Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104688 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adrianus Jonathan Sugiharta
"Perubahan iklim telah menjadi isu global dan diyakini disebabkan oleh aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi gas rumah kaca (greenhouse gases), salah satunya adalah karbon dioksida. Peningkatan konsentrasi karbon dioksida memberikan efek tidak hanya pada lingkungan sekitar, tetapi juga sistem tubuh. Kejadian ini dihubungkan dengan kemunculan berbagai penyakit akibat kondisi hiperkapnia yang menimbulkan efek merusak pada sel dan jaringan tubuh, termasuk sistem imun. PBMC merupakan salah satu komponen penting sistem imun yang berperan sebagai lini pertama tubuh dalam menghadapi berbagai perubahan lingkungan, termasuk peningkatan karbon dioksida. Tingkat karbon dioksida tinggi dapat menimbulkan perubahan pada ekspresi berbagai gen yang berperan dalam meregulasi respon seluler terhadap perubahan yang ada. Salah satu gen yang dimaksud adalah HIF-1α. HIF-1α merupakan salah satu protein faktor transkripsi utama dalam tubuh yang berfungsi untuk mengatur berbagai macam mekanisme seluler terhadap keadaan hipoksia. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk mempelajari lebih lanjut mengenai efek peningkatan karbon dioksida terhadap ekspresi HIF-1α pada PBMC. PBMC dipisahkan teknik sentrifugasi, kemudian dikultur dan disimpan dalam empat keadaan yang berbeda (5% CO2 24 jam, 15% CO2 24 jam, 5% CO2 48 jam, dan 15% CO2 48 jam). Kemudian, RNA diisolasi dan dicek dengan teknik reverse transcriptase real-time PCR. Hasil dari kelompok sampel 24 jam menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal tingkat ekspresinya. Sedangkan pada kelompok sampel 48 jam, hasil menunjukkan perbedaan ekspresi yang tidak signifikan. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa adanya penurunan ekspresi HIF-1α ketika peningkatan karbon dioksida terjadi. Akan tetapi, ekspresi HIF-1α menunjukkan sedikit peningkatan setelah perlakuan selama 48 jam.

Climate change has become a major global issue since the past few years, and it is caused by human activities related to the emissions of greenhouse gases, one of which is carbon dioxide. Elevated level of carbon dioxide has been found to affect not only our environment, but also our body system. It is linked to many adverse clinical outcomes due to the hypercapnic condition towards many cells and tissues, including our immune system. PBMCs, a major components of immune system, are the first-line defence against various environmental changes, including increased carbon dioxide level. High carbon dioxide are thought to cause alterations of numerous genes expression, including HIF-1α, resulting in defective cellular response. HIF-1α is one of the most important transcription factor proteins for numerous cellular mechanisms related to hypoxia. Therefore, this research is aimed to study about the effects of increased carbon dioxide towards HIF-1α expression in PBMCs. PBMCs are separated from the blood by centrifugation, cultured, and treated under four different conditions (5% CO2 24 hours, 15% CO2 24 hours, 5% CO2 48 hours, and 15% CO2 48 hours. The RNA are then isolated and tested by reverse transcriptase real-time PCR. The result of 24-hour group showed a significant difference in the mRNA expression, unlike the difference in expression showed by the result of 48-hour group. In conclusion, the result showed that the expression of HIF-1α was decreased upon treated with increased carbon dioxide level. The expression, however, slightly increase after 48-hour period."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Rafly Dewantara
"Latar Belakang: Pemanasan global merupakan peristiwa terjadinya kenaikan suhu pada permukaan bumi. Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya kenaikan karbondioksida pada atmosfer sehingga mempengaruhi perubahan ikim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi sistem imun. Pada keadaan hiperkapnia terjadi penurunan pada pengeluaran sitokin dan kemokin serta hambatan pada proses fagositosis dan autofagi pada makrofag. Selain itu, dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan seperti sakit kepala dan muntah hingga terjadi penurunan kesadaran pada manusia. Terdapat berbagai respon yang ditunjukkan PBMC pada saat dipaparkan karbondioksida namun, penelitian ini difokuskan untuk melihat perubahan pH pada medium kultur sel PBMC. Tujuan: Mengetahui efek paparan karbondioksida terhadap perubahan pH pada medium kultur PBMC. Metode: Penelitian ini menggunakan sel PBMC yang telah diisolasi dan telah dipaparkan kadar karbondioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji masing-masing selama 24 jam dan 48 jam. Kemudian dilakukan pengukuran pH pada medium kultur sel PBMC pada masing-masing kelompok dengan menggunakan pH meter. Hasil yang didapatkan akan dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil: Terdapat penurunan pH secara signifikan pada kelompok uji dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0.05). Paparan CO2 15 % terbukti menurunkan pH medium kultur PBMC secara signifikan pada 24 jam dan 48 jam dibandingkan dengan control (CO2 5%).
