Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135949 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Achmad Zainal Huda
"Tingkat residivisme teroris di Indonesia yang mencapai 3.9% menunjukkan masih terdapat permasalahan dalam pengawasan dan pembinaan eks Napiter. Sekalipun
persentase kasus residivis teroris menunjukkan angka yang rendah, namun ancaman yang ditimbulkan jauh lebih berbahaya. Hingga saat ini Indonesia belum memiliki
lembaga khusus yang bertanggungjawab terhadap pengawasan dan pembinaan terhadap eks Napiter untuk mencegah terjadinya residivisme. Oleh karena itu, intelijen dapat mengisi kekosongan tersebut sesuai dengan tugas dan fungsi intelijen untuk melakukan deteksi dini dan cegah dini. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori intelijen dan teori pencegahan kejahatan untuk menganalisis strategi intelijen yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dalam melakukan pencegahan terhadap residivisme teroris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BIN menggunakan strategi cut out dengan model yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan dinamika di lapangan. Strategi ini memiliki keunggulan-keunggulan tersendiri yang menjadikan upaya pencegahan BIN lebih efektif.

The level of terrorist recidivism in Indonesia, which reaches 3.9%, shows that the monitoring and fostering efforts towards former terrorist convicts are still problematic. Although the percentage of terrorist recidivist cases shows a relatively low number, the threat posed is far more dangerous. Thus far, Indonesia does not yet have a particular institution that is responsible for monitoring and fostering former terrorist convicts to prevent recidivism. Therefore, intelligence agency can fill this gap in accordance with its functions to conduct early detection and early warning system. This thesis is a descriptive-analysis research with qualitative approach. Using intelligence theory and crime prevention theory the author analyses intelligence strategy conducted by the State Intelligence Agency (BIN) in preventing terrorist recidivism. The results showed that BIN used cut out strategy with different models which adjusted to the dynamics situation in the field. This strategy has its own advantages which makes BIN prevention efforts more effective"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T55245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapto Priyanto
"Disertasi ini menjelaskan tentang fenomena residivis terorisme di Indonesia, rumusan parameter keberhasilan deradikalisasi dan model pencegahan residivisme teroris di Indonesia di masa mendatang. Isnaini Ramdhoni yang baru dua bulanan menjalani masa pembebasan bersyarat setelah menjalani deradikalisasi di Pusat Deradikalisasi BNPT Sentul Bogor, menjadikan program deradikalisasi di Indonesia perlu dikaji kembali. Disertasi ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan Delphi. Metode Delphi dilakukan terhadap para pelaksana program deradikalisasi yaitu lembaga pemerintah dan non pemerintah di Indonesia saat ini. Metode Delphi menghasilkan model pencegahan residivisme teroris di Indonesia berdasarkan konsensus-konsensus dari para pelaksana deradikalisasi.
Temuan dalam disertasi ini adalah narapidana teroris yang mempunyai paham takfiri tidak mau mengikuti program deradikalisasi, residivis teroris sebagian besar diakibatkan masih kuatnya pengaruh kelompok teroris terhadap mantan napiter; program deradikalisasi di Indonesia masih dilaksanakan secara parsial; belum ada standar kompetensi pelaksana deradikalisasi; belum ada parameter yang standar untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan deradikalisasi; kategori teroris yang digunakan oleh BNPT saat ini hanya untuk teroris yang berasal dari kelompok, sedangkan kategori teroris yang berasal dari individu belum ada; ego sectoral masih kuat diantara lembaga pemerintah masih menjadi masalah yang serius. Kolaborasi, kompetensi dan peningkatan kapasitas harus dilakukan oleh lembaga pemerintah dan lembaga non pemerintah yang melaksanakan deradikalisasi. Model teoritis pencegahan residivisme teroris di Indonesia dalam disertasi ini menggunakan teori-teori: Differential Association, Social Learning Theory, Peace Making Criminology dan Social Bond Theory, dapat menjadi alternatif bagi para pelaksana deradikalisasi.

