jenis kelamin. Sedangkan variable PNSAd1,
PNS-Ad2, U1-U2 dan RL1-RL2 (p value > 0.05) menujukan tidak ada perbedaan bermakna antara jenis kelamin. Sementara pada pengukuran saluran nafas atas yang membandingkan antar kelompok usia pada seluruh jenis kelamin, yang menunjukkan perbedaan bermakna (p value < 0.05) pada variabel pengukuran PNS-Ad1 dan PNSAd2. Sedangkan variabel Ve1-Ve2, U1-U2, RL1-RL2 dan Va1-Va2 tidak berbeda bermakna (p value > 0.05). Kesimpulan: Penelitian ini memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan bermakna pada jenis kelamin untuk ukuran saluran nafas atas yaitu
ukuran orofaring variabel Ve1-Ve2 dan hipofaring variabel Va1-Va2. Jika dikaitkan
dengan peningkatan usia ukuran saluran nafas atas hanya variabel nasofaring yang
memiliki perbedaan secara bermakna yaitu melebar seiring bertambahnya usia

Background: Upper airway obstruction is one of the upper airway disorders caused by
obstruction. Obstructive processes that occur affect the morphology, physiology and
pathology which predisposes to obstructed upper respiratory tract. Anatomically, the
pharynx, part of the Upper airway, is divided into three parts: the nasopharynx,
oropharynx and hypopharynx. Pharyngeal morphology and pathological changes in
patients with respiratory disorders associated with deviations in the growth and
development of craniofacial structures and dentofacial morphology. One of the modalities
used to assess changes in the Upper airway is lateral cephalometrics which can show the
airways in a two-dimensional perspective in evaluating the craniofacial hard and soft
tissues including the pharynx, if narrowing occurs. Objective: To compare the normal
size of the upper respiratory tract in healthy populations aged 20-30 and 31-40 years in
male and female populations in Indonesia through systematic analysis of lateral
cephalometric radiographs. Methods: This study used secondary data from lateral
cephalometric radiographs at the age of 20-40 years at the Dentistry Radiology Unit at
RSKGM FKG UI and RSKGM FKG TRISAKTI. Upper airway measurements were
performed using a lateral cephalometric analysis using nasopharyngeal variables (PNSad1,
PNS-ad2), oropharyngeal variables (Ve1-Ve2, U1-U2, RL1-RL2) and
hypopharyngeal variables (Va1-Va2). Results: Measurement of the upper airway
variables Ve1-Ve2 and Va1-Va2 (p value <0.05) showed that there was a significant
difference between the sexes in the measurement of the upper Upper airway in a healthy
population. While the PNS-Ad1, PNS-Ad2, U1-U2 and RL1-RL2 variables (p value >
0.05) showed no significant difference between the sexes. While the upper Upper airway
measurements compared between age groups in all sexes, which showed that there were
significant differences (p value <0.05) between age groups for the PNS-Ad1 and PNSAd2
measurement variables. Meanwhile, the variables Ve1-Ve2, U1-U2, RL1-RL2 and
Va1-Va2 were not significantly different (p value > 0.05). Conclusion: This study shows
that there are significant differences in sex for the size of the upper airway, namely the
size of the oropharynx Ve1-Ve2 variable and the hypopharynx Va1-Va2 variable. If it is
associated with an increase in age, the size of the upper airway is only the nasopharyngeal
variable which has a significant difference, which increases with age.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>