Hal ini juga didukung dengan hasil konsentrasi H+ yang meningkat setelah paparan CO2 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Kesimpulan: Terdapat perubahan pH dan konsentrasi ion H+ pada medium kultur PBMC sebagai respon terhadap pemaparan karbondioksida 15% selama 24 jam dan 48 jam.
Background: Global warming is an event of an increase in temperature on the earth's surface. This event occurs due to an increase in carbon dioxide in the atmosphere so that it affects climate change. Increased carbon dioxide can affect the immune system. In hypercapnia, there is a decrease in the release of cytokines and chemokines as well as inhibition of the process of phagocytosis and autophagy in macrophages. In addition, it can cause health problems such as headaches and vomiting to a decrease in consciousness in humans. There are various responses shown by PBMCs when exposed to carbon dioxide, however, this study focused on looking at changes in pH in the PBMC cell culture medium. Objective: To determine the effect of carbon dioxide exposure on changes in pH in PBMC culture medium. Methods: This study used PBMC cells that had been isolated and exposed to carbon dioxide levels of 5% as control and 15% as test for 24 hours and 48 hours, respectively. Then measured the pH of the PBMC cell culture medium in each group using a pH meter. The results obtained will be analyzed using SPSS. Results: There was a significant decrease in pH in the test group compared to the control group (P<0.05). Exposure to 15% CO2 was shown to significantly reduce the pH of the PBMC culture medium at 24 and 48 hours compared to the control (CO2 5%).
This is also supported by the results of the increased H+ concentration after exposure to 15% CO2 for 24 hours and 48 hours.
Conclusion: There are changes in pH and concentration of H+ ions in PBMC culture medium in response to exposure to 15% carbon dioxide for 24 hours and 48 hours.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Hilmi Taufikulhakim
"Latar belakang: Kadar karbondioksida (CO2) di atmosfer semakin meningkat dan sudah mendekati batas yang bisa ditoleransi oleh manusia dalam jangka paparan seumur hidup. Berdasarkan fakta tersebut, tentu manusia sudah mulai merasakan dampak dari peningkatan CO2. Pada penelitian ini akan dianalisis mengenai dampak paparan CO2 kadar tinggi terhadap proliferasi peripheral blood mononuclear cells (PBMC) manusia.
Metode: Sampel triplo PBMC dibagi kedalam kelompok uji (paparan CO2 15%) dan kelompok control (paparan CO2 5%) dengan jumlah sel awal tiap well sebanyak 250.000. Kedua kelompok diberikan paparan selama 24 jam dan 48 jam kemudian hasilnya dihitung menggunakan hemositometer.
Hasil: Kelompok sel yang diberikan paparan CO2 15% memiliki tingkat proliferasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol pada 24 dan 48 jam (P<0.001).
