Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93545 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Menurut Institute of Medicine (IOM) (2001, dalam Stanhope & Lancaster, 2004) penyakit infeksi merupakan penyebab kematian lebih dari 13 juta anak-anak dan dewasa muda di seluruh dunia. Selain menyebabkan kematian, penyakit infeksi dan penyakit menular juga menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa pemerintah mengeluarkan dana sebesar 4 — 5 milyar pertahun untuk pembelian obat-obat antibiotik dan pembiayaan perawatan pasien di Rumah Sakit akibat penyakit infeksi dan menular (IOM, 1998, dalam Stanhope & Lancaster, 2004). Tambahkan data di Indonesia (kasus post rs & kasus di rumah).
Penyebaran penyakit menular dan infeksi disebabkan karena tiga faktor, yaitu: (1) agent atau bibit penyakit; (2) host (pejamu) serta; (3) lingkungan (environment) (Stanhope & Lancaster, 2004). Penyebaran tersebut dapat terjadi di sarana pelayanan kesehatan ataupun di rumah sehingga diperlukan upaya-upaya pencegahan terjadinya infeksi di kedua sarana tersebut. Pencegahan penyebaran penyakit menular dan infeksi di rumah dapat dilakukan melalui pelayanan keperawatan keluarga."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TK-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Permatasari
2008
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Usman Chatib Warsa
"

Perkembangan mikroba atau jasad renik yang resistan atau kebal pada antibiotika yang sering digunakan untuk pengobatan infeksi, telah menjadi masalah besar didalam pelayanan kesehatan di rumah sakit maupun di masyarakat. Bersamaan dengan berkembangnya penyakit baru akhir-akhir ini, ramai dipublikasikan adanya bentuk baru evolusi kuman yang sulit ditanggulangi dengan obat antibiotika yang biasa dipergunakan untuk pengobatan, yang kemudian disebut sebagai "Superbugs" atau "Killerbugs" atau "Killer Microbes"(1,2,3). Kejadian mikroba resistan terhadap kemoterapi telah dilaporkan terjadi pada berbagai jenis bakteri, jamur, virus maupun parasit. Saat ini bakteri yang resistan antibiotika prevaiensinya paling besar, sehingga pada kesempatan ini saya akan membahas secara singkat masalah ini. Contoh mikroba resistan lain misalnya pada jamur/fungi (Candida sp. resistan pada flukonasol), virus (HIV resistan pada zidovudin), dan parasit (Trichomonas sp. resistan pada metronidasol dan Plasmodium falsifarum resistan pada kloroquin)(4).

Telah diteliti oleh para ahli penyakit infeksi, bahwa pada penderita dengan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri resistan antibiotika, akan menyebabkan penyakit makin berat, makin lamanya masa sakit dan lebih lama tinggal di rumah sakit bagi penderita yang dirawat, juga menyebabkan gejala sisa atau sequelae yang lebih besar, meningkatnya angka kematian/mortalitas, serta biaya pengobatan yang meningkat karena makin mahalnya obat pilihan alternatif(5). Sebaliknya peningkatan resistansi juga dipengaruhi oleh beberapa kemajuan yang didapat dari kehadiran dan efektivitas pengobatan dengan antibiotika itu sendiri, antara lain dimungkinkannya prosedur operasi yang lama dan banyak komplikasi pada penderita immunosupresi, usia lanjut atau penderita yang sakit berat; dapat dilakukan transplantasi; dan dapat digunakannya peralatan dan alat bantu yang kompleks. Kehadiran antibiotika berspektrum luas yang dapat digunakan pada tindakan profilaksis dan pengobatan, memberikan kemungkinan tindakan medik yang lebih kompleks dan dahulu sulit dilakukan(6,7).

Meningkatnya prevalensi bakteri resistan terhadap antibiotika, mengharuskan pertimbangan yang lebih besar didalam melakukan evaluasi risiko tindakan medik yang sudah ada. Ini termasuk tindakan operasi metode baru yang membutuhkan waktu lama; penggunaan instrumentasi dan alat bantu dengan teknologi baru; tindakan pada penderita menurunnya imunokompeten, sakit berat dan sakit kronik; pada kondisi di mana kurangnya fasilitas pada pendidikan dan pelatihan kontrol infeksi; tidak mempunyai fasilitas laboratorium mikrobiologi untuk pemeriksaan tes kepekaan antibiotika, guna mendeteksi adanya resistansi; tidak adanya standar teknik antiseptik yang baik; pada densiti komunitas yang padat; sanitasi buruk di sekitar tempat tinggal.