This dissertation explains the phenomenon of terrorist recidivism in Indonesia, the parameter formulation of deradicalization success and the prevention model of terrorist recurrence in Indonesia in the future. Isnaini Ramdhoni underwent parole after two months undergoing deradicalization at the deradicalization Center in Sentul Bogor, making deradicalization programmes in Indonesia need to be reviewed. This dissertation uses qualitative methods and Delphi. The Delphi method is done against the implementation of Deradicalization program, which is done by the government and non-government institution in Indonesia today. The Delphi method generates terrorist recidivism prevention models in Indonesia based on consensus from deradicalization.
The findings in this dissertation are terrorist convicts who have an understanding of the unwilling to follow the deradicalization program, the terrorist initially primarily due to the strong influence of the terrorist group against former terrorist prisoners; deradicalization programs in Indonesia are still carried out partially; There are no standards for the implementation of deradicalization competence; There is no standard parameter to know the successful implementation of deradicalization; The terrorist category used by the BNPT is currently for terrorists originating from the group only, while terrorist categories originating from individuals do not yet exist; A sectoral ego still strong among government agencies is still a serious problem. Collaboration, competence and capacity building must be done by government and non-governmental institutions to carry out deradicalization. The Theoretical Model of terrorist recidivism prevention in Indonesia in this dissertation using theories: Differential Association, Social Learning, Peace-Making Criminology and Social Bond, can be an alternative for implementing deradicalization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nongka, Stella Marsella
"Penelitian ini berawal dari adanya ancaman tingginya potensi seorang warga binaan pemasyarakatan (WBP) kasus terorisme untuk menjadi seorang residivis. Banyak faktor yang melatari potensi tersebut, sehingga memahami sikap dan perilaku mereka dengan memanfaatkan intelijen pemasyarakatan sangat penting dalam kasus ini. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif analisis. Penelitian ini menggunakan data primer yang didapat dari wawancara sejumlah narasumber terkait, dan studi literatur yang berkaitan dengan konsep dan masalah yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukan intelijen kriminal, intelijen pemasyarakatan, intelijen penegakan hukum atau konsep yang masih terkait lainnya sudah lama dianggap penting di negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada dan Rusia dalam mencegah permasalahan yang terjadi dalam sistem keamanan dan penjara mereka. Sementara itu melihat kasus di Filipina, ketiadaan intelijen pemasyarakatan yang baik membuat sistem kategorisasi risiko WBP tidak berjalan dengan baik sehingga menictpakan banyaknya masalah dan ancaman dalam penjara. Selain itu, upaya atau strategi deteksi potensi residivisme WBP teroris melalui intelijen permasyarakatan yang dilakukan saat ini bisa tercermin dari beberapa upaya yaitu memahami penyebab timbulnya potensi ancaman residivisme WBP terorisme dan memahami potensi ancaman residivisme WBP terorisme dari sisi perubahan sikap dan perilaku individu yang pada umumnya terjadi akibat kegiatan deradikalisasi yang kurang efektif, ideologi radikal yang berlumuran darah (sangat kuat), WBP yang masih terhubung ke jaringan sebelumnya, kondisi sosial dan ekonomi yang kurang mapan dan tumbuhnya rasa ketidakadilan. Lalu dilakukan upaya penguatan integrasi strategis pencegahan residivisme WBP terorisme dengan sinergi antar lembaga dan terkahit integrasi metode intelijen dan teknologi informasi dalam pengawasan dan pencegahan residivisme WBP terorisme.