Kesimpulan: Paparan CO2 15% diduga menghambat proliferasi PBMC pada 24 dan 48 jam yang ditandai dengan jumlah akhir sel yang lebih rendah disbanding kontrol. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme yang mendasarinya yaitu apakah paparan CO2 15% menghambat siklsus sel atau memicu apoptosis yang berperan dalam penurunan proliferasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfian Aby Nurachman
"Latar Belakang: Global warming atau peristiwa meningkatnya suhu rerata bumi disebabkan oleh peningkatan konsentrasi karbondioksida (CO2) pada atmosfer bumi. Peningkatan kadar karbondioksida ini berpengaruh terhadap kesehatan melalui berbagai cara. Dalam tubuh kondisi kadar karbondioksida yang tinggi atau hiperkapnea dapat memberikan pengaruh pada tubuh salah satu nya adalah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) yang dapat menyebabkan stres oksidatif. Dengan menggunakan sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC), kadar ROS terutama superoksida yang diproduksi akibat paparan CO2 tinggi dapat dideteksi dengan menggunakan dihydroethidium (DHE) assay.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek pemaparan pada kadar CO2 tinggi terhadap perubahan produksi superoksida pada sel PBMC.
Metode: Sel PBMC diinkubasi pada kadar CO2 yang berbeda yaitu kadar tinggi sebesar 15% dan kontrol 5% CO2. Produksi superoksida pada sel tersebut dapat dilihat menggunakan DHE assay dengan melihat perubahan nilai absorbansi pada fluorometer. Hasil yang didapatkan adalah nilai absorbansi per sel yang menggambarkan kadar superoksida untuk tiap satu sel PBMC.
Hasil: Pemaparan sel PBMC pada kondisi tinggi CO2 (15% CO2) selama 24 jam dan 48 jam secara signifikan meningkatkan produksi superoksida bila dibandingkan dengan kontrol (5% CO2) pada sel PBMC. Namun terdapat penurunan yang signifikan antara paparan tinggi CO2 selama 48 jam bila dibandingkan dengan paparan tinggi CO2 selama 24 jam. Dari sini dapat disimpulkan bahwa paparan tinggi CO2 dapat meningkatkan laju produksi superoksida pada sel PBMC. Selain itu terdapat penurunan kadar superoksida pada sel PBMC apabila lama paparan CO2 tinggi lebih dari 24 jam.
Kesimpulan: Pemaparan kadar CO2 tinggi pada sel PBMC selama 24 jam dan 48 jam akan meningkatkan laju produksi ROS terhadap kontrol. Penurunan kadar superoksida pada inkubasi CO2 tinggi selama 48 jam menunjukan ada nya pengurangan kadar superoksida apabila lama inkubasi lebih dari 24 jam.

Background: Global warming or the increase in the average temperature of the earth is caused by an increase in the concentration of carbon dioxide (CO2) in the earth's atmosphere. Increased levels of carbon dioxide affect health in various ways. In the body of conditions high carbon dioxide levels or hypercapnea can give effect to the body one of them is an increase in the production of Reactive Oxygen Species (ROS) which can cause oxidative stress. By using Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells, ROS levels, especially superoxide produced due to high CO2 exposure can be detected using dihydroethidium (DHE) assay.
Objective: This study was conducted to see the effect of exposure to high CO2 levels on changes in superoxide production in PBMC cells.
Methods: PBMC cells were incubated at different CO2 levels, namely a high level of 15% and a control of 5% CO2. Superoxide production in these cells can be seen using the DHE assay by looking at changes in absorbance values on the fluorometer. The results obtained are absorbance values per cell that describe the levels of superoxide for each one PBMC cell.
Results: Exposure of PBMC cells under high CO2 conditions (15% CO2) for 24 hours and 48 hours significantly increased superoxide production when compared to controls (5% CO ¬ 2) on PBMC cells. However, there was a significant decrease between 48 hours of high CO2 exposure compared to 24 hours of high CO2 exposure. From this it follows that high exposure to CO2 can increase the rate of superoxide production in PBMC cells. In addition there is a decrease in superoxide levels in PBMC cells if the duration of high CO2 exposure is more than 24 hours.