"
Jakarta: UI-Press, 2004
PGB 0223
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Boyke Dian Nugraha
"Salah satu hal penting yang dapat menghambat proses penyembuhan dan pemulihan penderita di rumah sakit adalah terjadinya infeksi nosokomial. Hal ini perlu ditanggulangi dalam bentuk langkah-langkah sistematis yang disusun dalam suatu program-program yang jelas. Program-program tersebut dapat terlaksana jika rumah sakit mempunyai suatu struktur organisasi penanggulangan infeksi nosokomial yang baik.
Rumah Sakit Ranker "Dharmais", sebagai pusat rujukan tertinggi bagi penyakit kanker di Indonesia serta merawat penderita kanker yang rentan terhadap infeksi nosokomial akibat pengobatannya, memerlukan suatu organisasi pengendalian infeksi nosokomial yang baik agar dapat menjaga mutu pelayanan rumah sakit serta menjadi contoh bagi rumah sakit lainnya. Dalam pengamatan penulis selama menjalani residensi di Rumah Sakit Kanker "Dharmais", penanggulangan infeksi nosokomial belum berjalan dengan baik.
Tujuan penelitian ini adalah agar didapat suatu model organisasi (yang dikembangkan) dalam penanggulangan infeksi nosokomial agar dapat mengantisipasi pengembangan rumah sakit serta pengobatan penyakit kanker dimasa datang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa kegiatan penanggulangan infeksi nosokomial belum terkoordinir dengan baik, disebabkan struktur organisasi penanggulangan infeksi nosokomial yang tidak berjalan dan membutuhkan pengembangan.
Untuk itu diusulkan beberapa model organisasi pengembangan infeksi nosokomial yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja penanggulangan infeksi nosokomial sehingga lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.