This research began with the high potential threat of a prison inmate (WBP) in a terrorism case to become a recidivist. There are many factors behind this potential, so understanding their attitudes and behavior by utilizing correctional intelligence is very important in this case. Using a qualitative approach with descriptive analysis research type. This research uses primary data obtained from interviews with a number of related sources, and literature studies related to the concepts and problems studied. The results of this research show that criminal intelligence, correctional intelligence, law enforcement intelligence or other related concepts have long been considered important in countries such as the United States, Canada and Russia in preventing problems that occur in their security and prison systems. Meanwhile, looking at the case in the Philippines, the absence of good correctional intelligence means that the WBP risk categorization system does not work well, resulting in many problems and threats in prisons. Apart from that, efforts or strategies to detect potential recidivism of terrorist prisoners through community intelligence currently being carried out can be reflected in several efforts, namely understanding the causes of the potential threat of recidivism of terrorist prisoners and understanding the potential threat of recidivism of terrorist prisoners in terms of changes in individual attitudes and behavior that generally occur. due to less effective deradicalization activities, blood-stained radical ideology (very strong), WBP still connected to previous networks, less established social and economic conditions and a growing sense of injustice. Then efforts were made to strengthen strategic integration to prevent recidivism of terrorism prisoners with synergy between institutions and related to the integration of intelligence methods and information technology in monitoring and preventing recidivism of terrorism prisoners."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Genius Putu Sanjaya
"Serangan terorisme di Indonesia berevolusi dari penggunaan bahan peledak konvensional seperti ANFO (ammonium nitrate fuel oil) bergeser ke penggunaan bahan kimia, biologi, radioaktif dan nuklir (KBRN) yang dalam skala besar dapat diubah menjadi senjata pemusnah massal (weapon mass destruction). Data menunjukkan selama periode 2011-2019 tercatat 6 (enam) percobaan serangan teror menggunakan bahan KBRN yaitu arsenik dan racun ricin di Polsek Kemayoran (2011); Bom Nitroglyserin di Solo (2012); Bom Gas Chlorin di ITC Depok (2015); penggunaan Thorium Oksida di Bandung (2017); Bom Nitroglyserin, Bogor (2019) dan penemuan racun abrin di Cirebon (2019). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan studi kasus penggunaan WMD dalam serangan terorisme di Indonesia periode 2011-2019. Konsep teori kontra terorisme, pencegahan kejahatan dan kebijakan publik digunakan untuk menjelaskan strategi pencegahan serangan teroris menggunakan WMD di Indonesia. Makalah ini mengkaji peran Kementerian/Lembaga seperti POLRI, BNPT, BAPETEN, BNPB, TNI, Kemenperin dalam memitigasi dan menanggulangi serangan terorisme yang menggunakan WMD. Dari hasil wawancara dan studi pustaka, diketahui hanya institusi POLRI, BNPT dan BAPETEN yang telah memiliki protokol penanganan serangan terorisme menggunakan WMD namun masih bersifat sektoral. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perlunya pengintegrasian protokol penanganan serangan terorisme menggunakan WMD yang ada saat ini berdasarkan kewenangan BNPT untuk mengkoordinasikan pelaksanaan strategi penanggulangan terorisme serta dilegalkan dalam bentuk produk hukum berupa Keputusan atau Peraturan Kepala BNPT.