Conclusion: exposure to high CO2 levels in PBMC cells for 24 hours and 48 hours will increase the rate of superoxide production to control. Decrease in superoxide levels in incubation of high CO2 for 48 hours shows that there is a reduction in superoxide levels if the incubation time is more than 24 hours
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ihya Fakhrurizal Amin
"Pendahuluan: Peningkatan karbondioksida pada atmosfer berdampak pada perubahan iklim. Peningkatan karbondioksida dapat mempengaruhi tubuh manusia terutama pada sistem imun manusia, yang diketahui dapat menurunkan produksi sel T. Pada penelitian ini menggunakan subjek berupa sel Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) yang menjadi representatif dari sistem imun manusia. Berbagai respon mungkin akan ditunjukkan jika PBMC dipaparkan karbon dioksida dengan konsentrasi lebih tinggi dari normal, tetapi pada penelitian ini hanya spesifik melihat pada kadar hidrogen peroksida melalui pengukuran kadar DCFH-DA.
Metode: PBMC yang sudah diisolasi dari subjek dipaparkan karbon dioksida 5% sebagai kontrol dan 15% sebagai uji. Waktu pemaparan dilakukan selama 24 jam dan 48 jam. Pada waktu akhir waktu inkubasi untuk masing-masing kelompok akan dilakukan pengukuran kadar DCFH-DA dengan fluorometri. Hasil yang didapat berupa absorbansi/sel yang akan dianalisis lebih lanjut melalui SPSS versi 24.
Hasil: Didapatkan jumlah hidrogen peroksida lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol secara signifikan (p<0.05) saat diinkubasi selama 24 jam tetapi tidak signifikan pada waktu inkubasi 48 jam. Perbandingan konsentrasi hidrogen peroksida antara 24 dan 48 jam menunjukkan penurunan secara signifikan konsentrasi saat diinkubasi 48 jam jika dibanding 24 jam.
Kesimpulan: Paparan karbon dioksida selama 24 jam dapat meningkatkan produksi hidrogen peroksida dibandingkan kontrol, namun hal ini tidak terjadi pada PBMC yang dipaparkan karbondioksida selama 48 jam.

Introduction: Increased carbon dioxide in the atmosphere has an impact on climate change. Increased carbon dioxide can affect the human body, especially in the human immune system, which is known to reduce the production of T cells. So as to represent the human immune system, this study uses the subject of Peripheral Blood Mononuclear Cell (PBMC) cells. Various responses might be demonstrated if PBMCs were exposed to carbon dioxide concentrations higher than normal, but in this study only specifically looked at hydrogen peroxide levels by measuring DCFH-DA levels.
Method: PBMC which had been isolated from the subject were exposed to 5% carbon dioxide as a control and 15% as a test. Exposure time is 24 hours and 48 hours. At the end of the incubation time for each group, measurement of DCFH-DA with fluorometry will be carried out. The results obtained in the form of absorbance / cells will be further analyzed through SPSS version 24.
Result : There was a significant increase in the amount of hydrogen peroxide compared to the control (p <0.05) when incubated for 24 hours but not significantly at 48 hours incubation time. Comparison of hydrogen peroxide concentrations between 24 and 48 hours shows a significant decrease in concentration when incubated 48 hours when compared to 24 hours (p<0.05).