One of the important thing that hampered treatment and recovery process in the hospital is nosocomial infection. It must be defended by systematic approach and clear programs. All the programs can be done, if the hospital have a good nosocomial infection control organizations.
"Dharmais" Cancer Hospital is the top referral hospital in Indonesia for cancer patients and nursing. Cancer patients are vulnerable to nosocomial infection because of the treatment; so that good nosocomial infection control is needed to keep the hospital quality assurance and as an example for other hospital. After carrying out observation during the time the writer was conducting "residensi", the nosocomial infection control program was not properly done.
The objective of this research is to develop model's of nosocomial infection control organization to anticipate future development of the. hospital and development of cancer treatment. Method of research used was descriptive-qualitative.
The research showed that the nosocomial infection control program was not doing well because of lack organization, so that the organization need to be developed. For that reasons, some models of nosocomial infection control organizations were proposed.
The writer hope, the developed of nosocomial infection Control Organization will increase performance, so that the hospital becomes more effective and efficient in reaching out its goals and targets.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miesien
"Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan istilah umum untuk berbagai keadaan bertumbuh dan berkembangbiaknya bakteri dalam saluran kemih. Dalam keadaan normal saluran kemih adalah steril kecuali ujung uretra. Saluran kemih merupakan tempat yang relatif sering mengalami infeksi pada bayi dan anak kecil. Demam dengan sebab tidak jelas pada anak berusia 2 bulan - 2 tahun sekitar 5% disebabkan oleh ISK. Pada usia ini prevalensi ISK pada anak perempuan dua kali lebih tinggi dari pada anak laki-laki.
Gejala klinis ISK bervariasi tergantung kepada usia, intensitas reaksi inflamasi dan lokasi infeksi pada saluran kemih. Anak berusia 2 bulan - 2 tahun yang menderita ISK perlu mendapat perhatian khusus oleh karena gejala klinis yang tidak khas, cara mendapatkan sampel urin yang invasif, dan mempunyai risiko terbesar terjadi kerusakan ginjal.
Diagnosis ISK yang akurat sangat penting karena 2 alasan, pertama untuk identifikasi dan tata laksana anak yang mempunyai risiko kerusakan ginjal. Kedua untuk mencegah intervensi yang mahal, potensial bahaya dan tidak bennanfaat pada anak yang tidak mempunyai risiko kerusakan ginjal. Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang, serta dipastikan dengan biakan urin kuantitatif.
Escherichia coli adalah penyebab ISK pertama terbanyak pada anak yaitu sekitar 80 - 90% kasus. Pada awal abad ke - 20 mortalitas neonatus dan bayi yang dirawat karena pielonefritis sekitar 20%. Pendekatan diagnostik dan terapiutik yang agresif dan modem, serta perkembangan antibiotik saat ini telah dapat menekan mortalitas mendekati 0%. Adanya ISK akan membawa dampak jangka panjang terhadap fungsi ginjal yaitu berkembangnya uremia, terjadinya hipertensi dan adanya komplikasi selama kehamilan. Sebuah survey di Swedia tahun 1992 - 1995 pada 2000 anak berusia 2 bulan - 2 tahun yang menderita ISK pertama, didapatkan refluks pada 36% anak perempuan dan 24% anak laki - laki serta 50% di antaranya sudah menunjukkan dilatasi saluran kemih bagian atas. Dengan bervariasinya profil ISK maka perlu diketahui bagaimana profil ISK pada anak yang berobat di RSCM saat ini."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kobi Siswantara Tejasukmana
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
TA3961
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sucipto
"Latar belakang: Infeksi intrakranial merupakan masalah yang menjadi tantangan berat bagi setiap dokter yang merawat. Tingkat kematian saat rawat inap pasien infeksi intrakranial sangat tinggi. Walaupun pasien infeksi intrakranial dapat keluar dari rumah sakit dalam keadaan hidup, namun berbagai komplikasi dan masalah paska rawat inap yang kompleks dapat menyebabkan kematian pasien saat rawat jalan.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif untuk mengetahui kesintasan 180 hari pada pasien infeksi otak yang dirawat di RS Cipto Mangunkusumo. Populasi penelitian ini adalah subjek dari penelitian Optimization of Diagnosis and Treatment of Tuberculous Meningitis ODT-TBM selama periode Januari-Desember 2015. Keluaran 180 hari subjek diketahui dengan penelusuran data kunjungan rawat jalan melalui rekam medis, telepon, pesan singkat atau kunjungan rumah. Analisis kesintasan Total survival rate dilakukan dengan menggunakan analisis cox regression baik univariat maupun multivariat. Penyajian data kesintasan dilakukan dengan menggunakan kurva kaplan meier.
Hasil: Didapatkan 218 pasien dengan diagnosis akhir infeksi intrakranial. Berdasarkan status HIV, didapatkan 47,7 subjek HIV positif dan 52,3 HIV negatif. Tingkat kesintasan 180 hari pasien infeksi intrakranial di RSCM secara umum adalah 43,5. Kesintasan pada kelompok HIV positif 32,7 secara bermakna p 0,005; Rasio Hazard 1,695 1,177-2,442 lebih buruk daripada HIV negatif 53,5. Faktor lain yang mempengaruhi kesintasan adalah usia, papiledema, suhu aksila awal, SKG awal, anemia, hiponatremia, gambaran herniasi serebri pada pencitraan otak, rasio glukosa CSS/serum, dan kadar protein CSS.
Kesimpulan : Tingkat kesintasan 180 hari pasien infeksi intrakranial pada penelitian ini rendah. Infeksi HIV secara bermakna mempengaruhi kesintasan pasien infeksi intrakranial.