Terrorist attacks in Indonesia have evolved from the use of conventional explosives such as ANFO (ammonium nitrate fuel oil) to shift to the use of chemicals, biology, radioactivity and nuclear (KBRN) which on a large scale can be converted into weapons of mass destruction. Data shows that during the 2011-2019 period there were 6 (six) attempted terror attacks using KBRN material, namely arsenic and ricin poison in Kemayoran Sector Police (2011); Nitroglyserin Bombing in Solo (2012); Chlorin Gas Bomb at ITC Depok (2015); the use of Thorium Oxide in Bandung (2017); Nitroglyserin Bomb, Bogor (2019) and the discovery of abrin poison in Cirebon (2019). The method used in this research is a qualitative approach with a case study of the use of WMD in terrorism attacks in Indonesia in the period 2011-2019. The concept of counter terrorism theory, crime prevention and public policy is used to explain strategies to prevent terrorist attacks using WMD in Indonesia. This paper examines the role of Ministries/Institutions such as POLRI, BNPT, BAPETEN, BNPB, TNI, Ministry of Industry in mitigating and combating terrorism attacks using WMD. From the results of interviews and literature studies, it is known that only the POLRI, BNPT and BAPETEN institutions have protocols for handling terrorist attacks using WMD but are still sectoral in nature. The conclusion of this research is the necessity of integrating the handling protocol of terrorism attacks using WMD that exist today based on the authority of the BNPT to coordinate the implementation of the counterterrorism strategy and be legalized in the form of legal products namely Decree or Regulation of the Head of BNPT."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T55243
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Chabibi Syafi’uddin
"Penelitian ini mengkaji fenomena radikalisme di indonesia dan upaya Banser menangkalnya dalam perspektif intelijen. Sejatinya, fenomena radikalisme bukanlah hal yang baru terjadi. Radikalisme atau yang di sebut juga intoleransi ini terjadi di hampir seluruh wilayah. Kemunculan radikalisme ini tidak hanya sekedar mencari eksistensi dengan memgadakan perkumpulan atau sekedar mengangkat spanduk saja, melainkan juga secara siatematis masuk ke arah politik praktif. Sebagai badan otonom Nahdlatul Ulama, Banser bertugas menangkal Radikalisme dan sikap intoleransi. Peneliti menggunakan teori Open Source Intelligent (OSINT) dan teori kontra Intelijen untuk menganalisis upaya Banser melakukan kegiatan intelijen dalam rangka menangkal Radikalisme tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa strategi Banser menangkal radikalisme antara lain penyelidikan, penggalangan, pengamanan, penanaman nilai dan bela negara. Adapun Banser dalam memanfaatkan upaya OSINT adalah dilakukan dengan tahapan metode mulai dari grabbing, monitoring, infiltrasi, profiling, pengolahan, analisa dan desiminasi data serta pengamanan data.

This research examines the phenomenon of radicalism in Indonesia and Banser's efforts to counteract it from an intellegence perspective. In fact, the phenomenon of radicalism is not a new thing. Radicalism or what is also known as intolerence occurs in almost all regions. The emergence of this radicalism does not only seek existence by holding associations or just raising banner's, but also systematically enters into practical politics. As the Nahdlatul Ulama Autonomous Body, Banser is tasked with counteracting radicalism and intolerance. Researchers use Open Source Intellegent (OSINT) theory and counterintelligence theory to analyze Banser's effort to carry out Intellegence activities in order to counterect this radicalism. The results of the study show that Banser's strategy of counterecting radicalism includes investagation, security, raising, instilling, values, and defending the country. Banser's effort to utilize OSINT are carried out in stages, starting, from grabbing, monitoring, infiltration, profilling, processing, analysis, and data dissemination, as well as data security."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rudy Ibrahim
"Propaganda merupakan bentuk komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan untuk memanipulasi target propaganda, baik manipulasi emosi, sikap, opini, sampai dengan perilaku. Islamic State of Iraq and Sham (ISIS) merupakan kelompok teror yang berada di wilayah timur tengah yang menggunakan propaganda. Sebagai sebuah kelompok teror, ISIS memiliki tiga tujuan utama yaitu publisitas, motivasi ideologi, dan perekrutan. Propaganda ISIS sebagai perpanjangan dari ISIS juga memiliki tiga tujuan tersebut yang memberikan kerangka pada strategi propaganda ISIS. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas serta strategi propaganda ISIS dan kontrapropaganda yang bersesuaian dengan propaganda ISIS.
Penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan metode studi dokumen yang berkaitan dengan propaganda ISIS dan metode wawancara kepada 4 orang narasumber. Pengumpulan data juga dilakukan dengan sensus terhadap 4 publikasi propaganda ISIS yaitu IS Report, IS News, Dabiq, dan Al-Mustaqbal. Analisis data penelitian dilakukan dengan metode analisis isi dan analisis aspek propaganda. Formulasi strategi propaganda ISIS dan kontrapropaganda yang bersesuaian dilakukan dengan metode analisis tugas dan sasaran.
Hasil penelitian menemukan propaganda yang dilakukan ISIS merupakan propaganda yang berkualitas berdasarkan aspek-aspek publikasi, pemberitaan, wacana ideologi, dan mode persuasi. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan penggunaan media sosial dengan saluran komunikasi Internet.

Propaganda as a communication is used to deliver message to manipulate its targets? emotion, attitude, opinion, or behavior. Islamic State of Iraq and Sham (ISIS) is a terror group that uses propaganda, residing mainly in Middle East. As a terror group, ISIS has three main goals which are publicity, ideological motivation, and recruitment. ISIS? propaganda, as an extension of itself, also embodies those goals which provide foundation for ISIS? propaganda strategy. Because of that, the research was conducted to study the quality and the ISIS? propaganda strategy along with its relevant counterpropaganda strategy.
The research employed quantitative and qualitative methods. Data collection was conducted by studying documents related to ISIS? propaganda and by interviewing 4 experts and by doing census on four ISIS propaganda publications which are IS Report, IS News, Dabiq, and Al-Mustaqbal. Analyses were conducted using content analysis and propaganda element analysis. Strategy of ISIS propaganda and its relevant counterpropaganda was formulated using assignment and target analysis.
Result showed that ISIS propaganda is a good propaganda employing wide range of aspects, from publication, news, ideological discourse, to persuasion mode. Last, the result also showed that ISIS tends to use social media with Internet as its preferred communication channel.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alauddin Muhammad
"ABSTRAK
Dalam kurun 45 tahun, tiap tahun hotel mendapatkan serangan teroris, sehingga masih ada kemungkinan bahwa hotel akan terus menjadi salah satu sasaran potensial terhadap serangan yang dilakukan oleh teroris. Meskipun hotel menyadari kemungkinan adanya serangan teroris, antisipasi yang dilakukan oleh pihak hotel masih memungkinkan memberikan peluang terjadinya serangan teroris. Penulisan ini menggunakan teori 25 teknik dalam SCP dengan asumsi serangan teroris memiliki persamaan dengan kejahatan lain pada pertimbangan pelaku terhadap tingkat keberhasilan serangan yang dilakukan. Pelaku akan berusaha mengeksploitasi kelemahan keamanan yang ada di hotel. Penulisan ini menggunakan metode analisis data sekunder. Upaya pencegahan yang dilakukan hotel terhadap serangan teroris mencakup beberapa teknik dalam pencegahan kejahatan situasional.

ABSTRACT
In the last 45 years, hotels around the world get attacked by terrorist almost every year, so it is still possible that hotels will continue to be one of the potential targets of terrorist attacks. Although hotels are aware of the possibility of terrorist attacks, the anticipation made by the hotel still allows the possibility of terrorist attacks. This paper uses theory of 25 techniques in situational crime prevention assuming terrorist attacks have similarities with other crimes on the offender 39 s consideration of the success rate of the attacks. The perpetrator will try to exploit the security weaknesses at the hotel. This paper uses secondary data analysis method. The hotel 39 s preventive measures against terrorist attacks include several techniques in situational crime prevention."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Kurniawati
"ABSTRAK
Bom yang meledak di Bali pada 12 Oktober 2002 terjadi satu tahun pasca
tragedi 11 September yang menewaskan hampir 3000 orang. Bom yang
menewaskan 202 orang tersebut tidak hanya meluluhlantakkan Bali, namun juga
Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. Banyak orang kemudian bertanya-tanya,
kemana intelijen? Mengapa intelijen tidak dapat melakukan pencegahan?