Conclusion: Exposure to carbon dioxide for 24 hours can increase hydrogen peroxide production compared to control, but there is no significant change in hydrogen peroxide production was observed in 48 hours of carbon dioxide.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Ratnaningsih
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil pemeriksaan hematologi rutin dan morfologi darah tepi eritrosit pada sampel darah dengan berbagai konsentrasi antikoagulan Na2EDTA yang berbeda. Penditian ini merupakan penelitian potong lintang. Bahan penelitian berupa 33 sampel darah vena mahasiswa Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta. Dua ml darah dibagi ke datum 4 tabling Na2EDTA yang masing-masing berisi antikoagulan dengan konsentrasi yang berbeda. Tabung pertama berisi Na2EDTA konsentrasi standar, 2 mg/dl, tabung yang lain secara berurutan berisi Na2EDTA dengan konsentrasi 4 mg/dl, 6 mg/dl, and 8 mg/dl. Sebelumnya dibuat sediaan hapus langsung dari setetes darah tanpa antikoagulan (sebagai kontrol) untuk pemeriksaan morfologi darah tepi (MDT). Darah dalam keempat tabung tersebut segera dilakukan pembuatan sediaan hapus dan diperiksa profit hematologi eritrositnya menggunakan SYSMEX SE-9500 automatic analyzer. Terdapat penurunan yang bermakna dari hitung eritrosit, hemoglobin, hematokrit, dan MCHC serta peningkatan yang bermakna dari nilai MCV dan RDW antara konsentrasi Na2EDTA yang berlebihan, sedangkan nilai MCH tidak ada perbedaan. Pemeriksaan MDT menunjukkan perubahan yang bermakna pada bentuk echinocytes serta ditemukan gambaran ghost cells pada sampel darah dengan Na2EDTA yang berlebihan. Disimpulkan bahwa antikoagulan Na2EDTA yang berlebihan akan berpengaruh terhadap morfologi dan beberapa parameter hematologi eritrosit. (Med J Indones 2006; 15:157-64)

The purpose of this study is to know whether there are differences between hematology profile and morphology of erythrocyles of blood specimens which are prepared with excessive Na2EDTA anticoagulant in different concentration. This study was conducted in Faculty of Medicine Gadjah Mada University. The criteria of subject were male, age from 18 until 22 years old and healthy, ascertained from history taking and vital sign examination. Blood samples from 33 subjects were taken using vein puncture. Two millimeters blood was divided into 4 Na2EDTA-containing tube's. Before that, one drop of blood without Na2EDTA anticoagulant was used for making control blood film right after vein puncture. Each tubes contained different concentration of anticoagulant. The first tube contained Na2EDTA in standard concentration 2 mg/dl; the remaining tubes contained consecutively, 4 mg/dl, 6 mg/dl, and 8 mg/dl. Those samples were immediately examined using SYSMEX SE-9500 automatic analyzer for measuring erythrocytes hematological profile and were stained with Wright staining far morphological examination. These procedures were done before 20 minutes of vein puncture. There were significant decrease ofRBC count, HGB, HCT, and MCHC and also significant increase of MCV and RDW between different concentrations of excessive Na2EDTA anticoagulant. MCH did not have significant result. Morphological examination showed significant morphological changes in the form of echinocytes and appearance of ghost cells in the sample treated with excessive Na2EDTA anticoagulant concentration. In conclusion, there are differences in hematological profile and morphology of erythrocytes among blood specimen which are prepared with excessive Na2EDTA anticoagulant in different concentration, except for MCH. Excessive Na2EDTA anticoagulant concentration will affect the blood specimen for peripheral blood examination of erythrocytes by interfering morphology and some of hematological parameters. (Med J Indones 2006; J 5:157-64)"
[place of publication not identified]: Medical Journal of Indonesia, 2006
MJIN-15-3-JulySept2006-157
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Amino Aytiwan Remedika
"Perubahan iklim telah terjadi sepanjang sejarah. Di atmosfer, kadar karbon dioksida sudah sangat meningkat sejak seratus tahun terakhir. Perubahan ini berdampak pada kesehatan global melalui berbagai cara. Di dalam tubuh, meningkatnya kadar karbon dioksida juga dapat ditemukan dalam berbagai kondisi, salah satunya adalah dalam lingkungan suatu tumor. Saat hiperkapnia terjadi, hipoksia diasosiasikan untuk terjadi juga. Dalam keadaan hipoksia, hypoxia-inducible factor (HIF) diekspresikan, termasuk HIF2α. HIF2α merupakan gen yang penting dalam pertumbuhan tumor. Pada saat terdapat perubahan dalam tubuh, tubuh merespon dengan mengeluarkan respon imun sebagai perlindungan diri. Salah satu komponen dari respon imun adalah PBMC. Penelitian ini pertujuan untuk menemukan bagaimana efek dari peningkatan karbon dioksida pada ekspresi gen HIF2α dalam PBMC. PBMC diisolasi menggunakan sentrifugasi dari darah. Selanjutnya, sel dikultur dan diberi beberapa perlakuan (5% CO2 24 jam, 15% CO2 24 jam, 5% CO2 48 jam, and 15% CO2 48 jam). Setelah itu, RNA diisolasi dan diukur menggunakan RT-qPCR. Data yang didapatkan lalu dianalisis. Hasil menunjukkan signifikansi pada grup 5% dan 15% CO2 24 jam, sementara pada grup 5% dan 15% CO2 48 jam hasilnya tidak signifikan. Pada perbandingan antara grup 15% CO2 24 jam dan 48 jam tidak ditemukan hasil yang signifikan pula. Sebagai kesimpulan, eksperimen menunjukkan berkurangnya ekspresi gen HIF2α dalam PBMC setelah paparan CO2 tinggi. Namun, paparan yang lebih lama menunjukkan bahwa ekspresi gen HIF2α mengalami sedikit peningkatan.