Background: Managing brain infection patients is a challenge for every physician. Beside a very high in hospital mortality, many complexes problems and complications can cause patient die after discharge.
Methods: This is a retrospective cohort research to find 180 days outcomes of brain infection patients that admitted in Cipto Mangunkusumo Hospital. The study population is Optimization of Diagnosis and Treatment of Tuberculous Meningitis ODT TBM research subject that admitted in 2015. Health records, phone calls, short message or home visit is done to find patient rsquo s outcome. Total survival rate analysis is done with univariate and multivariate cox regression analysis. The comparison of survival rates between 2 groups is presented by Kaplan Meier curve.
Results: A total of 218 subjects were included in this study. There were 47,7 subjects with HIV positive and 52,3 HIV negative. Overall 180 days survival rates is 43,5. HIV status is strongly influenced the survival rate of brain infection patients in this study p value 0,005 Hazard Ratio 1,695 1,177 2,442. The survival rate of HIV negative subjects was 53,5 that significantly higher than HIV positive subjects 32,7. Other factors that influenced the survival rate in this research are age, papil edema, early axial temperature, Glasgow coma scale, anemia, hyponatremia, imaging of brain herniation, blood CSF glucose ratio and CSF protein.
Conclusion: The survival rate of brain infection patients in this research is low. HIV infection significantly influenced patients rsquo survival rates.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Mulyati
"Di Indonesia proporsi kejadian abortus spontan adalah sebesar 17,75% (Profil Kesehatan , 2000) . Angka terbesar terjadi di Riau yakni 35,96% dan angka terendah di Papua yakni 7,72%. Menurut Affandi (2000) kejadian abortus di Indonesia diperkirakan 2,3 juta per tahun. Sebanyak 600.000 kasus diperkirakan disebabkan oleh kegagalan penggunaan kontrasepsi, sebanyak 720.000 kasus disebabkan oleh masalah ekonomi, dan sebanyak 1.000.000 kasus abortus spontan. Banyak faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus spontan, salah satunya adalah infeksi saluran reproduksi.
Telah dilakukan penelitian tentang Hubungan Riwayat Infeksi Saluran Reproduksi serta variable independen lain dengan Kejadian Abortus Spontan di lima Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan riwayat infeksi saluran reproduksi dengan kejadian abortus spontan.
Disain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan melibatkan 381 orang responden yang terbagi dalam 127 orang kelompok kasus dan 254 orang kelompok kontrol. Analisis data meliputi bivariat, dan multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T4603
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitra Yelda
"LATAR BELAKANG: lnfeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat di rumah sakit karena rumah sakit merupakan tempat penampungan pasien dengan berbagai mikroorganisme yang merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berpengaruh terhadap infeksi nosokomial di beberapa rumah sakit di DKI Jakarta.
METODE : Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dengan menggunakan data sekunder. Jumlah kasus yang diperoleh pada penelitian ini adalah 50 dengan perbandingan control 1:2, sehingga kekuatan uji dari studi ini menjadi 60%. Analisis juga dilakukan mulai dari analisis univariat sampai analisis multivariate dan juga dilakukan berdasarkan jenis infeksi nosokomial yaitu infeksi saluran nafas dan infeksi non saluran nafas.
HASIL : Berdasarkan analisis diperoleh bahwa dari 11 variabel yang diteliti ternyata ada enam variabel yang mempunyai pengaruh yang bermakna antara lain lama hari rawat dengan OR=5,19 (95% CI 2,48-10,87), pemasangan kateter dalam waktu lama OR=5,95 (95% CI 2,55 - 13,91), pemasangan ventilator mekanik dalam waktu lama OR=27 (95% CI 5,88 - 123,99), Pemasangan infus dalam waktu lama OR=4,97 (95% CI 1,39 - 17,82), tindakan invasif lain OR= 3,22 (95% CI 1,37 - 7,58), dan penggunaan antibiotika aR=3,45 (95% CI 1,69 - 7,04). Dari ketiga analisis yang dilakukan ternyata variabel lama hari rawat selalu masuk menjadi salah satu prediktor.
SIMPULAN : lama hari rawat merupakan faktor penting yang mempengaruhi infeksi nosokomial.
Daftar pustaka 45 (1981;2004)

Risk Factors Affected to Nosocomial Infection at Some Hospitals In DKI Jakarta 2003BACKGROUND: Nosocomial infection is an infection got from hospital, because hospital represent place relocation of patients with various microorganisms representing predisposition factors of infection. The main purpose of this research is to identify risk factors which affect on nosocomial infection at some hospitals in DKI Jakarta.
METHOD: This Research is a case control study by using secondary data. The amount of obtained case at this research is 50 with control comparison 1:2, so the power of the test of this study becomes 60%. Data Analysis contains univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate as well as conducted to nosocomial infection type that is respiratory infection and non-respiratory infection.
RESULT : According to the analysis, 6 variables from total 11 variable are significantly affected to Nosocomial Infection which are length of stay with OR=5,19 ( 95% CI 2,48-10,87), Long duration in cauterization OR=5,95 ( 95% CI 2,55 - 13,91), long duration in mechanic ventilator OR=27 ( 95% CI 5,88 - 123,99), Long duration in Infuse OR=4,97 ( 95% CI 1,39 - 17,82), other invasive action OR= 3,22 (95% CI 1,37 - 7,58), and usage of antibiotics OR=3,45 (95% CI 1,69 - 7,04). From the three types of analysis, length of stay is one of the predictor.
CONCLUSION: Length of stay representing important factor which influence nosocomiai infection.
Bibliography 45 ( 1981;2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13115
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The condition of oral cavity in HIV positive patients - AIDS who are treated in the ward of Atma Jaya Hospital, is no different with the result of studies of surveys in several countries. In patients with undetected HIV, candidiasis, gingivitis, and Kaposi's sarcoma is often found in the oral cavity. These opportunistic infections have clinical symptoms that should be recognized by every fellow dentist, so that appropriate steps could be taken along with the anticipations, considering many HIV positive patients are not detected."
Journal of Dentistry Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>