Bukankah tugas intelijen untuk diantaranya melakukan pengawasan dan deteksi
dini?
Banyak pertanyaan seputar intelijen yang belum terjawab dalam kasus
tersebut; tentang apa peran mereka, bagaimana mereka bekerja, kepada siapa
mereka bertanggung jawab, dan bahkan bagaimana negara melalui otoritas politik
menentukan penggunaan intelijen untuk keamanan nasional, termasuk bagaimana
otoritas sipil dapat menentukan sukses atau gagalnya intelijen dalam menjalankan
tugasnya mengamankan kepentingan nasional.
Bom Bali 12 Oktober juga menunjukkan sebuah hasil kerja jejaring
kelompok teror Al Jamaah Al Islamiyah yang berafiliasi dengan Al-Qaeda.
Mereka bergerak secara lintas batas di kawasan Asia Tenggara dengan tujuan
untuk mendirikan Pan Islamic State. Adalah menjadi kepentingan bersama
negara-negara yang tergabung di dalam organisasi kawasan Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) untuk melakukan usaha kolektif
mengamankan kawasan dalam sebuah kerjasama keamanan regional, termasuk
diantaranya kerjasama intelijen.
Tesis ini berusaha menjawab dua pertanyaan tersebut: mengapa intelijen
gagal melakukan antisipasi bom Bali 12 Oktober 2002, serta kemungkinan
kerjasama intelijen yang dapat dibentuk di wilayah ASEAN.

Abstract
This thesis discusses not only on the subject of intelligent failure in the
case of the first Bali bombing occurred in October 12, 2002, because after all,
intelligent failures are inevitable and natural. More importantly, the thesis throws
a discussion on the necessity of regional intelligent cooperation in the framework
of Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), where a terror network
called Jamaah Islamiyah (JI) operates through its borders.
Intelligent services worldwide are widely known for its crucial role in
preventing terrorist attacks by providing security through its early warning
system. However, when facing an enemy with specific characteristics such as a
global terror networks, no single state can work alone. As such, intelligent sharing
and cooperation are needed not just on a global scale, but also on the regional
basis.
The thesis offers an idea to establish a form of ASEAN intelligent center
as a way to prevent future attacks in the region through a counterfactual reasoning
method."
2012
T30465
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Priscilla Harjanti
"Terorisme seringkali dipandang sebagai isu maskulin yang menerapkan norma-norma dan konstruksi gender tradisional. Keterlibatan perempuan dalam kelompok teroris kebanyakan dipandang sebagai pendukung, motivator, dan agen regenarasi ideologi. Saat ini partisipasi dan peran perempuan dalam kelompok teroris semakin meningkat dengan maraknya serangan teror yang menggunakan perempuan sebagai pelaku utama dan agen sumber intelijen manusia bagi kelompoknya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-interdisipliner guna mengintegrasikan teori intelijen, gender, dan terorisme melalui wawancara dan studi dokumen. Hasil penelitian menemukan bahwa peran perempuan dalam kelompok teroris di Indonesia tidak lagi dipandang sebagai pendukung saja, melainkan sebagai anggota berharga yang memiliki peran penting untuk keberlangsungan dan eksistensi kelompok melalui perbantuan logistik, upaya pengumpulan dan penyaluran pendanaan. Perempuan juga berperan sebagai agen intelijen untuk jaringan atau kelompok yang mengumpulkan informasi, serta memiliki kemampuan untuk merekrut anggota baru melalui media sosial, pengajian atau perkumpulan dan mencari perempuan untuk menjadi istri para anggota kelompok sehingga jaringan semakin luas dan informasi juga bertambah. Dalam hal ini, perempuan memiliki peran aktif dalam mengurangi intelligence gap untuk kelompoknya. Hal ini juga meningkatkan potensi ancaman bagi perempuan dikarenakan perempuan seringkali tidak dipandang sebagai ancaman. Bukan berarti perempuan melepaskan peran-peran tradisional, namun perempuan memiliki kedudukan yang lebih substansial dalam kelompok teror di Indonesia.