Climate change has been occuring throughout the history. In the atmosphere, the carbon dioxide level has increased to a great number since the past century. This change in climate is found to be affecting global health in various ways. In the body, increased carbon dioxide level can also be found which leads to a hypercapnic condition which is found in a wide variety of conditions including in a tumor microenvironment. As hypercapnia happens, it correlates with the occurrence of hypoxia, or reduced oxygen level. In response to hypoxic stress, hypoxia-inducible factor (HIF) is expressed, including HIF2α. HIF2α is a gene critical in tumor development. In addition, when there are harmful changes in the body, there are immune responses as a defense. The components of the immune response include the PBMCs. This research intends to find how increased carbon dioxide level can affect HIF2α expression in PBMCs. The PBMCs are isolated by centrifugation from the blood. afterwards, they are cultured and treated under different conditions (5% CO2 24 hours, 15% CO2 24 hours, 5% CO2 48 hours, and 15% CO2 48 hours). After treatment, the RNA is isolated and measured using RT-qPCR. The data collected is then analysed. The 5% and 15% CO2 24 hours groups has a significant result, while the 5% and 15% CO2 48 hours groups are found to be insignificant. In addition, comparison As a conclusion, from the experiment there was a decreased HIF2α expression after increased exposure of CO2. However, longer exposure showed a slight increase in the expression."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amino Aytiwan Remedika
"Perubahan iklim telah terjadi sepanjang sejarah. Di atmosfer, kadar karbon dioksida sudah sangat meningkat sejak seratus tahun terakhir. Perubahan ini berdampak pada kesehatan global melalui berbagai cara. Di dalam tubuh, meningkatnya kadar karbon dioksida juga dapat ditemukan dalam berbagai kondisi, salah satunya adalah dalam lingkungan suatu tumor. Saat hiperkapnia terjadi, hipoksia diasosiasikan untuk terjadi juga. Dalam keadaan hipoksia, hypoxia-inducible factor (HIF) diekspresikan, termasuk HIF2α. HIF2α merupakan gen yang penting dalam pertumbuhan tumor. Pada saat terdapat perubahan dalam tubuh, tubuh merespon dengan mengeluarkan respon imun sebagai perlindungan diri. Salah satu komponen dari respon imun adalah PBMC. Penelitian ini pertujuan untuk menemukan bagaimana efek dari peningkatan karbon dioksida pada ekspresi gen HIF2α dalam PBMC. PBMC diisolasi menggunakan sentrifugasi dari darah. Selanjutnya, sel dikultur dan diberi beberapa perlakuan (5% CO2 24 jam, 15% CO2 24 jam, 5% CO2 48 jam, and 15% CO2 48 jam). Setelah itu, RNA diisolasi dan diukur menggunakan RT-qPCR. Data yang didapatkan lalu dianalisis. Hasil menunjukkan signifikansi pada grup 5% dan 15% CO2 24 jam, sementara pada grup 5% dan 15% CO2 48 jam hasilnya tidak signifikan. Pada perbandingan antara grup 15% CO2 24 jam dan 48 jam tidak ditemukan hasil yang signifikan pula. Sebagai kesimpulan, eksperimen menunjukkan berkurangnya ekspresi gen HIF2α dalam PBMC setelah paparan CO2 tinggi. Namun, paparan yang lebih lama menunjukkan bahwa ekspresi gen HIF2α mengalami sedikit peningkatan.

Climate change has been occuring throughout the history. In the atmosphere, the carbon dioxide level has increased to a great number since the past century. This change in climate is found to be affecting global health in various ways. In the body, increased carbon dioxide level can also be found which leads to a hypercapnic condition which is found in a wide variety of conditions including in a tumor microenvironment. As hypercapnia happens, it correlates with the occurrence of hypoxia, or reduced oxygen level. In response to hypoxic stress, hypoxia-inducible factor (HIF) is expressed, including HIF2α. HIF2α is a gene critical in tumor development. In addition, when there are harmful changes in the body, there are immune responses as a defense. The components of the immune response include the PBMCs. This research intends to find how increased carbon dioxide level can affect HIF2α expression in PBMCs. The PBMCs are isolated by centrifugation from the blood. afterwards, they are cultured and treated under different conditions (5% CO2 24 hours, 15% CO2 24 hours, 5% CO2 48 hours, and 15% CO2 48 hours). After treatment, the RNA is isolated and measured using RT-qPCR. The data collected is then analysed. The 5% and 15% CO2 24 hours groups has a significant result, while the 5% and 15% CO2 48 hours groups are found to be insignificant. In addition, comparison As a conclusion, from the experiment there was a decreased HIF2α expression after increased exposure of CO2. However, longer exposure showed a slight increase in the expression."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bain, Barbara J.
"This book contain : * Enables both the haematologist and laboratory scientist to identify blood cell features, from the most common to the more obscure * Provides essential information on methods of collection, blood film preparation and staining, together with the principles of manual and automated blood counts * Completely revised and updated, incorporating much newly published information: now includes advice on further tests when a specific diagnosis is suspected *400 high quality photographs to aid with blood cell identification * Highlights the purpose and clinical relevance of haematology laboratory tests throughout."
Chichester: Wiley Blackwell, 2015
616.15 BAI b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Engkun Maskun
"Latar belakang dan tujuan
Bahan berbahaya dalam kebakaran dapat mempengaruhi kesehatan petugas pemadam. Bahan kimia yang terkandung dalam asap kebakaran akan terserap kedalam tubuh dan mempengaruhi fungsi organ-organ tubuh, di antaranya adalah peningkatan kadar hemoglobin darah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruli pajanan asap kebakaran terhadap peningkatan kadar hemoglobin darah pada tim pemadam kebakaran.
Metode
Penelitian ini menggunakan disain studi kasus-kontrol terhadap 120 subjek terdiri dari 40 kasus kadar Hb tinggi dan 80 kontrol dengan memadankan umur. Subjek penelitian adalah anggota pasukan, sopir mobil pemadam, kepala regu dan kepala peleton pemadam kebakaran. Tingkat pajanan dihitung secara skoring terhadap faktor-faktor yang terkait pajanan.
Hasil dan kesimpulan
Faktor-faktor pajanan yang diteliti yaitu umur, masa dinar, jabatan, lama pemadaman, frekuensi pemadaman, pemakaian masker dan kebiasaan merokok, secs statistik tidak ada hubungan yang bermakna dengan kadar Hb (p> 0,05). Hipotesis tingkat pajanan asap yang tinggi mempunyai risiko kadar Hb tinggi lebih besar dibanding tingkat pajanan rendah, ditolak. Tingkat pajanan tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan kadar Hb (p >0,05).

Background and objective
The exposure of fire smokes contained hazardous substances ;potentially effect firefighter's health. The cumulative effect of these substances can abnormally increase the haemoglobine level. This study is aimed at finding the associations of fire smokes exposure to high haemoglobine level and its risk factors.
Methods. This study design was a case-control study involving sample of 120 subjects consisted of 40 cases of high I-lb level and 80 controls. The exposure levels offire smokes were scored for exposure related factors.
Results and conclusions. The exposure factors included age , periode of job, job position, length of service, frekuency of service, masker usage, and smoking habit were no statistical significant association to high Hb level (p>0,05). The hypotesis stated the high exposure level offire smokes have higher risks :3f Hb level than low exposure level alit was rejected . The level of exposure was no statistically significant association with Hb level (p>0, 05).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T17701
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>