Terrorism is often seen as a masculine issue that applies traditional gender norms and constructions. Women's involvement in terrorist organizations is mostly seen as supporters, motivators and agents of ideological regeneration. Currently, the participation and role of women in terrorist organizations is increasing with the rise of terror attacks that use women as the main perpetrators and human intelligence source agents for their groups. This research uses qualitative-interdisciplinary methods to integrate gender studies, intelligence studies, and terrorism studies through interviews and document studies. The research results found that the role of women in terrorist organizations in Indonesia is no longer seen only as supporters, but as valuable members who have an important role in the group's sustainability and existence through logistical assistance and efforts to collect and distribute funding. Women also act as intelligence agents for groups to collect information, and have the ability to recruit new members through social media, recitations or associations and look for women to become wives of group members to grow their network and information also increases. In this case, women have an active role in reducing the intelligence gap for their group. This also increases the potential threat to women because women are often not seen as a threat."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Setyo Utomo
"Aksi yang mengarah pada ekstremisme dan teror yang melibatkan Aparatur Negara adalah bagian dari fenomena puncak akibat dari paparan paham radikalisme dan terorisme di Indonesia. Beberapa Anggota TNI, Polri, PNS/ASN terbukti terlibat tindak pidana terorisme dan telah diputuskan bersalah oleh Pengadilan serta menjalani hukuman. Maraknya kasus radikalisme Aparatur Negara ini memberi peringatan akan bahaya radikalisme sehingga perlu dilakukan analisis mendalam serta evaluasi terhadap upaya pencegahan radikalisme yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Penelitian ini melakukan analisis terhadap praktik radikalisme Aparatur Negara, khususnya Aparatur Sipil Negara (ASN) serta memberikan hasil analisis atas relevansi teori terhadap strategi pencegahan radikalisme ASN di Indonesia. Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Identitas Sosial (Social Identity Theory), Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory), Teori Pencegahan Kejahatan Sosial (Social Crime Prevention Theory) dan Teori Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini, diketahui bahwa praktik radikalisme pada Aparatur Negara masih terjadi walaupun sudah diterbitkan Surat Keputusan Bersama 11 Kementerian. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Indonesia dituntut melaksanakan strategi pencegahan yang komprehensif, diantaranya melalui penegakan hukum, pelibatan tokoh agama, kontra terorisme, kolaborasi antar instansi dan komunitas intelijen serta partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, memperkuat demokrasi dan counter-messaging (kontra narasi)

Actions that lead to extremism and terror involving State Apparatus are part of the peak phenomenon due to exposure to radicalism and terrorism in Indonesia. Several members of the TNI, Polri, and PNS/ASN have been proven to be involved in criminal acts of terrorism and have been found guilty by the Court and are serving their sentences. The rise of cases of radicalism by the State Apparatus warns of the dangers of radicalism, so it is necessary to carry out an in-depth analysis and evaluation of the efforts to prevent radicalism by the Government of Indonesia. This study analyzes the practice of State Apparatus radicalism, especially the State Civil Apparatus (ASN). It provides analysis results on the relevance of theory to the strategy of preventing ASN radicalism in Indonesia. The main theories used in this research are Social Identity Theory, Social Learning Theory, Social Crime Prevention Theory, and Human Resource Management Theory. The method used in this study uses a qualitative approach. The results of this study show that the practice of radicalism in the State Civil Apparatus still occurs even though the Joint Decrees of 11 Ministries have been issued. To resolve the issue, the Government of Indonesia is required to implement a comprehensive prevention strategy, including law enforcement, involvement of religious leaders, counter-terrorism, a collaboration between agencies and the intelligence community as well as the active participation of all components of society, strengthening democracy and counter-messaging (counter-narrative)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>